• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN HCl DALAM PROSES PEMBUATAN GELATIN KULIT SAPI TERHADAP MUTU GELATIN YANG DIHASILKAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN HCl DALAM PROSES PEMBUATAN GELATIN KULIT SAPI TERHADAP MUTU GELATIN YANG DIHASILKAN SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN HCl DALAM PROSES PEMBUATAN GELATIN KULIT SAPI TERHADAP

MUTU GELATIN YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD DONRI 100305002

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN HCl DALAM PROSES PEMBUATAN GELATIN KULIT SAPI TERHADAP

MUTU GELATIN YANG DIHASILKAN

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD DONRI 100305002

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Larutan HCl Dalam Proses Pembuatan Gelatin

Kulit Sapi Terhadap Mutu Gelatin Yang Dihasilkan Nama : Muhammad Donri

NIM : 100305002

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc Mimi Nurminah, STP. M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui :

Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si Ketua Program Studi

TANGGAL LULUS : 18 SEPTEMBER 2017

(4)
(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD DONRI. Pengaruh konsentrasi larutan HCl dalam proses pembuatan gelatin kulit sapi terhadap mutu gelatin yang dihasilkan, dibimbing oleh ZULKIFLI LUBIS dan MIMI NURMINAH.

Gelatin merupakan produk hasil hidrolisis kolagen yang berasal hewan.

Produksi gelatin dunia berasal dari kulit babi 44,5%, kulit sapi 27,6%, dan lainnya 1,3%. Peningkatan konsumsi sapi di Indonesia mencapai 7,36% per tahun. Kulit sapi dapat diolah menjadi gelatin melalui proses asam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan HCl dalam proses pembuatan gelatin kulit sapi terhadap mutu gelatin yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor dengan 6 taraf dan 3 ulangan.

Perlakuan berupa konsentrasi HCl (C1 = 1%, C2 = 2%, C3 = 3%, C4 = 4%, C5 = 5% dan C6 = 6%). Parameter yang dianalisa adalah rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas, nilai pH, uji organoleptik skor warna dan aroma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan HCl yang digunakan dalam proses curing maka rendemen, kadar air, kadar abu, dan viskositas gelatin akan berkurang akan tetapi nilai pH dan nilai organoleptik warna serta aroma gelatin semakin meningkat. Gelatin terbaik dihasilkan dari perlakuan C2 yaitu penggunaan HCl dengan konsentrasi 2%.

Kata Kunci : Gelatin, Kulit Sapi, Asam Klorida, Konsentrasi HCl.

(6)

ABSTRACT

MUHAMMAD DONRI. The effect of HCl solution concentration in the processing of cowhide gelatine on the quality of gelatine produced, supervised by ZULKIFLI LUBIS and MIMI NURMINAH.

Gelatine is a product of collagen hydrolysis from animals. Gelatine worldwide production is obtained from pig skin 44,5%, Cowhides 27,6% and other animals 1,3%. The cattles consumption in Indonesia is increased 7,36% per year. Cowhides can be processed into gelatine with acidic solution. This research was aimed to find out the effect of HCl solution concentration in the processing of cowhide gelatine on the quality of gelatine produced. This research had been performed using completely randomized design with one factor, 6 treatments and 3 repetitions. The treatments were HCl solution with concentration of (C1 = 1%, C2 = 2%, C3 = 3%, C4 = 4%, C5 = 5% and C6 = 6%). The parameters that had been analyzed were yield, moisture content, ash content, viscosity, pH level, organoleptic value of color and flavor.

The results showed that the higher the HCl concentration used in the curing process, the lower the yield, moisture content, ash content and the viscosity of gelatine were, but the pH and organoleptic value of color and flavor were increased. The best gelatine had been produced from C2 treatment i.e HCl solution with the concentration of 2%.

Keywords : Gelatine, Cowhide, Hydrochloric Acid, HCl Concentration.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Donri dilahirkan di Pasaman Barat, Sumatera Barat pada tanggal 15 Januari 1993, dari Bapak Sabirin dan Ibu Masdelida. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 16 Tanjung Beruang, SMP Negeri 2 Talamau, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Talamau pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Jalur Penelusuran Minat dan Prestasi (PMP) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara dari tanggal 15 Juli sampai 15 Agustus 2013. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Larutan HCl Dalam Proses Pembuatan Gelatin Kulit Sapi Terhadap Mutu Gelatin yang Dihasilkan”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2016 sampai dengan Desember 2016 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian USU.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Larutan HCl Dalam Proses Pembuatan Gelatin Kulit Sapi Terhadap Mutu Gelatin Yang Dihasilkan” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Selain itu, banyak pihak yang juga telah membantu penulis selama penyelesaiannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MApp.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas saran serta dorongan dalam membimbing penulis menyelesaikan skripsi.

2. Mimi Nurminah, STP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing Skripsi.

Terima kasih atas bimbingan, motivasi, masukan dan saran yang sangat berarti yang selama ini telah ibu berikan.

3. Keluarga tercinta : Kedua Orang Tua, Uda Anton, Adikku Rimem, serta sanak saudara. Terimakasih atas dukungan, semangat, kasih sayang dan kekuatan doa yang sudah diberikan.

4. Teman-teman seperjuangan ITP 2010 khususnya kepada Hebry Siagian, Khuman Marion Nainggolan, Andreas Sembiring dan Melva Syafitri Pasaribu serta adik-adik 2011 hingga 2013. Terima kasih atas kebersamaannya.

(9)

5. Terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan serta semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2017

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kolagen ... 5

Gelatin ... 7

Struktur Kimia Gelatin ... 9

Sumber Bahan Baku Gelatin ... 10

Kulit Sapi... ... 11

Komposisi Gizi Kulit Sapi ... 12

Jenis dan Mutu Gelatin ... 13

Sifat-Sifat Gelatin ... 14

Jenis Produk dan Manfaat Gelatin ... 17

Pembuatan Gelatin ... 19

BAHAN DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Bahan Penelitian ... 21

Reagensia ... 21

Alat Penelitian ... 21

Metoda Penelitian ... 22

Model Rancangan ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Degreasing ... 23

Curing ... 23

(11)

Pendinginan, Pengeringan, dan Penggilingan ... 25

Pengamatan dan Pengukuran Data Rendemen ... 25

Kadar Air ... 25

Kadar Abu... 26

Viskositas... 26

Penentuan Nilai pH ... 27

Organoleptik Skor Warna ... 28

Organoleptik Skor Aroma ... 28

SKEMA PENELITIAN ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Pengaruh Konsentrasi HCl Terhadap Paramater yang Diamati ... 30

Rendemen... 31

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap rendemen gelatin (%) ... 31

Kadar Air... 34

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap kadar air gelatin (%) ... 34

Kadar Abu ... 37

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap kadar abu gelatin (%) ... 37

Viskositas ... 40

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap viskositas gelatin (mPa.s)... 40

Nilai pH ... 43

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap nilai pH gelatin ... 43

Organoleptik Warna (Skor) ... 47

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap organoleptik warna (skor) gelatin... 47

Organoleptik Aroma (Skor) ... 50

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap organoleptik aroma (skor) gelatin ... 50

Perlakuan terbaik... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Standar mutu gelatin (SNI 06-3735-1995) ... 14

2. Sifat-sifat gelatin ... 14

3. Jenis dan produk gelatin ... 18

4. Konsentrasi penggunaan gelatin dalam makanan/bahan pangan ... 19

5. Skala hedonik warna (skor) ... 27

6. Skala hedonik aroma (skor) ... 28

7. Pengaruh konsentrasi HCl terhadap parameter yang diamati ... 30

8. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap rendemen gelatin (%) ... 32

9. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap kadar air gelatin (%) ... 35

10. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap kadar abu gelatin (%) ... 38

11. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap viskositas gelatin (mPa.s) ... 41

12. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap nilai pH gelatin ... 44

13. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap organoleptik warna (skor) gelatin ... 47

14. Uji DMRT efek utama pengaruh konsentrasi HCl terhadap organoleptik aroma (skor) gelatin ... 50

15. Perbandingan mutu gelatin uji terbaik perlakuan C2 konsentrasi HCl 2% dengan gelatin komersial ... 52

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Struktur rantai kolagen ... 6

2. Struktur polipeptida kolagen ... 6

3. Diagram skematis struktur serat kolagen ... 7

4. Proses pembentukan gelatin (a) kolagen, (b) gelatin ... 8

5. Struktur gelatin ... 10

6. Hubungan konsentrasi HCl terhadap rendemen gelatin (%) ... 33

7. Hubungan konsentrasi HCl terhadap kadar air gelatin (%) ... 36

8. Hubungan konsentrasi HCl terhadap kadar abu gelatin (%) ... 39

9. Hubungan konsentrasi HCl terhadap viskositas gelatin (mPa.s) ... 42

10. Hubungan konsentrasi HCl terhadap nilai pH gelatin ... 45

11. Hubungan konsentrasi organoleptik warna (skor) gelatin ... 49

12. Hubungan konsentrasi organoleptik aroma (skor) gelatin ... 51

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gelatin merupakan salah satu produk tambahan pangan dengan volume impor yang masih tergolong tinggi di Indonesia. Jumlah impor gelatin Indonesia mencapai 2000-3000 ton per tahun, berasal dari beberapa negara seperti Cina, Jepang, Perancis, Australia, Jerman, Brazil dan Selandia Baru. Impor gelatin Indonesia tahun 2007-2011 meningkat 20,26%, dengan nilai impor tahun 2011 mencapai USD 25.036,10 (Kemenperin, 2012). Menurut data BPS (2014) impor gelatin pada bulan November 2014 mencapai 7.3 ton dengan nilai USD 21.847.

Produksi gelatin dunia mendekati angka 326.000 ton per tahunnya, terbesar berasal dari bahan baku kulit babi 44.5%, kulit sapi 27,6%, dan sisanya berasal dari bahan baku lainnya 1,3% (Karim dan Bhat, 2009).

Dalam industri pangan maupun non pangan, gelatin disebut “miracle food” karena peranannya yang sulit tergantikan. Kurang lebih 60% total produksi gelatin digunakan dalam industri pangan, 20% industri fotografi, serta 10%

industri farmasi dan kosmetik (Peranginangin, 2004). Dalam industri pangan, gelatin dapat digunakan sebagai penstabil (stabilizer), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), pengikat (binder), peningkat viskositas (increase viscosity), dan perekat (adhesive) (Harianto, dkk., 2008). Contoh produk pangan yang menggunakan gelatin adalah es krim, permen, kue, karamel, jelly, yoghurt, pudding, sosis, mayonaise, butter, dan lain-lain (Hemanianto, dkk., 2000).

Produk-produk pangan tersebut dapat dengan mudah dijumpai di pasaran ataupun diwarung-warung bahkan dalam pola konsumsi harian masyarakat Indonesia

(16)

produk gelatin tak jarang digunakan dalam proses pengolahan makanan baik disadari maupun tidak.

Menurut Santoso dan Rianti (2004) prilaku konsumsi manusia salah satunya dipengaruhi oleh adat istiadat/budaya dan agama/kepercayaan yang dianut oleh masing-masing individu. Dalam kondisi tertentu, mengkonsumsi bahan yang berasal dari babi sangat dilarang oleh individu yang menganut kepercayaan tertentu misalnya islam dan yahudi. Wikipedia (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan mayoritas penduduk umat muslim terbesar di dunia hingga 85,2% dari total 234.693.997 jiwa penduduk adalah beragama islam. Oleh karena itu, kulit sapi sangat dianjurkan sebagai sumber bahan baku gelatin seiring dengan konsep halal yang diyakini oleh setiap umat muslim.

Jumlah sapi di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 14.824.373 ekor sapi potong, dan dikembangbiakkan oleh keluarga mencapai 11.044.136 ekor dan mengalami peningkatan konsumsi daging sapi sebesar 7,36% per tahun. Secara regional/pulau populasi sapi potong terbesar terdapat di pulau Jawa 7,5 juta ekor atau 50,74% dari populasi sapi potong nasional. Sumatera memiliki populasi terbesar kedua setelah Jawa dengan populasi 2,7 juta ekor (18,40%) disusul kemudian oleh Bali dan Nusa 2,1 juta ekor (14,19%), Sulawesi 1,8 juta ekor (11,97%), Kalimantan 437,3 ribu ekor (2,95%) serta Maluku dan Papua 258,1 ribu ekor (1,74%) (Dirjen Peternakan, 2013) total populasi sapi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu mencapai 16.606.803 ekor (Dirjen Peternakan, 2015). Menurut Tribun news (2014) konsumsi daging sapi Indonesia pada tahun 2015 diprediksi mencapai 640.000 ton atau naik 8,5% dari 590.000 ton pada tahun 2014.

(17)

Sedangkan di Sumatera Utara, populasi sapi potong pada tahun 2013 mencapai 625.817 ekor (Dirjen Peternakan, 2015). Medan 3.074 ekor, dan populasi sapi terbanyak berasal dari kabupaten Langkat 111.160 ekor (BPS-Sumut, 2013).

Sapi potong mempunyai 6-8% kulit dari total beratnya dan merupakan hasil sampingan dari rumah potong hewan (Wikipedia, 2012). Menurut Lim dan Mohammad (2011) Sumber gelatin berasal dari kolagen yang tersebar didalam tubuh hewan vertebrata, umumnya terdapat pada jaringan ikat, kulit dan tulang.

Jumlah kolagen yang tersebar didalam tubuh mamalia mencapai 25% - 30% dari total protein keseluruhannya dan setengah dari total kolagen tersebut dijumpai dalam kulit sapi (Cheng, et. al., 2011).

Gelatin merupakan produk hasil hidrolisis kolagen yang berasal dari jaringan ikat, kulit dan tulang hewan. Gelatin yang diperoleh dari perlakuan asam disebut dengan gelatin tipe A dan gelatin yang diperoleh dari perlakuan basa/alkali disebut dengan gelatin tipe B (GMIA, 2012).

Dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dari kulit sapi, dan pemanfaatan teknologi pembuatan gelatin halal yang masih minim, serta fungsi dari gelatin itu sendiri yang sangat banyak, maka perlu dilakukan penilitian mengenai Pengaruh Konsentrasi Larutan HCl Dalam Proses Pembuatan Gelatin Kulit Sapi Terhadap Mutu Gelatin Yang Dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi larutan HCl dalam proses perendaman kulit sapi (curing) terhadap mutu gelatin yang dihasilkan.

(18)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai sumber informasi dalam pembuatan gelatin dari kulit sapi menggunakan larutan HCl dengan karakteristik mutu gelatin yang baik, serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Hipotesis Penelitian

Konsentrasi larutan HCl berpengaruh terhadap mutu gelatin kulit sapi yang dihasilkan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Kolagen

Kolagen merupakan salah satu jenis protein struktural yang dijumpai dalam matriks ekstraseluler dari jaringan-jaringan ikat pada hewan mamalia (Brinckmann, et al., 2005). Kolagen mempunyai kekuatan rentang serta struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat pada vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata adalah kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang merupakan kolagen.

Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam tulang, gigi, pembuluh darah, lapisan kulit dalam (dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan/kartilago. Jaringan penyusun lensa mata terbuat dari kolagen murni.

Kolagen dapat ditemukan dalam semua organ yang menampilkan kekuatan dan kekakuan (Katili, 2009).

Protein yang terdapat pada kolagen mempunyai struktur triple-helix yang terdiri atas 25% glisin, 25% prolin dan hidroksiprolin. Protein kolagen tidak mengandung sistein, sistin dan triptofan ataupun asam amino esensial. Kolagen merupakan salah satu protein terpanjang dengan jumlah paling banyak pada tubuh vertebrata. Serat kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling berhubungan (Poedjiadi dan Supriyanti, 2006).

Menurut Katili (2009), kolagen mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang terdapat dalam beberapa protein lain.

Produk yang dihasilkan dari hidrolisis kolagen adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, strukturnya menjadi rusak secara permanen dan menghasilkan gelatin.

(20)

Karena adanya sejumlah besar rantai yang hidrofil dalam gelatin, maka dalam larutan air membentuk gel.

Gambar 1.Struktur rantai kolagen

Gambar 2. Struktur polipeptida kolagen

Kolagen dibentuk dari tiga rantai polipeptida yang membentuk tripple- helix. Kumpulan struktur triple-helix ini membentuk serat kolagen atau biasa disebut kolagen fibril. Serat-serat kolagen ini dapat menyatu satu sama lain dan membentuk struktur yang kuat seperti kolagen yang ditemukan pada ligamen (JPK Instrument AG, 2013).

Menurut Winarno (2002), pemanasan kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai - rantai akan terpisah. Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan temperatur yang dapat menghancurkan makromolekulnya. Pemanasan pada suhu 40oC belum

(21)

akan terputus saat suhu pemanasan naik menjadi 60oC atau lebih. Proses denaturasi struktur kolagen berlangsung relatif lambat bila dibandingkan dengan protein lainnya.

Gambar 3. Diagram skematis struktur serat kolagen (JPK Instrument AG, 2013).

Gelatin

Menurut Food Chemical Codex (2010) gelatin didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari hidrolisis secara asam, basa atau enzimatis terhadap kolagen yang merupakan komponen pokok dalam jaringan kulit, tulang, dan jaringan ikat pada hewan. Sobral dan Habitante (2001) menyatakan gelatin merupakan protein konversi bersifat larut air yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang bersifat tidak larut air. Tulang sapi, kulit sapi, dan kulit babi adalah bahan yang biasa digunakan untuk memperoleh gelatin.

(22)

Gambar 4. Proses pembentukan gelatin (a) kolagen, (b) gelatin (Mark and Errnan, 1988).

Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar. Disamping pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam. Asam mampu mengubah serat kolagen triple-helix menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda pada waktu perendaman yang sama (jumlah kolagen yang terhidrolisis oleh larutan perendaman yang asam lebih banyak daripada larutan basa) sehingga waktu yang diperlukan oleh larutan basa untuk menghidrolisis kolagen menjadi lebih lama. Untuk mendapatkan gelatin yang bermutu, penggunaan metode ekstraksi yang tepat dalam pembuatan gelatin menjadi suatu faktor penting (Kusumaningrum, 2011).

Pada prinsipnya proses produksi gelatin dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan keduanya terdapat pada proses perendamannya. Tipe produk yang dihasilkan ada dua yaitu gelatin tipe A

(23)

dan gelatin tipe B. Perbedaan tipe gelatin ini ditentukan oleh jenis prosesnya.

Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam anorganik seperti asam klorida, asam sulfat, asam sulfit, atau asam fosfat. Sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan untuk menghasilkan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perendaman dengan menggunakan basa atau air kapur. Proses ini disebut dengan proses alkali (Gelita AG, 2015).

Struktur Kimia Gelatin

Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau, jernih, rapuh dan sedikit berwarna kekuningan. Gelatin mempunyai kadar air 8-13% dengan densitas 1,3 – 1,4 gram/ml. Gelatin akan terhidrasi dan terurai menjadi partikel-partikel yang mengembung jika direndam dalam air dingin. Ketika dipanaskan, partikel yang mengembung ini akan pecah dan membentuk larutan (GMIA, 2012).

Gelatin bukanlah substansi kimia tunggal, unsur-unsur yang terdapat dalam gelatin sangat banyak dan terdiri dari molekul-molekul polipeptida kompleks dari asam amino yang sama dengan kolagen. Asam-asam amino yang terdapat dalam gelatin yaitu berkisar antara 0,2% tirosin hingga 30.05% glisin.

Lima asam-asam amino yang umumnya terdapat dalam gelatin yaitu : Glisin : 26,4% - 30,5% ; Prolin : 14,8% - 18% ; Hidroksiprolin : 13.3% - 14%; Asam glutamat : 11,1% - 11,7% ; Alanin : 8,6% - 11,3%. Asam-asam amino lain yang juga terdapat dalam gelatin dengan urutan hingga yang terkecil yaitu arginin, asam aspartat, lisin, serin, leusin, valin, fenilalanin, threonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin, methionin dan tirosin (Sebastian, 2014).

(24)

Gelatin mempunyai konfigurasi (Imeson, 1992) yaitu :

Gambar 5 : Struktur gelatin

Sumber Bahan Baku Gelatin

Gelatin dapat berasal dari sapi (tulang dan kulit jangat), babi (tulang, kulit) dan ikan (tulang). Gelatin diperoleh dari produk alami, maka dapat diklasifikasikan sebagai bahan pangan bukan bahan tambahan pangan (Hastuti dan Sumpe, 2007). Bahan baku gelatin dapat berasal dari industri agrikultural maupun non-agrikultural. Sumber gelatin belum ditemukan pada tumbuh- tumbuhan, dan tidak ada pula hubungan kimiawi (chemical relationship) antara gelatin dan bahan-bahan lainnya yang dianggap “gelatin vegan/tumbuhan”, seperti ekstrak rumput laut (Mariod and Adam, 2013).

Gelatin yang diperoleh dari tulang hewan biasanya dimanfaatkan dalam bidang farmasi. Tulang segar “green-bones” dari rumah pemotongan hewan dibersihkan, degreasing, dikeringkan, disortasi dan ditumbuk hingga ukuran partikel sekitar 1-2 cm dan selanjutnya dilakukan proses demineralisasi. Hasilnya berupa bahan berbentuk seperti sponge yang disebut ossein. Proses ini disebut dalam proses pembuatan gelatin tipe B (GMIA, 2012).

Kulit babi banyak digunakan sebagai sumber edible gelatin di amerika serikat. Ekstraksi gelatin dari kulit babi memerlukan waktu yang singkat dan

(25)

penggunaan air bisa diminimalisir sehingga lebih ramah lingkungan (Francis and Frederick. 2000). Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang berkembang di Indonesia dewasa ini. Kulit hewan terdiri atas sebagian besar protein, yang bila dihidrolisis dapat menghasilkan gelatin (Hastutiningrum, 2009).

Kulit hewan yang digunakan dalam produksi gelatin tipe A dibersihkan dengan air, dan kemudian direndam dalam larutan asam beberapa jam. Asam klorida dan asam sulfat merupakan jenis asam yang umumnya digunakan dalam proses perendaman ini. Sisa-sisa asam setelah perendaman dicuci bersih dengan menggunakan air beberapa kali dan selanjutnya kulit siap untuk dilakukan tahap ekstraksi dengan air panas (GMIA, 2012).

Kulit Sapi

Kulit sapi adalah bagian paling luar daging sapi. Kulit sapi biasanya dikeringkan dan digoreng menjadi rambak. Kulit merupakan organ tunggal tubuh paling berat pada sapi sekitar 6-8% dari berat total sapi. Pada proses penyamakan, kulit (jangat) inilah yang akan disamak dan diubah menjadi kulit samak yang bersifat lentur, fleksibel, kuat dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan serangan mikroba. Protein kulit terdiri dari protein kolagen, keratin, elastin, albumin, globulin dan musin. Protein albumin, globulin dan musin larut dalam larutan garam dapur. Protein kolagen, keratin dan elastin tidak larut dalam air dan pelarut organik. Protein kolagen inilah yang akan direaksikan menjadi bahan penyamak kulit untuk menghasilkan kulit samak. Protein kolagen sangat menentukan mutu kulit samak (Triatmojo, 2009).

(26)

Pemanfaatan kulit Sapi untuk kepentingan manusia berjalan searah dengan perkembangan peradaban manusia (Pertanian.go.id, 2014). Nurhalimah (2010) menyatakan bahwa kulit limbah dapat diolah menjadi gelatin melalui proses asam (hasil gelatin Tipe A) atau proses basa (hasil gelatin Tipe B). Proses alkali menghasilkan rendemen lebih sedikit bila dibandingkan proses asam, tetapi mempunyai karakteristik lebih baik. Menurut Sugihartono (2014) proses asam menghasilkan rendemen berkisar antara 26% – 41%, sedangkan proses basanya 6,40% - 26,12%.

Komposisi Gizi Kulit Sapi

Secara histologi, kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Epidermis merupakan bagian kulit paling atas tersusun dari sel epitel pipih kompleks, pada lapisan ini juga terdapat asesori epidermis seperti rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan otot penegak rambut. Di bawahnya terletak lapisan dermis atau kulit jangat yang tersusun dari jaringan ikat padat. Pada lapisan paling bawah terdapat hipodermis yang tersusun dari jaringan ikat longgar, jaringan adiposa, dan sisa daging. Lapisan hipodermis dibuang dari kulit secara mekanis pada proses buang daging (fleshing). Kulit sapi segar tersusun dari 64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5% garam mineral dan 0,5%

penyusun lainnya misalnya vitamin dan pigmen. Komponen penyusun kulit terpenting adalah protein terutama protein kolagen (Triatmojo, 2009).

Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai

(27)

kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang merupakan kolagen (Katili, 2009).

Jenis dan Mutu Gelatin

Teknologi dasar dalam proses pembuatan gelatin modern telah dikembangkan sejak tahun 1920. Proses asam dan basa merupakan teknik pembuatan gelatin yang tidak tergantikan hingga saat ini. Tulang yang telah dikeringkan memiliki kadar gelatin sekitar 14-18%, sedangkan kulit memiliki kadar gelatin sekitar 18-22%. Pada umumnya, gelatin tipe A dibuat dari kulit dengan menghilangkan lapisan lemaknya. Proses ini mencakupi penyamakan kulit, mencuci dan membersihkan dari benda-benda yang tidak diinginkan, dan didiamkan dalam 1-5% larutan asam klorida, asam pospat, ataupun asam sulfat selama 10 hingga 30 jam. Kemudian diekstraksi pada suhu 95-100oC selama 4-8 jam (Sebastian, 2014).

Gelatin tipe B umumnya diperoleh dari tulang hewan, tetapi juga bisa juga dari kulit sapi dan kulit babi. Pada proses pembuatan gelatin tipe B, tulang yang telah bersih dihancurkan hingga ukuran 0,5-4 cm. Kemudian direndam dalam air kapur selama 4 hingga 14 hari untuk menghilangkan kandungan mineralnya hingga menjadi ossein. Selanjutnya ossein dicuci hingga pH 5-7 dan proses ekstraksi sama dengan gelatin tipe A (Gorgieva and Kokol, 2011).

Mutu gelatin secara umum dapat dinilai dari sifat fisik, kimia, dan organoleptiknya. Mutu gelatin erat kaitannya dengan standar gelatin yang telah disyaratkan sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan produk turunan yang dihasilkan. Produk turunan (aplikasi gelatin) sudah banyak diterapkan khususnya di bidang pangan. Oleh karena itu, persyaratan/standar

(28)

mutu gelatin pangan perlu diketahui untuk menentukan kualitas gelatin dan penggunaannya dalam suatu produk. Badan Standarisasi Nasional (BSN) menetapkan persyaratan mutu gelatin secara umum, yang dimuat dalam SNI 06- 3735-1995. Standar gelatin yang ditetapkan lebih pada kenampakan warna gelatin dan kandungan logamnya. Adapun standar gelatin tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu gelatin (SNI 06-3735-1995)

No Karakteristik Syarat

1 Warna Tidak Berwarna-kekuningan pucat

2 Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen)

3 Kadar air Maksimum 16%

4 Kadar abu Maksimum 3,25%

5 Logam berat Maksimum 50 mg/kg

6 Arsen Maksimum 2 mg/kg

7 Tembaga Maksimum 30 mg/kg

8 Seng Maksimum 100 mg/kg

9 Sulfit Maksimum 1000 mg/kg

Sumber : sisni.bsn.go.id (2016).

Sifat-sifat Gelatin

Semua gelatin mempunyai sifat fungsional yang sama, hanya perbedaan tipenya antara gelatin tipe A dan tipe B, yang penting dalam pemilihan yang sesuai untuk beberapa penggunaan yang spesifik dan perbedaan sifat fisik selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat-sifat gelatin

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan Gel (bloom) 50-300 50-300

pH 3,8-5,5 4,7-5,4

Titik Isoeletrik 7-9 4,7-5,4

Viskositas (mPa.s) 15-75 20-75

Kadar Abu (%) 0,3-2 0,5-2

Sumber : GMIA (2012).

(29)

Gelatin komersial diperoleh dari hasil penyaringan dalam bentuk butiran kasar hingga berbentuk serbuk halus. Di Eropa gelatin juga diproduksi dalam bentuk lembaran tipis. Gelatin kering komersial mengandung kadar air sekitar 9- 13%, tidak berasa dan tidak berbau dengan densitas 1,3 dan 1,4. Sifat-sifat fisik dan kimia gelatin diketahui dari dalam bentuk larutan, sumber kolagen, proses pengolahan, kondisi pada saat proses ekstraksi, suhu, pH serta bahan-bahan kimia tambahan untuk pemurnian.

1. Sifat Fisika

a. Solubilitas/kelarutan

Umumnya gelatin tidak larut dalam air dingin, tetapi kelarutannya naik pada suhu diatas 45 oC, kecuali bubuk gelatin yang diperoleh dari spray drying.

Gel gelatin melebur pada suhu 25-28 oC tergantung pada zat yang terkandung (Cahyadi, 2006).

Pemanasan akan membuat gelatin cepat menjadi larutan. Garam-garam, seperti : fosfat, sitrat dan sulfat pada konsentrasi rendah akan membantu kelarutan gelatin sedangkan konsentrasi tinggi garam-garam tersebut akan mengendapkannya (Perwitasari, 2008).

b. Viskositas dan stabilitas

Gelatin kualitas baik mempunyai jelly strength yang besar dan biasanya mempunyai viskositas yang rendah. Viskositas gelatin akan menurun oleh beberapa keadaan seperti, pemanasan yang lama pada temperatur tinggi, pendidihan, pengaruh bakteri, mikroorganisme dan enzim. Gelatin murni yang disimpan pada suhu kamar dan dalam tempat yang rapat, sifat-sifatnya tetap stabil tetapi bila dipanaskan hingga lebih tinggi dari 100°C akan berubah. Larutan

(30)

gelatin murni bila disimpan, pada kondisi yang dingin dan steril juga akan stabil (Perwitasari, 2008).

Kemampuan gelatin untuk menjadi bentuk cairan pada suhu dan kadar air yang tinggi disebut fase sol atau hidrosol, sebaliknya pada suhu dan kadar air yang rendah gelatin mempunyai kemampuan untuk menjadi bentuk yang lebih kasar atau lebih pekat strukturnya disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan mengubah gelatin menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan air akan mengubah gelatin menjadi fase gel. Gelatin termasuk ke dalam sistem koloid padat (protein) dalam cairan (air) (Prayoga, 1981).

2. Sifat Kimia

a. Berat molekul rata-rata gelatin antara 15.000 – 25.000. Menurut Chaplin (2007) berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000 – 70.000.

b. Gelatin apabila dilihat dari rumusnya merupakan protein seperti halnya molekul-molekul lain dari protein maka molekul gelatin juga kompleks dan besar.

Gelatin digunakan dalam bentuk larutan, kapasitas gelatin dapat berubah jika dipanaskan dan juga bisa kembali ke seperti semula (reversible gel-sols). Jika larutan gelatin dengan konsentrasi besar dari 0,5% didinginkan pada suhu 30- 40oC dari 100oC, pertama kali viskositasnya akan meningkat, kemudian akan membentuk gel proses gelatinisasi ini melalui tiga tahapan :

1. Pengubahan rantai molekular individu menjadi susunan helix , atau dalam bentuk lipatan kolagen.

(31)

2. Pengukuhan dua atau tiga segmen-segmen helix yang sudah tersusun dalam proses pengkristalan.

3. Penstabilan struktur dengan ikatan hidrogen diantara ruas-ruas helix.

Kekokohan ataupun ketahanan gel bergantung pada konsentrasi gelatin, pH, dan suhu (Sebastian, 2014).

Jenis Produk dan Manfaat Gelatin

Gelatin digunakan pada industri makanan, farmasi, obat-obatan, dan industri lainnya. Penggunaan dibidang pangan diantaranya untuk produk permen, coklat, hasil olahan susu, es krim, dan produk daging. Gelatin juga digunakan dalam produk kosmetik, tablet, kapsul, perekat (lem), pelapis kertas dan pembuatan film untuk fotografi. Dalam produk-produk pangan, gelatin dimanfaat terutama karena kemampuannya sebagai penstabil dan pengemulsi produk-produk pangan. Sebagai pengemulsi, artinya gelatin dapat membuat atau mencampur minyak dan air menjadi campuran yang merata. Sebagai penstabil, artinya campuran tersebut stabil atau tidak terurai selama penyimpanan (TPAG, 2000).

Dalam industri farmasi, gelatin digunakan sebagai pembungkus dari kapsul-kapsul obat, suplement diet, sirup, dan lain-lain. Gelatin mempunyai daya cerna yang tinggi tersedia dalam bentuk pelindung kapsul alami untuk obat- obatan. Penggunaan gelatin terbaru adalah pada pembuatan peluru karet yang digunakan dalam industri senjata mainan “Paintball” (Global Agrisystem, 2011).

Gelatin digunakan untuk berbagai keperluan industri, baik industri pangan maupun non-pangan karena memiliki sifat yang khas, yaitu dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat

(32)

membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Setiawati, 2009). Penggunaan gelatin pada industri produk pangan ataupun non pangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis dan produk dari gelatin.

Jenis Industri Jenis Produk

Industri Makanan - Jelly Desserts

- Gummy Jelly - Chocolate - Ice-Cream - Marshmallow - Soft Candy

- Toffees, chewing gum - Yogurt, keju, butter - Produk daging

- Makanan hewan (pet food)

Industri Farmasi - Hard Capsules

- Soft Capsules - Sugar-coated pills - Tablets

- Serum substitute - Injection etc.

Industri Fotografi - Photo-film

- Printing paper - X-ray Film

- Photogravure Printing Industri Kosmetik &Toileteries - Produk perawatan rambut

- Produk perawatan kulit - Pengilat kulit

- Lotion dan produk kecantikan - Obat gigi

Industri Teknikal - Paper manufacturing

- Box making

- Paper for fingerprinting - Match industry (mancis) Industri Olahraga dan Kesehatan - Paintball

- Makanan olahraga untuk para atlit seperti sereal bars, protein bars, minuman kesehatan

Sumber : Warungislamibogor.com, (2012).

Fungsi dan kegunaan gelatin dalam industri makanan adalah sebagai penebal (thickener), pelekat (plasticizer), pengemulsi (emulsifier), pembuih

(33)

(foaming agent), dan penahan kelembaban (moisture retention) digunakan dalam es krim. Konsentrasi penggunaan gelatin pada beberapa produk pangan dapat dilihat seperti Tabel 4.

Tabel 4. Konsentrasi penggunaan gelatin dalam makanan/bahan pangan

Jenis produk Konsentrasi penggunaan

Produk Susu 0,2 - 1,0%

Makanan Beku 0,1 - 0,5%

Gelatin Desserts Confectionary

- Gummy Bears 7 - 9 %

- Lozenges 0,5 - 1%

- Circus Peanuts 2 - 2,5%

- Wafer 0,5 - 1,0%

- Marshmallow 1,7 - 2,5%

Produk Daging 1 - 5%

Wine, Bir, Jus 0,002 - 0,15%

Sumber : GMIA (2012).

Pembuatan Gelatin

Proses pembuatan gelatin dibagi menjadi empat tahapan yaitu: tahap persiapan bahan baku, tahap ekstraksi kolagen, tahap pemurnian gelatin dan pengeringan (Kharim and Bhat, 2009). Proses pembuatan gelatin diawali dengan persiapan bahan baku (pemotongan, penghilang lemak, kotoran-kotoran), pencucian, perendaman dengan asam/alkali (demineralisasi, pengembangan kolagen), dan pencucian dengan air hingga pH mendekati netral (Setiawati, 2009). Tahapan selanjutnya yaitu ekstraksi menggunakan air panas berfungsi untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Kemudian dilanjutkan dengan pemurnian gelatin (penyaringan, pemekatan dan pensterilan), sedangkan tahap akhir adalah tahap produksi yang meliputi pendinginan, pengeringan, pengecilan ukuran, penghalusan dan pengujian mutu gelatin (Rusli, 2004).

Secara umum, pembuatan gelatin dilakukan dengan proses asam (tipe A).

proses asam memiliki beberapa kelebihan seperti proses perendaman yang

(34)

singkat, buangan air yang dihasilkan lebih sedikit, dan mampu memecah struktul triple heliks menjadi struktur tunggal. Kebanyakan gelatin yang bersumber dari kulit sapi diproses secara asam sedangkan gelatin dari tulang umumnya diproses secara basa karena sifatnya yang keras dan membutuhkan waktu yang sangat lama (Rahmawati, 2011).

Sebastian (2014) menyatakan bahwa proses pembuatan gelatin pada kulit babi melalui tahap curing selama 10 hingga 30 jam dalam konsentrasi 1-5%

larutan asam klorida, asam pospat ataupun asam sulfat. Kemudian diekstrasi pada suhu 95-100oC yang berlansung selama 4-8 jam. Setelah lemak dihilangkan, larutan gelatin disaring ataupun dilakukan proses ionisasi sehingga konsentrasi padatan 20-40% dalam larutan tersebut, kemudian dikeringkan dengan pengeringan vakum.

Pada proses pembuatan gelatin dari tulang ikan, tulang yang sudah dibersihkan direndam dalam larutan HCl 1-5% pada waktu yang berbeda (0-32 jam) untuk menghilangkan kandungan mineralnya. Tulang kemudian dinetralkan pH nya dengan cara pencucian dengan air. Kemudian gelatin yang terkandung dalam ossein ini diekstrasi pada suhu 100oC dalam rentang waktu 2-8 jam.

Selanjutnya larutan gelatin disaring, didinginkan dan dikeringkan untuk kemudian dihaluskan hingga berbentuk serbuk (Sanae, et al., 2013).

(35)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai bulan November 2016 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah kulit sapi potong yang diperoleh dari pedagang sapi potong di pajak sore Jamin Ginting Medan.

Reagensia

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan HCl 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, K2SO4 10%, H2SO4 0,025 N, Cu2SO4, NaOH 40%, NaOH 0,02 N dan Aquadest.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi panci rebusan stainless steel, gelas beker 250 ml, telenan, blender, wadah plastik anti asam, pisau stainless steel, timbangan digital, magnetic stirer, thermometer, saringan 100 mesh, kertas pH, crussible/cawan, desikator, penjepit, spatula, kompor, labu Kjeldahl, erlenmeyer 50 ml, labu destilasi dan oven pengering.

(36)

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor berupa perbandingan berat kulit sapi dan volume konsentrasi larutan HCl (C) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan yaitu:

C1 = 1%

C2 = 2%

C3 = 3%

C4 = 4%

C5 = 5%

C6 = 6%

Dilakukan 6 taraf (T) dengan dengan jumlah minimum perlakuan (n) adalah : n (T-1) ≥ 15

n (6-1) ≥ 15 5n = 15 n = 3

Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan model (Bangun, 1991):

Yij = µ + αi + εij

Yij : Hasil pengamatan dari faktor C taraf ke-i ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

αi : Efek dari faktor C pada taraf ke-i

εij : Efek galat dari faktor C pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

(37)

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0.

Pelaksanaan Penelitian

Degreasing (Penghilangan Kandungan Lemak)

Tahap pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan gelatin adalah persiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah kulit sapi. Tahap persiapan, dilakukan dengan proses pencucian atau pembersihan kulit sapi dari kotoran. Selanjutnya untuk memperluas permukaan, kulit sapi dipotong dengan ukuran 2-3 cm (Huda, dkk., 2013). Kemudian kulit sapi yang telah dibersihkan ditimbang sebanyak 200g untuk setiap perlakuan. Hambali, dkk. (2001) menyatakan bahwa proses degreasing gelatin adalah proses penghilangan kandungan lemak yang ada dalam kulit sapi pada pembuatan gelatin. Dimulai dari tahap pembersihan dan curing yang menghasilkan lapisan lemak dipermukaan larutan untuk selanjutnya dibuang. Setelah dibersihkan, kulit sapi dimasak dalam air mendidih selama 30 menit proses ini bertujuan untuk menghilangkan kadar lemak.

Curing (Pemutusan Rantai Kolagen)

Pada proses curing menggunakan asam proses swelling struktur tropokolagen kulit sapi lebih cepat dibandingkan dengan curing basa. Rendemen dari gelatin dengan menggunakan curing basa lebih sedikit dibandingkan dengan curing asam. Dalam proses ekstraksi gelatin, curing basa berwarna kekuningan, lebih kental dan volumenya lebih sedikit, curing asam menghasilkan ekstrak

(38)

gelatin berwarna lebih gelap dan encer dengan volume yang relatif lebih banyak (Sagheer, et.al, 2009).

Fase curing pada dasarnya dilakukan dengan merendam bahan baku dalam kondisi tertentu dengan tujuan untuk mendenaturasi asam-asam amino penyusun molekul kolagen sehingga dalam proses ekstraksi (hidrolisa) ikatan kimia yang terlibat dalam struktur protein kolagen akan mudah mengalami proses pelarutan (solubilisasi) (Abustam, dkk., 2008). Curing pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pelarut yaitu asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6%. perbandingan antara kulit sapi dan pelarut yaitu 1:3.

Menurut Junianto, dkk. (2006) curing dilakukan dengan perendaman dalam wadah tahan asam selama 24 jam sampai setelah proses curing selesai dicuci dengan akuades hingga pHnya netral (6 – 7).

Ekstraksi/Hidrolisa

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan air panas, dimana pada proses ini terjadi proses denaturasi kolagen yang ada dalam kulit sapi, peningkatan hidrolisis dan kelarutan gelatin. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan ekstraksi adalah 4 jam. Kulit sapi yang telah ber-pH netral dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquadest, dengan perbandingan kulit sapi dengan aquadest adalah 1 : 2 (b/v) (Huda, dkk., 2013). Ekstraksi dalam water bath dengan suhu 80o C selama 4 jam (Perwitasari, 2008). Kemudian hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain saring dalam keadaan masih panas sehingga diperoleh gelatin cair (Abustam, dkk., 2008).

(39)

Pendinginan, Pengeringan, dan Penggilingan

Filtrat hasil ekstraksi/gelatin cair didinginkan dalam lemari es dengan suhu 10o C selama 24 jam, hingga membentuk gel (Martianingsih dan Atmaja, 2010).

Gelatin yang telah didinginkan dituang ke dalam loyang aluminium yang dialasi plastik kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60o C selama 24 jam, (Huda, dkk., 2013). Setelah gelatin dikeringkan, penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender untuk menghasilkan bubuk gelatin (Abustam, dkk., 2008).

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter kadar air, kadar abu, viskositas, penentuan nilai pH, uji organoleptik warna, aroma dan rendemen.

Rendemen

Besarnya rendemen gelatin dapat dihitung dari kulit segar yang digunakan dan berat hasil gelatin yang dihasilkan dengan metode AOAC:

Rendemen (%) =Berat kering gelatin (g)

Berat bahan segar (g) x 100%

Kadar air

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram di dalam cawan aluminium kering (dipanaskan di oven selama 24 jam) yang diketahui berat kosongnya. Kemudian bahan tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu sekitar 105oC – 110oC selama 3 jam, selanjutnya didinginkan di dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang kembali. Setelah itu, bahan dipanaskan kembali di dalam oven selama

(40)

30 menit, kemudian didinginkan kembali dengan desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang konstan (AOAC, 1995).

Berat awal sampel (g) – Berat akhir sampel (g)

Kadar air (bb%) = x 100%

Berat awal sampel (g)

Kadar Abu

Penentuan kadar abu dilakukan dengan menggunakan tanur pengabuan.

Sampel yang telah dikeringkan pada analisa kadar air, ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan ke oven selama ± 3 jam, lalu dibakar pada suhu 3000C dalam muffle furnace selama 1 jam dan dilanjutkan dengan suhu 5500C selama 4 jam.

Abu yang diperoleh kemudian didinginkan dan ditimbang (Sudarmadji, dk., 1997).

Kadar abu diperoleh dengan rumus :

Berat akhir abu – berat cawan (g)

Kadar abu bb (%) = x 100%

Berat awal sampel

Viskositas

Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades (7 gr gelatin ditambah 105 ml aquades) kemudian larutan diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Brookfield Syncro-Lectric Viscometer.

Pengukuran dilakukan pada suhu 60 ºC dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindel. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi. Pengujian ini menggunakan spindel no.1 dengan faktor konversinya adalah 1, nilai viskositas dinyatakan dalam satuan milipascal (mPa.s) (British Standard 757, 1975).

(41)

Penentuan Nilai pH

Sampel sebanyak 0,2 g didispersi dalam 20 mL akuades pada suhu 80 oC dan dihomogenkan dengan magnetic stirer. Kemudian diukur derajat keasamannya (pH) pada suhu kamar dengan pH meter (British Standart 757, 1975).

Kadar Protein

Pada perlakuan terbaik dilakukan uji kadar protein untuk membandingkan nilai protein gelatin hasil penelitian dengan gelatin. Contoh yang telah dikeringkan sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam tabung Kjedhal dan ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan Cu2SO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml akuades dan dipindahkan ke erlenmeyer 500 ml.

Ditambhakan 10 ml NaOH 40% atau lebih sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi sampai hasil destilasi (tampungan) sebanyak 125 ml. Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N dan 3 tetes indikator mengsel. Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko (tanpa bahan) (AOAC, 1995 dengan modifikasi).

(b-c) x N NaOH x 0,014 x FK

% Kadar protein = x 100%

a Keterangan :

a = berat contoh (g) c = titrasi contoh (ml) FK= faktor konversi (6,25)

b = titrasi blanko (ml) N = normalitas NaOH yang digunakan

(42)

Organoleptik Skor Warna

Uji organoleptik warna ditentukan dengan metode Soekarto (2008).

Organoleptik terhadap warna ditentukan dengan uji skor warna dan hedonik warna. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala skor. Untuk skala skor warna adalah seperti Tabel 5.

Tabel 5. Skala hedonik warna (numerik)

Skala skor warna Skala numerik

Putih

Putih kekuningan Kuning keputihan Coklat kekuningan Coklat

5 4 3 2 1

Organoleptik Skor Aroma

Uji organoleptik aroma ditentukan dengan metode Soekarto (2008).

Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji hedonik warna.

Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala hedonik seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Skala hedonik aroma (numerik)

Skala skor aroma Skala numerik

Sangat tidak bau Tidak bau Agak tidak bau Bau

Sangat bau

5 4 3 2 1

(43)

SKEMA PENELITIAN

Gambar 6. Skema pembuatan gelatin dari kulit sapi.

Kulit sapi dibersihkan dari kotoran

Dipotong ukuran 2-3 cm

Curing (perendaman selama 24 jam) dengan larutan HCl berbagai konsentrasi, perbandingan larutan dg kulit sapi (3:1)

Penyaringan

Kulit sapi

Dicuci dengan akuades hingga pH netral

Diekstraksi dalam waterbath dengan suhu 80oC selama 4 jam dengan perbandingan air dan kulit sapi (2:1)

Penyaringan

Pengeringan dalam oven pada suhu 60o C selama 24 jam

Penggilingan

Bubuk Gelatin

 Dilakukan analisa:

 - Rendemen

 - Kadar air

 - Kadar abu

 - Viskositas

 - Nilai pH

- Uji organoleptik warna dan aroma (skor)

Konsentrasi HCl yang digunakan:

C1 = 1%

C2 = 2%

C3 = 3%

C4 = 4%

C5 = 5%

C6 = 6%

Ampas

Filtrat cair Filtrat

Pendinginan dalam dalam lemari es pada suhu 10o C selama 24 jam

Degreasing dengan cara dimasak dalam air mendidih selama 30 menit

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Konsentrasi HCl Terhadap Paramater yang Diamati

Pada pengamatan dan pengukuran data yang dilakukan dari hasil penelitian, secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi HCl yang berbeda mempengaruhi rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas, pH, nilai skor warna dan nilai skor aroma yang diuji seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi HCl terhadap parameter yang diamati

Parameter Konsentrasi HCl

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Rendemen (%) 10,75 10,38 8,761 8,803 8,123 7,790 Kadar Air (%) 13,013 12,870 11,843 10,223 7,501 8,319 Kadar Abu (%) 3,951 3,224 3,072 2,795 1,809 2,819 Viskositas (mPa.s) 18,000 17,667 16,667 15,000 14,000 14,000

pH 3,112 3,491 3,960 4,154 4,564 4,630

Organoleptik warna (Skor) 1,089 1,178 1,378 1,778 2,156 2,778 Organoleptik aroma (Skor) 3,000 3,000 3,045 3,178 3,445 3,578 Dari Tabel. 7 menunjukkan bahwa persentase rendemen tertinggi diperoleh dari hasil perendaman (curing) dengan larutan HCl konsentrasi 1% (C1) yaitu sebesar 10,75% dan terendah diperoleh dari hasil perendaman dengan larutan HCl konsentrasi 6% (C6) sebesar 7,790% dari berat total bahan yang diolah. Kadar air tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan HCl konsentrasi 1% (C1) yaitu sebesar 13,013% sedangkan yang terendah diperoleh dari hasil perendaman dengan HCl pada konsentrasi 5% (C5) yaitu sebesar 7,501%.

Persentase kadar abu tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan menggunakan larutan HCl konsentrasi 1% (C1) sebesar 3,951% dan terendah hasil dari perendaman dengan konsentrasi HCl 5% (C5) sebesar 1,809%. Viskositas

(45)

tertinggi diperoleh dari hasil perendaman dengan larutan HCl 1% (1) yaitu 18,00 mPa.s dan terendah pada konsentrasi HCl 5% (C5) dan 6% (C6) yaitu sebesar 14,00 mPa.s.

Dari hasil pengamatan nilai pH pada Tabel 7. diperoleh pH tertinggi terdapat pada produk yang di curing dengan larutan HCl 6% (C6) yaitu 4,630 dan terendah pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1% dengan nilai pH 3,112.

Pada uji organoleptik warna, nilai skor tertinggi diperoleh dari hasil perlakuan C6

dengan konsentrasi HCl 6% sebesar 2,778 (coklat kekuningan – kuning keputihan) dan nilai skor terendah yaitu 1,089 (coklat - coklat kekuningan) diperoleh pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1%.

Pada uji organoleptik aroma (skor) perlakuan C1-C6 tidak menunjukkan perbedaan nilai yang begitu drastis, akan tetapi nilai skor tertinggi pada uji organoleptik aroma diperoleh pada perlakuan C6 dengan konsentrasi larutan HCl 6% mencapai skor 3,578 (agak tidak bau – tidak bau) dan skor terendah yaitu 3,00 (agak tidak bau) pada perlakuan C1 dengan larutan HCl 1% dan C2 dengan larutan HCl 2%.

Rendemen

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap rendemen gelatin (%)

Dari hasil daftar sidik ragam pada Lampiran 1. Menunjukkan bahwa konsentrasi larutan HCl memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen gelatin kulit sapi yang dihasilkan. Untuk melihat perbedaan rendemen disetiap perlakuan maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan menggunakan software SPSS versi 21.0. Hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 8. berikut :

(46)

Tabel 8. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap rendemen gelatin (%)

Jarak DMRT

Konsentrasi HCl Rataan (%)

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - C1 = Konsentrasi HCl 1% 10,752 a A

2 1,178 1,652 C2 = Konsentrasi HCl 2% 10,038 a AB 3 1,235 1,740 C3 = Konsentrasi HCl 3% 8,761 b BC 4 1,273 1,790 C4 = Konsentrasi HCl 4% 8,803 b BC 5 1,285 1,820 C5 = Konsentrasi HCl 5% 8,128 b C 6 1,300 1,851 C6 = Konsentrasi HCl 6% 7,790 b C Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata

pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%

(huruf besar).

Tabel 8. Menunjukkan bahwa pada taraf 1%, pengaruh perlakuan C1

berbeda nyata dengan perlakuan C2 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C3, C4, C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C3 dan C4 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda tidak nyata dengan C4 dan berbeda nyata dengan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C4 berbeda nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama.

Dari Tabel 8. diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl, maka rendemen yang dihasilkan akan semakin kecil. Kolagen bersifat mudah larut, baik pada air maupun larutan asam. Perendaman dalam larutan asam yang tinggi akan menyebabkan kolagen yang telah menjadi rantai tunggal ikut terlarut di dalam larutan asam sehingga pada saat pembilasan, kolagen akan ikut terbuang (Junianto, dkk., 2006). Menurut Courts (1977) konsentrasi asam yang tinggi akan memecah ikatan heliks kolagen yang terdapat di dalam matriks kulit sapi dengan ion asam, semakin tinggi asam suatu pelarut maka jumlah kolagen yang terdenaturasi akan semakin banyak. Penggunaan asam yang terlalu kuat

(47)

menjadikan kolagen yang berikatan dengan peptida-peptida asam amino yang merupakan struktur utama pembentuk kolagen terdenaturasi.

Terdenaturasinya penyusun kolagen menyebabkan bahan penyusun ikut terbuang pada proses pencucian sebelum ekstraksi sehingga rendemen yang dihasilkan menurun (Mulyani, dkk., 2012). Hal inilah yang menyebabkan perendaman dengan larutan HCl konsentrasi yang tinggi C6 (HCl 6%) memiliki rendemen lebih rendah dibandingkan perendaman dengan larutan HCl konsentrasi rendah C1 (HCl 1%). Hubungan konsentrasi HCl dengan rendemen dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan konsentrasi HCl terhadap rendemen gelatin (%) Menurut Sebastian (2014), umumnya kulit memiliki kadar gelatin sekitar 18-22%.

Rendemen gelatin yang dihasilkan bergantung pada bahan baku kolagen, jenis larutan curing ataupun suhu ekstrasi yang digunakan dalam proses pembuatan gelatin. Rendemen gelatin tertinggi pada penelitian ini yaitu terdapat pada

10,752

10,038

8,761 8,803

8,128

7,79 -ŷ = -0,585x + 11,09

-r² = 0,929

0 2 4 6 8 10 12

C1 C2 C3 C4 C5 C6

C1 = Konsentrasi HCl 1%

C2 = Konsentrasi HCl 2%

C3 = Konsentrasi HCl 3%

C4 = Konsentrasi HCl 4%

C5 = Konsentrasi HCl 5%

C6 = Konsentrasi HCl 6%

Perlakuan

Rendemen (%)

(48)

perlakuan C1 perendaman dengan larutan HCl 1% dengan nilai rendemen 10,752%, dan yang terendah dari perlakuan C6 dengan perendaman menggunakan larutan HCl 6% dengan nilai rendemen 7,79%. Menurut Sukardjo (1997) kolagen yang terdapat dalam kulit sapi sangat sensitif terhadap perlakuan asam.

Katalisator asam akan mempengaruhi penurunan tenaga aktivasi (E), sehingga reaksi berjalan dengan cepat dan rendemen yang dihasilkan akan semakin banyak.

Tetapi penggunaan katalisator asam yang terlalu tinggi akan menyebabkan reaksi menjadi eksotermis, sehingga suhu akan naik dan menyebabkan denaturasi protein.

Dalam jurnal Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Barang Kulit, Karet dan Plastik (1979) menyatakan bahwa kolagen yang terhidrolisis pada saat curing dengan larutan HCl memiliki molekul-molekul yang lebih kecil dan tidak sama besar. Pada saat pencucian asam dengan air, sebagian kolagen yang telah terhidrolisis (gelatin) ikut terbuang, hal ini bisa mempengaruhi hasil akhir rendemen gelatin yang diperoleh. Menurut Tazwir dan Kusumawati (2009) konsentrasi HCl yang semangkin tinggi memberikan efek hidrolisis yang semangkin tinggi, dan mengalami proses lanjutan membentuk gelatin yang terlarut dalam air, hal ini akan mengakibatkan hasil rendemen gelatin yang lebih rendah pada perendaman dengan konsentrasi HCl yang tinggi.

Kadar Air

Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap kadar air gelatin (%)

Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya.

Uji terhadap kadar air gelat in dilakukan untuk mengetahui apakah gelatin yang dihasilkan memenuhi standar mutu gelatin sesuai Standar Nasional Indonesia

(49)

(SNI 06-3735-1995). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa konsentrasi HCl memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air gelatin yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan uji DMRT dengan menggukan software SPSS versi 21.0 untuk mengetahui adanya perbedaan disetiap perlakuan, hasil uji DMRT bisa dilihat pada Tabel 9. berikut :

Tabe 9. Uji DMRT Efek Utama Pengaruh Konsentrasi HCl terhadap kadar air (%)

Jarak DMRT

Konsentrasi HCl Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - C1 = Konsentrasi HCl 1% 13,013 a A

2 1,350 1,893 C2 = Konsentrasi HCl 2% 12,870 a A 3 1,415 1,994 C3 = Konsentrasi HCl 3% 11,843 a AB 4 1,459 2,051 C4 = Konsentrasi HCl 4% 10,223 b B 5 1,472 2,086 C5 = Konsentrasi HCl 5% 7,501 c C 6 1,490 2,121 C6 = Konsentrasi HCl 6% 8,319 c C Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada

taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).

Dari Tabel 9. Menunjukkan bahwa pada taraf 1% pengaruh perlakuan C1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C2, berbeda nyata dengan perlakuan C3, dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C2 berbeda nyata dengan perlakuan C3, dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C4, C5, dan C6. Pengaruh perlakuan C3 berbeda nyata dengan perlakuan C4 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C4 berbeda sangat nyata dengan C5 dan C6. Pengaruh perlakuan C5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan C6 ditandai dengan notasi huruf yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan, maka kadar air gelatin akan semakin rendah. Pada Tabel 9. diketahui kadar air tertinggi yang diperoleh yaitu 13,013% pada perlakuan C1 dengan konsentrasi HCl 1% dan

(50)

terendah pada perlakuan C5 dengan konsentrasi HCl 5% kadar air 7,501%. Kadar air gelatin yang diterima sesuai SNI yaitu maksimum 16%, oleh karena itu gelatin dari hasil penelitian ini sudah mencukupi syarat mutu SNI gelatin untuk Indonesia. Menurut JECFA (2003) kadar air gelatin maksimum 18%.

Gudmundsson (2002) menyatakan bahwa kadar air gelatin dapat mencapai 16%, tetapi pada umumnya adalah sekitar 10% sampai 13%. Kadar air yang rendah akan mempengaruhi mutu gelatin terutama pada ketengikan gelatin dan warna yang kurang cerah. Hubungan konsentrasi HCl dan kadar air gelatin dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan konsentrasi HCl terhadap kadar air gelatin (%) Pada Gambar 7. Diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka kadar air yang diperoleh semakin rendah. Menurut Wijaya (2001) konsentrasi asam yang tinggi menyebabkan banyaknya ikatan hidrogen yang terputus pada kolagen sehingga ikatan antara asam amino penyusunnya semakin lemah. Hal ini

13,013

12,87

11,843

10,223

7,501

8,319 -ŷ= -1,177x + 14,74

-r² = 0,882

0 2 4 6 8 10 12 14 16

C1 C2 C3 C4 C5 C6

C1 = Konsentrasi HCl 1%

C2 = Konsentrasi HCl 2%

C3 = Konsentrasi HCl 3%

C4 = Konsentrasi HCl 4%

C5 = Konsentrasi HCl 5%

C6 = Konsentrasi HCl 6%

Kadar Air (%)

Perlakuan

Gambar

Gambar 1.Struktur rantai kolagen
Gambar 3. Diagram skematis struktur serat kolagen (JPK Instrument AG, 2013).
Gambar 4. Proses pembentukan gelatin (a) kolagen, (b) gelatin (Mark and Errnan, 1988)
Gambar 5 : Struktur gelatin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun tidak semua rencana program berjalan dengan lancar, dalam program Tahfizh ini ada beberapa permasalahan, diantaranya banyaknya siswa yang mengikuti program Tahfizh namun

COSO ( Committee of Sponsoring Organizations) määrittelee ERM:n prosessiksi, johon vaikuttavat yrityksen hallitus, johto sekä muu henkilökunta ja jota sovelletaan

Pelaksanaan supervisi dalam rangka memfasilitasi sekolah meningkatkan efektivitas kinerja dalam penerapan manajemen berbasis sekolah serta ,merapkan prinsip

Jenis bahan pupuk organik cair bonggol dan kulit buah pisang kepok tidak memberikan pengaruh terhadap semua variabel pengamatan, tetapi dosis pupuk3organik cair bonggol

a. Initilal Margin/Original Margin. Dalam bahasa Indonesia initial margin biasa disebut margin awal, yaitu sejumlah uang yang disetor oleh investor pada saat pembukaan

Dari pasar saham, IHSG yang terus melemah se- jak awal pekan ini dipengaruhi oleh tekanan dari investor asing yang kembali mencatatkan net sell.. Para investor

Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas pada evaluasi implementasi kebijakan sistem dan teknologi Mahkamah Konstitusi adalah mengevaluasi penerapan sistem