• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2011 sampai Juni 2012.

Perbanyakan Inokulum BCMV

Isolat BCMV asal Cirebon diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak pada tanaman kacang panjang kultivar Parade sesuai petunjuk Djikstra dan De Jager (1998). Kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST) diinokulasi dengan BCMV secara mekanis. Prinsip dari metode ini adalah menularkan virus dengan mengoleskan cairan perasan pada permukaan daun sehingga virus dapat masuk ke dalam sel tanaman. Cairan perasan dibuat dengan cara menggerus daun terinfeksi BCMV dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7.0 yang mengandung merkaptoetanol 1% dengan perbandingan 1:5 (b/v). Daun digerus pada mortar steril. Daun yang akan diinokulasi virus dilukai dengan karborundum 600 mesh. Cairan perasan yang mengandung virus kemudian dioleskan pada permukaan atas daun dengan tangan. Serbuk karborundum yang masih menempel pada daun dibersihkan menggunakan air mengalir.

Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

Lahan yang digunakan berupa lahan kering berukuran 100 m2. Pengolahan lahan dilakukan 60 hari sebelum tanam. Bedengan dibuat dengan panjang 250 cm, lebar 150 cm, dan tinggi 30 cm. Jarak antara bedengan 50 cm. Jumlah bedengan sebanyak 15 bedengan. Pupuk kompos disebar pada alur pertanaman dengan dosis 75 ton/ha. Pemberian pupuk kompos dilakukan satu bulan sebelum tanam.

Benih kacang panjang yang digunakan adalah kultivar Parade yang diperoleh dari toko pertanian Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penanaman dan pemupukan dilakukan sesuai petunjuk Adijaya et al. (2005). Benih ditanam pada

kedalaman 4-5 cm sebanyak 3 benih per lubang dengan jarak tanam 20 x 50 cm. Pupuk anorganik disebar di samping alur pertanaman dengan jarak 5-10 cm dari alur pertanaman. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Pada pemupukan pertama digunakan urea, SP-36, dan KCl masing-masing dengan dosis 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 200 kg/ha. Pada pemupukan kedua digunakan pupuk urea dengan dosis 50 kg/ha. Penjarangan dilakukan pada 2 MST dengan memilih salah satu tanaman kacang panjang yang menunjukkan pertumbuhan yang sehat.

Inokulasi BCMV ke Tanaman

Inokulasi BCMV pada tanaman uji dilakukan secara mekanis yaitu melalui luka halus pada permukaan tanaman. Prinsipnya sama dengan penularan mekanis pada saat perbanyakan inokulum. Inokulasi BCMV pada tanaman dilakukan pada waktu yang berbeda-beda yaitu 1, 2, 3 dan 4 MST. Pada perlakuan kontrol, tidak dilakukan inokulasi pada tanaman uji hingga tanaman panen. Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan masing-masing terdiri atas 20 tanaman.

Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang disiram setiap hari hingga tanaman berumur 2 MST. Penyiraman selanjutnya hanya dilakukan 3 hari sekali. Penyiangan gulma dilakukan pada saat 2 dan 4 MST. Ajir dengan tinggi 2 meter dipasang di samping tanaman pada saat 2 MST. Pemantauan hama dan penyakit tanaman dilakukan setiap hari khususnya untuk hama Aphis craccivora yang merupakan vektor BCMV. Pengendalian A. craccivora secara mekanis dilakukan sejak tanaman berumur 1 MST. Saat tanaman berumur 4 MST pengendalian secara kimiawi dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif imidaklorpid 5% dengan volume cairan semprot 725 l/ha.

Panen pertama kacang panjang dilakukan pada saat tanaman berumur 8 MST. Panen dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval panen 1 kali seminggu. Setelah panen, bobot polong ditimbang. Selanjutnya, polong kacang panjang

dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Benih kacang panjang kemudian dikelompokkan berdasarkan perlakuan.

Deteksi BCMV dari Tanaman dan Benih

Deteksi BCMV dari lapangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan titer virus untuk masing-masing perlakuan. Daun diambil pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Daun diambil menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml untuk keseragaman sampel uji (bobot daun 1 tutup eppendorf = 0.01 g). Setiap ulangan dari masing-masing perlakuan (inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST) dikompositkan sehingga terdapat 12 sampel komposit (SK) (tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan, 1 komposit mewakili 1 ulangan).

Sebanyak 100 benih kacang panjang hasil inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda ditanam untuk mengetahui persentase BCMV terbawa benih. Benih ditanam pada media tanah dalam nampan persemaian. Jumlah benih yang ditanam sebanyak 100 benih dari masing-masing perlakuan inokulasi. Daun kacang panjang diambil saat tanaman berumur lebih dari 3 MST. Daun diambil dengan menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml. Tiap 5 sampel daun dari 5 tanaman uji dibuat menjadi 1 SK sehingga total SK berjumlah 20 untuk setiap perlakuan. Sampel tanaman dan sampel asal benih kemudian dideteksi secara serologi menggunakan antiserum BCMV dengan metode indirect ELISA sesuai dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum (Agdia). SK benih yang positif kemudian dideteksi lanjut secara individu untuk mengetahui persentase BCMV terbawa benih.

Cairan perasan tanaman (antigen) disiapkan dengan menggerus daun yang

diberi bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO3, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3, 20 g polivinilpirrolidon (PVP) yang dilarutkan dalam 1 L air steril, pH 9.6]

dengan perbandingan 1:100 (b/v). Daun digerus pada plastik bening ukuran 15 x 10 cm. Sebanyak 100 μl cairan perasan diisi ke dalam sumuran ELISA. Plat ELISA diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci sebanyak 4-8 kali dengan phosphate buffer saline Tween-20 (PBST) [8 g NaCl, 2 g KH2PO4, 1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KCl 0.5 ml, Tween 20 yang dilarutkan dalam 1 L air steril, pH 7.4]. Tiap sumuran ELISA diisi dengan 100 μl antiserum BCMV (1:200)

dalam bufer ECI [2 g bovine serum albumin, 20 g PVP, 0.2 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 liter air steril, pH 7.4]. Setelah itu, plat diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 ºC, kemudian plat dicuci 4-8 kali dengan PBST.

Antiserum RaM-AP (rabbit anti mouse yang telah dilabel enzim alkaline phosphatase) (antiserum kedua) kemudian dimasukkan pada sumuran sebanyak 100 μl setelah dilakukan pengenceran menggunakan bufer ECI (1:200) dan diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 37 ºC. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak 4-8 kali. Setelah plat dicuci, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat

p-nitrofenilfosfat (PNP). Setiap 1 tablet PNP (5 mg) dilarutkan dalam 5 ml bufer PNP [97 ml dietanolamin, 0.2 g NaN3, 0.1 g MgCl2, dilarutkan dengan air steril hingga volume larutan 1 L, pH 9.8] dan diinkubasi pada suhu ruang hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hasil ELISA dibaca secara kuantitatif dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 1.5 kali lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif (tanaman sehat).

Peubah Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi periode inkubasi, tipe gejala, kejadian penyakit, keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa benih, tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, dan bobot produksi. Periode inkubasi virus dihitung sejak virus diinokulasi hingga menunjukkan gejala pada tanaman. Kejadian penyakit pada tanaman ditentukan dengan menghitung jumlah tanaman sakit dan membandingkan jumlah tanaman uji yang digunakan. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 1998):

Keparahan penyakit dihitung setiap minggu dengan mengukur skor penyakit pada masing-masing tanaman uji. Kategori skor yang digunakan (Gambar 1) yaitu:

Jumlah tanaman terinfeksi

KP = X 100%

0 : tidak bergejala 1 : gejala mosaik ringan 2 : gejala mosaik sedang 3 : gejala mosaik berat

4 : gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

Gambar 1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0, (b) skor 1, (c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4.

Nilai skor yang diukur dikonversi dalam nilai keparahan penyakit (disease severity) berdasarkan rumus Townsend dan Heüberger (1974 dalam Agrios 2005):

I = keparahan penyakit

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i vi = nilai skor penyakit

N= jumlah tanaman yang diamati V= skor tertinggi

Persentase BCMV terbawa benih diperoleh dari individu benih yang positif BCMV hasil deteksi serologi indirect ELISA. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan 2 minggu sekali hingga tanaman berumur 6 MST. Tinggi tanaman diukur mulai dari dari pangkal

∑ (ni x vi)

I = x 100%

N x V

Jumlah benih positif BCMV

Persentase BCMV terbawa benih = x 100%

Jumlah benih uji

a b c d e

batang hingga titik tumbuh. Masa berbunga tanaman ditentukan dengan mencatat waktu munculnya bunga pertama pada tiap tanaman.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok. Perlakuan yang diuji ada 5 yaitu 1, 2, 3, 4 MST, dan kontrol. Masing-masing perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas 20 tanaman. Data periode inkubasi, kejadian penyakit, keparahan penyakit, tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, dan produksi polong kacang panjang dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program SAS for windows versi 9.0. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum Pertanaman

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (2012), temperatur dan kelembaban udara rata-rata saat penelitian dilakukan adalah 25.6 oC dan 85% dengan rata-rata curah hujan adalah 308.3 mm/bulan. Temperatur dan kelembaban udara tersebut sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang, namun curah hujan kurang sesuai. Batas maksimal curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang 166.67 ml/bulan (Haryanto et al. 2007).

Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV

Periode inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan virus sejak virus masuk ke tanaman hingga gejala pada tanaman teramati. Semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat (Tabel 1). Tanaman kacang panjang yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki periode inkubasi yang lebih cepat (8-9 HST) dibandingkan dengan perlakuan lain. Periode inkubasi BCMV pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 MST tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 dan 4 MST, namun periode inkubasi cenderung semakin lama dengan semakin tuanya umur tanaman yang diinokulasi.

Tipe gejala akibat infeksi BCMV berbeda berdasarkan waktu inokulasi (Tabel 1). Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST menunjukkan gejala mosaik ringan (2a) sampai mosaik berat dan penebalan pada tulang daun (vein banding) (Gambar 2b), malformasi daun, tepi daun melengkung ke bawah (Gambar 2c), sebagian daun menguning pada saat tanaman memasuki fase pembungaan (Gambar 2d), dan tanaman kerdil. Tanaman dengan gejala daun menguning juga akan menghasilkan polong dengan gejala mosaik dan malformasi polong (Gambar 2e). Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST hampir sama dengan 1 MST, namun pada tanaman yang dinokulasi

BCMV umur 2 MST tidak ditemukan adanya tanaman kerdil. Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 dan 4 MST berupa mosaik ringan dan sebagian tanaman menunjukkan mosaik berat. Mosaik ringan terlihat pada awal munculnya gejala sedangkan mosaik berat terlihat setelah 5-10 hari periode inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda tanaman saat terinfeksi virus, kepekaan tanaman terhadap infeksi BCMV semakin tinggi.

Tabel 1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap periode inkubasi dan tipe gejala

Waktu inokulasi (MST) Periode inkubasi (HSI a) b Tipe gejalac

1 8.22 ± 0.20c MsR, MsB, MF, Kng, Kd

2 13.75 ± 2.08b MsR, MsB, MF, Kng

3 15.12 ± 3.42ab MsR, MsB

4 17.38 ± 2.33a MsR, MsB

Kontrol - Tidak ada gejala

a

HSI = hari setelah inokulasi.

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

c

MsR = mosaik ringan, MsB = mosaik berat, MF = malformasi, Kng = kuning, Kd = kerdil.

Gambar 2 Gejala BCMV. (a) Mosaik ringan, (b) mosaik berat, (c) malformasi daun, (d) daun menguning, (e) mosaik dan malformasi polong.

Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV

Inokulasi BCMV pada umur tanaman 1-4 MST menunjukkan kejadian penyakit sebesar 100% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyakit BCMV di lapangan. Berdasarkan data keparahan penyakit dapat diketahui bahwa semakin muda tanaman diinokulasi BCMV, keparahan penyakit tanaman cenderung semakin tinggi (Tabel 1). Tanaman

b c d e

kacang panjang yang diinokulasi umur 1 MST menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang sangat tinggi yaitu mencapai 94.6% dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Nilai absorbansi ELISA (NAE) merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman. NAE dari setiap perlakuan (1, 2, 3, dan 4 MST) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan inokulasi (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan

Waktu inokulasi (MST)a Kejadian penyakit (%)b Keparahan penyakit (%)b NAE b Keterangan 1 100 ± 0a 94.6 ± 1.9a 0.98 ± 0.01a + 2 100 ± 0a 83.8 ± 4.3b 1.00 ± 0.09a + 3 100 ± 0a 87.1 ± 8.0ab 1.09 ± 0.26a + 4 100 ± 0a 69.6 ± 6.4c 1.01 ± 0.01a + Kontrol 0 ± 0b 0.00 ± 0.0d 0.11 ± 0.03b - a

MST = minggu setelah tanam.

b Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

BCMV Terbawa Benih

Deteksi virus secara serologi pada tanaman hasil growing on test menunjukkan bahwa masing-masing benih hasil perlakuan positif terdeteksi BCMV namun dengan persentase terbawa benih yang bervariasi. Persentase BCMV terbawa benih komposit perlakuan inokulasi umur 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 30% (6/20), 90% (18/20), 45% (9/20), dan 45% (9/20) (Gambar 3).

Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dalam SK berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus

Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, BCMV yang terbawa benih perlakuan inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 7%, 66%, 39%, dan 24% (Gambar 4). Dari data ini diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus 30 90 45 45 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 B C MV dal am SK ( % ) Waktu inokulasi (MST) 7 66 36 24 0 20 40 60 80 1 2 3 4 B C MV t er bawa beni h (% ) Waktu inokulasi (MST)

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kacang Panjang

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Pertumbuhan vegetatif yang terhambat adalah jumlah daun dan tinggi tanaman. Pertumbuhan generatif yang terhambat adalah masa berbunga dan produksi kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman pada saat diinokulasi BCMV, pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman semakin terhambat.

Jumlah daun. Jumlah daun pada pengamatan 2 MST memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan inokulasi namun jumlah daun mendekati angka 2 untuk semua perlakuan sehingga dapat dikatakan belum terdapat penghambatan pembentukan daun akibat infeksi virus (Lampiran 9). Penghambatan pembentukan daun terlihat jelas saat tanaman berumur 6 MST. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

Gambar 5

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap jumlah daun ab b ab ab a a a a a a b ab a ab a 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 Kontrol Jum lah daun Waktu inokulasi (MST) Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6

Tinggi tanaman. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dapat memengaruhi tinggi tanaman kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman terinfeksi BCMV semakin terhambat tinggi tanaman. Efek infeksi BCMV terhadap tinggi tanaman telah terlihat pada saat tanaman berumur 4 MST khususnya pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 6). Penghambatan tinggi tanaman akibat infeksi virus pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST berbeda nyata baik itu pada pengamatan 4 MST maupun 6 MST.

Gambar 6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap tinggi tanaman

Masa berbunga. Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV memiliki masa berbunga yang lebih lambat dibandingkan dengan tanaman sehat. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, masa berbunga juga cenderung semakin lambat. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 dan 2 MST memiliki masa berbunga masing-masing 46 dan 45 HST; lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan lain dan berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7).

a a a a a b ab ab a a b a a a a 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 Kontrol T ing g i t ana m an (c m ) Waktu inokulasi (MST) Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6

Gambar 7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap masa berbunga

Produksi. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda juga memengaruhi produksi polong kacang panjang. Semakin muda tanaman saat diinokulasi BCMV, produksi polong per ha juga semakin rendah (Tabel 3). Di antara umur tanaman yang berbeda saat terinfeksi BCMV, penurunan produksi yang nyata terjadi saat tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV pada umur 1 MST yaitu sebesar 44.9%. Produksi polong pada tanaman yang diinfeksi BCMV pada umur 2-4 MST cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata secara statistik.

Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap produksi dan penurunan produksi kacang panjang

Waktu inokulasi (MST)a Produksi (ton ha-1)b Penurunan produksi (%)

1 5.490 ± 0.325b 44.9 2 8.154 ± 1.628a 18.1 3 8.839 ± 1.538a 11.3 4 9.395 ± 1.677a 5.7 Kontrol 9.965 ± 0.853a - a

MST = minggu setelah tanam

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

a a ab ab b 40 41 42 43 44 45 46 47 1 2 3 4 Kontrol Masa be rbung a (H S T) Waktu inokulasi (MST)

Pembahasan

BCMV merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi periode inkubasi virus. Secara umum, semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi virus semakin cepat. Periode inkubasi erat kaitannya dengan kemampuan virus menyebar dari tempat inokulasi ke bagian tanaman lainnya dan kemudian menunjukkan gejala. Virus mampu menyebar ke bagian tanaman yang masih muda dengan cepat karena tanaman muda belum memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Agrios 2005).

Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, perbedaan lama periode inkubasi virus dapat pula dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, faktor lingkungan, sifat virus, dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus (Walkey 1991; Susetio 2011).

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak memengaruhi kejadian penyakit (100%) dan titer virus (Tabel 2). Menurut Susetio (2011), kultivar Parade merupakan kultivar yang sangat rentan terhadap infeksi BCMV. Oleh karena itu, perbedaan umur tanaman saat terinfeksi BCMV bukan faktor yang memengaruhi tingkat kejadian penyakit dan titer virus di lapangan. Faktor yang lebih berperan dalam memengaruhi hal di atas kemungkinan adalah faktor kerentanan tanaman secara genetik. Curah hujan yang tinggi saat penelitian juga kemungkinan mendukung tingginya kejadian penyakit BCMV di lapangan. Khan et al. (2011) melaporkan bahwa kejadian penyakit Cucumber mosaic virus (CMV) pada tanaman mentimun yang ditanam di lapangan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan.

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi tingkat keparahan penyakit. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, tingkat keparahan penyakit cenderung semakin tinggi. Gejala akibat infeksi BCMV yang paling parah adalah gejala mosaik dan vein banding. Munculnya gejala mosaik disebabkan adanya area yang terinfeksi dan tidak terinfeksi virus. Area yang terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat karena hilangnya atau berkurangnya produksi klorofil (Walkey 1991). Infeksi Bean yellow mosaic

potyvirus (BYMV) pada tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris, Fabaceae) dapat menyebabkan penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid, karbohidrat, protein, dan asam amino. Persentase penurunan kandungan tanaman tersebut di atas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman (Hemida 2005). Infeksi BCMV pada umur tanaman yang lebih muda dapat menyebabkan penurunan klorofil tanaman lebih awal dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasi pada tanaman yang lebih tua. Pengurangan klorofil yang lebih awal dapat menyebabkan gejala mosaik yang muncul pada tanaman lebih parah sehingga meningkatkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman. Keparahan yang lebih tinggi pada tanaman muda kemungkinan juga diperberat karena tanaman belum memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Hull 2002).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV pada umur yang lebih tua (4 MST) menunjukkan keparahan penyakit yang lebih rendah (69.6%) dibandingkan dengan inokulasi pada umur tanaman yang lebih muda (Tabel 2). Infeksi BCMV pada tanaman yang lebih tua mengekspresikan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan tanaman muda walaupun titer virus tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang lebih tua lebih tahan terhadap infeksi virus (walaupun terinfeksi virus, ekspresi gejala lebih ringan).

Secara umum, umur tanaman saat terinfeksi BCMV memengaruhi persentase BCMV terbawa benih. Tanaman buncis kultivar Dubbele Witte yang diinfeksi BCMV pada umur 10, 20, dan 30 HST menyebabkan BCMV terbawa benih masing-masing sebesar 41.8%, 2.8%, dan 0.1% (Morales dan Castano 1987). Pada kasus BCMV kacang panjang dalam penelitian ini, persentase BCMV terbawa benih tertinggi diperoleh pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST, bukan pada umur 1 MST, kemudian menurun hingga 4 MST. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi virus yang sama pada tanaman yang berbeda menyebabkan perbedaan masa rentan tanaman terinfeksi virus dan efisiensi terbawa benih. Persentase BCMV terbawa benih pada tanaman kacang panjang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kacang buncis.

Rendahnya BCMV terbawa benih pada tanaman yang diinokulasi 1 MST dibandingkan dengan 2 MST dapat disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat terhambat pada tanaman yang diinokulasi umur 1 MST hingga menyebabkan rendahnya produksi polong akibat masa berbunga yang lebih terlambat dibandingkan tanaman sehat. Penghambatan pembentukan polong dapat berakibat pada penghambatan pembentukan benih kacang panjang. Pembentukan benih yang terhambat menandakan proses pengangkutan nutrisi tanaman ke benih terhambat yang berarti pengangkutan virus ke benih juga terhambat.

Persentase BCMV terbawa benih yang tinggi pada tanaman yang diinokulasi umur 2 MST (66%) menunjukkan bahwa tanaman sangat rentan pada umur 2 MST yang berimplikasi pada tingginya persentase BCMV terbawa benih. Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, tingkat infeksi virus terbawa benih juga sangat dipengaruhi oleh kultivar tanaman. Menurut Mahar (2012), kacang panjang kultivar Parade merupakan kultivar yang rentan membawa BCMV dengan persentase virus terbawa benih komersial mencapai 73%.

Untuk mendapatkan benih yang bebas virus, pencegahan infeksi virus harus dilakukan sejak tanam hingga tanaman memasuki fase berbunga. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa benih yang dihasilkan dari tanaman yang diinokulasi umur 4 MST masih membawa BCMV dengan persentase yang cukup tinggi yaitu 24% (Gambar 4). Pada umur 4 MST, tanaman masih berada dalam fase vegetatif sehingga masih memungkinkan virus mencapai bagian bunga ketika tanaman memasuki fase generatif.

Penularan virus pada benih dapat terjadi umumnya ketika tanaman inang terinfeksi secara sistemik sebelum masa berbunga. Virus mampu menginfeksi serbuk sari ataupun sel telur, bertahan pada gamet, dan akan berkembang seiring

Dokumen terkait