• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi HCl Terhadap Paramater yang Diamati

Pada pengamatan dan pengukuran data yang dilakukan dari hasil penelitian, secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi HCl yang berbeda mempengaruhi rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas, pH, nilai skor warna dan nilai skor aroma yang diuji seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi HCl terhadap parameter yang diamati

Parameter Konsentrasi HCl

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Rendemen (%) 10,75 10,38 8,761 8,803 8,123 7,790 Kadar Air (%) 13,013 12,870 11,843 10,223 7,501 8,319 Kadar Abu (%) 3,951 3,224 3,072 2,795 1,809 2,819 Viskositas (mPa.s) 18,000 17,667 16,667 15,000 14,000 14,000

pH 3,112 3,491 3,960 4,154 4,564 4,630

Organoleptik warna (Skor) 1,089 1,178 1,378 1,778 2,156 2,778 Organoleptik aroma (Skor) 3,000 3,000 3,045 3,178 3,445 3,578 Dari Tabel. 7 menunjukkan bahwa persentase rendemen tertinggi diperoleh dari hasil perendaman (curing) dengan larutan HCl konsentrasi 1% (C1) yaitu sebesar 10,75% dan terendah diperoleh dari hasil perendaman dengan larutan HCl konsentrasi 6% (C6) sebesar 7,790% dari berat total bahan yang diolah. Kadar air tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan HCl konsentrasi 1% (C1) yaitu sebesar 13,013% sedangkan yang terendah diperoleh dari hasil perendaman dengan HCl pada konsentrasi 5% (C5) yaitu sebesar 7,501%.

Persentase kadar abu tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan menggunakan larutan HCl konsentrasi 1% (C1) sebesar 3,951% dan terendah hasil dari perendaman dengan konsentrasi HCl 5% (C5) sebesar 1,809%. Viskositas

tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan larutan HCl 1% (1) yaitu 18,00 mPa.s dan terendah pada konsentrasi HCl 5% (C5) dan 6% (C6) yaitu sebesar 14,00 mPa.s.

Dari hasil pengamatan nilai pH pada Tabel 7. diperoleh pH tertinggi terdapat pada produk yang di curing dengan larutan HCl 6% (C6) yaitu 4,630 dan terendah pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1% dengan nilai pH 3,112.

Pada uji organoleptik warna, nilai skor tertinggi diperoleh dari hasil perlakuan C6

dengan konsentrasi HCl 6% sebesar 2,778 (coklat kekuningan – kuning keputihan) dan nilai skor terendah yaitu 1,089 (coklat - coklat kekuningan) diperoleh pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1%.

Pada uji organoleptik aroma (skor) perlakuan C1-C6 tidak menunjukkan perbedaan nilai yang begitu drastis, akan tetapi nilai skor tertinggi pada uji organoleptik aroma diperoleh pada perlakuan C6 dengan konsentrasi larutan HCl 6% mencapai skor 3,578 (agak tidak bau – tidak bau) dan skor terendah yaitu 3,00 (agak tidak bau) pada perlakuan C1 dengan larutan HCl 1% dan C2 dengan larutan HCl 2%.

Rendemen

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap rendemen gelatin (%)

Dari hasil daftar sidik ragam pada Lampiran 1. Menunjukkan bahwa konsentrasi larutan HCl memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen gelatin kulit sapi yang dihasilkan. Untuk melihat perbedaan rendemen disetiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0. Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 8. berikut :

Tabel 8. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

(huruf besar).

Tabel 8. Menunjukkan bahwa pada taraf 1%, pengaruh perlakuan C1

berbeda nyata dengan perlakuan C2 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C3, C4, C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C3 dan C4 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda tidak nyata dengan C4 dan berbeda nyata dengan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C4 berbeda nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama.

Dari Tabel 8. diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl, maka rendemen yang dihasilkan akan semakin kecil. Kolagen bersifat mudah larut, baik pada air maupun larutan asam. Perendaman dalam larutan asam yang tinggi akan menyebabkan kolagen yang telah menjadi rantai tunggal ikut terlarut di dalam larutan asam sehingga pada saat pembilasan, kolagen akan ikut terbuang (Junianto, dkk., 2006). Menurut Courts (1977) konsentrasi asam yang tinggi akan memecah ikatan heliks kolagen yang terdapat di dalam matriks kulit sapi dengan ion asam, semakin tinggi asam suatu pelarut maka jumlah kolagen yang terdenaturasi akan semakin banyak. Penggunaan asam yang terlalu kuat

menjadikan kolagen yang berikatan dengan peptida-peptida asam amino yang merupakan struktur utama pembentuk kolagen terdenaturasi.

Terdenaturasinya penyusun kolagen menyebabkan bahan penyusun ikut terbuang pada proses pencucian sebelum ekstraksi sehingga rendemen yang dihasilkan menurun (Mulyani, dkk., 2012). Hal inilah yang menyebabkan perendaman dengan larutan HCl konsentrasi yang tinggi C6 (HCl 6%) memiliki rendemen lebih rendah dibandingkan perendaman dengan larutan HCl konsentrasi rendah C1 (HCl 1%). Hubungan konsentrasi HCl dengan rendemen dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan konsentrasi HCl terhadap rendemen gelatin (%) Menurut Sebastian (2014), umumnya kulit memiliki kadar gelatin sekitar 18-22%.

Rendemen gelatin yang dihasilkan bergantung pada bahan baku kolagen, jenis larutan curing ataupun suhu ekstrasi yang digunakan dalam proses pembuatan gelatin. Rendemen gelatin tertinggi pada penelitian ini yaitu terdapat pada

10,752

perlakuan C1 perendaman dengan larutan HCl 1% dengan nilai rendemen 10,752%, dan yang terendah dari perlakuan C6 dengan perendaman menggunakan larutan HCl 6% dengan nilai rendemen 7,79%. Menurut Sukardjo (1997) kolagen yang terdapat dalam kulit sapi sangat sensitif terhadap perlakuan asam.

Katalisator asam akan mempengaruhi penurunan tenaga aktivasi (E), sehingga reaksi berjalan dengan cepat dan rendemen yang dihasilkan akan semakin banyak.

Tetapi penggunaan katalisator asam yang terlalu tinggi akan menyebabkan reaksi menjadi eksotermis, sehingga suhu akan naik dan menyebabkan denaturasi protein.

Dalam jurnal Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Barang Kulit, Karet dan Plastik (1979) menyatakan bahwa kolagen yang terhidrolisis pada saat curing dengan larutan HCl memiliki molekul-molekul yang lebih kecil dan tidak sama besar. Pada saat pencucian asam dengan air, sebagian kolagen yang telah terhidrolisis (gelatin) ikut terbuang, hal ini bisa mempengaruhi hasil akhir rendemen gelatin yang diperoleh. Menurut Tazwir dan Kusumawati (2009) konsentrasi HCl yang semangkin tinggi memberikan efek hidrolisis yang semangkin tinggi, dan mengalami proses lanjutan membentuk gelatin yang terlarut dalam air, hal ini akan mengakibatkan hasil rendemen gelatin yang lebih rendah pada perendaman dengan konsentrasi HCl yang tinggi.

Kadar Air

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap kadar air gelatin (%)

Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya.

Uji terhadap kadar air gelat in dilakukan untuk mengetahui apakah gelatin yang dihasilkan memenuhi standar mutu gelatin sesuai Standar Nasional Indonesia

(SNI 06-3735-1995). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi HCl memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air gelatin yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan uji DMRT dengan menggukan software SPSS versi 21.0 untuk mengetahui adanya perbedaan disetiap perlakuan, hasil uji DMRT bisa dilihat pada Tabel 9. berikut :

Tabe 9. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap kadar air (%)

Jarak DMRT

Konsentrasi HCl Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01 Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

Dari Tabel 9. Menunjukkan bahwa pada taraf 1% pengaruh perlakuan C1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2, berbeda nyata dengan perlakuan C3, dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C3, dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda nyata dengan perlakuan C4 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C4 berbeda sangat nyata dengan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan, maka kadar air gelatin akan semakin rendah. Pada Tabel 9. diketahui kadar air tertinggi yang diperoleh yaitu 13,013% pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1% dan

terendah pada perlakuan C5 dengan konsentrasi HCl 5% kadar air 7,501%. Kadar air gelatin yang diterima sesuai SNI yaitu maksimum 16%, oleh karena itu gelatin dari hasil penelitian ini sudah mencukupi syarat mutu SNI gelatin untuk Indonesia. Menurut JECFA (2003) kadar air gelatin maksimum 18%.

Gudmundsson (2002) menyatakan bahwa kadar air gelatin dapat mencapai 16%, tetapi pada umumnya adalah sekitar 10% sampai 13%. Kadar air yang rendah akan mempengaruhi mutu gelatin terutama pada ketengikan gelatin dan warna yang kurang cerah. Hubungan konsentrasi HCl dan kadar air gelatin dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan konsentrasi HCl terhadap kadar air gelatin (%) Pada Gambar 7. Diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka kadar air yang diperoleh semakin rendah. Menurut Wijaya (2001) konsentrasi asam yang tinggi menyebabkan banyaknya ikatan hidrogen yang terputus pada kolagen sehingga ikatan antara asam amino penyusunnya semakin lemah. Hal ini

13,013

berpengaruh pada banyaknya molekul air yang terjerat pada ikatan tersebut, sehingga kekuatan mengikat molekul air berkurang dan mengakibatkan kadar air menurun. Ikatan asam amino yang melemah membuat kemampuan asam amino untuk mengikat air berkurang sehingga mempengaruhi kadar air gelatin. Menurut Buckle, et. al., (1987) alat dan suhu pengeringan juga merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kadar air bahan hasil pengeringan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada perlakuan C5 dengan konsentrasi HCl 5% dan C6 dengan konsentrasi HCl 6% memiliki peningkatan persentase kadar air. Hal ini disebabkan oleh rentangan konsentrasi asam yang tinggi menyebabkan terbentuknya ion zwitter dari sifat protein yang amfoter. Menurut Sebastian (2014) gelatin tipe A yang menggunakan perlakuan asam HCl 6-10%

memiliki wilayah isoionik. Titik isoionik adalah dimana protein yang diberi asam membentuk molekul zwitter dimana menyebabkan protein terkoagulasi. Pada kondisi ini air yang terikat dalam molekul protein akan lebih sulit untuk diuapkan.

Air dalam bahan pangan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air yang ada dalam bentuk terikat secara kimia dan fisik serta air yang terdapat dalam bentuk bebas.

Molekul air yang terikat dengan molekul – molekul lain melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Derajat pengikatan air ini sangat besar sehingga sukar untuk dihilangkan dari bahan (Wirakartakusumah, dkk., 1989).

Kadar Abu

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap kadar abu gelatin (%)

Adapun hasil penelitian kadar abu yang dilakukan terhadap gelatin kulit sapi, dari daftar tabel sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang sangat nyata pada taraf (P<0,01) terhadap uji kadar abu. Untuk

melihat perbedaan kadar abu disetiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0.

Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Kadar Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

Tabel 10. Menunjukkan bahwa pada taraf 1% pengaruh perlakuan C1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2 dan C3, berbeda nyata dengan perlakuan C4 dan C6, berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5. Pengaruh perlakuan C4 berbeda nyata dengan C5 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan C1

konsentrasi HCl 1% yaitu sebesar 3,917% dan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan C5 dengan konsentrasi HCl 5% yaitu sebesar 1,543%. Kadar abu merupakan jumlah bahan anorganik yang terdapat dalam bahan organik. Abu menunjukkan jumlah bahan anorganik yang tersisa selama proses pembakaran tinggi (suhu sekitar 600°C) selama dua jam. Jumlah abu dipengaruhi oleh jumlah ion-ion anorganik yang terdapat dalam bahan selama proses berlangsung (Harianto, dkk., 2008). Menurut Winarno (2002) ion-ion organik tersebut diantaranya adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang

terkandung dalam suatu bahan pangan tersebut (Apriyantono, dkk. 1989).

Hubungan konsentrasi HCl dengan kadar abu dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan konsentrasi HCl terhadap kadar abu (%)

Pada Gambar 8. Menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan HCl yang digunakan dalam proses curing gelatin, maka kadar abu yang diperoleh akan semakin rendah. Menurut Huda, dkk (2013) terurainya zat anorganik pada proses pembuatan gelatin dari kulit sapi karena terdegadasinya mineral-mineral yang terkandung didalam kulit oleh pelarut asam. Semakin rendahnya kadar abu dikarenakan semakin tinggi konsentrasi asam maka kalsium atau mineral lainnya yang terlarut pada pelarut akan semakin banyak, sehingga pada proses pencucian, mineral terbuang sehingga jumlah mineral akan semakin berkurang.

Berkurangnya mineral pada hasil curing menyebabkan penurunan nilai kadar abu karena zat anorganik yang ikut terekstrak menjadi lebih sedikit.

3,917

Kadar abu pada perlakuan C1 perendaman dengan larutan HCl 1% sangat tinggi yaitu 3,92% tidak memenuhi standar syarat mutu gelatin komersil SNI dengan maksimum kadar abu 3,25%. Kadar abu yang tinggi disebabkan oleh masih banyaknya mineral-mineral organik yang masih menempel pada kolagen, dan belum lepas pada saat pencucian, sehingga ikut terekstraksi dan terbawa pada gelatin yang dihasilkan (Astawan dan Aviana, 2003).

Dari Gambar 8. diketahui bahwa pada perlakuan C5 yaitu perendaman dengan konsentrasi HCl 5% dan C6 yaitu perendaman dengan larun HCl konsentrasi 6% mengalami kenaikan kadar abu. Hal ini disebabkan oleh larutan HCl yang merupakan asam anorganik yang dapat terurai dan membentuk mineral anorganik dari zat-zat yang terkandung dalam kulit sapi pada saat proses curing dan ekstraksi pada suhu tinggi. Jumlah abu dipengaruhi oleh jumlah ion-ion anorganik yang terdapat dalam bahan selama proses berlangsung. Menurut Sebastian (2014) pada konsentrasi HCl yg tinggi 6-10% protein yang bersifat amfoter akan membentuk molekul zwitter dan menggumpal, proses ini dapat mengikat molekul-molekul mineral dan terbawa pada saat proses ekstraksi.

Menurut Ockerman dan Hansen (2000), kadar abu gelatin yang dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan baku yang digunakan dan metode dalam pembuatan gelatin.

Viskositas

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap viskositas gelatin (mPa.s)

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam suatu larutan baik dalam air, cairan organik sederhana dan suspensi, serta emulsi encer. Untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi (GMIA, 2012). Viskositas merupakan

gelatin sangat berpengaruh terhadap sifat gel. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa konsentrasi larutan HCl memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap viskositas gelatin (P<0.01). Untuk melihat perbedaan viskositas disetiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0. Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhada Viskositas Gelatin (mPa.s) Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar). perlakuan C4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Menurut Stansby (1977) Viskositas gelatin dipengaruhi oleh pH gelatin, temperatur, konsentrasi gelatin dan penambahan elektrolit lain dalam larutan gelatin, semakin rendah temperatur larutan gelatin atau semakin tinggi konsentrasi

gelatin maka viskositasnya akan semakin tinggi. Pada pengukuran viskositas gelatin dilarutkan dalam suhu 60 ºC. Viskositas berhubungan dengan bobot molekul (BM) rata-rata gelatin dan distribusi molekul, sedangkan bobot molekul gelatin berhubungan langsung dengan panjang rantai asam aminonya. Hal ini berarti semakin panjang rantai asam amino maka nilai viskositas akan semakin tinggi. Konsentrasi larutan asam yang berbeda berpengaruh terhadap bobot molekul (BM) gelatin yang dihasilkan (Ward and Courts 1977). Hubungan konsentrasi HCl dengan viskositas gelatin dapat dlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan konsentrasi HCl terhadap viskositas (mPa.s)

Nilai viskositas gelatin tertinggi diperoleh pada perlakuan C1 perendaman dengan larutan HCl konsentrasi 1% yaitu sebesar 18 mPa.s dan nilai viskositas terendah terdapat pada perlakuan C5 konsentrasi HCl 5% dan C6 konsentrasi HCl 6% dengan nilai viskositas yaitu 14 mPa.s. Semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan, maka viskositas gelatin akan semakin rendah. Hal ini diduga karena kosentrasi asam yang tinggi menyebabkan putusnya rantai kolagen, sehingga

18

rantai asam amino yang terbentuk menjadi pendek, rantai kolagen yang pendek menyebabkan viskositasnya menjadi rendah (Lehninger, 1982).

Penurunan viskositas berbanding lurus dengan rendemen gelatin. Menurut Hasdar dan Rahmawati (2016) peningkatan kadar gelatin mempengaruhi viskositas gelatin yang dihasilkan. Viskositas ini sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, bahan kimia, metode penanganan dan proses pembuatan gelatin. Nilai viskositas yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang lebih tinggi dibanding gelatin yang viskositasnya rendah.

Tingginga konsentrasi HCl yang digunakan dapat memutus rantai kolagen hingga menjadi molekul-molekul gelatin yang berukuran kecil. Avena-Butillos et. al., (2006) menyatakan bahwa semakin kecil berat molekul dari gelatin juga menyebabkan distribusi molekul gelatin dalam larutan semakin cepat sehingga menghasilkan nilai viskositas yang rendah.

Viskositas gelatin dalam penelitian ini berkisar antara 14 mPa.s hingga 18 mPa.s, sedangkan dari standar mutu gelatin SNI, viskositas gelatin tipe A yaitu berkisar antara 15-75 mPa.s oleh karena itu, perlakuan C1 konsentrasi HCl 1%, C2

konsentrasi HCl 2%, C3 konsentrasi HCl 3%, dan C4 konsentrasi HCl 4% telah memenuhi standar mutu gelatin di Indonesia.

Nilai pH

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap nilai pH gelatin

Nilai pH gelatin adalah derajat keasaman gelatin yang merupakan salah satu parameter penting dalam standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan karena nilai pH gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin (Astawan dan Aviana, 2003). Derajat keasaman (pH) gelatin diperoleh dengan

cara pengukuran produk gelatin yang dilarutkan dalam akuades. Pada pengujian nilai pH diperoleh hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi HCl memberikan pengaruh berbeda yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH gelatin kulit sapi yang dihasilkan. Untuk melihat perbedaan nilai pH disetiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0. Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap nilai pH Jarak Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

Pada Tabel 12. menunjukkan bahwa pada taraf 1% pengaruh perlakuan C1

berbeda nyata dengan perlakuan C2 dan C3, berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C3 dan C4, berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C4

berbeda nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Nilai pH gelatin sangat dipengaruhi oleh jenis larutan perendam yang digunakan untuk mengekstrak gelatin tersebut (Astawan dan Aviana, 2003). Nilai pH merupakan

sifat-sifat gelatin yang lainnya, sehingga menentukan aplikasi gelatin selanjutnya.

Gelatin dengan pH netral sangat baik diaplikasikan untuk produk daging, farmasi, fotografi, dan cat. Sedangkan gelatin dengan nilai pH rendah, sangat baik diaplikasikan dalam produk juice, jelly, dan sirup (Hasdar dan Rahmawati, 2016).

Hubungan konsentrasi HCl dengan nilai pH gelatin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan konsentrasi HCl terhadap nilai pH

Pada Gambar 10. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka nilai pH semakin tinggi. Dalam penelitian ini nilai pH terendah diperoleh dari perlakuan C1 yaitu perendeman (curing) dengan konsentrasi larutan HCl 1%

dengan nilai pH sebesar 3,112 dan nilai pH tertinggi sebesar 4,630 diperoleh dari perlakuan C6 yaitu perendaman dengan larutan HCl 6%. Nilai pH berbanding terbalik dengan rendemen gelatin yang dihasilkan. Hinterwaldner (1977) menyatakan bahwa nilai pH gelatin berhubungan dengan proses yang dilakukan.

Proses perendaman dalam asam cenderung menghasilkan gelatin dengan pH yang 3,112

rendah (Tourtellote, 1980), oleh karena itu proses penetralan dengan cara pencucian dalam produksi gelatin memiliki peran penting agar diperoleh gelatin yang bernilai ekonomis. Pencucian ditujukan untuk menghilangkan HCl yang masih tersisa dan menghindari penguraian lebih lanjut terhadap kolagen yang terdapat dalam kulit sapi, ditandai dengan pH netral pada air pencuci dan kulit.

Pencucian yang tidak optimal berpotensi menyisakan HCl berlebih dalam rongga kulit, sehingga gelatin yang diperoleh memiliki pH yang lebih rendah dan tidak memenuhi standar (Tazwir dan Kusumawati, 2009). Meskipun begitu, nilai pH gelatin yang dihasilkan dalam perlakuan C3 perendaman dengan konsentrasi larutan HCl 3%, C4 perendaman dengan larutan HCl 4%, C5 perendaman dengan konsentrasi larutan HCl 5%, dan C6 perendaman dengan larutan HCl 6% masih dalam rentangan pH sesuai standar mutu gelatin yaitu antara 3,8 – 5,5.

Menurut Nurilmala, dkk (2006) rendahnya nilai pH pada gelatin diakibatkan oleh penggunaan asam. Hal ini diduga bahwa masih ada sisa-sisa asam yang digunakan pada saat proses curing masih terbawa pada saat proses ekstraksi, yang akan mempengaruhi tingkat keasaman pada gelatin yang dihasilkan. Nilai pH gelatin dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pengolahan gelatin selanjutnya (Ulfah, 2011). Keuntungan gelatin dengan nilai pH rendah akan lebih tahan terhadap kontaminasi mikroorganisme (Hajrawati, 2006).

Khomsatin (2004) menyatakan bahwa gelatin dengan nilai pH rendah juga sesuai dengan pH sistem pencernaan manusia yang cenderung asam sehingga gelatin ini cocok diaplikasikaan dalam pengolahan produk pangan.

Organoleptik Warna (Skor)

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap organoleptik warna (Skor) Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa konsentrasi HCl memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap organoleptik warna (skor) gelatin kulit sapi yang dihasilkan. Untuk melihat perbedaan organoleptik warna (skor) setiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT. Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

Tabel 13. menunjukkan bahwa pada taraf 1% pengaruh perlakuan C1

berbeda nyata dengan perlakuan C2, berbeda tidak nyata dengan perlakuan C3, C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan C3, berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C4 berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda sangat nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Rentangan skor organoleptik warna adalah nilai 1 warna coklat, nilai 2 warna coklat kekuningan, nilai 3 kuning keputihan, nilai 4 warna putih kekuningan, dan nilai 5 warna putih.

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa nilai skor warna hasil dibawah angka 3. Nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan standar mutu gelatin yang disyaratkan SNI 1995 yaitu tidak berwarna hingga kuning pucat.

Rendahnya nilai skor warna pada gelatin kulit sapi diduga karena proses

Rendahnya nilai skor warna pada gelatin kulit sapi diduga karena proses

Dokumen terkait