• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI

Bean common mosaic virus

TERBAWA BENIH

KACANG PANJANG

HAMDAYANTY

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

HAMDAYANTY. Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Pada tahun 2008 terjadi ledakan mosaik kuning kacang panjang di Pulau Jawa. Salah satu penyebabnya adalah Bean common mosaic virus (BCMV). Tingginya intensitas mosaik kuning di lapangan sampai saat ini salah satunya diduga karena tingginya intensitas BCMV terbawa benih yang digunakan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara infeksi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dan efisiensi BCMV terbawa benih serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Tanaman kacang panjang kultivar Parade diinokulasi BCMV secara mekanis pada umur 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah tanam (MST). Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 20 tanaman. Peubah yang diamati adalah periode inkubasi, tipe gejala, kejadian dan keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa benih, jumlah daun, tinggi tanaman, masa berbunga, dan produksi. Virus dideteksi secara serologi dengan metode indirect ELISA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat, gejala penyakit semakin parah (keparahan tinggi), pertumbuhan tanaman semakin terhambat, masa berbunga semakin lambat, dan produksi polong semakin rendah. Infeksi BCMV pada tanaman umur 1 MST menyebabkan penurunan produksi kacang panjang hingga 44.9% dan penghambatan pertumbuhan tanaman secara nyata dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lainnya. Keparahan penyakit tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 94.6%, 83.8%, 81.1%, dan 69.6%. Infeksi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit dan titer virus. Hal ini menunjukkan bahwa umur tanaman bukan merupakan faktor penentu kejadian penyakit dan titer virus. Deteksi serologi terhadap 100 benih dari tiap perlakuan inokulasi menunjukkan persentase BCMV terbawa benih masing-masing sebesar 7%, 66%, 39%, dan 24% pada umur inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST. Infeksi BCMV pada tanaman umur 2 MST merupakan masa kritis tanaman menghasilkan benih yang membawa BCMV.

(3)

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI

Bean common mosaic virus

TERBAWA BENIH

KACANG PANJANG

HAMDAYANTY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi :

Nama Mahasiswa : Hamdayanty NIM : A34080022

Disetujui,

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. NIP 19681017 199302 2 001

Diketahui,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus:

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maros sebagai anak ketiga dari 3 bersaudara, pada tanggal 28 Oktober 1990 dari pasangan Bapak M. Yusuf dan Ibu Wahida.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 3 Maros pada tahun 1996-2002 kemudian melanjutkan studi di SMPN 2 Maros pada tahun 1996-2002-2005. Penulis kemudian melanjutkan studi di SMAN 1 Maros pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang”. Tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu (M. Yusuf dan Wahida), dan kakak-kakakku yang selalu memotivasi dan mendoakan kelancaran studi dan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah membimbing dengan sabar sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan tugas akhir serta memberikan dukungan moral selama menempuh perkuliahan di Departemen Proteksi Tanaman.

3. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen penguji tamu yang banyak memberikan motivasi dan saran perbaikan dalam penulisan tugas akhir. 4. Bapak Edi Supardi dan Saudari Tuti Legiastuti yang memberikan pengarahan

dalam melaksanakan penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan.

5. Seluruh anggota Laboratorium Virologi Tumbuhan 2011-2012 yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Teman-teman dari Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 45,

yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan, dan masukan dalam penulisan dan penyusunan tugas akhir ini.

7. Badan Usaha Milik Negara yang telah memberikan beasiswa pendidikan (tahun 2010-2012) dan beasiswa penelitian kepada penulis.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat meskipun masih terdapat kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk perbaikan skripsi ini.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Kacang Panjang ... 4

Bean common mosaic virus (BCMV) ... 4

Mekanisme Penularan Virus Lewat Biji ... 6

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Virus ... 7

Enzyme Linked Immunosorbent Assays (ELISA) ... 8

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Perbanyakan Inokulum BCMV ... 9

Persiapan Lahan dan Tanaman Uji ... 9

Inokulasi BCMV ke Tanaman ... 10

Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan Kacang Panjang ... 10

Deteksi BCMV dari Tanaman dan Benih ... 11

Peubah Pengamatan ... 12

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Hasil ... 15

Kondisi Umum Pertanaman ... 15

Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV... 15

Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV... 16

BCMV Terbawa Benih... 17

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kacang Panjang ... 19

Pembahasan ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda

terhadap periode inkubasi dan tipe gejala ... 16 2 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda

terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan ... 17 3 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual ... 13 2 Gejala BCMV ... 16 3 Persentase BCMV terbawa benih dalam sampel komposit berdasarkan

umur tanaman saat terinfeksi virus ... 18 4 Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat

terinfeksi virus ... 18 5 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap

jumlah daun ... 19 6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap

tinggi tanaman ... 20 7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 1 MST 33

2 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 2 MST 34

3 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 3 MST 35

4 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 4 MST 36

5 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi umur 1 MST ... 37

6 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 2 MST ... 38

7 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 3 MST ... 39

8 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 4 MST ... 40

9 Rata-rata jumlah daun tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan 6 MST ... 41

10 Rata-rata tinggi tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan 6 MST 41

11 Rata-rata masa berbunga tanaman kacang panjang berdasarkan inokulasi pada umur tanaman berbeda ... 41

12 Hasil analisis ragam periode inkubasi pada taraf α = 5% ... 42

13 Hasil analisis ragam kejadian penyakit BCMV pada taraf α = 5% ... 42

14 Hasil analisis ragam keparahan penyakit BCMV pada taraf α = 5% .. 42

15 Hasil analisis ragam NAE tanaman lapangan pada taraf α = 5%... 42

16 Hasil analisis ragam jumlah daun 2 MST pada taraf α = 5% ... 43

17 Hasil analisis ragam jumlah daun 4 MST pada taraf α = 5% ... 43

18 Hasil analisis ragam jumlah daun 6 MST pada taraf α = 5% ... 43

19 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 2 MST pada taraf α = 5% ... 43

20 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 4 MST pada taraf α = 5% ... 44

21 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 6 MST pada taraf α = 5% ... 44

22 Hasil analisis ragam masa berbunga tanaman kacang panjang pada taraf α = 5%... 44

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang merupakan jenis sayuran penting di Indonesia. Salah satu manfaat kacang panjang adalah sebagai sumber protein nabati. Dalam upaya peningkatan gizi masyarakat, kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A dan vitamin C terutama pada polong muda. Selain sebagai sumber gizi, tanaman ini juga dapat menyuburkan tanah karena Rhizobium pada akarnya dapat membantu tanaman mengikat nitrogen. Kacang panjang juga dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau dan tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi (Haryanto et al. 2007).

Produksi kacang panjang Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi pada tahun 2009 mencapai 483.793 ton dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 489.449 ton. Pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 456.254 ton (BPS 2012). Terjadinya fluktuasi produksi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penyakit tanaman khususnya dari golongan virus. Udayashankar et al. (2010) menyatakan bahwa penyakit virus memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan produksi kacang panjang terutama di daerah Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Penyakit virus yang menyerang kacang panjang mencapai 20 jenis dan sebagian besar bersifat terbawa benih, salah satunya adalah Bean common mosaic virus (BCMV).

(12)

Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning akibat serangan BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kejadian penyakit BCMV di lapangan dapat mencapai 80%-100% (Damayanti et al. 2009). Tingginya kejadian BCMV di lapangan diduga difasilitasi oleh

tingginya BCMV terbawa benih yang digunakan seperti yang telah dilaporkan oleh Mahar (2012) pada beberapa kultivar kacang panjang komersial. Efisiensi BCMV terbawa benih kemungkinan besar terkait erat dengan umur tanaman saat terinfeksi virus. Tanaman yang terinfeksi virus pada umur tanaman yang berbeda akan menunjukkan respons yang berbeda. Semakin muda tanaman diinfeksi virus, kejadian penyakit semakin tinggi dan periode inkubasi menjadi lebih singkat (Tualeka 2004; Leonita 2008). Belum banyak informasi terkait efisiensi BCMV terbawa benih di Indonesia, padahal sampai saat ini kejadian penyakit mosaik kacang panjang akibat infeksi BCMV masih tinggi di lapangan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait hubungan antara umur tanaman saat terinfeksi BCMV dan efisiensinya terbawa benih serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sebagai informasi dasar yang diperlukan dalam penentuan strategi pengendalian yang tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara infeksi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dan efisiensi BCMV terbawa benih serta

pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang.

Manfaat Penelitian

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Panjang

Kacang panjang (Vigna sinensis L.) adalah tanaman sayuran yang sudah lama ditanam di Indonesia. Sumber genetik tanaman kacang panjang diduga berasal dari India, Cina, dan Afrika (Abissinia dan Etiopia). Daerah yang menjadi sentra tanaman kacang panjang di Indonesia masih didominasi di Pulau Jawa terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tanaman kacang panjang memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuh (Rukmana 1995).

Kacang panjang termasuk dalam kelas Angiospermae, ordo Rosales, famili Papilionaceae/Leguminosae/Fabaceae, genus Vigna, dan spesies Vigna sinensis (L) Savi ex Hassk. Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim yang tumbuh merambat dengan daun majemuk, tersusun atas 3 helai. Batangnya liat dan sedikit berbulu. Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen bebas. Hal ini bermanfaat untuk menyuburkan tanah (Haryanto et al. 2007).

Kacang panjang dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian 0-1500 m dari permukaan laut. Temperatur harian yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah sekitar 18-32 oC dengan suhu optimum 25 oC. Kacang panjang dapat ditanam sepanjang musim baik musim kemarau maupun musim penghujan. Waktu bertanam kacang panjang yang baik adalah pada awal atau akhir musim hujan. Tanaman kacang panjang membutuhkan curah hujan sekitar 600-2000 mm/tahun. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari. Produksi polong kacang panjang akan menurun apabila tanaman ternaungi (Haryanto et al. 2007)

Bean common mosaic virus (BCMV)

(14)

dengan panjang 750 nm dan lebar 14 nm. Badan inklusi Potyvirus berbentuk cakra atau beberapa bentuk yang lain (Regenmortel et al. 2004).

BCMV diketahui menginfeksi pertanaman kacang-kacangan di seluruh dunia khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Murayama et al. 1998; Udayashankar et al. 2010). BCMV di Asia terdapat di antaranya di China, Jepang, Korea, India, dan Indonesia dengan tingkat serangan yang berbeda-beda. BCMV di Afrika terdapat di Uganda, Malawi, Rwanda, Kenya, Tanzania, Burundi, dan Etiopia (Spence dan Walkey 1995). Serangan BCMV yang cukup luas ini berpotensi tersebar melalui kegiatan perdagangan komoditas kacang-kacangan antarnegara.

Tipe gejala penyakit yang muncul pada pertanaman bergantung pada strain BCMV, temperatur, dan genotipe inang (Udayashankar et al. 2010). Gejala pertama kali terlihat pada daun-daun muda berupa pemucatan tulang daun yang mengakibatkan jaringan sekitarnya menjadi hijau muda, kemudian berkembang menjadi mosaik dengan pola warna hijau dan kuning disertai malformasi. Setelah itu, tulang daun akan mengerut sehingga daun terlihat bergelombang dan permukaan daun menjadi tidak rata. Gejala lanjut akan menunjukkan lepuhan-lepuhan sehingga bentuk daun tidak teratur (pengurangan ukuran lamina daun), layu dan akhirnya gugur (Setyastuti 2008). Menurut Mukeshimana et al. (2003), tanaman yang terserang BCMV memiliki daun yang menggulung, keriting, tanaman menjadi kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat. Polong kacang panjang yang terserang BCMV menunjukkan gejala mosaik dan malformasi polong (Sutic et al. 1999)

(15)

tersebar secara acak di lapangan. Kecambah yang terinfeksi menjadi sumber infeksi utama (primary source of infection) yang selanjutnya disebarluaskan oleh kutudaun yang ada di lapangan (Udayashankar et al. 2010).

Spesies kutudaun yang dapat menjadi vektor BCMV antara lain Aphis fabae Scopoli dan Myzus persicae (Sulzer) (Morales 1987). Morales dan Boss (1988) melaporkan bahwa A. gossypii Glover, A. craccivora Koch, A. medicaginis Koch, A. rumicis Linnaeus., Hyalopterus atriplicis Linnaeus, Macrosiphon ambrosiae (Thomas), M. pisi (Kaltenbach) dan M. solanifolii Ashmead dapat menjadi vektor BCMV. Diuraphis noxia (Mordvilko), Metopolophium dirhodum (Walker), Rhopalosiphum padi (Linnaeus), Schizaphis graminum (Rondani), dan Sitobium avenae Fabricius dilaporkan juga dapat menjadi vektor BCMV (Halbert et al.

1994). Vektor BCMV yang paling penting pada tanaman kacang panjang adalah A. craccivora karena A. craccivora merupakan hama utama pada tanaman kacang

panjang di Indonesia. BCMV ditularkan kutudaun ke tanaman secara nonpersisten. Penularan virus tipe ini menunjukkan bahwa virus dalam vektor hanya terdapat di alat mulut dan tidak dapat memperbanyak diri dalam vektor (Hull 2002).

Penularan virus secara mekanis dapat dilakukan dengan cara mengoleskan cairan perasan tanaman sakit pada permukaan daun. Efisiensi penularan dapat dilakukan dengan penaburan karborundum pada permukaan daun. Karborundum dapat menyebabkan abrasi saat cairan perasan tanaman dioleskan pada permukaan daun tanaman (Walkey 1991).

Mekanisme Penularan Virus Lewat Biji

(16)

(Hull 2002). Untuk beberapa virus yang sangat stabil, seperti Tobaco mosaic virus dan Cucumber green mottle mosaic virus, dapat menular walaupun berada pada kulit biji (Agarwal dan Sinclair 1997).

Penularan BCMV pada benih terjadi akibat infeksi virus pada embrio benih baik itu melalui tanaman induk maupun melalui serbuk sari yang terinfeksi. BCMV tidak terbawa pada kulit biji (Sutic et al. 1999). Menurut Morales dan Bos (1988), BCMV mampu mempertahankan infektivitasnya dalam biji selama 30 tahun.

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Virus

Pencegahan dan pengendalian BCMV pada tanaman kacang panjang penting dilakukan agar kejadian penyakit tidak menyebar secara luas di lapangan. Penggunaan benih kacang panjang yang sehat merupakan salah satu cara untuk mengurangi sumber infeksi di lapangan. Hal ini disebabkan BCMV merupakan virus terbawa benih yang memiliki potensi terbawa benih yang cukup tinggi. Pengendalian serangga vektor BCMV penting dilakukan untuk mengurangi tersebarnya penyakit di lapangan. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida kimia khususnya vektor yang masih terdapat pada inang liar sebelum tanam karena penularan virus melalui vektor bersifat nonpersisten (Sutic et al. 1999).

Tindakan pengendalian infeksi BCMV dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa ekstrak tanaman. Kejadian penyakit BCMV strain Blackeye cowpea mosaic (BCMV-BlC) pada tanaman buncis berkurang sebesar

7% pada kondisi rumah kaca dan 40% pada kondisi lapangan dengan perlakuan benih menggunakan ekstrak Boerhaavia diffusa. Aplikasi semprot ekstrak B. diffusa dan Bougainvillea spectabilis dapat mengurangi kejadian penyakit 13%

dan 12% pada kondisi rumah kaca sedangkan B. diffusa dan Clerodendrum inerme mengurangi kejadian penyakit sampai dengan 31% dan 32% pada kondisi

lapangan (Prasad et al. 2007). BCMV dilaporkan dapat ditekan dengan menggunakan ekstrak bunga Clerodendrum japonicum (bunga pagoda), Chenopodium amaranticolor, Mirabilis jalapa (bunga pukul empat) dan

(17)

pukul empat mampu menghambat infeksi virus hingga 90% (Kurnianingsih 2010). Penyemprotan kitosan pada daun mampu menghambat BCMV dan menekan kejadian penyakit masing-masing sebesar 84.8% dan 62.1% (Haryanto 2010).

Enzyme Linked Immunosorbent Assays (ELISA)

Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan salah satu teknik

deteksi serologi yang saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi virus dan patogen tanaman lainnya (Agrios 2005). Prinsip dari teknik ini adalah terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang teradsorpsi ke sumur plat mikrotiter yang terbuat dari bahan polistirena (Djikstra dan De Jager 1998).

Pada umumnya ELISA dapat dibagi menjadi 2 yaitu direct double antibody sandwich ELISA (DAS-ELISA) dan indirect ELISA (I-ELISA). Perbedaan utama

DAS ELISA dan I-ELISA terletak pada urutan peletakan antigen (sampel virus). Pada metode DAS-ELISA, antigen diletakkan setelah antibodi primer. Antibodi sekunder diletakkan setelah antigen. DAS-ELISA memerlukan antibodi sekunder yang spesifik untuk antigen yang dideteksi. Pada metode I-ELISA, antigen diletakkan terlebih dahulu kemudian antibodi primer. Antibodi sekunder diletakkan setelah antibodi primer. Hasil deteksi dikatakan positif apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning pada sumuran plat mikrotiter setelah pemberian enzim substrat. DAS-ELISA sangat dianjurkan untuk deteksi virus skala besar, namun penggunaannya dalam program indexing memiliki masalah karena spesifikasinya yang tinggi. Oleh karena itu dianjurkan menggunakan I-ELISA karena hubungan serologi antara virus lebih stabil (Djikstra dan De Jager 1998).

(18)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2011 sampai Juni 2012.

Perbanyakan Inokulum BCMV

Isolat BCMV asal Cirebon diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak pada tanaman kacang panjang kultivar Parade sesuai petunjuk Djikstra dan De Jager (1998). Kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST) diinokulasi dengan BCMV secara mekanis. Prinsip dari metode ini adalah menularkan virus dengan mengoleskan cairan perasan pada permukaan daun sehingga virus dapat masuk ke dalam sel tanaman. Cairan perasan dibuat dengan cara menggerus daun terinfeksi BCMV dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7.0 yang mengandung merkaptoetanol 1% dengan perbandingan 1:5 (b/v). Daun digerus pada mortar steril. Daun yang akan diinokulasi virus dilukai dengan karborundum 600 mesh. Cairan perasan yang mengandung virus kemudian dioleskan pada permukaan atas daun dengan tangan. Serbuk karborundum yang masih menempel pada daun dibersihkan menggunakan air mengalir.

Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

Lahan yang digunakan berupa lahan kering berukuran 100 m2. Pengolahan lahan dilakukan 60 hari sebelum tanam. Bedengan dibuat dengan panjang 250 cm, lebar 150 cm, dan tinggi 30 cm. Jarak antara bedengan 50 cm. Jumlah bedengan sebanyak 15 bedengan. Pupuk kompos disebar pada alur pertanaman dengan dosis 75 ton/ha. Pemberian pupuk kompos dilakukan satu bulan sebelum tanam.

(19)

kedalaman 4-5 cm sebanyak 3 benih per lubang dengan jarak tanam 20 x 50 cm. Pupuk anorganik disebar di samping alur pertanaman dengan jarak 5-10 cm dari alur pertanaman. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Pada pemupukan pertama digunakan urea, SP-36, dan KCl masing-masing dengan dosis 50 kg/ha, 100 kg/ha, dan 200 kg/ha. Pada pemupukan kedua digunakan pupuk urea dengan dosis 50 kg/ha. Penjarangan dilakukan pada 2 MST dengan memilih salah satu tanaman kacang panjang yang menunjukkan pertumbuhan yang sehat.

Inokulasi BCMV ke Tanaman

Inokulasi BCMV pada tanaman uji dilakukan secara mekanis yaitu melalui luka halus pada permukaan tanaman. Prinsipnya sama dengan penularan mekanis pada saat perbanyakan inokulum. Inokulasi BCMV pada tanaman dilakukan pada waktu yang berbeda-beda yaitu 1, 2, 3 dan 4 MST. Pada perlakuan kontrol, tidak dilakukan inokulasi pada tanaman uji hingga tanaman panen. Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan masing-masing terdiri atas 20 tanaman.

Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang disiram setiap hari hingga tanaman berumur 2 MST. Penyiraman selanjutnya hanya dilakukan 3 hari sekali. Penyiangan gulma dilakukan pada saat 2 dan 4 MST. Ajir dengan tinggi 2 meter dipasang di samping tanaman pada saat 2 MST. Pemantauan hama dan penyakit tanaman dilakukan setiap hari khususnya untuk hama Aphis craccivora yang merupakan vektor BCMV. Pengendalian A. craccivora secara mekanis dilakukan sejak tanaman berumur 1 MST. Saat tanaman berumur 4 MST pengendalian secara kimiawi dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif imidaklorpid 5% dengan volume cairan semprot 725 l/ha.

(20)

dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Benih kacang panjang kemudian dikelompokkan berdasarkan perlakuan.

Deteksi BCMV dari Tanaman dan Benih

Deteksi BCMV dari lapangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan titer virus untuk masing-masing perlakuan. Daun diambil pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah inokulasi (MSI). Daun diambil menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml untuk keseragaman sampel uji (bobot daun 1 tutup eppendorf = 0.01 g). Setiap ulangan dari masing-masing perlakuan (inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST) dikompositkan sehingga terdapat 12 sampel komposit (SK) (tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan, 1 komposit mewakili 1 ulangan).

Sebanyak 100 benih kacang panjang hasil inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda ditanam untuk mengetahui persentase BCMV terbawa benih. Benih ditanam pada media tanah dalam nampan persemaian. Jumlah benih yang ditanam sebanyak 100 benih dari masing-masing perlakuan inokulasi. Daun kacang panjang diambil saat tanaman berumur lebih dari 3 MST. Daun diambil dengan menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml. Tiap 5 sampel daun dari 5 tanaman uji dibuat menjadi 1 SK sehingga total SK berjumlah 20 untuk setiap perlakuan. Sampel tanaman dan sampel asal benih kemudian dideteksi secara serologi menggunakan antiserum BCMV dengan metode indirect ELISA sesuai dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum (Agdia). SK benih yang positif kemudian dideteksi lanjut secara individu untuk mengetahui persentase BCMV terbawa benih.

Cairan perasan tanaman (antigen) disiapkan dengan menggerus daun yang

diberi bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO3, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3,

20 g polivinilpirrolidon (PVP) yang dilarutkan dalam 1 L air steril, pH 9.6] dengan perbandingan 1:100 (b/v). Daun digerus pada plastik bening ukuran 15 x 10 cm. Sebanyak 100 μl cairan perasan diisi ke dalam sumuran ELISA. Plat ELISA diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci sebanyak 4-8 kali dengan phosphate buffer saline Tween-20 (PBST) [8 g NaCl, 2 g KH2PO4,

1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KCl 0.5 ml, Tween 20 yang dilarutkan dalam 1 L air steril,

(21)

dalam bufer ECI [2 g bovine serum albumin, 20 g PVP, 0.2 g NaN3 yang

dilarutkan dalam 1 liter air steril, pH 7.4]. Setelah itu, plat diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 ºC, kemudian plat dicuci 4-8 kali dengan PBST.

Antiserum RaM-AP (rabbit anti mouse yang telah dilabel enzim alkaline phosphatase) (antiserum kedua) kemudian dimasukkan pada sumuran sebanyak

100 μl setelah dilakukan pengenceran menggunakan bufer ECI (1:200) dan diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 37 ºC. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak 4-8 kali. Setelah plat dicuci, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat p-nitrofenilfosfat (PNP). Setiap 1 tablet PNP (5 mg) dilarutkan dalam 5 ml bufer

PNP [97 ml dietanolamin, 0.2 g NaN3, 0.1 g MgCl2, dilarutkan dengan air steril

hingga volume larutan 1 L, pH 9.8] dan diinkubasi pada suhu ruang hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning. Hasil ELISA dibaca secara kuantitatif dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 1.5 kali lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif (tanaman sehat).

Peubah Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi periode inkubasi, tipe gejala, kejadian penyakit, keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa benih, tinggi tanaman, jumlah daun, masa berbunga, dan bobot produksi. Periode inkubasi virus dihitung sejak virus diinokulasi hingga menunjukkan gejala pada tanaman. Kejadian penyakit pada tanaman ditentukan dengan menghitung jumlah tanaman sakit dan membandingkan jumlah tanaman uji yang digunakan. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Cooke 1998):

Keparahan penyakit dihitung setiap minggu dengan mengukur skor penyakit pada masing-masing tanaman uji. Kategori skor yang digunakan (Gambar 1) yaitu:

Jumlah tanaman terinfeksi

KP = X 100%

(22)

0 : tidak bergejala 1 : gejala mosaik ringan 2 : gejala mosaik sedang 3 : gejala mosaik berat

4 : gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

Gambar 1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0, (b) skor 1, (c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4.

Nilai skor yang diukur dikonversi dalam nilai keparahan penyakit (disease severity) berdasarkan rumus Townsend dan Heüberger (1974 dalam Agrios 2005):

I = keparahan penyakit

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit

N= jumlah tanaman yang diamati V= skor tertinggi

Persentase BCMV terbawa benih diperoleh dari individu benih yang positif BCMV hasil deteksi serologi indirect ELISA. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan 2 minggu sekali hingga tanaman berumur 6 MST. Tinggi tanaman diukur mulai dari dari pangkal

∑ (ni x vi)

I = x 100%

N x V

Jumlah benih positif BCMV

Persentase BCMV terbawa benih = x 100%

Jumlah benih uji

a

b

c

d

e

(23)

batang hingga titik tumbuh. Masa berbunga tanaman ditentukan dengan mencatat waktu munculnya bunga pertama pada tiap tanaman.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum Pertanaman

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (2012), temperatur dan kelembaban udara rata-rata saat penelitian dilakukan adalah 25.6 oC dan 85% dengan rata-rata curah hujan adalah 308.3 mm/bulan. Temperatur dan kelembaban udara tersebut sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang, namun curah hujan kurang sesuai. Batas maksimal curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang 166.67 ml/bulan (Haryanto et al. 2007).

Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV

Periode inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan virus sejak virus masuk ke tanaman hingga gejala pada tanaman teramati. Semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat (Tabel 1). Tanaman kacang panjang yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki periode inkubasi yang lebih cepat (8-9 HST) dibandingkan dengan perlakuan lain. Periode inkubasi BCMV pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 MST tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 dan 4 MST, namun periode inkubasi cenderung semakin lama dengan semakin tuanya umur tanaman yang diinokulasi.

Tipe gejala akibat infeksi BCMV berbeda berdasarkan waktu inokulasi (Tabel 1). Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST menunjukkan gejala mosaik ringan (2a) sampai mosaik berat dan penebalan pada tulang daun (vein banding) (Gambar 2b), malformasi daun, tepi daun melengkung ke bawah

(25)

BCMV umur 2 MST tidak ditemukan adanya tanaman kerdil. Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 dan 4 MST berupa mosaik ringan dan sebagian tanaman menunjukkan mosaik berat. Mosaik ringan terlihat pada awal munculnya gejala sedangkan mosaik berat terlihat setelah 5-10 hari periode inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda tanaman saat terinfeksi virus, kepekaan tanaman terhadap infeksi BCMV semakin tinggi.

Tabel 1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap periode inkubasi dan tipe gejala

Waktu inokulasi (MST) Periode inkubasi (HSI a) b Tipe gejalac

1 8.22 ± 0.20c MsR, MsB, MF, Kng, Kd

2 13.75 ± 2.08b MsR, MsB, MF, Kng

3 15.12 ± 3.42ab MsR, MsB

4 17.38 ± 2.33a MsR, MsB

Kontrol - Tidak ada gejala

a

HSI = hari setelah inokulasi.

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

c

MsR = mosaik ringan, MsB = mosaik berat, MF = malformasi, Kng = kuning, Kd = kerdil.

Gambar 2 Gejala BCMV. (a) Mosaik ringan, (b) mosaik berat, (c) malformasi daun, (d) daun menguning, (e) mosaik dan malformasi polong.

Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV

Inokulasi BCMV pada umur tanaman 1-4 MST menunjukkan kejadian penyakit sebesar 100% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyakit BCMV di lapangan. Berdasarkan data keparahan penyakit dapat diketahui bahwa semakin muda tanaman diinokulasi BCMV, keparahan penyakit tanaman cenderung semakin tinggi (Tabel 1). Tanaman

b

c

d

e

(26)

kacang panjang yang diinokulasi umur 1 MST menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang sangat tinggi yaitu mencapai 94.6% dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Nilai absorbansi ELISA (NAE) merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman. NAE dari setiap perlakuan (1, 2, 3, dan 4 MST) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan inokulasi (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan

Waktu inokulasi (MST)a

Kejadian penyakit (%)b

Keparahan

penyakit (%)b NAE

b

Keterangan

1 100 ± 0a 94.6 ± 1.9a 0.98 ± 0.01a +

2 100 ± 0a 83.8 ± 4.3b 1.00 ± 0.09a +

3 100 ± 0a 87.1 ± 8.0ab 1.09 ± 0.26a +

4 100 ± 0a 69.6 ± 6.4c 1.01 ± 0.01a +

Kontrol 0 ± 0b 0.00 ± 0.0d 0.11 ± 0.03b -

a

MST = minggu setelah tanam.

b Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

BCMV Terbawa Benih

(27)

Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dalam SK berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus

Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, BCMV yang terbawa benih perlakuan inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 7%, 66%, 39%, dan 24% (Gambar 4). Dari data ini diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus

30

90

45 45

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4

B C MV dal am SK ( % )

Waktu inokulasi (MST)

7 66 36 24 0 20 40 60 80

1 2 3 4

B C MV t er bawa beni h (% )

(28)

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kacang Panjang

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Pertumbuhan vegetatif yang terhambat adalah jumlah daun dan tinggi tanaman. Pertumbuhan generatif yang terhambat adalah masa berbunga dan produksi kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman pada saat diinokulasi BCMV, pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman semakin terhambat.

Jumlah daun. Jumlah daun pada pengamatan 2 MST memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan inokulasi namun jumlah daun mendekati angka 2 untuk semua perlakuan sehingga dapat dikatakan belum terdapat penghambatan pembentukan daun akibat infeksi virus (Lampiran 9). Penghambatan pembentukan daun terlihat jelas saat tanaman berumur 6 MST. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

Gambar 5

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap jumlah daun

ab b ab ab a

a a a a a

b

ab

a

ab

a

0 5 10 15 20 25 30

1 2 3 4 Kontrol

Jum

lah

daun

Waktu inokulasi (MST)

(29)

Tinggi tanaman. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dapat memengaruhi tinggi tanaman kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman terinfeksi BCMV semakin terhambat tinggi tanaman. Efek infeksi BCMV terhadap tinggi tanaman telah terlihat pada saat tanaman berumur 4 MST khususnya pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 6). Penghambatan tinggi tanaman akibat infeksi virus pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST berbeda nyata baik itu pada pengamatan 4 MST maupun 6 MST.

Gambar 6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap tinggi tanaman

Masa berbunga. Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV memiliki masa berbunga yang lebih lambat dibandingkan dengan tanaman sehat. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, masa berbunga juga cenderung semakin lambat. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 dan 2 MST memiliki masa berbunga masing-masing 46 dan 45 HST; lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan lain dan berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7).

a a a a a

b ab ab

a a

b

a a a a

0 50 100 150 200 250 300

1 2 3 4 Kontrol

T

ing

g

i t

ana

m

an

(c

m

)

Waktu inokulasi (MST) Minggu 2

(30)
[image:30.595.105.505.80.800.2]

Gambar 7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap masa berbunga

Produksi. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda juga memengaruhi produksi polong kacang panjang. Semakin muda tanaman saat diinokulasi BCMV, produksi polong per ha juga semakin rendah (Tabel 3). Di antara umur tanaman yang berbeda saat terinfeksi BCMV, penurunan produksi yang nyata terjadi saat tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV pada umur 1 MST yaitu sebesar 44.9%. Produksi polong pada tanaman yang diinfeksi BCMV pada umur 2-4 MST cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata secara statistik.

Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap produksi dan penurunan produksi kacang panjang

Waktu inokulasi (MST)a Produksi (ton ha-1)b Penurunan produksi (%)

1 5.490 ± 0.325b 44.9

2 8.154 ± 1.628a 18.1

3 8.839 ± 1.538a 11.3

4 9.395 ± 1.677a 5.7

Kontrol 9.965 ± 0.853a -

a

MST = minggu setelah tanam

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

a

a

ab ab

b

40 41 42 43 44 45 46 47

1 2 3 4 Kontrol

Masa

be

rbung

a

(H

S

T)

[image:30.595.116.485.92.292.2]
(31)

Pembahasan

BCMV merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi periode inkubasi virus. Secara umum, semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi virus semakin cepat. Periode inkubasi erat kaitannya dengan kemampuan virus menyebar dari tempat inokulasi ke bagian tanaman lainnya dan kemudian menunjukkan gejala. Virus mampu menyebar ke bagian tanaman yang masih muda dengan cepat karena tanaman muda belum memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Agrios 2005).

Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, perbedaan lama periode inkubasi virus dapat pula dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, faktor lingkungan, sifat virus, dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus (Walkey 1991; Susetio 2011).

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak memengaruhi kejadian penyakit (100%) dan titer virus (Tabel 2). Menurut Susetio (2011), kultivar Parade merupakan kultivar yang sangat rentan terhadap infeksi BCMV. Oleh karena itu, perbedaan umur tanaman saat terinfeksi BCMV bukan faktor yang memengaruhi tingkat kejadian penyakit dan titer virus di lapangan. Faktor yang lebih berperan dalam memengaruhi hal di atas kemungkinan adalah faktor kerentanan tanaman secara genetik. Curah hujan yang tinggi saat penelitian juga kemungkinan mendukung tingginya kejadian penyakit BCMV di lapangan. Khan et al. (2011) melaporkan bahwa kejadian penyakit Cucumber mosaic virus (CMV)

pada tanaman mentimun yang ditanam di lapangan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan.

(32)

potyvirus (BYMV) pada tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris, Fabaceae)

dapat menyebabkan penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid, karbohidrat, protein, dan asam amino. Persentase penurunan kandungan tanaman tersebut di atas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman (Hemida 2005). Infeksi BCMV pada umur tanaman yang lebih muda dapat menyebabkan penurunan klorofil tanaman lebih awal dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasi pada tanaman yang lebih tua. Pengurangan klorofil yang lebih awal dapat menyebabkan gejala mosaik yang muncul pada tanaman lebih parah sehingga meningkatkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman. Keparahan yang lebih tinggi pada tanaman muda kemungkinan juga diperberat karena tanaman belum memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Hull 2002).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV pada umur yang lebih tua (4 MST) menunjukkan keparahan penyakit yang lebih rendah (69.6%) dibandingkan dengan inokulasi pada umur tanaman yang lebih muda (Tabel 2). Infeksi BCMV pada tanaman yang lebih tua mengekspresikan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan tanaman muda walaupun titer virus tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang lebih tua lebih tahan terhadap infeksi virus (walaupun terinfeksi virus, ekspresi gejala lebih ringan).

(33)

Rendahnya BCMV terbawa benih pada tanaman yang diinokulasi 1 MST dibandingkan dengan 2 MST dapat disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat terhambat pada tanaman yang diinokulasi umur 1 MST hingga menyebabkan rendahnya produksi polong akibat masa berbunga yang lebih terlambat dibandingkan tanaman sehat. Penghambatan pembentukan polong dapat berakibat pada penghambatan pembentukan benih kacang panjang. Pembentukan benih yang terhambat menandakan proses pengangkutan nutrisi tanaman ke benih terhambat yang berarti pengangkutan virus ke benih juga terhambat.

Persentase BCMV terbawa benih yang tinggi pada tanaman yang diinokulasi umur 2 MST (66%) menunjukkan bahwa tanaman sangat rentan pada umur 2 MST yang berimplikasi pada tingginya persentase BCMV terbawa benih. Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, tingkat infeksi virus terbawa benih juga sangat dipengaruhi oleh kultivar tanaman. Menurut Mahar (2012), kacang panjang kultivar Parade merupakan kultivar yang rentan membawa BCMV dengan persentase virus terbawa benih komersial mencapai 73%.

Untuk mendapatkan benih yang bebas virus, pencegahan infeksi virus harus dilakukan sejak tanam hingga tanaman memasuki fase berbunga. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa benih yang dihasilkan dari tanaman yang diinokulasi umur 4 MST masih membawa BCMV dengan persentase yang cukup tinggi yaitu 24% (Gambar 4). Pada umur 4 MST, tanaman masih berada dalam fase vegetatif sehingga masih memungkinkan virus mencapai bagian bunga ketika tanaman memasuki fase generatif.

(34)

Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk menekan infeksi BCMV di lapang perlu dilakukan pemeliharaan tanaman secara intensif sampai awal masa berbunga agar infeksi alami BCMV yang dibawa kutudaun vektornya tidak terjadi.

Menurut Udayashankar et al. (2010), benih kacang panjang yang terinfeksi BCMV sebesar 10%, 5%, dan 3% dapat menyebabkan kejadian penyakit pada pertanaman selanjutnya sebesar 90%, 53%, dan 37% serta kehilangan hasil sebesar 74%, 54%, dan 36%. Berdasarkan kejadian penyakit dan kehilangan hasil akibat BCMV terbawa benih ini diketahui bahwa BCMV terbawa benih memiliki peran yang sangat penting terhadap kehilangan hasil produksi kacang-kacangan walaupun dalam persentase terbawa benih yang cukup kecil. Tingginya persentase BCMV terbawa benih pada penelitian ini (7%-66%) dapat menggambarkan tingginya kejadian penyakit yang akan timbul jika benih-benih tersebut ditanam di lapangan. Hal ini dapat diperparah dengan keberadaan A. craccivora yang merupakan vektor utama BCMV pada tanaman kacang panjang. Untuk itu penting dilakukan pemeliharaan tanaman di lapangan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi BCMV.

Secara umum, inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda memengaruhi parameter pertumbuhan dan produksi kacang panjang. Efek penghambatan pembentukan daun terlihat ketika pengamatan 6 MST pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 5). Berkurangnya jumlah daun pada tanaman yang diinokulasi BCMV dapat disebabkan munculnya gejala mosaik pada daun. Mosaik pada daun menandakan terjadinya penurunan jumlah klorofil pada tanaman sehingga proses fotosintesis berkurang yang mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan daun (Agrios 2005).

(35)

cukup kuat untuk menghambat replikasi virus sehingga kemampuan virus untuk menghambat pertumbuhan tanaman juga semakin tinggi.

Penghambatan pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan faktor eksternal (lingkungan). Matthews (1993) menyatakan bahwa infeksi virus pada tanaman dapat menyebabkan peningkatan respirasi tanaman. Tanaman kacang panjang membutuhkan air untuk respirasi khususnya pada umur muda. Adanya infeksi virus menyebabkan kebutuhan air akan meningkat. Kekurangan air saat umur tanaman muda dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Haryanto et al. 2007). Curah hujan pada saat penelitian berlangsung yaitu 308.3 mm/bulan. Nilai ini melebihi curah hujan optimal untuk pertumbuhan kacang panjang (166.67 ml/bulan) (Haryanto et al. 2007). Selain dipengaruhi oleh kekurangan air, penghambatan pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan kelebihan air pada pertanaman. Hendriyani dan Setiari (2008) melaporkan bahwa kondisi media tanam kacang panjang dengan penyiraman setengah kapasitas lapang merupakan kondisi yang paling optimal bagi pertumbuhan kacang panjang. Penyiraman melebihi setengah kapasitas lapang dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi bobot basah tanaman. Penghambatan pertumbuhan tanaman akibat infeksi BCMV pada tanaman muda yang disertai curah hujan yang tinggi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang terinfeksi BCMV pada umur tua.

Pengaruh infeksi BCMV terhadap masa berbunga berbeda nyata dengan kontrol apabila tanaman diinokulasi pada umur 1 dan 2 MST, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol jika tanaman diinokulasi pada umur 3 dan 4 MST (Gambar 7). Infeksi virus pada tanaman dapat menurunkan kadar hormon pertumbuhan dan merangsang sintesis zat penghambat pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan bunga (Agrios 2005). Terhambatnya pembentukan bunga dapat menyebabkan produksi polong berkurang. Menurut Kuswanto et al. (2005), tanaman kacang panjang yang terinfeksi CabMV apabila dapat berbunga tepat waktu akan mampu menghasilkan polong segar lebih banyak daripada tanaman yang masa berbunganya tertunda.

(36)

bahwa infeksi virus pada tanaman yang muda akan mengakibatkan kerugian hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan apabila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih tua. Hal yang sama terbukti dari hasil penelitian ini.

Produksi maksimum kacang panjang kultivar Parade yang tercantum pada kemasan adalah 20 ton per ha. Rendahnya produksi perlakuan kontrol pada penelitian ini (9.965 ton per ha) dibandingkan dengan produksi maksimum pada kemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya tingkat kematangan polong yang dipanen serta gangguan hama dan penyakit tanaman. Produksi maksimal yang tercantum pada kemasan benih adalah produksi apabila polong yang dipanen adalah polong muda. Pada penelitian ini polong kacang panjang yang dipanen adalah polong tua yang kadar airnya lebih rendah dibandingkan dengan polong muda. Kadar air polong yang rendah berpengaruh pada bobot produksi.

Serangan hama dan penyakit selain BCMV yang dominan ditemukan di lahan kacang panjang adalah kutu daun (Aphis craccivora), penggerek polong (Maruca sp.), kepik pengisap polong (Nezara viridula), karat daun (Uromyces phaseoli), dan embun tepung (Erysiphe sp.). Serangan hama dan penyakit di atas

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Infeksi BCMV pada umur tanaman yang berbeda berpengaruh pada periode inkubasi, keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa benih, pertumbuhan tanaman, dan produksi. Secara umum, semakin muda tanaman terinfeksi BCMV akan menyebabkan periode inkubasi virus semakin singkat, keparahan penyakit lebih tinggi, dan pertumbuhan terhambat serta produksi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol atau infeksi BCMV pada umur tanaman yang lebih tua. Infeksi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak nyata berpengaruh pada kejadian penyakit dan titer virus. Di antara umur tanaman yang berbeda saat terinfeksi BCMV, umur 1 MST merupakan masa kritis tanaman terhadap penurunan produksi dan umur 2 MST merupakan masa kritis tanaman terhadap infeksi BCMV terbawa benih tertinggi dibandingkan dengan umur 1, 3, 4 MST. BCMV terbawa benih yang masih cukup tinggi pada tanaman yang diinokulasi umur 4 MST menunjukkan perlunya dilakukan perawatan yang intensif hingga tanaman mencapai masa berbunga.

Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya IN, Yasa MR, Sukadana M. 2005. Respon kacang panjang terhadap pemupukan organik dan anorganik di lokasi Prima Tani lahan kering Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali [internet]. Bali [ID]: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali; [diunduh 2011 Okt 11]. Tersedia pada: pada: http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/TPH/responkcpanjang. doc.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. ke-5. New York [US]: Academic Press. Agarwal VK, Sinclair JB. 1997. Principles of Seed Pathology. Ed ke-2. Boca

Raton [US]: CRC Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi sayuran di Indonesia [internet]. Jakarta [ID]: Badan Pusat Statistik; [diunduh 2012 Juli 26]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id /tab_sub/view.php.

Cooke BM. 1998. Disease assessment and yield loss. Di dalam: Jones DG, editor. The Epidemiology of Plant Diseases. Ed ke-2. London [UK]: Kluwer Academic Publisher.

Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf N. 2009. Severe outbreak of a yellow mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java. Hayati Journal of Biosciences. 16(2): 78-82.

Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston [US]: Springer.

Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E. 2007. Budi Daya Kacang Panjang. Ed ke-14. Jakarta [ID]: Penebar Swadaya.

Haryanto. 2010. Pemanfaatan kitosan untuk menekan infeksi virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Petanian, Institut Pertanian Bogor.

Halbert SE, Mink GI, Silbernagel MJ, Mowry TM. 1994. Transmission of Bean common mosaic virus by cereal aphids (Homoptera: Aphididae). Plant Disease. 78(10): 783-785.

Hemida SK. 2005. Effect of Bean yellow mosaic virus on physiological parameters of Vicia faba and Phaseolus vulgaris. International Journal of Agriculture dan Biology.7(2): 154-157.

Hendriyani IS, Setiari N. 2008. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda [laporan penelitian]. Semarang [ID]: Universitas Diponegoro.

(39)

Kuswanto, Kasno A, Soetopo L, Hadiastono T. 2005. Perakitan kultivar tanaman kacang panjang tahan Cowpea aphid-borne mosaic virus (CabMV) dan berdaya hasil tinggi [laporan penelitian]. Malang [ID]: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Kurnianingsih L. 2010. Potensi lima ekstrak tumbuhan dalam menekan infeksi virus mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Leonita L. 2008. Pengaruh perbedaan waktu inokulasi Chilli veinal mottle

potyvirus (ChiVMV) pada tiga genotipe tanaman cabai (Capsicum annum L.) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Mahar AW. 2012. Deteksi serologi Bean common mosaic virus (BCMV) dari benih kacang panjang (Vigna sinensis L.) komersial dan petani [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Khan MA, Mahmood Y, Shafque M. 2011. Effectiveness of plant based insecticides as a sustainable means of control of Cucumber mosaic virus. African Journal of Food, Agruculture, Nutrition, and Development. 11(7): 5475- 5493.

Matthews REF. 1993. Diagnosis of Plant Disease. Ed ke-3. Florida [US]: CRC Press.

Morales FJ, Castano M. 1987. Seed transmission characteristics of selected Bean common mosaic virus strains in differential cultivars. Plant Disease. 71(1): 51-53.

Morales FJ, Bos L. 1988. Description of Plant Viruses: Bean common mosaic virus [internet]. Hangzhou [CH]: Assosiation of Applied Biologists; [diunduh 2012 Jun 27]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/dpv/ showdpv.php? dpvno=337.

Morales FJ. 1989. Bean common mosaic virus: Screening for Diseases Resistance. Columbia [US]: Centro International de Agricultura Tropical.

Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean common mosaic necrosis virus [internet]. Michigan [US]: Michingan State University; [diunduh 2012 Juni 8]. Tersedia pada: http://fieldcrop.msu. edu/uploads/documents/E2894.pdf.

Murayama D, Agrawal HO, Inoue T, Kimura I, Shikata E, Tomatu K, Tsuchizaki T, Triharso, editor. 1998. Plant Viruses in Asia. Yogyakarta [ID]: Gajah Mada University Press.

(40)

Regenmortel MHVV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens AB, Estes MK, Lemon SM. Maniloff J, Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR. et al., editor. 2004. Virus Taxonomy. Classification and Nomenclature Virus. San Diego [US]: Academic Press.

Rukmana R. 1995. Bertanam Kacang Panjang. Yogyakarta [ID]: Kanisius.

Setyastuti L. 2008. Tingkat ketahanan sembilan kultivar kacang panjang terhadap infeksi Bean common mosaic virus (BCMV) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Spence NJ, Walkey DGA. (1995). Variation for pathogenicity among isolates of Bean common mosaic virus in Africa. Plant Pathology. 44(3): 527-546.

Susetio H. 2011. Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons kultivar kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun (Aphis craccivora Koch.) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutic DD, Ford RE, Tosic MT. 1999. Handbook of Plant Virus Diseases. Boca Raton [US]: CRC Press.

Taiwo MA, Akinjogunla OJ. 2006. Cowpea viruses: Quantitative and qualitatif effects of single and mixed viral infections. African Journal of Biotechnology. 5 (19): 1749-1756.

Tualeka F. 2004. Pengaruh waktu inokulasi virus penyebab penyakit kuning terhadap beberapa fase pertumbuhan tanaman Kaboca (Cucurbita maxima Duch.) [skripsi]. Bogor [ID]: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Udayashankar AC, Nayaka SC, Kumar HB, Mortensen CN, Shetty HS, Prakash

HS. 2010. Establishing inoculum threshold levels for Bean common mosaic virus strain Blackeye cowpea mosaic infection in cowpea seed. African Journal of Biotechnology. 9(53):8958-8969.

(41)
(42)

Lampiran 1 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi pada umur 1 MST

No sampel NAE Keterangana

Kontrol negatif 0.221

1 0.188 -

2 0.265 -

3 0.264 -

4 0.246 -

5 0.259 -

6 0.311 -

7 0.406 +

8 0.313 -

9 0.573 +

10 0.342 +

11 0.398 +

12 0.304 -

13 0.437 +

14 0.418 +

15 0.274 -

16 0.321 -

17 0.293 -

18 0.284 -

19 0.242 -

20 0.270 -

Komposit benih positif BCMV 6

a

(43)

Lampiran 2 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi pada umur 2 MST

No sampel NAE Keterangana

Kontrol negatif 0.221

1 0.379 +

2 0.269 -

3 0.348 +

4 0.377 +

5 0.370 +

6 0.355 +

7 0.335 +

8 0.413 +

9 0.390 +

10 0.371 +

11 0.367 +

12 0.565 +

13 0.335 +

14 0.503 +

15 0.378 +

16 0.279 -

17 0.388 +

18 0.332 +

19 0.435 +

20 0.402 +

Komposit benih positif BCMV 18

a

(44)

Lampiran 3 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi pada umur 3 MST

No sampel NAE Keterangan

Kontrol negatif 0.221 -

1 0.353 +

2 0.353 +

3 0.318 -

4 0.472 +

5 0.462 +

6 0.397 +

7 0.349 +

8 0.266 -

9 0.244 -

10 0.211 -

11 0.250 -

12 0.321 -

13 0.368 +

14 0.196 -

15 0.295 -

16 0.364 +

17 0.310 -

18 0.301 -

19 0.184 -

20 0.374 +

Komposit benih positif BCMV 9

a

(45)

Lampiran 4 NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi pada umur 4 MST

No Sampel NAE Keterangan

Kontrol negatif 0.221 -

1 0.314 -

2 0.240 -

3 0.278 -

4 0.284 -

5 0.404 +

6 0.193 -

7 0.263 -

8 0.413 +

9 0.314 -

10 0.314 -

11 0.276 -

12 0.287 -

13 0.190 -

14 0.336 +

15 0.366 +

16 1.912 +

17 0.533 +

18 0.525 +

19 0.548 +

20 0.550 +

Komposit benih positif BCMV 9

a

(46)

Lampiran 5 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 1 MST

No Sampel NAE Keterangan

Kontrol negatif 0.172 -

1 0.134 -

2 0.130 -

3 0.115 -

4 0.153 -

5 0.124 -

6 0.098 -

7 0.124 -

8 0.100 -

9 0.126 -

10 0.148 -

11 0.143 -

12 0.309 +

13 0.417 +

14 0.231 -

15 0.251 -

16 0.184 -

17 0.286 +

18 0.222 -

19 0.272 +

20 0.324 +

21 0.459 +

22 0.150 -

23 0.198 -

24 0.133 -

25 0.166 -

26 0.130 -

27 0.158 -

28 0.325 +

29 0.145 -

30 0.205 -

Jumlah individu benih positif BCMV 7

a

(47)

Lampiran 6 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 2 MST

No Sampel NAE Ket No sampel NAE Ket No sampel NAE Ket

K -a 0.183 31 0.340 + 62 0.335 +

1 0.271 - 32 0.339 + 63 0.343 +

2 0.281 + 33 0.377 + 64 0.463 +

3 0.373 + 34 0.350 + 65 0.353 +

4 0.322 + 35 0.363 + K -b 0.205

5 0.296 + 36 0.364 + 66 0.284

-6 0.320 + 37 0.354 + 67 0.246

-7 0.310 + 38 0.362 + 68 0.339 +

8 0.323 + 39 0.352 + 69 0.279

-9 0.345 + 40 0.355 + 70 0.289

-10 0.286 + 41 0.280 + 71 0.331 +

11 0.326 + 42 0.312 + 72 0.102

-12 0.339 + 43 0.313 + 73 0.275

-13 0.336 + 44 0.349 + 74 0.295

-14 0.298 + 45 0.376 + 75 0.259

-15 0.349 + 46 0.350 + 76 0.359 +

16 0.344 + 47 0.430 + 77 0.292

-17 0.345 + 48 0.323 + 78 0.276

-18 0.344 + 49 0.360 + 79 0.330 +

19 0.296 + 50 0.356 + 80 0.317 +

20 0.373 + 51 0.307 + 81 0.313 +

21 0.282 + 52 0.386 + 82 0.277

-22 0.224 - 53 0.344 + 83 0.339 +

23 0.260 - 54 0.408 + 84 0.322 +

24 0.285 + 55 0.340 + 85 0.305

-25 0.223 - 56 0.351 + 86 0.330 +

26 0.224 - 57 0.330 + 87 0.277

-27 0.279 + 58 0.387 + 88 0.278

-28 0.241 - 59 0.339 + 89 0.276

-29 0.260 - 60 0.353 + 90 0.293

-30 0.249 - 61 0.387 +

Jumlah individu benih positif BCMV 66

a

Sampel positif BCMV jika NAE ≥ 0.274

b

(48)

Lampiran 7 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 3 MST

No Sampel NAE Ket No sampel NAE Ket No sampel NAE Ket

K -a 0.172 16 0.271 + 32 0.785 +

1 0.212 - 17 0.346 + 33 0.466 +

2 0.292 + 18 0.374 + 34 0.476 +

3 0.215 - 19 0.420 + 35 0.491 +

4 0.327 + 20 0.358 + 36 0.497 +

5 0.483 + 21 0.388 + 37 0.632 +

6 0.213 - 22 0.430 + 38 0.669 +

7 0.466 + 23 0.376 + 39 0.513 +

8 0.457 + 24 0.356 + 40 0.487 +

9 0.188 - 25 0.354 + 41 0.48 +

10 0.348 + 26 0.327 + 42 0.486 +

11 0.307 + 27 0.438 + 43 0.636 +

12 0.199 - 28 0.433 + 44 0.576 +

13 0.188 - 29 0.470 + 45 0.567 +

14 1.219 + 30 0.461 +

15 0.293 + 31 0.480 +

Jumlah individu positif BCMV 39

a

(49)

Lampiran 8 NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada umur 4 MST

No Sampel NAE Ket No sampel NAE Ket

K- a 0.183 23 0.297 -

1 0.371 + 24 0.327 +

2 0.343 + 25 0.330 +

3 0.306 + 26 0.299 -

4 0.352 + 27 0.298 -

5 0.317 + 28 0.291 -

6 0.416 + 29 0.311 +

7 0.358 + 30 0.306 -

8 0.273 - 31 0.245 -

9 0.387 + 32 0.275 -

10 0.340 + 33 0.245 -

K – b 0.205 34 0.361 +

11 0.306 - 35 0.310 +

12 0.314 + 36 0.391 +

13 0.285 - 37 0.248 -

14 0.359 + 38 0.303 -

15 0.314 + 39 0.221 -

16 0.340 + 40 0.205 -

17 0.322 + 41 0.306 -

18 0.326 + 42 0.210 -

19 0.352 + 43 0.242 -

20 0.332 + 44 0.245 -

21 0.252 - 45 0.304 -

22 0.316 +

Jumlah individu benih positif BCMV 24

a

Sampel positif BCMV jika NAE ≥ 0.274

(50)

Lampiran 9 Rata-rata jumlah daun tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan 6 MST

Waktu inokulasi (MST)

Jumlah daun saat umur tanaman

2 MST 4 MST 6 MST

1 2.05 ± 0.05ab 9.18 ± 0.55a 19.67 ± 1.87b 2 2.00 ± 0.00b 9.31 ± 0.53a 22.90 ± 4.34ab 3 2.03 ± 0.06ab 9.92 ± 0.70a 25.29 ± 4.20a 4 2.02 ± 0.03ab 9.68 ± 0.58a 23.10 ± 2.25ab Kontrol 2.08 ± 0.03a 9.63 ± 0.15a 27.03 ± 1.95a

Lampiran 10 Rata-rata tinggi tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan 6 MST

Waktu inokulasi (MST)

Tinggi tanaman (cm) saat umur tanaman

2 MST 4 MST 6 MST

1 19.39 ± 0.88a 97.65 ± 4.07b 195.75 ± 8.69b

2 18.99 ± 0.20a 110.23 ± 10.26ab 225.92 ± 6.41a

3 18.63 ± 0.72a 110.73 ± 4.92ab 237.58 ± 15.42a

4 21.39 ± 2.44a 119.10 ± 12.31a 238.17 ± 9.83a

Kontrol 20.23 ± 0.89a 123.63 ± 3.88a 238.67 ± 19.12a

Lampiran 11 Rata-rata masa berbunga tanaman kacang panjang berdasarkan inokulasi pada umur tanaman berbeda

Waktu inokulasi (MST) Masa berbunga (HST)

1 45.99 ± 1.56a

2 45.20 ± 1.63a

3 44.25 ± 1.75ab

4 44.33 ± 1.74ab

(51)

Lampiran 12 Hasil analisis ragam periode inkubasi pada taraf α = 5% Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 5 158.828 31.765 9.15 0.0089

Error 6 20.834 3.472

Total terkoreksi 11 179.662

Lampiran 13 Hasil analisis ragam kejadian penyakit BCMV pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 6 24000.969 4000.000 ~ <0.0001

Error 8 0.000 0.000

Total terkoreksi 14 24000.000

Lampiran 14 Hasil analisis ragam keparahan penyakit BCMV pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 6 17907.969 2984.661 140.84 <0.0001

Error 8 169.531 21.191

Total terkoreksi 14 18077.500

Lampiran 15 Hasil analisis ragam NAE tanaman lapangan pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 6 1.447 0.241 12.19 0.0021

Error 7 0.138 0.020

(52)

Lampiran 16 Hasil analisis ragam jumlah daun 2 MST pada taraf α = 5% Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 6 0.017 0.003 2.180 0.1515

Error 8 0.010 0.001

Total terkoreksi 14 0.027

Lampiran 17 Hasil analisis ragam jumlah daun 4 MST pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F hitung Pr>F

Perlakuan 6 1.167 0.194 0.560 0.7508

Error 8 2.768 0.346

Total terkoreksi 14 3.935

Lampiran 18 Hasil analisis ragam jumlah daun 6 MST pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 143.688 23.892 4.06 0.0362

Error 8 47.094 5.887

Total terkoreksi 14 190.448

Lampiran 19 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 2 MST pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 13.688 2.281 0.96 0.5058

Error 8 19.012 2.376

(53)

Lampiran 20 Hasil analisis ragam tinggi tanaman pengamatan 4 MST pada taraf

α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 1187.347 197.891 3.03 0.0749

Error 8 522.126 65.266

Total terkoreksi 14 1709.473

Lampiran 21 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 6 MST pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 4156.232 692.705 3.62 0.0485

Error 8 1529.128 191.141

Total terkoreksi 14 568.360

Lampiran 22 Hasil analisis ragam masa berbunga tanaman kacang panjang pada

taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 35.789 5.965 6.69 0.0086

Error 8 7.131 0.891

Total terkoreksi 14 42.921

Lampiran 23 Hasil analisis ragam produksi kacang panjang pada taraf α = 5%

Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah

F hitung Pr>F

Perlakuan 6 39.303 6.551 3.620 0.0488

Error 8 14.493 1.812

(54)

ABSTRAK

HAMDAYANTY. Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang. Dibimbing o

Gambar

Gambar 1  Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0,            a
Gambar 3   Persentase BCMV terbawa benih dalam SK berdasarkan umur
Gambar 5  Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
Gambar 6   Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Manawi ing sejatosipun kisanak, kula piyambak dereng sumerep, sarta dereng terang dhateng nalar-nalaripun, namung nyariosaken lelabuhanipun para sujanma ing jaman

Tokoh utamanya adalah Rapingun (RM.. Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24 Sutanta), tokoh tambahannya: Raden Ajeng Tien

Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas IX MTs Negeri 1 Pringsewu dalam menulis iklan baris tergolong baik sekali dengan skor rata-rata

Pada bulan Agustus, yaitu saat kebutuhan energi desa Praingkareha tidak dapat dipenuhi oleh PLTMH Laputi, maka PLTD Tabundung akan membantu dalam memasok energi

Geger Lintang, rantai jangkar yang sedang di-heave up berkali-kali tertahan di lubang kotak jangkar atau chain locker sehingga proses heave up memakan waktu yang

1) Wajib Pajak (dapat dibantu oleh Konsultan Pajak) melakukan peran aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2) Wajib Pajak adalah pihak yang bertanggung

Ruas kanan diubah bentuknya sehingga menjadi tepat sama dengan ruas kiri.. Ruas kiri dan kanan diubah menjadi bentuk lain sehingga kedua bentuk

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa statement read dapat digunakan untuk membaca data dari suatu file tertentu dengan menggunakan no.unit yang