• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

ASTRI FEBRIANNI. Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji Annona squamosa, Minyak Atsiri Daun Cinnamomum multiflorum, Ekstrak Daun Tephrosia vogelii, dan Campuran Ketiganya terhadap Larva Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Dibimbing oleh AUNU RAUF dan DJOKO PRIJONO.

Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas insektisida ekstrak biji Annona squamosa, minyak atsiri daun Cinnamomum multiflorum, ekstrak daun Tephrosia vogelii, dan campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap larva Plutella xylostella. Setiap ekstrak diuji pada enam taraf konsentrasi yang ditentukan berdasarkan uji pendahuluan terhadap larva instar III P. xylostella dengan metode celup daun (lama pemberian daun perlakuan 48 jam). Perbandingan konsentrasi ekstrak dalam uji campuran adalah 1:1:2 masing- masing untuk A. squamosa, C. multiflorum, dan T. vogelii dan diuji dengan taraf konsentrasi 0.16%, 0.32%, 0.48%, 0.64%, dan 0.80%. Pengamatan dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan (JSP). Data mortalitas kumulatif pada 24, 48, dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO- PC. Pada semua perlakuan, mortalitas larva masih rendah pada 24 JSP dan mulai meningkat pada 48 JSP. Berdasarkan kesetaraan toksisitas pada taraf LC50 pada

72 JSP, ekstrak daun T. vogelii masing-masing 3.78 dan 1.70 kali lebih toksik dibandingkan dengan minyak atsiri daun C. multiflorum dan ekstrak biji A. squamosa. Ekstrak daun T. vogelii dan ekstrak biji A. squamosa lebih efektif dibandingkan dengan minyak atsiri daun C. multiflorum. Pada taraf LC95,

campuran ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii bersifat antagonis, sehingga penggunaan ekstrak secara tunggal lebih dianjurkan dibandingkan penggunaan dalam bentuk campuran.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ulat daun kubis Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae) merupakan salah satu hama utama pada pertanaman kubis dataran tinggi (Sastrosiswojo 1990). Kerusakan yang berat pada daun sering terjadi ketika populasi larva tinggi. Hampir seluruh daun dimakan larva dan hanya tinggal tulang daun. Larva P. xylostella biasanya menyerang tanaman kubis yang masih muda, yang belum membentuk krop. Tingkat populasi larva P. xylostella yang tinggi biasanya terjadi pada 6-8 minggu setelah tanam. Kehilangan hasil yang disebabkan P. xylostella bersama-sama dengan Crocidolomia pavonana dapat mencapai 100% pada musim kemarau jika insektisida tidak digunakan (Sastrosiswojo & Setiawati 1993).

Pengendalian hama kubis dianjurkan dengan menerapkan pengendalian hama terpadu (PHT), dengan penekanan pada pengendalian hayati dan cara-cara bercocok tanam. Pengendalian hayati terhadap P. xylostella dilakukan dengan pemberdayaan parasitoid Diadegma semiclausum yang dapat menekan populasi P. xylostella hingga 86% bila insektisida tidak digunakan (Sastrosiswojo & Sastrodihardjo 1986). Namun, banyak petani yang masih mengandalkan penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama kubis (Rauf et al. 2005).

Penggunaan insektisida sintetik dianggap memiliki keuntungan antara lain memberikan hasil yang cepat dan nyata, harganya lebih murah dibandingkan dengan pengendalian nonkimiawi, tidak memerlukan banyak tenaga, dan tidak memerlukan pendidikan tinggi untuk pengaplikasiannya (Norris et al. 2003). Namun, penggunaan insektisida juga memiliki dampak negatif, antara lain dapat menyebabkan resistensi dan resurjensi hama, terbunuhnya organisme bukan sasaran, keracunan pada pengguna, adanya residu pada hasil panen, dan pencemaran lingkungan secara umum (Metcalf 1982; Norris et al. 2003; Djojosumarto 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 pasal 3 tentang Perlindungan Tanaman disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan

melalui sistem PHT. Dalam pasal 19 disebutkan bahwa penggunaan pestisida sintetik merupakan langkah terakhir untuk mengendalikan hama jika pengendalian nonkimiawi tidak berhasil, dan dampak yang ditimbulkan harus seminimal mungkin. Untuk itu perlu dikembangkan sarana pengendalian hama yang efektif membunuh hama sasaran tetapi dampaknya minimal. Salah satu alternatif yang memenuhi kriteria tersebut ialah penggunaan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang potensial untuk dijadikan insektisida nabati antara lain Annona squamosa (Annonaceae), Cinnamomum multiflorum (Lauraceae), dan Tephrosia vogelii (Leguminosae).

Ekstrak biji srikaya dilaporkan aktif terhadap berbagai jenis serangga pemakan daun dan pengisap cairan tanaman (Grainge & Ahmed 1988). Sebagai contoh, Prijono et al. (1997) melaporkan bahwa ekstrak aseton biji A. squamosa menunjukkan aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva C. pavonana dan lebih aktif daripada ekstrak akar tuba, Derris elliptica. Ekstrak biji srikaya juga toksik terhadap larva P. xylostella, kumbang Callosobruchus chinensis, dan wereng hijau Nephotettix cincticeps (Dadang 1999). Sifat insektisida A. squamosa disebabkan oleh kandungan senyawa golongan asetogenin, terutama asimisin (squamosin H) dan squamosin (anonin I) (Ohsawa et al. 1994; Zafra-Polo et al. 1996).

Thantsin et al. (2008) melaporkan bahwa ekstrak eter kulit batang C. multiflorum mengandung senyawa sinamaldehida 29.6%, eugenol 3%, dan asam palmitat 4.2%. Namun hingga saat ini sifat insektisida C. multiflorum belum pernah dilaporkan. Perlakuan dengan minyak atsiri salah satu spesies Cinnamomum lain, yaitu C. aromaticum, menyebabkan mortalitas imago Callosobruchus maculatus sebesar 94.4% (Islam et al. 2009). Kim et al. (2001) juga melaporkan bahwa ekstrak kulit akar C. sieboldii menyebabkan kematian Sitophilus oryzae dan C. chinensis sebesar 100% pada 2 hari setelah perlakuan.

Sifat insektisida daun T. vogelii, yang mengandung senyawa rotenoid, termasuk rotenon, tefrosin, dan deguelin (Delfel et al. 1970; Lambert et al.1993), juga telah lama diketahui. Morallo-Rejesus (1986) melaporkan bahwa ekstrak daun T. vogelii dapat membunuh dan menghambat makan larva P. xylostella. Koona & Dorn (2005) melaporkan bahwa ekstrak heksana daun T. vogelii mampu melindungi benih dalam penyimpanan dari serangan kumbang Acanthoscelides

obtectus, C. maculatus, dan C. chinensis. Fraksi 2-4 kromatografi kolom T. vogelii memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva P. xylostella dengan LC95 pada 72 JAP hanya sekitar 0.031% (Zarkani 2008). Abizar &

Prijono (2010) melaporkan bahwa ekstrak daun T. vogelii bunga ungu lebih aktif terhadap larva C. pavonana dibandingkan dengan ekstrak daun T. vogelii bunga putih, serta ekstrak biji T. vogelii bunga ungu dan bunga putih.

Insektisida nabati dapat digunakan secara tunggal atau campuran, namun sebelum insektisida digunakan dalam bentuk campuran, sifat aktivitasnya perlu diketahui. Perlakuan dengan campuran ekstrak A. squamosa dan P. retrofractum mengakibatkan mortalitas larva C. pavonana yang tinggi (100%) pada konsentrasi 0,05%. Perlakuan dengan campuran ekstrak tersebut juga memberikan mortalitas larva C. pavonana yang tinggi pada pengujian semilapangan (Isnaeni 2006). Campuran ekstrak daun T. vogelii bunga ungu dan fraksi padatan ekstrak buah P. cubeba (5:9) lebih aktif terhadap larva C. pavonana dibandingkan ekstrak komponennya secara terpisah. Campuran tersebut bersifat sinergistik terhadap larva C. pavonana, baik pada taraf LC50 maupun LC95 (Abizar & Prijono 2010).

Aktivitas campuran insektisida nabati yang mengandung tiga jenis ekstrak, yaitu T. vogelii, A. squamosa, dan C. multiflorum sampai sekarang belum pernah dilaporkan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas insektisida ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii serta campuran ketiga bahan nabati tersebut terhadap larva P. xylostella.

Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui potensi ekstrak biji A. squamosa, minyak atsiri daun C. multiflorum, dan ekstrak daun T. vogelii, dan campuran ketiganya sebagai alternatif untuk mengendalikan hama P. xylostella.

Dokumen terkait