• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perakitan padi Toleran Kekeringan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan rumah kaca Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, pada Oktober 2008-November 2009.

Material Penelitian

Benih padi cv. Batutegi dan Kasalath diperoleh dari Balai Penelitian Padi Muara Bogor. Plasmid rekombinan pC1301H oshox-6 diperoleh dari Dr. Pieter B.F. Ouwerkerk, PRI Leiden University.

Persiapan Eksplan

Benih muda (immature) yang berumur 8-12 hari setelah anthesis dari cv. Batutegi dan Kasalath dikupas dan disterilisasi mengikuti prosedur yang dikemukakan Toki et al. (2006). Embrio zigotik muda dikeluarkan dari benih immature menggunakan pinset dalam ruang laminar. Embrio zigotik muda berukuran 1.3 – 1.8 mm digunakan sebagai eksplan untuk transformasi genetik.

Strain Bakteri dan Plasmid

Plasmid rekombinan pC1301H oshox-6 (Gambar 1) ditransformasikan ke dalam sel kompetan A. tumefaciens strain EHA 105 dengan menggunakan elektroporator. A. tumefaciens ditumbuhkan 3 hari dalam medium AB yang mengandung 20 mg/l rifampisin dan 50 mg/l kanamisin pada suhu 28°C. Bakteri diambil menggunakan spatula dan dilarutkan menggunakan media AAM (media asam amino mengandung 0.1 M asetosiringone) hingga kerapatan sel mencapai sekitar 0.3 pada panjang gelombang λ600.

LB hpt II CaMV Oshox6 OsLEA CaMV gusA RB

Gambar 1. Skema daerah T-DNA dalam vektor transformasi pC1301H Oshox-6.

RB, Right border; hpt II, gen penyeleksi higromisin; CaMV, Promoter dari

Cauliflower Mozaic Virus; gen oshox-6; OsLEA, promotor dari padi late embryogenesis abundant, gen penanda gusA; RB, Right Border.

Transformasi Genetik ke dalam Embrio

Transformasi genetik menggunakan metode yang dikemukan Hiei dan Komari (2006) karena metode ini paling sesuai untuk cv. Batutegi dan Kasalath (Mulyaningsih et al. 2010a). Material tananan yang ditransformasi ialah embrio zigotik muda yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada saat regenerasi, kalus kultivar Batutegi yang telah cukup besar dan mulai menunjukkan warna kehijauan dipindahkan ke dalam media regenerasi RNM (Hiei dan Komari 2006). Pada Kasalath kalus yang mulai menunjukkan kehijauan diregenerasikan dalam media R05 (Slamet-Loedin, 2007 tidak dipublikasi). Media tersebut terdiri dari media dasar MS + 30 g/l sukrosa + 30 g/l sorbitol + 1 mg/l kinetin + 1 mg/l NAA + 10 g/l agarose tipe 1. Dua minggu kemudian plantlet yang terbentuk dikultur pada

media perakaran (MS + 2 mg/l NAA + 25 mg/l higromisin). Plantlet dengan perakaran cukup kuat selanjutnya dipindahkan ke dalam media tanah dalam pot.

Pengamatan dilakukan terhadap :

Efisiensi transformasi (%) = Jumlah event PCR hpt + x 100% Jumlah embrio zigotik ditransformasi

Efisiensi regenerasi (%) = Jumlah event PCR hpt +_ x 100% Jumlah embrio zigotik tahan higromisin

Analisis Integrasi Gen Metode PCR (polimerase chain reaction)

Analisis PCR dilakukan untuk konfirmasi keberadaan gen sisipan pada tanaman generasi pertama (T0). Konfirmasi berdasarkan keberadaan gen hpt. DNA

tanaman diisolasi dari tanaman kontrol (tidak ditransformasi) dan kandidat tanaman transgenik. Metode isolasi DNA mengacu pada percobaan sebelumnya menggunakan CTAB (hexaecyl trimethyl ammonium bromide).

Primer yang digunakan ialah hpt forward 5’-GATGCCTCCGCTCGAAGTA GCG-3’dan hpt reverse 5’-GCATCTCCCGCCGTGCAC-3’. Volume untuk 1x reaksi PCR ialah 12.5 µl dengan komposisi : 6.25 μl taq polimerase kit (dream taq), 0.2 μM primer hpt reverse, 0.2 μM primer hpt forward, 100 ng DNA hasil isolasi sebagai cetakan. Amplifikasi DNA dilakukan menggunakan alat PCR Thermal Cycler (Biometra) pada kondisi PCR sebagai berikut: satu siklus denaturasi (95oC, 3 menit); 30 siklus amplifikasi [denaturasi 95oC 1 menit, annealing 65oC 1 menit, sintesis 72oC 1 menit]; 72oC 10 menit (pemanjangan final); 4oC (penyimpanan). Hasil PCR dianalisis pada 1% gel agarose. Gel diwarnai menggunakan ethidium bromida untuk visualisasi pita DNA produk PCR. Produk amplifikasi yang diharapkan berukuran +500 pb (pasang basa).

Analisis Integrasi Gen dengan Southern Blot

Analisis Southern blot bertujuan untuk mengetahui pola integrasi gen sisipan dalam genom dan jumlah salinan gen tersebut. Pengujian dilakukan terhadap transforman generasi pertama (T0) dengan menggunakan DNA pelacak hpt. Metode Southern blot memerlukan DNA genom sebagai DNA cetakan yang

dianalisis. DNA tanaman diperoleh dari hasil isolasi daun dengan menggunakan metoda CTAB. Sebanyak 10 μg DNA genom dipotong menggunakan enzim restriksi BamHI semalam. Setelah dipisahkan dalam agarose gel 0.8%, blotting dilakukan dengan metoda alkali transfer ke membran nilon bermuatan positif. Analisis Southern hibridisasi mengacu pada protokol kit dari GE Healthcare (Amersham, UK).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Genetik ke dalam Embrio padi

Pada cv. Batutegi, hasil transformasi diperoleh dari tiga kejadian (event) transformasi meskipun telah dilakukan 50 kali transformasi. Kegiatan transformasi pada Kasalath telah dilakukan sebanyak 38 kali, dan diperoleh tanaman transgenik dari lima event transformasi. Kesulitan dalam transformasi padi indica cv. Batutegi dan Kasalath antara lain rendahnya kemampuan embrio membentuk kalus embriogenik, rendahnya kalus beregenerasi, dan pencoklatan jaringan setelah kokultivasi (Mulyaningsih et al. 2010a). Diduga pula rendahnya efisiensi transformasi pada indica terkait dengan antibiotik yang digunakan, karena antibiotik dapat bersifat meracuni kalus (Khanna & Raina 1999).

Jumlah kalus embriogenik dan tahan higromisin yang diperoleh setelah transformasi akan mempengaruhi nilai efisiensi transformasi. Secara umum nilai efisiensi yang diperoleh pada kedua kultivar masih sangat rendah masing-masing antara 1,0-8,6 % untuk Batutegi dan 0,5 – 5,0% untuk Kasalath. Persentase nilai efisiensi yang rendah diduga karena kegiatan transformasi menggunakan embrio zigotik utuh (tidak dilakukan pemotongan embrio), sementara pada percobaan Hiei dan Komari (2006) dilakukan pemotongan embrio. Selain itu, diduga bahwa kultivar ini termasuk indica grup I (Zhang et al. 1998) yang sebagian besar bersifat rekalsitran untuk kegiatan kultur jaringan (Wunn et al. 1996).

Kemampuan kalus cv. Batutegi untuk beregenerasi cukup tinggi (66,7% - 83,8%) dibandingkan pada cv. Kasalath (12,8% - 50%). Dari tiga kegiatan transformasi cv. Batutegi diperoleh 61 tanaman transforman tahan higromisin sedangkan pada cv. Kasalath diperoleh 46 tanaman dari lima event transformasi

(Tabel 1 dan Gambar 2). Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya yaitu, kemampuan cv. Batutegi untuk beregenerasi lebih tinggi dibandingkan Kasalath. Satu embrio Batutegi dapat menghasilkan tanaman transforman lebih banyak dibandingkan Kasalath. Fenomena ini diduga karena Kasalath adalah varietas lokal Thailand, sedangkan Batutegi adalah varietas unggul padi gogo hasil persilangan. Ada kemungkinan silsilah tetua termasuk japonica tropis/javanica yang menyebabkan respon regenerasi Batutegi lebih baik dari Kasalath.

Tabel 1. Efisiensi transformasi OsLEA ::oshox-6 pada cv. Batutegi dan Kasalat serta regenerasinya. Kultivar J. embrio ditransformasi (A) J. embrio tahan hig. (B) J. plantlet tahan hig. J. event + PCR hpt (C) Efisiensi transformasi (%) (C/A) Efisiensi regenerasi (%) (C/B) BATUTEGI II 58 6 20 5 8,6 83,3 III 196 3 21 2 1,0 66,7 IV 248 4 20 3 1,2 75,0 Total 61 10 KASALATH III 338 20 7 3 0,9 15,0 IV 167 39 7 5 3,0 12,8 V 184 4 6 1 0,5 25,0 VI 85 2 8 1 1,2 50,0 VII 120 34 18 6 5,0 17,6 Total 46 16

Keterangan : kegiatan transformasi I pada Batutegi serta I dan II pada Kasalath tidak dianalisis.

a b c d e

Gambar 2. Kegiatan transformasi dan regenerasi kultivar Batutegi dan Kasalath

a) Perbandingan antara embrio setelah kokultivasi pada Kasalath (kiri) dan Batutegi (kanan) b) Kalus embriogenik Kasalath dari banyak embrio c) Kalus embriogenik dan plantlet Batutegi dari satu embrio d) Plantlet Kasalat e) Plantlet Batutegi

Hiei dan Komari (2006) telah menggunakan media regenerasi RNM dalam percobaannya terhadap 10 kultivar indica. Pada penelitian ini nampak bahwa penggunaan media RNM untuk Batutegi telah berhasil menghasilkan plantlet

dalam jumlah banyak. Akan tetapi, media RNM kurang tepat jika digunakan pada Kasalath karena seringkali daya regenerasi kalus menjadi hilang meskipun telah terbentuk spot hijau dalam media pra regenerasi. Oleh karena itu, media regenerasi yang digunakan untuk cv. Kasalath ialah R05. Menurut Ge et al. (2006) potensi induksi kalus dan regenerasi kultur jaringan padi sangat tergantung pada beberapa faktor seperti genotipe tanaman donor, tipe dan status fisiologi eksplan, komposisi dan konsentrasi garam, komponen organik dan hormon pengatur pertumbuhan dalam media. Dari sejumlah faktor tersebut, perbedaan genotipe adalah yang paling penting. Ge et al. (2006) mengembangkan sistem kultur jaringan untuk peningkatan efisiensi regenerasi terhadap suatu seri near isogenic line dari kultivar IR 24 (4 genotipe) dan tiga kultivar indica lainnya. Genotipe padi yang digunakan ini mewakili keragaman plasma nutfah padi indica. Modifikasi yang dilakukan ialah pada media induksi kalus, media subkultur dan media regenerasi. Modifikasi media induksi kalus dan media regenerasi untuk meningkatkan efisiensi transformasi dan regenerasi telah dilakukan (Lin & Zhang 2005; Zaidi et al. 2006).

Analisis Integrasi Gen

Analisis PCR dilakukan dengan menggunakan primer spesifik untuk gen hpt. Posisi gen hpt pada T-DNA dalam plasmid pC1301H oshox-6 berdampingan dengan LB (batas kiri). Keberadaan gen hpt dalam genom dapat merupakan indikasi keberadaan gen lain dalam satu T-DNA termasuk promotor OsLEA :: oshox-6. Keberdaan gen hpt sebagai indikasi integrasi gen target telah dilakukan (Zaidi et al. 2006).

Hasil PCR menunjukkan 30 tanaman cv. Batutegi mengandung gen hpt dari 36 tanaman yang diuji. Pada Kasalath dari 23 tanaman diuji terdapat 20 tanaman mengandung hpt (Tabel 2). Keberadaan gen hpt diamati berdasarkan munculnya pita hasil amplifikasi sebesar 500 pb (Gambar 3). Hasil PCR dapat menunjukkan keberadaan pita hpt pada sebagian tanaman yang berasal dari satu embrio. Diduga bahwa tanaman-tanaman tersebut berkembang dari beberapa sel yang berbeda meskipun dari embrio yang sama. Ketahanannya dalam media yang mengandung higromisin diduga bersifat escape. Oleh karena itu perlu dianalisis pola integrasi

gen sisipan dalam genom untuk membedakan tanaman-tanaman tersebut secara genetik. Pola integrasi gen dilakukan dengan analisis Southern blot.

χ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 31 32 5 56600bbpp 233113300 2 bbpp 9 9441166bbpp 6 6555577bbpp 4 4336611bbpp 2 2332222bbpp 2 2002277bbp p 500 pb

Gambar 3. Hasil analisis PCR menggunakan primer hpt pada populasi Batutegi dan Kasalath hasil transformasi menggunakan pC1301H oshox-6. χ hind III; 1. plasmid pC1301H oshox-6; 2. Batutegi K+; 3. Kasalath K+; 4. Batutegi K-, 5. Kontrol air. 6-13 Transforman Batutegi; 14-32 transforman Kasalath

Tabel 2. Integrasi gen sisipan (PLEA + oshox6) pada generasi pertama (T0) padi cv. Batutegi dan Kasalath menggunakan primer dan pelacak hpt

Hasil Southern Jumlah salinan gen Kultivar Percobaan ke Jumlah transforman Jumlah Tanaman PCR + 1 2 3 4 Batutegi II 14 14 4 2 III 15 9 2 1 1 IV 7 7 2 Kasalath III 5 5 4 IV 6 5 1 2 V 4 4 2 VI 2 2* VII 6 4 2 1

* = tidak dianalisis Southern blot.

Hasil analisis Southern blot pada kultivar Batutegi diperoleh jumlah salinan gen sisipan antara 1 - 4 salinan dan 1- 3 salinan pada Kasalath. Berdasarkan posisi integrasi dalam genom, gen sisipan dapat dipetakan. Tanaman-tanaman dari satu embrio yang sama dianggap seragam secara genetik apabila jumlah dan posisi gen sisipan dalam genom berada dalam pola yang sama. Tanaman-tanaman tersebut dinamakan sister lines (galur-galur kembar). Sebaliknya jika posisi dan jumlah gen sisipan berbeda meskipun berasal dari embrio maka secara genetik tanaman tersebut berbeda. Hal ini terjadi karena pada saat transformasi banyak sel dari embrio tanaman yang tersisipi, dan masing-masing sel tersebut akan

membentuk tanaman. Tanaman-tanaman yang demikian dinamakan independent line (galur independen). Berdasarkan pola integrasi gen sisipan pada cv. Batutegi diperoleh 12 galur independen masing-masing 8 galur dengan salinan tunggal, 3 galur dengan 3 salinan gen, dan 1 galur dengan 4 salinan. Pada Kasalath diperoleh 12 galur independen, masing masing 9 galur dengan salinan tunggal, 1 galur dengan 2 salinan dan 2 galur dengan 3 salinan (Tabel 2 dan Gambar 4).

a

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1213 14 15 16 1718 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29

b

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1516 17 18

Gambar 4: Hasil analisis Southern blot menggunakan pelacak hpt pada populasi Batutegi (a) dan Kasalath (b) hasil transformasi menggunakan pC1301H oshox-6.

Lingkaran menunjukkan pola integrasi gen sisipan tunggal

a. 1 λ, 2. Batutegi Kontrol, 3. BT II IB, 4. BT II IA, 5. BT II IB, 6. BT II ID, 7. BT II IE, 8. BT II 2A, 9. BT II 3A, 10. BT II 4A, 11. BT II 5B, 12. BT III 1A, 13. BT III 1B, 14. BT III 1C, 15. BT III 1D, 16. BT III 1E, 17. BT III 1G, 18. BT III 1H, 19. BT III 1I, 20. BT III 2A, 21. BT III 2B, 22. BT III 2C, 23. BT III 2F, 24. BT IV 1A, 25. BT IV 3B, 26. K III 1B, 27. K III 2A, 29. pC1301H Oshox6

b. 1 λ, 2. Batutegi Kontrol, 3. K III 2B, 4. K III 2C, 5. K III 3A, 6. K IV 1A, 7. K IV 1B, 8. K IV 2A, 9. K V 1A, 10. K V 1B, 11. K VII 1A, 12. K VII 2A1, 13. K VII 2A2, 14. K VII 3A, 15. K VII 6A, 16. Kasalat Kontrol, 18. pC1301H Oshox6

KESIMPULAN

1. Efisiensi transformasi 1,0-8,6% pada cv. Batutegi dan 0,5-5,0% pada cv. Kasalath hasil transformasi menggunakan plasmidpC1301H Oshox6. Jumlah plantlet yang diperoleh masing-masing 61 dari cv. Batutegi dan 46 dari Kasalath.

2. Padi gogo indica transgenik mengandung gen oshox6 diperoleh dari cv. Batutegi (30 tanaman) dan cv. Kasalath (20 tanaman).

3. Galur independent untuk cv. Batutegi dan cv. Kasalath masing-masing 12 galur, dengan jumlah salinan gen sisipan antara 1-4.

Pewarisan Gen Penanda hpt (hygromycine phosphotransferase )

Dokumen terkait