• Tidak ada hasil yang ditemukan

GROWTH HORMONE

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian tahap I dilaksanakan pada Januari 2012 sampai dengan Maret 2012. Produksi rElGH dilakukan di Laboratorium Bioteknologi - Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo dan analisis SDS-PAGE di Laboratorium Sumberdaya Ilmu Hayati – Universitas Brawijaya Malang. Uji pemberian rElGH pada udang vaname dilakukan di Laboratorium Nutrisi – BBAP Situbondo. Analisis ekspresi gen dilakukan di Laboratorium Genetika – Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

Produksi rElGH

Sel bakteri Escherichia coli BL21 (DE3) yang mengandung vektor ekspresi protein pCold/rElGH (Alimuddin et al. 2010) diambil dari stok gliserol, kemudian digoreskan ke media padat 2xYT yang telah diberi ampisilin. Bakteri kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni tunggal yang tumbuh diambil menggunakan tusuk gigi steril, kemudian ujung yang mengandung sel bakteri dicelupkan ke media kultur cair 5 mL 2xYT mengandung ampisilin, dan selanjutnya diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 18 jam. Selanjutnya dilakukan subkultur dengan cara mengambil 1% dari kultur awal tersebut dan dimasukkan ke dalam 60 mL media 2xYT cair yang baru, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam. Induksi produksi rElGH dilakukan menggunakan kejutan suhu 15oC selama 30 menit dan ditambahkan IPTG sebanyak 750 μL, kemudian diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15oC selama 24 jam. Pemanenan sel bakteri dilakukan menggunakan sentifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 2 menit.

Pelet bakteri E. coli diresuspensi menggunakan phosphate buffer saline (PBS) yang mengandung 0,1% (w/v) Triton X-100, kemudian dilakukan sonikasi (1 menit hidup dan 1 menit mati) sebanyak 6 siklus dengan amplitudo 14%. Suspensi yang terbentuk kemudian disentrifugasi, dan supernatan dibuang. Pelet dibilas sebanyak 2 kali dengan 1 M NaCl yang mengandung 1% (w/v) Triton X-100, dan terakhir dibilas dengan PBS. Sonikasi berfungsi melisis sel-sel dinding bakteri, oleh sebab itu untuk mendapatkan rElGH yang lebih bersih diuji dengan 12 siklus sonikasi. Pada penelitian ini juga dilakukan pembandingan metode sonikasi dan lysozim, untuk kemudian bioaktivitas protein dianalisis. Lisis dinding sel bakteri dengan lysozim dilakukan dengan cara mencuci pelet bakteri hasil sentrifugasi menggunakan 1 mL bufer 1xTE, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 15 menit, dan kemudian supernatan dibuang. Pelet bakteri dalam tube ditambahkan 500 μL larutan lisozim (10 mg dalam 1 mL buffer1xTE), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan pelet yang terbentuk merupakan protein rGH dalam bentuk badan inklusi. Pelet rGH dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali dan disimpan pada suhu -80oC.

Badan inklusi (protein total) yang mengandung rElGH dianalisis menggunakan metode sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis

(SDS-PAGE) untuk verifikasi keberadaan dan konsistensi produksi rElGH. Prosedur pengerjaan SDS-PAGE dilakukan berdasarkan metode Walker et al.

(2002) menggunakan gel akrilamid 15%. Marker ukuran protein yang digunakan adalah prestained protein marker (Promega). Bobot protein rElGH yang terkandung dalam badan inklusi diukur menggunakan nanodrop spektrofotometer. Selanjutnya protein rElGH disimpan di lemari pendingin -80oC sebelum digunakan untuk perlakuan. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga penyimpanan rElGH di lemari pendingin -20oC selama 1 bulan.

Penentuan Dosis Perendaman

Penentuan dosis rElGH berdasarkan hasil penelitian Handoyo (2012) yakni pemberian rElGH pada glass eel ikan sidat secara imersi dan diperoleh dosis terbaik 12 mgL-1 dengan sekali perendaman. Dengan asumsi udang membutuhkan dosis yang lebih tinggi karena udang memiliki kulit luar yang keras, maka dosis tertinggi dibuat menjadi 150 mg L-1 (P1) dan dilakukan penurunan dosis menjadi 15 (P2); 1,5 (P3); 0,15 (P4); dan 0,015 mg L-1 (P5). Sebagai kontrol adalah perendaman 15 mg L-1 badan inklusi pCold tanpa sisipan GH (K+); dan tanpa perendaman (K). Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan 3 kali dengan desain rancangan acak lengkap.

Prosedur Penelitian

Perlakuan secara perendaman didesain dengan rancangan acak lengkap. Semua perlakuan menggunakan akuarium berukuran 45x45x45 cm dengan volume air 60 liter dan kepadatan awal 25 ekor per liter. Hewan uji adalah pasca larva udang vaname stadia dua (PL2) bebas virus IHHNV (infectious hypodermal and haematopoetic necrosis virus) yang diperoleh dari pembenihan udang di Situbondo. Pakan yang diberikan adalah pakan buatan bentuk flake (serpihan) dengan kadar protein 48%, dan naupli Artemia. Jumlah pakan buatan untuk PL2 - PL14 adalah 2- 4 ppm per aplikasi yang diberikan 5 kali sehari, sedangkan naupli Artemia

sebanyak 10-20 naupli per ekor pasca larva udang dan diberikan 2 kali sehari. Parameter kualitas air dikontrol agar media selalu dalam kondisi layak. Pemeliharaan untuk semua perlakuan dihentikan pada PL14.

Udang vaname PL2 sebanyak 1500 ekor direndam selama 60 menit dengan air laut 1 liter yang mengandung larutan rElGH sesuai dosis masing-masing perlakuan ditambah bovine serum albumin (BSA) 0,01%. Perendaman dilakukan dengan cara memasukkan PL2 tersebut ke dalam plastik kemas volume 6 liter dan diberi oksigen dengan perbandingan volume air : oksigen adalah 1:5.

Untuk menentukan dosis perendaman rElGH terbaik, dilakukan pengamatan pertumbuhan bobot dan panjang tubuh. Pengukuran bobot dan panjang dilakukan 6 hari sekali. Bobot diukur dengan mengambil 40 ekor pasca larva udang secara acak dari setiap akuarium, kemudian ditimbang secara total dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,01 mg . Pengukuran panjang total dilakukan terhadap 10 ekor udang dengan menggunakan mistar dengan ketelitian 0,1 cm.

Jumlah udang yang hidup pada akhir penelitian dihitung untuk setiap akuarium, kemudian dibandingkan dengan penebaran awal, dikalikan 100% untuk menentukan kelangsungan hidup. Selanjutnya pada akhir penelitian dilakukan penimbangan udang secara total untuk setiap akuarium untuk mendapatkan biomassa.

Penentuan Lama Waktu Perendaman

Setelah diperoleh dosis terbaik, penelitian dilanjutkan untuk menentukan lama waktu perendaman yang memberikan pertumbuhan dan kelangsungan hidup

terbaik. Lama waktu perendaman yang diuji adalah 1, 2, dan 3 jam, dengan lama waktu pengamatan 18 hari. Metode perendaman dan pemeliharaan udang dilakukan seperti dijelaskan sebelumnya. Parameter yang diukur adalah pertumbuhan bobot dan panjang, kelangsungan hidup, serta biomassa.

Analisis Ekspresi Gen

Ekspresi gen SIBD, MIH, CypA, dan CHH dianalisis pada jam ke-0, 6, 12, 18, 24, 30 setelah perlakuan, dan akhir penelitian. Ekspresi gen lektin dan proPO diukur pada awal dan akhir penelitian. Sampel awal adalah PL2 sebelum dilakukan perendaman rElGH sebanyak 50 ekor, dan sampel akhir adalah PL14 dengan dosis perendaman terbaik sebanyak 9 ekor dari 3 ulangan yang diambil secara acak kemudian dijadikan satu sampel (pooled sample), dalam kondisi segar dilakukan ekstraksi RNA. RNA total diekstraksi dari sampel sekitar 10-25 mg menggunakan bahan isogen (Nippon gen, Japan) dengan metode sesuai prosedur dalam manual. RNA total dilarutkan dengan air mengandung 0,05% DEPC sebanyak 50 µL.

Sintesis DNA komplementer (cDNA) dilakukan menggunakan kit Ready-To- Go You-Prime First Strand Beads (GE Healthcare, USA) dengan prosedur sesuai manual. Primer yang digunakan adalah oligo(dT3) (5‟-gtaatacgaataa ctatagggcacgcgtggtcgacggcccgggctgg-ttttttttttttttttt-„3) konsentrasi 1 µg/3 µL sebanyak 3 µL per sampel. Hasil sintesis diencerkan dengan menambahkan air steril sebanyak 50 µL.

Tingkat ekspresi setiap gen dari masing-masing sampel dianalisis secara kuantitatif menggunakan real-time PCR (qPCR) dengan mesin Rotor Gene (Corbett research), menggunakan primer spesifik (Tabel 1). Primer didesain berdasarkan sekuen yang ada pada BankGen. Data amplifikasi yang terekam diolah dengan metode Livak & Schmittgen (2011) untuk menghitung tingkat ekspresi gen, yang dinormalisasi menggunakan β-aktin (primer Lvbac-F dan Lvbac-R) sebagai kontrol internal loading RNA dalam sintesis cDNA.

Analisis data

Data pertumbuhan, dan kelangsungan hidup dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), dan jika terdapat pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Ekspresi gen SIBD, CypA, MIH, CHH, lektin, dan proPO dianalisis secara deskriptif.

Tabel 1 Primer spesifik yang dirancang dan sekuen nukleotidanya.

No. Primer Sekuen (urutan 5'-3') No aksesi Referensi 1 SIBD-F AAATGGTACTGATTCCTGGGACAAG EU664996.1 Castellanos

SIBD-R AGAATCATGAAACCTTGTCCCAGGA et al.2008 2 MIH-F ATTATACACTCATGTATCGGCTGGC DQ412566.1 Chen et al.

MIH-R AGAGGCTTGTCCCAACAACTACAAT 2007

3 CypA-F CTGTAAAGTTTCAGAACATTCCCCC EU164775.1 Qiu et al.

CypA-R GAACACCTATCTTGTTTCACCACCT 2009 4 CHH –R CHH - F CCAACGTATCTACTGAATGCAGAAG AGGGTGCCTTTTACTATCATCGGAT HM748790.2 Liu et al. 2012 5 lektinV-F TTTGTAAACAACAGGGCAGTTCCAC EF583939.1 Zhang et

lektinV-R CTGTCTTTCATCAGAATGCTACCTC et al. 2009 6 proPO-F TTCAACGGTAGACCCGTGATTCTTC AY723296.1 Wang et al.

proPO-R TCTTGCCGGGTTTAAGGTGAACAGT 2007

7 Lvbac-F CCTCCACCATGAAGATCAAGATCAT AF300705.2 Sun et al.

Lvbac-R CACTTCCTGTGAACAATTGATGGTC 2007

HASIL

Produksi Protein rGH

Analisis SDS-PAGE menunjukkan bahwa rElGH diekspresikan dengan ukuran prediksi sekitar 23,02 kDa (Irmawati 2013). Pengujian 12 siklus sonikasi, 6 siklus sonikasi, lisis dengan lisozim, dan penyimpanan pada suhu –20oC selama 1 bulan, hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1 berturut-turut pada kolom 1.1; kolom 1.2; kolom 2.1; dan kolom 3.1. Secara kuantitatif jumlah pelet bakteri yang dihasilkan dari 1600 mL media kultur adalah sebanyak 9,3 gram yang merupakan rata-rata dari tiga ulangan, dan setara dengan 4850 mg bobot protein badan inklusi

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Pertumbuhan pasca larva udang terlihat berbeda nyata (P<0,05) pada pengukuran hari ke-12 atau pada PL14. Dari 5 dosis perlakuan perendaman diperoleh hasil bahwa perlakuan P2 dengan dosis rElGH 15 mg L-1 memberikan pertumbuhan bobot tubuh, panjang tubuh, laju pertumbuhan specific (SGR), dan biomassa tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya serta kedua kontrol (P<0,05). Sementara kelangsungan hidup semua perlakuan meningkat nyata dibandingkan dengan kontrol K. Berdasarkan perhitungan, perlakuan P2 memberikan peningkatan bobot tubuh sebesar 37,8%; panjang tubuh 12,7%; SGR 9,9%; biomassa 51,7%; dan kelangsungan hidup 9,4%. Selanjutnya perendaman

rElGH dengan dosis lebih tinggi yaitu 150 mgL-1 dan dosis lebih rendah yaitu 1,5 mgL-1; 0,15 mgL-1 dan 0,015 mgL-1 mengindikasikan pertumbuhan yang lambat (Tabel 2).

Gambar 1 Hasil analisis badan inklusi Escherichia coli yang mengandung rElGH menggunakan SDS-PAGE (ditunjukkan dengan tanda kepala panah). M= marker protein prestained protein marker (Promega). Kolom 1.1; 1.2; dan 2.1 masing-masing diproduksi dengan sonikasi 12 siklus, sonikasi 6 siklus, dan lisozim, kemudian disimpan dalam lemari pendingin -80oC. Kolom 3.1 diproduksi dengan sonikasi 6 siklus, kemudian disimpan dalam lemari pendingin -20oC selama 1 bulan.

Tabel 2 Bobot tubuh, panjang tubuh, kelangsungan hidup, biomassa, dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) udang vaname yang direndam dengan rElGH Perlakuan Bobot tubuh (mg) Panjang tubuh (cm) Kelangsungan hidup (%) Biomassa (g) SGR (%) P1 11,99±1,66ª 1,57±0,07ª 88,07±3,35b 15,83±2,15ª 26,09±1,02ª P2 17,20±2,38b 1,77±0,02b 88,58±0,90b 22,85±2,14b 29,04±1,27b P3 12,40±2,75ª 1,52±0,13ª 88,33±0,90b 16,46±3,79ª 26,28±1,85ª P4 10,96±1,69ª 1,49±0,05ª 88,29±1,03b 14,53±2,40ª 25,34±1,37ª P5 12,49±0,52ª 1,58±0,03ª 87,89±2,61b 16,48±1,18ª 26,49±0,51ª K+ 9,70±1,09ª 1,48±0,08ª 84,84±3,05ab 12,31±0,94ª 24,35±0,87ª K 12,48±1,82ª 1,57±0,10ª 80,93±5,35a 15,06±1,30ª 26,43±1,33ª

Nilai ditampilkan dalam bentuk rerata dari 3 kali ulangan ± SD. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama mengindikasikan perbedaan pengaruh perlakuan berdasarkan uji lanjut Duncan (P<0,05). P1 : 150 mg rElGH L-1 + 0,01% BSA; P2 : 15 mg rElGH L-1 + 0,01% BSA; P3 : 1.5 mg rElGH L-1 + 0,01% BSA; P4 : 0,15 mg rElGH L-1 + 0,01% BSA; P5 : 0,015 mg rElGH L-1 + 0,01% BSA; K+ : perendaman badan inklusi pCold tanpa sisipan ElGH+0,01% BSA; K : tanpa perendaman rElGH. 100 25 35 kDa 50 75  M 1.1 1.2 2.1 3.1

Perlakuan dosis rElGH 15 mg L-1 dengan lama perendaman 1, 2, dan 3 jam, serta lama pemeliharaan 18 hari menunjukkan bahwa perendaman selama 3 jam lebih optimal, yaitu meningkatkan bobot tubuh sebesar 109,9%; panjang tubuh 26,0%; dan biomassa 66,0% dibandingkan kontrol (P<0,05), sementara kelangsungan hidup tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan dan kontrol (Tabel 3).

Tabel 3 Bobot tubuh, panjang tubuh, kelangsungan hidup, dan biomassa udang vaname yang direndam dengan rElGH 15 mg L-1 dengan lama waktu perendaman 1 jam, 2 jam, dan 3 jam

Lama waktu Perendaman Bobot tubuh (mg) Panjang tubuh (mm) Kelangsungan hidup (%) Biomassa (g) 1 jam 28,42±2,65ab 17,93±0,73b 71,65±2,05a 21,38±2,00b 2 jam 36,09±5,59bc 19,70±0,70bc 80,16±16,41a 29,77±1,93c 3 jam 46,10±6,88c 20,08±0,42c 75,94±9,76a 36,29±1,46d K+ 19,66±1,91a 15,88±0,62a 76,03±4,65a 15,68±1,70a K 21,96±2,58a 15,93±0,81a 94,89±0,56a 21,87±2,53b

Nilai ditampilkan dalam bentuk rerata dari 3 kali ulangan ± SD. Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama mengindikasikan perbedaan pengaruh perlakuan berdasarkan uji lanjut Tukey (P<0,05). K+ : perendaman selama 3 jam badan inklusi pCold tanpa sisipan ElGH+0,01% BSA; K : tanpa perendaman rElGH.

Ekspresi Gen Terkait Pertumbuhan

Ekspresi gen SIBD mulai meningkat pada jam ke-12, tertinggi pada jam ke- 24, dan menurun pada jam ke-30 Ekspresi gen MIH, CypA, dan CHH tidak menunjukkan peningkatan, yaitu pada jam ke 6, 12, 18, 24, 30 berturut-turut untuk MIH adalah 1,2; 1,0; 0,8; 0,6; 1,0 untuk CypA adalah 0,2; 0,2; 0,2; 0,1; 0,1 dan CHH adalah 0,4; 0,0; 0,3; 0,2; 0,4 (Gambar 2).

Ekspresi gen terkait pertumbuhan pada awal dan akhir perendaman disajikan pada Gambar 3. Ekspresi gen SIBD pada udang yang telah diberi perlakuan rElGH dengan dosis 15 mg L-1 media (P2) meningkat sekitar 3,3 kali dibandingkan kontrol pada akhir penelitian. Selanjutnya tingkat ekspresi gen CypA pada perlakuan P2 menunjukkan penurunan dari 1,038 menjadi 0,002 atau sebesar 99,8% pada akhir penelitian dan tidak berbeda dengan kontrol. Sementara tingkat ekspresi gen MIH pada perlakuan P2 terlihat ada kenaikan 1,2 kali dibandingkan kontrol pada akhir penelitian. Pada CHH tingkat ekspresi gen pada perlakuan P2 meningkat sebesar 5,5 kali dibandingkan kontrol.

Ekspresi Gen Terkait Imunitas

Ekspresi gen lektin pada perendaman rElGH 15 mg L-1 meningkat sebesar 8,0 kali dibanding kontrol tanpa perendaman. Sementara gen proPO meningkat sebesar 6160,5 kali lebih tinggi dibandingkan kontrol (Gambar 4)

Gambar 2 Tingkat ekspresi gen single insulin binding domain (SIBD),

cyclophilin A (CypA), molt inhibiting hormone (MIH) dan

crustacean hyperglycemia hormone (CHH) dari jam ke-0 sampai ke-30 setelah perlakuan perendaman rElGH 15 mg L-1. Tingkat ekspresi gen dianalisis menggunakan metode real-time PCR dan dinormalisasi dengan ekspresi gen β-aktin.

SIBD MIH

CypA

Gambar 3 Tingkat ekspresi gen single insulin binding domain (SIBD), moult inhibiting hormone (MIH), cyclophilin A (CypA) dan crustacean hyperglycemia hormone (CHH) pada awal : sebelum perendaman dan akhir : 12 hari setelah perendaman hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang (rElGH) dosis 15 mg L-1 media dan tanpa perendaman (kontrol). RNA total diekstraksi dari 50 ekor PL2 (awal) dan 9 ekor PL14 (akhir) dari populasi 3 ulangan. Tingkat ekspresi gen dianalisis menggunakan metode real-time PCR dan dinormalisasi dengan ekspresi gen β-aktin.

0,50 0,06 1,00 9,32 87,19 69,44 0 20 40 60 80 100 0 6 12 18 24 30 Ek sp re si re la tif

Waktu pengamatan (jam)

SIBD CypA MIH CHH

0,50 6,21 1,87 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Awal Akhir Eks pr e si re la ti f 1,00 1,14 0,90 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Awal Akhir 1,04 0,00 0,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Awal Akhir Eks pr e si re la ti f 1,00 3,59 0,65 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Awal Akhir CHH Perendaman rElGH kontrol

Gambar 4 Tingkat ekspresi gen lektin dan profenoloksidase (proPO) perlakuan perendaman rElGH 15 mg L-1 dan kontrol pada hari ke-12. Tingkat ekspresi gen dianalisis menggunakan metode real-time PCR dan dinormalisasi dengan ekspresi gen β-aktin.

Gambar 5 Elektroforegram produk amplifikasi primer spesifik qPCR gen single insulin binding domain (SIBD), cyclophilin A (CypA), molt inhibiting hormone (MIH) dan crustacean hyperglycemia hormone (CHH), lektin, profenoloksidase (proPO), dan β-aktin udang vaname. M : marker DNA (Vivantis Inc, California-USA). Awal, 6, 12, 18, 24, 30, akhir : cDNA pasca larva udang vaname dari pengamatan awal penelitian, jam ke-6, 12, 18, 24, 30, dan akhir penelitian.

PEMBAHASAN

Protein rElGH teridentifikasi dengan analisis SDS-PAGE pada ukuran prediksi 23,02 kDa (Irmawati 2013), membuktikan bahwa protein yang diproduksi adalah hormon pertumbuhan rekombinan ikan kerapu kertang. Sonikasi yang berfungsi untuk melisis dinding sel bakteri sebanyak 12 siklus dan 6 siklus tidak menunjukkan adanya perbedaan, secara visual tidak ada perubahan komposisi dan

47,12 5,90 0 30 60 90 120 150 Eks pr e si re la ti f

123,21 0,02 0 30 60 90 120 150 Perendaman rElGH kontrol lektin proPO

konsentrasi protein yang dihasilkan. Sebaliknya melisis dinding sel bakteri dengan lisozim dan menyimpan rElGH pada suhu -20oC menunjukkan pita DNA pada gel yang lebih tipis dibandingkan dengan sonikasi dan penyimpanan pada suhu -80oC, hal ini mengindikasikan bahwa komposisi dan atau konsentrasi protein berkurang. Dengan demikian sonikasi 6 siklus dengan penyimpanan pada suhu -80oC adalah metode standar yang cukup efektif untuk diterapkan dalam memproduksi rElGH.

Dosis pemberian rGH harus tepat, karena jika kandungan IGF-1 berlebih dapat memberikan umpan balik negatif pada kelenjar untuk tidak mensekresi GH (Moriyama & Kawauchi 2001), dan jika kekurangan maka pertumbuhan kurang optimal. Fenomena ini terlihat pada perlakuan P1 dengan dosis 150 mg L-1 pertumbuhan lebih rendah dibandingkan perlakuan P2 dengan dosis 15 mg L-1. Sementara pada perlakuan dosis yang lebih rendah dari pada perlakuan P2, yakni perlakuan P3: 1,5 mg L-1; P4: dosis 0,15 mg L-1; dan P5: 0,015 mg L-1 pertumbuhan juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P2.

Lama perendaman rElGH sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan khususnya bobot udang. Pada dosis yang sama yaitu 15 mg rElGH L-1, perendaman 3 jam mampu meningkatkan bobot tubuh sebesar 109,9%; panjang tubuh 26,0%; dan biomassa 66,0%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyerapan rGH ke dalam tubuh udang membutuhkan waktu cukup lama yaitu 3 jam untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hal ini besar kemungkinan karena kondisi kulit luar yang keras pada udang, sehingga penyerapannya lambat. Selain itu, efek lebih tinggi pada perlakuan 3 jam menunjukkan bahwa struktur fungsional rElGH dapat bertahan dalam air hingga 3 jam. Organisme yang mempunyai kulit luar keras nampaknya membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama, seperti pada eastern oyster (Virginica crassostrea) yang direndam dengan hormon pertumbuhan rainbow trout yang dapat meningkatkan bobot larva pada dosis 10-7 dan 10-8 M selama 5 jam (Paynter & Chen 1991).

Selain dosis dan lama pemberian rGH, frekuensi perendaman rGH juga mempengaruhi peningkatan pertumbuhan pada udang. Frekuensi perendaman rGH 7 kali telah dilakukan oleh Santiesteban et al. (2010) pada udang vaname PL2 dosis 100 µg rtiGH (kemurnian sekitar 95%) per liter media perendaman setiap 3 hari sekali, dapat meningkatkan pertumbuhan bobot sebesar 42,4% pada pengamatan hari ke-24. Jika disetarakan dengan total protein badan inklusi yang mengandung rGH, dosis rtiGH yang digunakan untuk perendaman adalah 7 mg per liter media. Dengan dosis rGH lebih tinggi yaitu 15 mg L-1 dan lama perendaman 3 jam dengan frekuensi 1 kali, hasilnya lebih tinggi yaitu terjadi peningkatan 62,21% dibandingkan 1 jam (Subaidah et al. 2012), sementara Santiesteban et al. (2010) dengan dosis 7 mg L-1 dan lama perendaman 1 jam, terjadi peningkatan 42,4% setelah 24 hari pemeliharaan. Frekuensi pemberian lebih dari 1 kali dikhawatirkan akan memberikan pengaruh stres pada ikan. Hal ini dibuktikan pada penelitian Syazilli (2012) yang mengaplikasikan dosis 120 mg L-1 rGH ikan gurame (rOgGH) dengan frekuensi sekali pada benih ikan gurame memberikan peningkatan pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan penelitian Irmawati (2012) yang menggunakan 30 mg L-1 rGH ikan mas (rCcGH) dengan frekuensi pemberian 4 kali pada benih ikan gurame.

Peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada perlakuan P2 (dosis rElGH 15 mg L-1) dikuatkan oleh ekspresi gen SIBD yang mulai meningkat pada jam ke-12 pasca perendaman dan mencapai puncaknya pada jam ke-24 dengan level 87,2 serta

menurun pada level 69,44 pada jam ke-30 (Gambar 2). Perlakuan rElGH menstimulasi ekspresi gen SIBD sebesar 3,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 3). Dengan demikian SIBD berperan penting dalam induksi pertumbuhan pasca perlakuan rElGH, dan diduga melibatkan efek tidak langsung seperti halnya pada ikan, yakni melibatkan IGF-1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bolander (2004) bahwa pertumbuhan linier skeleton diperantarai oleh IGF-1, selanjutnya IGF-1 menstimulasi pembelahan mitosis kondrosit dan peleburan sulfat di dalam matriks tulang rawan sehingga terjadi pertumbuhan tulang.

Tangprasittipap et al. (2010) menemukan bahwa CypA mempunyai korelasi yang tinggi dengan bobot tubuh udang P. monodon. Untuk itu dilakukan identifikasi dan pengukuran ekspresi gen CypA dan ternyata bahwa penambahan rElGH tidak menunjukkan adanya aktivitas CypA yang ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3. Hasil identifikasi GH pada krustase belum jelas, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian rGH meningkatkan pertumbuhan secara nyata pada udang (Toullec et al. 1991; Sonnenschein 2001; Santiesteban et al. 2010). Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa kemungkinan gen CypA pada udang vaname tidak berfungsi memacu pertumbuhan, atau kemungkinan lain gen CypA tidak bekerja secara simultan dengan rElGH.

Ekspresi gen MIH tidak menunjukkan aktivitas yang tinggi (Gambar 2). Peningkatan yang terjadi hanya sebesar 1,1 kali pada akhir penelitian, sementara ekspresi pada kontrol menurun (Gambar 3). Ganti kulit memiliki peran penting dalam pertumbuhan, dan ecdysteroid merupakan hormon yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi yang disintesis oleh organ X, sedangkan organ Y mensintesis MIH yang berperan menghambat sintesis ecdysteroid (Claerhout et al. 1996). Pengukuran sesaat pada MIH memang tidak dapat mencerminkan aktivitas pertumbuhan dalam jangka waktu tertentu, karena MIH ini meningkat pada saat akan terjadi ganti kulit. Dengan ekspresi MIH yang rendah dapat dikatakan bahwa penghambatan terhadap ganti kulit dapat dicegah, sehingga ganti kulit akan berjalan efektif dan pertumbuhan lebih cepat meningkat. Namun demikian studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk menjelaskan kaitan rGH, pertumbuhan dan ekspresi MIH pada udang.

Dengan meningkatnya ekspresi gen CHH sebesar 5,5 kali dibandingkan kontrol (Gambar 3) membuktikan bahwa pemberian rElGH menstimulasi pertumbuhan melalui peningkatan metabolisme, karena korelasi CHH dengan pertumbuhan sangat erat yaitu CHH memainkan peranan penting dalam regulasi metabolisme karbohidrat dan proses fisiologis lainnya misalnya osmoregulasi, metabolisme lemak dan ganti kulit (Padhi et al. 2007). Hormon pertumbuhan rekombinan yang masuk ke tubuh udang belum diketahui secara pasti berperan secara langsung atau tidak langsung, tetapi berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pemberian rGH meningkatkan pertumbuhan baik bobot maupun panjang tubuh pasca larva udang vaname.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian rGH mampu meningkatkan imunitas, sehingga kelangsungan hidup meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Castellanos et al. (2008) bahwa protein SIBD dari L. vannamei

yang mempunyai similaritas tinggi dengan IGFBP yang ditemukan pada hemosit, mengandung protein yang berkaitan dengan respons imun.

Lektin dan proPO adalah gen yang berkompeten dalam sistem imun pada udang (Braak 2002). Peningkatan ekspresi kedua gen tersebut diduga dapat

menginduksi sistem kekebalan tubuh udang, sehingga kelangsungan hidup udang menjadi lebih tinggi pada saat ada infeksi penyakit. Hal tersebut telah dibuktikan pada ikan rainbow trout, GH mampu meningkatkan resistensi terhadap infeksi bakteri Vibrio anguillarum (Sakai et al. 1997).

Selanjutnya secara kuantitatif jumlah protein badan inklusi yang dihasilkan sudah cukup tinggi. Badan inklusi sebanyak 4850 mg tersebut dengan dosis 15 mg L-1 yang digunakan untuk merendam 1500 larva, dapat digunakan untuk merendam sekitar 500.000 ekor pasca larva. Dengan penggunaan rElGH ini produksi budidaya diduga akan meningkat dan lebih efisien, karena dari penelitian ini perendaman PL2 dapat meningkatkan pertumbuhan bobot sebesar 37,77%; panjang tubuh 12,75%; kelangsungan hidup 9,45%; dan biomassa 50,73%. Selanjutnya pertumbuhan dapat ditingkatkan lagi untuk bobot sampai 109,9%; panjang tubuh 26,0%; dan biomassa 66,0% jika waktu perendaman 3 jam dan dipelihara sampai 18 hari.

Dengan kondisi tersebut stadia benih udang yang siap ditebar ke tambak dapat dipersingkat pada stadia sebelum PL14 dengan kelangsungan hidup yang lebih tinggi, sehingga produktivitas benih meningkat dan lebih efisien. Sementara itu, perlu kajian lebih lanjut pemeliharaan udang di tambak dengan atau tanpa pemberian rGH, karena jika terjadi peningkatan biomassa di tambak akan sangat

Dokumen terkait