• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorum Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dari bulan April 2010 sampai Desember 2010.

Perbanyakan Plutella xylostella

Koloni P. xylostella yang digunakan merupakan keturunan dari larva yang dikumpulkan dari pertanaman kubis di daerah Ciloto, Cianjur. Larva dari lapangan tersebut dipelihara dalam kotak plastik (33.5 cm x 26 cm x 6.5 cm) yang dialasi kertas stensil dan bagian atasnya berjendela kasa. Setiap hari larva diberi makan daun brokoli bebas pestisida dan alas kertas dalam kotak pemeliharaan diganti. Larva dibiarkan berpupa dalam kotak dan permukaan daun. Selanjutnya pupa dipindahkan dalam sangkar plastik dengan tinggi 35 cm dan diameter 19 cm yang bagian atasnya ditutup kain kasa. Imago diberi pakan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas, yang diletakkan di atas kasa sangkar. Di dalam sangkar tersebut diletakkan daun brokoli, yang tangkainya dicelupkan dalam air di tabung film, sebagai tempat peletakan telur. Setiap hari daun brokoli untuk peletakan telur diganti. Daun peletakan telur diambil dan dibiarkan hingga telur menetas, kemudian dipindahkan ke kotak plastik seperti di atas. Larva yang digunakan adalah larva instar III.

Bahan Nabati Uji

Bahan percobaan yang digunakan ialah ekstrak heksana biji Annona squamosa, minyak atsiri daun Cinnamomum multiflorum, dan ekstrak aseton daun Tephrosia vogelii bunga ungu dari Cianjur, yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB.

Metode Pengujian

Pengujian dilakukan melalui dua tahap, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Pada uji pendahuluan, ekstrak biji A. squamosa dan ekstrak daun T.

vogelii diuji pada konsentrasi 0.1% dan 0.3% (w/v), sedangkan minyak atsiri daun C. multiflorum diuji pada konsentrasi 0.5% dan 1% (w/v).

Semua pengujian dilakukan dengan menggunakan metode celup daun. Ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii masing-masing dicampur dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween 80 (5:1), kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi akhir metanol dan Tween 80 dalam suspensi bahan uji masing-masing 1% dan 0.2% (v/v). Air yang mengandung pelarut metanol 1% dan pengemulsi Tween 80 0.2% digunakan sebagai larutan kontrol.

Untuk pengujian campuran, ketiga jenis ekstrak (A. squamosa + C. multiflorum + T. vogelii 1:1:2 w/w) dicampur dengan campuran metanol, Solvesso R-100, dan Tween 80 9:1:2 (konsentrasi akhir 1.2%), kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu sesuai konsentrasi yang diinginkan. Larutan kontrol berupa akuades yang mengandung metanol 0.9%, Solvesso R-100 0.1%, dan Tween 80 0.2%. Semua suspensi ekstrak dikocok dengan mengunakan pengocok ultrasonik agar ekstrak dapat tersuspensikan secara merata di dalam air.

Potongan daun brokoli segar dan bebas pestisida 4 cm x 4 cm dicelup satu per satu dalam suspensi ekstrak dengan konsentrasi tertentu sampai basah merata lalu dikeringudarakan. Daun kontrol dicelup dalam larutan kontrol yang sesuai. Setiap potong daun perlakuan dan daun kontrol diletakkan secara terpisah di dalam cawan petri (diameter 9 cm) yang dialasi tisu yang ukurannya melebihi diameter cawan. Cawan petri diletakkan pada posisi terbalik. Alas tisu diletakkan pada bagian tutup cawan, sedangkan bagian dasar cawan ditutupkan di atas tisu. Dengan demikian, bagian tutup dan dasar cawan tersekat tisu sehingga larva uji tidak dapat keluar dari dalam cawan.

Sebanyak 15 ekor larva instar III P. xylostella dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diberikan daun perlakuan atau daun kontrol, dan larva tersebut dibiarkan makan selama 24 jam. Setelah 24 jam ditambahkan daun perlakuan atau daun kontrol seperti saat perlakuan. Dua puluh empat jam berikutnya, daun

perlakuan diganti dengan daun tanpa perlakuan. Jumlah larva yang mati diamati dan dicatat setiap hari sampai hari ke-3 (72 jam sejak perlakuan [JSP]).

Pada uji lanjutan, setiap jenis ekstrak diuji pada enam taraf konsentrasi yang diharapkan dapat mengakibatkan kematian serangga uji antara 15% dan 95%. Konsentrasi ekstrak biji A. squamosa pada uji lanjutan ialah 0.15%, 0.24%, 0.33%, 0.42%, 0.5%, dan 0.6% (w/v); konsentrasi uji minyak atsiri daun C. multiflorum 0.6%, 0.68%, 0.76%, 0.84%, 0.92% dan 1% (w/v); dan konsentrasi uji ekstrak daun T. vogelii 0.1%, 0.18%, 0.26%, 0.34%, 0.42% dan 0.5%(w/v). Konsentrasi campuran ekstrak ialah 0.16%, 0.32%, 0.48%, 0.64%, dan 0.8%. Cara pengujian dan cara pengamatan pada uji lanjutan ekstrak tunggal dan campuran sama seperti pada uji pendahuluan. Data mortalitas kumulatif pada 24, 48, dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Analisis Sifat Aktivitas

Campuran Ekstrak A. squamosa, C. multiflorum, dan T. vogelii

Interaksi penyusun campuran (ekstrak A. squamosa, C. multiflorum, dan T. vogelii) dianalisis berdasarkan model kerja bersama bebas (Robertson et al. 2007). Berdasarkan nilai LC50 dan LC95 setiap penyusun campuran dan campurannya

dihitung indeks kombinasi sebagai kriteria untuk menentukan sifat interaksi campuran (sinergis, aditif atau antagonis). Indeks kombinasi (IK) dihitung dengan rumus berikut (Chou & Talalay 1984):

IK = + + + pq + pr + qr + pqr

LCx1(M), LCx2(M), dan LCx3(M) masing-masing konsentrasi komponen 1

(ekstrak T. vogelii), komponen 2 (minyak atsiri daun C. multiflorum), dan komponen 3 (ekstrak A. squamosa) dalam campuran yang mengakibatkan mortalitas x (50% atau 95%). LCx1, LCx2, dan LCx3 masing-masing konsentrasi

komponen 1, komponen 2, dan komponen 3 yang mengakibatkan mortalitas x bila digunakan secara terpisah. LCx1(M), LCx2(M), dan LCx3(M) masing-masing dihitung

dari LCx campuran dikalikan dengan proporsi konsentrasi komponen 1, 2, dan 3

dalam campuran. LCx1(M)

LCx1

LCx2(M) LCx3(M)

p = q = r =

Kategori sifat interaksi campuran adalah sebagai berikut (diadaptasi dari Gisi 1996 berdasarkan kebalikan dari nisbah ko-toksisitas):

(1) bila IK < 0.5 maka komponen campuran bersifat sinergistik kuat, (2) bila IK = 0.5-0.77 maka komponen campuran bersifat sinergistik lemah, (3) bila IK > 0.77-1.43 maka sifat interaksi campuran tidak tentu,

(4) bila IK > 1.43 maka komponen campuran bersifat antagonistik. LCx1(M)

LCx1

LCx2(M) LCx3(M)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ekstrak Uji terhadap Mortalitas Larva P. xylostella

Pada uji pendahuluan, perlakuan dengan minyak atsiri daun C. multiflorum pada konsentrasi 1% mengakibatkan kematian larva P. xylostella 100% pada 48 JSP, sedangkan perlakuan dengan ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa pada konsentrasi 0.3% mengakibatkan kematian kurang dari 80% sehingga konsentrasinya perlu dinaikkan.

Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa mortalitas larva P. xylostella pada 24 JSP masih kurang dari 50% untuk semua perlakuan ekstrak, kemudian meningkat pada 48 JSP. Pada perlakuan dengan ekstrak A. squamosa dan T. vogelii pada konsentrasi tertinggi, kematian larva P. xylostella mencapai 100%, sedangkan pada perlakuan dengan minyak atsiri C. multiflorum kematian larva mendekati 70% pada 24 JSP dan kematian larva hanya sedikit meningkat pada 48 JSP. Perlakuan dengan campuran ketiga ekstrak tersebut pada konsentrasi tertinggi mengakibatkan mortalitas mendekati 100%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak uji, semakin tinggi pula mortalitas larva P. xylostella (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa mortalitas larva bergantung pada kandungan bahan aktif ekstrak uji.

Secara visual daun yang diberi perlakuan hanya sedikit dimakan oleh larva P. xylostella, terutama pada konsentrasi tinggi. Hal ini berbeda dengan larva yang diberi daun kontrol (tanpa perlakuan) yang memakan hampir seluruh daun yang diberikan. Larva yang makan daun perlakuan menunjukkan penurunan aktivitas yang sangat drastis, dan akhirnya mati. Hal ini menunjukkan bahwa gejala tersebut disebabkan oleh toksisitas bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, ekstrak daun T. vogelii, dan campuran ketiga bahan nabati tersebut.

Analisis probit dilakukan terhadap data kematian larva pada 24, 48, dan 72 JSP. LC50 A. squamosa pada 72 JSP lebih kecil dibandingkan dengan pada 48

JSP, dan lebih kecil pula daripada LC50 pada 24 JSP. Hal ini menunjukkan

peningkatan mortalitas larva P. xylostella pada 48 JSP dan 72 JSP. LC95 pada 72

0 20 40 60 80 M o rt al it as ( % ) Kontrol0.60% 0.68% 0.76% 0.84% 0.92% 1% B

Gambar 1 Perkembangan mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan ekstrak biji A. squamosa (A), minyak atsiri daun C. multiflorum (B), ekstrak daun T. vogelii (C), dan campuran ketiga bahan nabati tersebut (D) 0 20 40 60 80 100 24 48 72 M o rt al it as ( % ) Waktu pengamatan (JSP) Kontrol 0.16% 0.32% 0.48% 0.64% 0.80% D 0 20 40 60 80 100 M o rt al it as ( % ) Kontrol 0.15% 0.24% 0.33% 0.42% 0.50% 0.60% 0 20 40 60 80 100 M o rt al it as ( % ) Kontrol 0.10% 0.18% 0.26% 0.34% 0.42% 0.50% C A

24 JSP dan 48 JSP tidak jauh berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa mortalitas larva baru meningkat nyata saat 72 JSP. LC50 dan LC95 saat 72 JSP dan

48 JSP tidak berbeda nyata (SK 95% tumpang-tindih), namun C. multiflorum keduanya lebih rendah dibandingkan dengan pada 24 JSP. Hal ini menunjukkan bahwa mortalitas larva meningkat nyata antara 24 dan 48 JSP. LC50 dan LC95 T.

vogelii dan campuran pada 72 JSP lebih kecil daripada 48 JSP dan lebih kecil juga dibandingkan dengan LC50 dan LC95 pada 24 JSP (Tabel 1.). Hal ini sesuai

dengan pola perkembangan mortalitas, yaitu pada 48 JSP dan 72 JSP terjadi peningkatan mortalitas. Berdasarkan kesetaraan toksisitas pada taraf LC50 pada

72 JSP, ekstrak daun T. vogelii masing-masing 3.78 dan 1.70 kali lebih toksik dibandingkan dengan minyak atsiri daun C. multiflorum dan ektrak biji A. squamosa.

Berdasarkan indeks kombinasi (IK) menurut model kerja bersama berbeda, aktivitas campuran ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum dan ekstrak daun T. vogelii bersifat tidak tentu pada taraf LC50 pada 24 dan 48

JSP, dan antagonis pada 72 JSP, sedangkan pada taraf LC95 campuran tersebut

bersifat antagonis pada 24 JSP dan 72 JSP dan bersifat tidak tentu pada 48 JSP (Tabel 2). Perubahan sifat pada taraf LC50 dan LC95 dari tidak tentu pada 48 JSP

menjadi antagonis pada 72 JSP menunjukkan bahwa peningkatan mortalitas pada 72 JSP akibat perlakuan campuran lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan ekstrak tunggal. Dengan demikian ketiga jenis bahan nabati uji lebih baik digunakan secara terpisah daripada dalam bentuk campuran. Namun jika ingin menggunakan campuran perlu dicari komposisi yang tepat agar campuran tidak bersifat antagonis.

Tabel 1 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii terhadap larva P. xylostella dengan metode celup daun

Ekstrak uji Waktu pengamatan

(JSP) a a ± GB b ± GB b LC50 (SK 95%) (%) b LC95 (SK 95%) (%) b Annona squamosa 24 0.637 ± 0.388 6.383 ± 1.294 0.795 (-) 1.438 (-) 48 0.861 ± 0.243 4.789 ± 0.676 0.661 (-) 1.458 (-) 72 2.034 ± 0.209 5.235 ± 0.486 0.409 (-) 0.843 (-) Cinnamomum multiflorum 24 -0.851 ± 0.126 5.033 ± 1.270 1.476 (-) 3.133 (-) 48 0.309 ± 0.108 8.884 ± 1.049 0.923(0.888-0.970) 1.414(1.273-1.666) 72 0.337 ± 0.107 8.290 ± 0.996 0.911(0.876-0.958) 1.438(1.287-1.716) Tephrosia vogelii 24 -1.273 ± 0.274 0.747 ± 0.486 50.515 (-) 8029.592 (-) 48 0.984 ± 0.179 2.532 ± 0.319 0.409(-) 1.823 (-) 72 2.443 ± 0.219 3.953 ± 0.376 0.241(0.192-0.286) 0.628 (0.479-1.106) Campuran 24 -0.413 ± 0.176 3.090 ± 0.657 1.360 (-) 4.634 (-) 48 0.716 ± 0.162 3.824 ± 0.569 0.590 (-) 1.219(-) 72 1.461 ± 0.198 4.412 ± 0.657 0.466(-) 1.100(-) a

JSP = jam setelah perlakuan.

b

a = intersep garis regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.

1

Tabel 2 Sifat aktivitas campuran ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum dan daun T. vogelii (1:1:2) terhadap larva instar III P. xylostella dengan metode celup daun

Pembahasan Umum

Berdasarkan LC95 pada 72 JSP, ekstrak aseton daun T. vogelii lebih toksik

terhadap larva P. xylsotella dibandingkan dengan ekstrak heksana biji A. squamosa dan minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak biji A. squamosa lebih toksik daripada minyak atsiri daun C. multiflorum. Perbedaan toksisitas di antara ketiga bahan nabati yang diuji dapat disebabkan oleh perbedaan toksisitas dan kandungan senyawa aktifnya. Daun T. vogelii mengandung senyawa rotenoid seperti rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al. 1993), yang memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap berbagai jenis serangga baik sebagai racun perut maupun racun kontak (Prakash & Rao 1997; Djojosumarto 2008). Ekstrak biji A. squamosa mengandung senyawa asetogenin, termasuk squamosin dan asimisin, yang juga bersifat sebagai racun perut dan racun kontak yang kuat terhadap berbagai jenis serangga (Grainge & Ahmed 1988; Ohsawa et al. 1994). Baik rotenoid maupun asetogenin bekerja sebagai racun respirasi sel dengan cara menghambat transfer elektron pada rantai transpor elektron di dalam mitokondria (Zafra-Polo 1996; Hollingworth 2001). Perbedaan aktivitas ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktifnya. Daun T. vogelii diekstrak dengan aseton yang dapat melarutkan senyawa rotenoid dengan baik (Delfel et al. 1970), sedangkan biji A. squamosa diekstrak dengan heksana yang bersifat nonpolar sehingga ekstrak yang diperoleh berbentuk minyak dan kemungkinan kandungan asetogeninnya relatif rendah. Ekstrak biji A. squamosa yang diekstrak dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran cukup tinggi, seperti aseton dan metanol, memiliki aktivitas insektisida yang kuat (Prijono et al. 1997; Isnaeni 2006).

Waktu pengamatan (JSP) a Indeks kombinasi Sifat interaksi

LC50 LC95 LC50 LC95

24 0.78 1.474 Tidak tentu Antagonis

48 1.442 0.961 Tidak tentu Tidak tentu

72 1.85 1.963 Antagonis Antagonis

a

Minyak atsiri daun C. multiflorum memiliki aktivitas insektisida yang paling rendah di antara ketiga bahan nabati yang diuji. Komposisi lengkap minyak atsiri daun C. multiflorum belum pernah dilaporkan. Thantsin et al. (2008) melaporkan kandungan senyawa kimia daun C. multiflorum yang diekstrak dengan dietil eter. Ekstrak tersebut mengandung sinamaldehida sebagai komponen utama (29,57%). Sinamaldehida memiliki aktivitas insektisida sedang terhadap beberapa jenis hama gudang seperti Sitophilus oryzae (Lee et al. 2008) tetapi aktivitasnya terhada hama pemakan daun belum pernah dilaporkan.

Larva P. xylostella secara visual hanya memakan sedikit daun yang diberi perlakuan ekstrak T. vogelii dengan konsentrasi tinggi, Hal ini sesuai dengan sifat antifeedant dari ekstrak tersebut (Morallo-Rejesus 1986). Gejala tersebut juga ditunjukkan oleh larva P. xylostella yang diberi perlakuan ekstrak biji A. squamosa yang dilaporkan, selain mematikan, juga bersifat menghambat makan (Ohsawa et al. 1994). Aktivitas menghambat makan tersebut dapat meningkatkan kepekaan serangga terhadap insektisida, termasuk insektisida nabati.

Larva P. xylostella yang diberi perlakuan ekstrak T. vogelii dan A. squamosa menurun aktivitas geraknya dan bagian dalam tubuhnya tampak berwarna gelap. Hal ini sesuai dengan cara kerja rotenoid (bahan aktif T. vogelii) dan asetogenin (bahan aktif A. squamosa) pada tingkat seluler, yaitu menghambat respirasi sel pada tahapan yang terjadi di dalam mitokondria (Zafra-Polo 1996; Hollingworth 2001). Proses penghambatan respirasi sel memerlukan waktu tertentu hingga menghasilkan efek yang mematikan, kecuali komponen aktifnya mengalami translokasi dengan cepat pada organ vital. Penghambatan respirasi sel mengakibatkan berkurangnya produksi ATP sebagai sumber energi di dalam sel dan jaringan sehingga terjadi kelumpuhan otot dan jaringan lain, yang akhirnya mengakibatkan kematian. Penghambatan respirasi sel pada jaringan saluran pencernaan makanan larva dapat menyebabkan penurunan aktivitas makan larva lebih lanjut sehingga bila hal ini terjadi di lapangan, kerusakan tanaman dapat ditekan sampai tingkat minimal.

Aplikasi campuran dua atau lebih insektisida nabati dapat meningkatkan efisiensi aplikasi insektisida, apabila campuran bersifat sinergis, namun pada penelitian ini aktivitas campuran ekstrak heksana biji A. squamosa, minyak atsiri

daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii pada taraf LC50 dan LC95

menunjukkan sifat tidak tentu dan antagonis. Dengan demikian penggunaan campuran ketiga bahan nabati tersebut pada perbandingan konsentrasi yang diuji kurang dianjurkan. Sifat antagonis mungkin terjadi karena ada senyawa tertentu yang menghambat kerja senyawa lain, sehingga serangga lebih toleran terhadap senyawa aktif lain yang dicampurkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Di antara tiga jenis ekstrak yang diuji, ekstrak aseton daun T. vogelii memiliki aktivitas imsektisida yang kuat terhadap larva P. xylostella, diikuti oleh ekstrak heksana biji A. squamosa, dan yang aktivitasnya paling rendah adalah minyak atsiri daun C. multiflorum. Dengan demikian pengembangan insektisida nabati dengan menggunakan ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa lebih disarankan dibandingkan dengan menggunakan minyak atsiri C. multiflorum. Campuran ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii dengan perbandingan 1:1:2 bersifat antagonis, sehingga penggunaan secara tunggal lebih dianjurkan dibandingkan dengan penggunaan dengan bentuk campuran.

Saran

Pengujian campuran dengan perbandingan konsentrasi yang berbeda perlu dilakukan untuk mendapatkan campuran yang tidak antagonis. Selain itu, perlu dilakukan pengujian keamanan ekstrak tersebut terhadap musuh alami utama hama P. xylostella.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Tephrosia vogelii. www.paceproject.net. [27 Juli 2010].

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L. (Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 10:1-12.

Cabizza M, Angioni A, Mellis M, Cabras M, Tuberoso CV, Cabras P. 2004. Rotenone and rotenoids in cube` resins, formulations, and residues on olives. Journal of Agricultural and Food Chemistry 52: 288-293.

Capinera JL. 2001. Diamondback Moth, Plutella xylostella (L.) (Insecta: Lepidoptera: Plutellidae). http://edis.ifas.ufl.edu. [12 Agustus 2010].

Cheng SS, Liu JY, Huang CG, Hsui YR, Chen Wj, Chang ST. 2009. Insecticidal activities of leaf essential oils from Cinnamomum osmophloeum against three mosquito species. Bioresource Technology 100: 457-464.

Chou TC, Talalay P. 1984. Quantitative analysis of dose-effect relationships: the combined effects of multiple drugs or enzyme inhibitors. Advances in Enzyme Regulation 22: 27-55.

Dadang. 1999. Sumber insektisida alami. Di dalam: Nugroho BW, Dadang, Prijono D, penyunting. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami; Bogor, 9-13 Agustus 1999. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Institut Pertanian Bogor. hlm 8-20.

Dadang, Ohsawa K. 2000. Penghambatan aktivitas makan larva Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae) yang diperlakukan ekstrak biji Swietenia mahogani (Meliaceae). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 12(1): 27- 32.

Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.

Dadang, Yunia N, Ohsawa K. 2007. Insecticidal activity of extract mixture of four plants species against Crocidolomia pavonaa (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Journal of International Society for Southeast Asian Agriculture Sciences 13(2): 9-17.

Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff IA. 1970. Distribution of rotenone and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions. Journal of Agricultural and Food Chemistry 18:385−390.

Delobel A, Malonga P. 1987. Insecticidal properties of six plant material against Caryedon serratus (OL.) (Coleoptera: Bruchidae). Journal of Stored Product Research 23 (3): 173-176

Deshmukhe PV, Hooli AA, Holihosur SN. 2010. Bioefficacy of cold ethyl alcohol extract of Annona squamosa against Spodoptera litura Fabricius. Journal of Biopesticides 3(1): 271-274.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: Agromedia.

Garner RJ, Chaundhri SA. 1997. The Propagation of Tropical Fruit Trees. East Malling: Commonwealth Bureau of Horticulture and Plantation Crops. Gisi U. 1996. Synergistic interactions of fungicides in mixtures. Phytopathology

86:1273-1279.

Grainge M, Ahmed S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York: J Wiley.

Herminanto, Wiharsi, Sumarsono T. 2004. Potensi ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L.) untuk mengendalikan ulat krop kubis Crocidolomia pavonana F. Agrosains 6(1): 31-35.

Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D, Hodgson E, Reiter L, Ross J, editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2. San Diego: Academic Press. hlm 1169-1227.

Islam R, Khan RI, Al-Reza SM, Jeong YT, Song CH, et al. 2008. Chemical composition and insecticidal properties of C. aromaticum (Nees) essential oil against the stored product beetle Callosobruchus maculatus (F.). Journal of Science of Food and Agriculture 89:1241-1246.

Isnaeni N. 2006. Ketahanan dan pengaruh fitotoksisitas campuran ekstrak Piper retrofractum dan Annona squamosa pada pengujian semi lapang [skripsi]. Bogor: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baruvan Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kamal R, Mangla M. 1993. In vivo and in vitro investigations on rotenoids from Indigofera tinctoria and their bioefficacy against the larvae of Anopheles stephensi and adults of Callosobruchus chinensis. Journal of Bioscience 18(1): 93-101.

Kartosuwondo U. 1994. Populasi Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) dan parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae) pada kubis dan dua jenis Brassicaceae liar. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 7(2): 39-49.

Kim SI, Roh JY, Kim DH, Lee HS, Ahn YJ. 2001. Insecticidal activities of aromatic plant extracts and essential oils against Sitophilus oryzae and Callosobruchus chinensis. Journal of Stored Product Research 39:293-303. Koona P, Dorn S. 2005. Extract from Tephrosia vogelii for the protection of

stored legume seeds against damage by three bruchid species. Annals of Applied Biology 147:43-48.

Lambert N, Trouslot MF, Campa CN, Chrestin H. 1993. Production of rotenoids by heterotrophic and photomixotrophic cell cultures of Tephrosia vogelii. Phytochemistry 34:1515−1520.

Lee EJ, Kim JR, Choi DR, Ahn YR. 2008. Toxicity of cassia and cinnamon oil compounds and cinnamaldehyde-related compound to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Economic Entomology 101 (6): 1960-1966.

LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (CA): LeOra Software. Liu Ch, Mishra AK, Tan RX, Tang C, Yang H, Shen YF. 2006. Repellent and insecticidal activities of essential oils from Artemisia princeps and Cinnamomum camphora and their effect on seed germination of wheat and broad bean. Bioresource Technology 97: 1969-1973.

Metcalf RL. 1982. Insecticides in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckmann WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. Ed ke-2. New York: J Wiley. hlm 217-277.

Morallo-Rejesus B. 1986. Botanical insecticides against the diamondback moth. Di dalam: Griggs TD, editor. Diamondback Moth Management. Proceedings of the First International Workshop; Tainan (Taiwan), 11-15 March, 1985. Shanhua (TW):.AVRDC. hlm 241-256.

Norris RF, Caswell-Chen EP, Kogan M. 2003. Concepts in Integrated Pest Management. New Jersey: Pearson Educations.

Ohsawa K, Kato S, Manuwoto S. 1994. Bio-active substances from tropical plants. Di dalam: Sanches FF, Ohsawa K, editor. Natural Bio-active Substances in Tropical Plants. Tokyo: Tokyo University of Agriculture. hlm 65-72.

Prajapati V, Tripati AK, Aggarwal KK, Khanuja SPS. 2005. Insecticidal, repellent, and oviposition-deterrent activity of selected essential oils against Anopheles stephensi, Aedes aegepti, and Culex quinquefasciatus. Bioresource Technology 96 : 1749-1757

Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton: Lewis Publishers.

Prijono D. 1998. Research on botanical insecticide in Indonesia. Di dalam National Conference on Biopesticides with Emphasis on Neem; Surabaya, 11-12 Agustus 1997. Eschborn: GTZ. Hal.58-72.

Prijono D, Gani MS, Syahputra E. 1997. Insecticidal activity of annonaceous seed extracts against Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 9(1):1-6.

Prijono D, Manuwoto S. 1995. Evaluation of insecticidal activity of seed extracts of Annonaceous, Fabaceous, and Meliaceous plants against mungbeen beetle, Callosobruchus maculatus (L.). Di dalam: Sidik M et al., editor. BIOTROP Special Publication 59. Proceeding of The Symposium on Pest Management for Stored Food and Feed; Bogor, 5-7 September 1995. Bogor: SEAMEO BIOTROP. Hlm.161-171.

Prijono D, Manuwoto S, Soemawinata RAT. 1994. Insecticidal activity of sugar apple (Annona squamosa L.) and pond apple (A. glabra L.) seed extracts against rice brown planthoper, Nilaparvata lugens (Stal). Proceeding

Unesco National Seminar. Depok, 15-16 Desember 1994. Depok: University of Indonesia.

Robertson JL, Russell RM, Preisler HK, Savin NE. 2007. Bioassays with Arthropods. Ed ke-2. Boca Raton: CRC Press.

Rauf A, Prijono D, Dadang, Winasa IW, Russell DA. 2005. Survey on pesticide use by cabbage farmers in West Java, Indonesia. Report of research collaboration between Departement. of Plant Protection, IPB and LaTrobe University, Australia.

Sastrosiswojo S. 1990. Penggunaan pestisida secara bijaksana dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman hortikultura, khususnya sayuran. Di dalam: Pawiroesoemardjo S, Sudarmaji D, Harsono, Basuki IS, editor. Perlindungan Tanaman untuk Menunjang Terwujudnya Pertanian Tangguh

Dokumen terkait