• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Tiga Metode Transformasi Agrobacterium untuk Padi Gogo Indica cv Batutegi dan Kasalath

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Genetik

Transformasi dengan metode A (Hiei et al. 1994) tidak menghasilkan plantlet transgenik dari kedua plasmid (pUR224 dan pNU400), meskipun transformasi pUR224 telah dilakukan terhadap 900 kalus Batutegi dan 700 kalus Kasalat. Transformasi dengan plasmid pNU400 dilakukan terhadap 780 kalus Batutegi dan 540 kalus Kasalath.

Transformasi dengan metode B (Toki et al. 2006), hanya berhasil diperoleh dari kultivar Kasalath dengan plasmid pUR224. Efisiensi transformasi sebesar 0,65 % dan efisiensi regenerasi sebesar 27,3%. Dari plasmid pNU400 tidak diperoleh kalus ataupun plantlet transgenik yang berpendar sebagai ciri terekspresinya gen penanda gfp (Tabel 2.).

Tabel 2. Efisiensi transformasi menggunakan metode B (Toki et al. 2006)

Kultivar Plasmid J. benih ditrans. (A) J. kalus tahan hig. (B) J. event PCR hpt + (C) J. plantlet tahan hig. Efisiensi transformasi (%) (C/A) Efisiensi regenerasi (%) (C/B) Kasalath pUR224 465 11 3 3 0,65 27,3

Transformasi metode C (Hiei & Komari, 2006) untuk cv. Batutegi dan Kasalath menunjukkan bahwa metode ini adalah yang terbaik dibandingkan metode A dan B. Hasil transformasi disajikan pada Tabel 3,4 dan Gambar 2.

Tabel 3. Efisiensi transformasi menggunakan metode C dengan plasmid pNU400 (Hiei dan Komari, 2006)

Kultivar Plasmid J. embrio ditrans. (A) J. embrio GFP + (B) J.event GFP + (C) J. plantlet GFP + Efisiensi transformasi (%) (C/A) Efisiensi regenerasi (%) (C/B) Kasalath pNU400 20 15 10 17 50,0 66,7 Batutegi 60 22 19 30 31,7 86,4

Tabel 4. Efisiensi transformasi menggunakan metode C dengan plasmid pUR224 (Hiei dan Komari, 2006)

Kultivar Plasmid J. embrio ditrans. (A) J. embrio tahan hig. (B) J. event PCR hpt + (C) J. plantlet tahan hig. Efisiensi transformasi (%) (C/A) Efisiensi regenerasi (%) (C/B) Kasalath pUR224 86 22 11 17 12,8 50.0 Batutegi 101 2 2 13 2,0 100.0 62 8 6 12 9,7 75.0

Berdasarkan nilai efisiensi transformasi pada Tabel 3 dan 4, nampak bahwa cv. Batutegi lebih rekalsitran dibandingkan cv. Kasalath, untuk kegiatan transformasi genetik. Pada padi indica sering dijumpai kondisi transformasi dan regenerasi yang optimum untuk suatu genotipe, menjadi tidak optimum untuk genotipe lain. Hal ini terjadi pula antara cv. Batutegi dan cv. Kasalath. Untuk mendapatkan sejumlah kalus tahan higromisin atau kalus yang berpendar hasil transformasi dengan plasmid pUR224 dan pNU400 diperlukan jumlah eksplan yang sangat banyak untuk ditransformasi.

Metode transformasi A (Hiei et al. 1994) paling tidak sesuai untuk cv. Batutegi dan Kasalath. Dengan plasmid pUR224 yang sama pada japonica cv. Nipponbare, diperoleh lebih dari 1500 tanaman transgenik dengan efisiensi transformasi mencapai 95,6% (Nugroho dkk. 2007). Meskipun metode B (Toki et al. 2006) dapat digunakan untuk merakit tanaman transgenik dengan waktu lebih cepat pada padi japonica tetapi aplikasinya pada indica sangat sulit. Berdasarkan hasil penelitian, metode transformasi C (Hiei dan Komari, 2006) adalah yang terbaik untuk kedua kultivar tersebut.

Pencoklatan jaringan setelah diinfeksi adalah masalah paling dominan pada transformasi padi cv. Batutegi, diduga karena pengaruh negatif antibiotik yang dapat meracuni kalus seperti penelitian sebelumnya (Khanna & Raina 1999). Pada metoda A dan B sulit dihasilkan kalus embriogenik (kalus remah, globular

dan berwarna putih kekuningan). Selain itu, meskipun kalus bersifat embriogenik tetapi kemampuan kalus untuk membentuk plantlet sangat rendah.

a

g

b c

e f

d

Gambar 2. Ekspresi GFP dari transforman plasmid pNU400 pada cv. Kasalath dan Batutegi

a dan b kalus cv. Kasalath diamati pada dark reader dan lampu neon c dan d kalus cv. Batutegi diamati pada dark reader dan lampu neon e dan f plantlet Kasalath dan Batutegi,

g Plantlet Kasalat GFP + (kiri) dan GFP- (kanan)

Metode transformasi C (Hiei & Komari 2006) adalah yang terbaik untuk menghasilkan transforman bagi kedua kultivar, namun tingkat efisiensi transformasi pada Batutegi lebih rendah dibandingkan Kasalath. Kalus embriogenik Batutegi lebih sulit diperoleh dibandingkan Kasalath. Akan tetapi daya regenerasi kalus embriogenik Batutegi lebih tinggi dibandingkan Kasalath sehingga jumlah tanaman yang dihasilkan pada Batutegi lebih banyak dibandingkan Kasalath. Meskipun keberhasilan yang diperoleh dalam penelitian ini masih relatif kecil, tapi membuktikan bahwa cv. Batutegi yang merupakan padi gogo asal Indonesia dapat ditransformasi. Adanya respon untuk transformasi pada cv. Batutegi telah membuka peluang dijadikannya kultivar ini sebagai target transformasi genetik. Terpilihnya metode transformasi C sebagai metode terbaik untuk cv. Batutegi dan Kasalath diduga selain ditentukan oleh teknik transformasi dan media, juga eksplan yang digunakan. Eskplan berupa embrio zigotik muda merupakan kumpulan sel meristem yang aktif membelah.

Analisis Integrasi Gen

Analisis PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk gen hpt dan gusA dilakukan terhadap 25 tanaman cv. Batutegi dan 17 tanaman cv. Kasalath. Tanaman-tanaman tersebut merupakan hasil transformasi dari plasmid pUR224. Hasil analisis dibedakan antara tanaman yang mengandung hpt dan gusA, mengandung hpt tapi tidak mengandung gusA, mengandung gusA tetapi tidak mengandung hpt, dan tanaman yang tidak mengandung gusA maupun hpt (Tabel 5 dan Gambar 3).

Tabel 5. Hasil analisis integrasi gen hpt dan gusA pada cv. Batutegi dan Kasalath

Jumlah Tanaman Kultivar J. tanaman

diuji Hpt +/Gus+ Hpt +/Gus- Hpt -/Gus-

Batutegi 25 19 4 2 Kasalath 17 9 6 2 Total 28 10 4 Total tan. 42 gus, 500 bp hpt, 400 bp λ 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 Gambar 3. Hasil analisis PCR menggunakan primer hpt dan gusA pada padi cv.

Batutegi dan kasalath

χ hind III; 1. plasmid pUR224; 2. pCambia 1301; 3. K+ pUR224 (cv Nipponbare); 4. K- Niponbare ; 5. K- Batutegi ; 6. K- Kasalath; 7.air ; 8 - 23 cv. Transforman Batutegi; 24 – 35 transforman Kasalath

Berdasarkan data hasil analisis PCR diperoleh bahwa dari 25 tanaman cv Batutegi, 19 tanaman diantaranya menunjukkan keberadaan pita yang berukuran 500 pb (gusA) dan 400 pb (hpt). Sedangkan pada cv. Kasalath dari 17 tanaman yang diuji, 9 tanaman menunjukkan adanya kedua pita hasil amplifikasi. Selain itu, diketahui bahwa tidak ada satupun tanaman yang hanya mengandung pita amplifikasi gusA. Analisis PCR dan Southern blot hanya dilakukan terhadap tanaman hasil transformasi dengan plasmid pUR224, sementara integrasi gen gfp dilakukan berdasarkan ekspresi gen tersebut yang diamati pada uv dark reader.

Analisis Southern blot selain bertujuan untuk mengetahui integrasi gen sisipan juga untuk melihat pola integrasinya dalam genom. Material tanaman yang digunakan untuk analisis ialah yang mengandung gen hpt dan gusA berdasarkan PCR. Jumlah tanaman diuji masing-masing sebanyak 12 tanaman cv. Batutegi dan 9 tanaman Kasalath (Tabel 6 dan Gambar 4).

Tabel 6. Hasil analisis Southern blot cv. Batutegi dan Kasalath menggunakan DNA pelacak hpt

Kultuivar Percobaan ke

Jumlah transforman

Lajur Jumlah salinan gen

1 2 3 4 Batutegi I 3 6,7,8 3 II 1 11 1 III 1 Tdk ditampilkan 1 Kasalath II 3 7,8,9 3 IV 1 10 1 V 1 11 1 VII 1 13 1 VIII 1 14 1

Hasil analisis Southern blot pada cv. Batutegi menujukkan bahwa BT-1-8, BT-1-9, BT-1-10 adalah merupakan galur yang sama (sister line) dengan 2 salinan gen sisipan. Tanaman-tanaman tersebut berasal satu embrio zigotik bahkan diduga berasal dari satu sel yang kemudian berploriferasi membentuk tanaman. Galur BT-2-16 dan BT-3-3 masing-masing memiliki 1 dan 2 gen sisipan. Dengan demikian pada cv Batutegi diperoleh 3 galur tanaman yang berbeda. Pada cv Kasalath diperoleh 7 galur yang berbeda yaitu Kas-2-2a, Kas- 2-2b, Kas-2-5, Kas-4-1, Kas-5-2, Kas-7-4, Kas-8-2. Meskipun tanaman Kas-2-2 dan Kas-2-5 berasal dari embrio zigotik yang sama saat transformasi tetapi diduga mereka berkembang dari sel berbeda. Ketiadaan pita dari hasil hibridisasi Southern pada beberapa galur yang diuji diduga karena kualitas DNA yang kurang baik, meskipun galur-galur tersebut menunjukkan keberadaan pita gen hpt saat PCR.

A Kasalath B

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Batutegi

Gambar 4. Hasil analisis Southern pada cv. Batutegi (A) dan Kasalath (B) denganDNA pelacak hpt.

A. Kolom 1, 2 : plasmid pUR224, kolom 3: Batutuegi non transforman, kolom 4, 5, 6, 7, 8, dan 11 : BT-1-6, BT-1-7, BT-1-8, BT-1-9, BT-1-10, BT-2-16 B. Kolom 1, 2 : plasmid pUR224, kolom 3: Kasalath non transforman, kolom

6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14: Kas-1-1, Kas-2-2a, Kas-2-2b, Kas-2-5, Kas-4-1, Kas-5-2,Kas-7-1, Kas-7-4, Kas-8-2.

KESIMPULAN

1. Metode transformasi C (Hiei & Komari 2006) adalah yang terbaik untuk cv. Batutegi dan Kasalath.

2. Efisiensi transformasi pNU400 50% dan 31,7% masing-masing untuk cv. Kasalath dan cv. Batutegi. Efisiensi transformasi pUR224 12,8% dan 2%- 9,7% masing-masing untuk cv. Kasalath dan cv. Batutegi.

3. Kalus embriogenik Batutegi lebih sulit diperoleh dibandingkan Kasalath, namun daya regenerasi Batutegi lebih baik dibandingkan Kasalath.

4. Diperoleh tanaman transforman dari plasmid pUR224 masing-masing 17 tanaman cv. Kasalath dan 25 tanaman cv. Batutegi. Pada transforman pNU400 diperoleh 17 tanaman cv. Kasalath dan 30 tanaman dari cv. Batutegi. Integrasi gen sisipan, diperoleh 3 galur tanaman independen pada cv. Batutegi dan 7 galur pada cv. Kasalath hasil transformasi dengan pUR224.

Transformasi Padi Indica Kultivar Batutegi dan Kasalath

Dokumen terkait