• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai bulan November 2016 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah kulit sapi potong yang diperoleh dari pedagang sapi potong di pajak sore Jamin Ginting Medan.

Reagensia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan HCl 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, K2SO4 10%, H2SO4 0,025 N, Cu2SO4, NaOH 40%, NaOH 0,02 N dan Aquadest.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi panci rebusan stainless steel, gelas beker 250 ml, telenan, blender, wadah plastik anti asam, pisau stainless steel, timbangan digital, magnetic stirer, thermometer, saringan 100 mesh, kertas pH, crussible/cawan, desikator, penjepit, spatula, kompor, labu Kjeldahl, erlenmeyer 50 ml, labu destilasi dan oven pengering.

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor berupa perbandingan berat kulit sapi dan volume konsentrasi larutan HCl (C) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan yaitu:

C1 = 1%

C2 = 2%

C3 = 3%

C4 = 4%

C5 = 5%

C6 = 6%

Dilakukan 6 taraf (T) dengan dengan jumlah minimum perlakuan (n) adalah : n (T-1) ≥ 15

n (6-1) ≥ 15 5n = 15 n = 3

Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan model (Bangun, 1991):

Yij = µ + αi + εij

Yij : Hasil pengamatan dari faktor C taraf ke-i ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor C pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor C pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0.

Pelaksanaan Penelitian

Degreasing (Penghilangan Kandungan Lemak)

Tahap pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan gelatin adalah persiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah kulit sapi. Tahap persiapan, dilakukan dengan proses pencucian atau pembersihan kulit sapi dari kotoran. Selanjutnya untuk memperluas permukaan, kulit sapi dipotong dengan ukuran 2-3 cm (Huda, dkk., 2013). Kemudian kulit sapi yang telah dibersihkan ditimbang sebanyak 200g untuk setiap perlakuan. Hambali, dkk. (2001) menyatakan bahwa proses degreasing gelatin adalah proses penghilangan kandungan lemak yang ada dalam kulit sapi pada pembuatan gelatin. Dimulai dari tahap pembersihan dan curing yang menghasilkan lapisan lemak dipermukaan larutan untuk selanjutnya dibuang. Setelah dibersihkan, kulit sapi dimasak dalam air mendidih selama 30 menit proses ini bertujuan untuk menghilangkan kadar lemak.

Curing (Pemutusan Rantai Kolagen)

Pada proses curing menggunakan asam proses swelling struktur tropokolagen kulit sapi lebih cepat dibandingkan dengan curing basa. Rendemen dari gelatin dengan menggunakan curing basa lebih sedikit dibandingkan dengan curing asam. Dalam proses ekstraksi gelatin, curing basa berwarna kekuningan, lebih kental dan volumenya lebih sedikit, curing asam menghasilkan ekstrak

gelatin berwarna lebih gelap dan encer dengan volume yang relatif lebih banyak (Sagheer, et.al, 2009).

Fase curing pada dasarnya dilakukan dengan merendam bahan baku dalam kondisi tertentu dengan tujuan untuk mendenaturasi asam-asam amino penyusun molekul kolagen sehingga dalam proses ekstraksi (hidrolisa) ikatan kimia yang terlibat dalam struktur protein kolagen akan mudah mengalami proses pelarutan (solubilisasi) (Abustam, dkk., 2008). Curing pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pelarut yaitu asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6%. perbandingan antara kulit sapi dan pelarut yaitu 1:3.

Menurut Junianto, dkk. (2006) curing dilakukan dengan perendaman dalam wadah tahan asam selama 24 jam sampai setelah proses curing selesai dicuci dengan akuades hingga pHnya netral (6 – 7).

Ekstraksi/Hidrolisa

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan air panas, dimana pada proses ini terjadi proses denaturasi kolagen yang ada dalam kulit sapi, peningkatan hidrolisis dan kelarutan gelatin. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan ekstraksi adalah 4 jam. Kulit sapi yang telah ber-pH netral dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest, dengan perbandingan kulit sapi dengan aquadest adalah 1 : 2 (b/v) (Huda, dkk., 2013). Ekstraksi dalam water bath dengan suhu 80o C selama 4 jam (Perwitasari, 2008). Kemudian hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain saring dalam keadaan masih panas sehingga diperoleh gelatin cair (Abustam, dkk., 2008).

Pendinginan, Pengeringan, dan Penggilingan

Filtrat hasil ekstraksi/gelatin cair didinginkan dalam lemari es dengan suhu 10o C selama 24 jam, hingga membentuk gel (Martianingsih dan Atmaja, 2010).

Gelatin yang telah didinginkan dituang ke dalam loyang aluminium yang dialasi plastik kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C selama 24 jam, (Huda, dkk., 2013). Setelah gelatin dikeringkan, penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender untuk menghasilkan bubuk gelatin (Abustam, dkk., 2008).

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter kadar air, kadar abu, viskositas, penentuan nilai pH, uji organoleptik warna, aroma dan rendemen.

Rendemen

Besarnya rendemen gelatin dapat dihitung dari kulit segar yang digunakan dan berat hasil gelatin yang dihasilkan dengan metode AOAC:

Rendemen (%) =Berat kering gelatin (g)

Berat bahan segar (g) x 100%

Kadar air

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram di dalam cawan aluminium kering (dipanaskan di oven selama 24 jam) yang diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 105oC – 110oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama

30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan (AOAC, 1995).

Berat awal sampel (g) – Berat akhir sampel (g)

Kadar air (bb%) = x 100%

Berat awal sampel (g)

Kadar Abu

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur pengabuan.

Sampel yang telah dikeringkan pada analisa kadar air, ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke oven selama ± 3 jam, lalu dibakar pada suhu 3000C dalam muffle furnace selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 5500C selama 4 jam.

Abu yang diperoleh kemudian didinginkan dan ditimbang (Sudarmadji, dk., 1997).

Kadar abu diperoleh dengan rumus :

Berat akhir abu – berat cawan (g)

Kadar abu bb (%) = x 100%

Berat awal sampel

Viskositas

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades (7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer.

Pengukuran dilakukan pada suhu 60 ºC dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan milipascal (mPa.s) (British Standard 757, 1975).

Penentuan Nilai pH

Sampel sebanyak 0,2 g didispersi dalam 20 mL akuades pada suhu 80 oC dan dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter (British Standart 757, 1975).

Kadar Protein

Pada perlakuan terbaik dilakukan uji kadar protein untuk membandingkan nilai protein gelatin hasil penelitian dengan gelatin. Contoh yang telah dikeringkan sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam tabung Kjedhal dan ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan Cu2SO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml akuades dan dipindahkan ke erlenmeyer 500 ml.

Ditambhakan 10 ml NaOH 40% atau lebih sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi sampai hasil destilasi (tampungan) sebanyak 125 ml. Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N dan 3 tetes indikator mengsel. Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko (tanpa bahan) (AOAC, 1995 dengan modifikasi).

(b-c) x N NaOH x 0,014 x FK

% Kadar protein = x 100%

a Keterangan :

a = berat contoh (g) c = titrasi contoh (ml) FK= faktor konversi (6,25)

b = titrasi blanko (ml) N = normalitas NaOH yang digunakan

Organoleptik Skor Warna

Uji organoleptik warna ditentukan dengan metode Soekarto (2008).

Organoleptik terhadap warna ditentukan dengan uji skor warna dan hedonik warna. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala skor. Untuk skala skor warna adalah seperti Tabel 5.

Tabel 5. Skala hedonik warna (numerik)

Skala skor warna Skala numerik

Putih

Uji organoleptik aroma ditentukan dengan metode Soekarto (2008).

Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji hedonik warna.

Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala hedonik seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala hedonik aroma (numerik)

Skala skor aroma Skala numerik

Sangat tidak bau

Dokumen terkait