• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Kondisi Umum Pertanaman

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (2012), temperatur dan kelembaban udara rata-rata saat penelitian dilakukan adalah 25.6 oC dan 85% dengan rata-rata curah hujan adalah 308.3 mm/bulan. Temperatur dan kelembaban udara tersebut sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang, namun curah hujan kurang sesuai. Batas maksimal curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang 166.67 ml/bulan (Haryanto et al. 2007).

Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV

Periode inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan virus sejak virus masuk ke tanaman hingga gejala pada tanaman teramati. Semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat (Tabel 1). Tanaman kacang panjang yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki periode inkubasi yang lebih cepat (8-9 HST) dibandingkan dengan perlakuan lain. Periode inkubasi BCMV pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 MST tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 dan 4 MST, namun periode inkubasi cenderung semakin lama dengan semakin tuanya umur tanaman yang diinokulasi.

Tipe gejala akibat infeksi BCMV berbeda berdasarkan waktu inokulasi (Tabel 1). Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST menunjukkan gejala mosaik ringan (2a) sampai mosaik berat dan penebalan pada tulang daun (vein banding) (Gambar 2b), malformasi daun, tepi daun melengkung ke bawah (Gambar 2c), sebagian daun menguning pada saat tanaman memasuki fase pembungaan (Gambar 2d), dan tanaman kerdil. Tanaman dengan gejala daun menguning juga akan menghasilkan polong dengan gejala mosaik dan malformasi polong (Gambar 2e). Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST hampir sama dengan 1 MST, namun pada tanaman yang dinokulasi

BCMV umur 2 MST tidak ditemukan adanya tanaman kerdil. Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 dan 4 MST berupa mosaik ringan dan sebagian tanaman menunjukkan mosaik berat. Mosaik ringan terlihat pada awal munculnya gejala sedangkan mosaik berat terlihat setelah 5-10 hari periode inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda tanaman saat terinfeksi virus, kepekaan tanaman terhadap infeksi BCMV semakin tinggi.

Tabel 1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap periode inkubasi dan tipe gejala

Waktu inokulasi (MST) Periode inkubasi (HSI a) b Tipe gejalac

1 8.22 ± 0.20c MsR, MsB, MF, Kng, Kd

2 13.75 ± 2.08b MsR, MsB, MF, Kng

3 15.12 ± 3.42ab MsR, MsB

4 17.38 ± 2.33a MsR, MsB

Kontrol - Tidak ada gejala

a

HSI = hari setelah inokulasi.

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

c

MsR = mosaik ringan, MsB = mosaik berat, MF = malformasi, Kng = kuning, Kd = kerdil.

Gambar 2 Gejala BCMV. (a) Mosaik ringan, (b) mosaik berat, (c) malformasi daun, (d) daun menguning, (e) mosaik dan malformasi polong.

Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV

Inokulasi BCMV pada umur tanaman 1-4 MST menunjukkan kejadian penyakit sebesar 100% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap tingkat kejadian penyakit BCMV di lapangan. Berdasarkan data keparahan penyakit dapat diketahui bahwa semakin muda tanaman diinokulasi BCMV, keparahan penyakit tanaman cenderung semakin tinggi (Tabel 1). Tanaman

b c d e

kacang panjang yang diinokulasi umur 1 MST menunjukkan tingkat keparahan penyakit yang sangat tinggi yaitu mencapai 94.6% dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Nilai absorbansi ELISA (NAE) merupakan gambaran kuantitatif virus yang menginfeksi tanaman. NAE dari setiap perlakuan (1, 2, 3, dan 4 MST) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan inokulasi (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan

Waktu inokulasi (MST)a Kejadian penyakit (%)b Keparahan penyakit (%)b NAE b Keterangan 1 100 ± 0a 94.6 ± 1.9a 0.98 ± 0.01a + 2 100 ± 0a 83.8 ± 4.3b 1.00 ± 0.09a + 3 100 ± 0a 87.1 ± 8.0ab 1.09 ± 0.26a + 4 100 ± 0a 69.6 ± 6.4c 1.01 ± 0.01a + Kontrol 0 ± 0b 0.00 ± 0.0d 0.11 ± 0.03b - a

MST = minggu setelah tanam.

b Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

BCMV Terbawa Benih

Deteksi virus secara serologi pada tanaman hasil growing on test menunjukkan bahwa masing-masing benih hasil perlakuan positif terdeteksi BCMV namun dengan persentase terbawa benih yang bervariasi. Persentase BCMV terbawa benih komposit perlakuan inokulasi umur 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 30% (6/20), 90% (18/20), 45% (9/20), dan 45% (9/20) (Gambar 3).

Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dalam SK berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus

Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, BCMV yang terbawa benih perlakuan inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 7%, 66%, 39%, dan 24% (Gambar 4). Dari data ini diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat terinfeksi virus 30 90 45 45 0 20 40 60 80 100 1 2 3 4 B C MV dal am SK ( % ) Waktu inokulasi (MST) 7 66 36 24 0 20 40 60 80 1 2 3 4 B C MV t er bawa beni h (% ) Waktu inokulasi (MST)

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Kacang Panjang

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Pertumbuhan vegetatif yang terhambat adalah jumlah daun dan tinggi tanaman. Pertumbuhan generatif yang terhambat adalah masa berbunga dan produksi kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman pada saat diinokulasi BCMV, pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman semakin terhambat.

Jumlah daun. Jumlah daun pada pengamatan 2 MST memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan inokulasi namun jumlah daun mendekati angka 2 untuk semua perlakuan sehingga dapat dikatakan belum terdapat penghambatan pembentukan daun akibat infeksi virus (Lampiran 9). Penghambatan pembentukan daun terlihat jelas saat tanaman berumur 6 MST. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

Gambar 5

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap jumlah daun ab b ab ab a a a a a a b ab a ab a 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 Kontrol Jum lah daun Waktu inokulasi (MST) Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6

Tinggi tanaman. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dapat memengaruhi tinggi tanaman kacang panjang. Secara umum, semakin muda tanaman terinfeksi BCMV semakin terhambat tinggi tanaman. Efek infeksi BCMV terhadap tinggi tanaman telah terlihat pada saat tanaman berumur 4 MST khususnya pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 6). Penghambatan tinggi tanaman akibat infeksi virus pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST berbeda nyata baik itu pada pengamatan 4 MST maupun 6 MST.

Gambar 6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap tinggi tanaman

Masa berbunga. Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV memiliki masa berbunga yang lebih lambat dibandingkan dengan tanaman sehat. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, masa berbunga juga cenderung semakin lambat. Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 dan 2 MST memiliki masa berbunga masing-masing 46 dan 45 HST; lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan lain dan berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7).

a a a a a b ab ab a a b a a a a 0 50 100 150 200 250 300 1 2 3 4 Kontrol T ing g i t ana m an (c m ) Waktu inokulasi (MST) Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6

Gambar 7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap masa berbunga

Produksi. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda juga memengaruhi produksi polong kacang panjang. Semakin muda tanaman saat diinokulasi BCMV, produksi polong per ha juga semakin rendah (Tabel 3). Di antara umur tanaman yang berbeda saat terinfeksi BCMV, penurunan produksi yang nyata terjadi saat tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV pada umur 1 MST yaitu sebesar 44.9%. Produksi polong pada tanaman yang diinfeksi BCMV pada umur 2-4 MST cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata secara statistik.

Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap produksi dan penurunan produksi kacang panjang

Waktu inokulasi (MST)a Produksi (ton ha-1)b Penurunan produksi (%)

1 5.490 ± 0.325b 44.9 2 8.154 ± 1.628a 18.1 3 8.839 ± 1.538a 11.3 4 9.395 ± 1.677a 5.7 Kontrol 9.965 ± 0.853a - a

MST = minggu setelah tanam

b

Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

a a ab ab b 40 41 42 43 44 45 46 47 1 2 3 4 Kontrol Masa be rbung a (H S T) Waktu inokulasi (MST)

Pembahasan

BCMV merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang panjang. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi periode inkubasi virus. Secara umum, semakin muda tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi virus semakin cepat. Periode inkubasi erat kaitannya dengan kemampuan virus menyebar dari tempat inokulasi ke bagian tanaman lainnya dan kemudian menunjukkan gejala. Virus mampu menyebar ke bagian tanaman yang masih muda dengan cepat karena tanaman muda belum memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Agrios 2005).

Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, perbedaan lama periode inkubasi virus dapat pula dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, faktor lingkungan, sifat virus, dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus (Walkey 1991; Susetio 2011).

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak memengaruhi kejadian penyakit (100%) dan titer virus (Tabel 2). Menurut Susetio (2011), kultivar Parade merupakan kultivar yang sangat rentan terhadap infeksi BCMV. Oleh karena itu, perbedaan umur tanaman saat terinfeksi BCMV bukan faktor yang memengaruhi tingkat kejadian penyakit dan titer virus di lapangan. Faktor yang lebih berperan dalam memengaruhi hal di atas kemungkinan adalah faktor kerentanan tanaman secara genetik. Curah hujan yang tinggi saat penelitian juga kemungkinan mendukung tingginya kejadian penyakit BCMV di lapangan. Khan et al. (2011) melaporkan bahwa kejadian penyakit Cucumber mosaic virus (CMV) pada tanaman mentimun yang ditanam di lapangan meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan.

Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi tingkat keparahan penyakit. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, tingkat keparahan penyakit cenderung semakin tinggi. Gejala akibat infeksi BCMV yang paling parah adalah gejala mosaik dan vein banding. Munculnya gejala mosaik disebabkan adanya area yang terinfeksi dan tidak terinfeksi virus. Area yang terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat karena hilangnya atau berkurangnya produksi klorofil (Walkey 1991). Infeksi Bean yellow mosaic

potyvirus (BYMV) pada tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris, Fabaceae) dapat menyebabkan penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid, karbohidrat, protein, dan asam amino. Persentase penurunan kandungan tanaman tersebut di atas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman (Hemida 2005). Infeksi BCMV pada umur tanaman yang lebih muda dapat menyebabkan penurunan klorofil tanaman lebih awal dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasi pada tanaman yang lebih tua. Pengurangan klorofil yang lebih awal dapat menyebabkan gejala mosaik yang muncul pada tanaman lebih parah sehingga meningkatkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman. Keparahan yang lebih tinggi pada tanaman muda kemungkinan juga diperberat karena tanaman belum memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Hull 2002).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi BCMV pada umur yang lebih tua (4 MST) menunjukkan keparahan penyakit yang lebih rendah (69.6%) dibandingkan dengan inokulasi pada umur tanaman yang lebih muda (Tabel 2). Infeksi BCMV pada tanaman yang lebih tua mengekspresikan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan tanaman muda walaupun titer virus tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang lebih tua lebih tahan terhadap infeksi virus (walaupun terinfeksi virus, ekspresi gejala lebih ringan).

Secara umum, umur tanaman saat terinfeksi BCMV memengaruhi persentase BCMV terbawa benih. Tanaman buncis kultivar Dubbele Witte yang diinfeksi BCMV pada umur 10, 20, dan 30 HST menyebabkan BCMV terbawa benih masing-masing sebesar 41.8%, 2.8%, dan 0.1% (Morales dan Castano 1987). Pada kasus BCMV kacang panjang dalam penelitian ini, persentase BCMV terbawa benih tertinggi diperoleh pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 MST, bukan pada umur 1 MST, kemudian menurun hingga 4 MST. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi virus yang sama pada tanaman yang berbeda menyebabkan perbedaan masa rentan tanaman terinfeksi virus dan efisiensi terbawa benih. Persentase BCMV terbawa benih pada tanaman kacang panjang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kacang buncis.

Rendahnya BCMV terbawa benih pada tanaman yang diinokulasi 1 MST dibandingkan dengan 2 MST dapat disebabkan oleh pertumbuhan yang sangat terhambat pada tanaman yang diinokulasi umur 1 MST hingga menyebabkan rendahnya produksi polong akibat masa berbunga yang lebih terlambat dibandingkan tanaman sehat. Penghambatan pembentukan polong dapat berakibat pada penghambatan pembentukan benih kacang panjang. Pembentukan benih yang terhambat menandakan proses pengangkutan nutrisi tanaman ke benih terhambat yang berarti pengangkutan virus ke benih juga terhambat.

Persentase BCMV terbawa benih yang tinggi pada tanaman yang diinokulasi umur 2 MST (66%) menunjukkan bahwa tanaman sangat rentan pada umur 2 MST yang berimplikasi pada tingginya persentase BCMV terbawa benih. Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, tingkat infeksi virus terbawa benih juga sangat dipengaruhi oleh kultivar tanaman. Menurut Mahar (2012), kacang panjang kultivar Parade merupakan kultivar yang rentan membawa BCMV dengan persentase virus terbawa benih komersial mencapai 73%.

Untuk mendapatkan benih yang bebas virus, pencegahan infeksi virus harus dilakukan sejak tanam hingga tanaman memasuki fase berbunga. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa benih yang dihasilkan dari tanaman yang diinokulasi umur 4 MST masih membawa BCMV dengan persentase yang cukup tinggi yaitu 24% (Gambar 4). Pada umur 4 MST, tanaman masih berada dalam fase vegetatif sehingga masih memungkinkan virus mencapai bagian bunga ketika tanaman memasuki fase generatif.

Penularan virus pada benih dapat terjadi umumnya ketika tanaman inang terinfeksi secara sistemik sebelum masa berbunga. Virus mampu menginfeksi serbuk sari ataupun sel telur, bertahan pada gamet, dan akan berkembang seiring dengan pertumbuhan benih (Agarwal dan Sinclair 1997). Ketidakmampuan virus untuk menginfeksi benih pada saat tanaman memasuki fase pembuahan disebabkan tidak terdapatnya plasmodesmata antara tanaman dan embrio benih. Sutic et al. (1999) lebih lanjut menyatakan bahwa infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum fase inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk menekan infeksi BCMV di lapang perlu dilakukan pemeliharaan tanaman secara intensif sampai awal masa berbunga agar infeksi alami BCMV yang dibawa kutudaun vektornya tidak terjadi.

Menurut Udayashankar et al. (2010), benih kacang panjang yang terinfeksi BCMV sebesar 10%, 5%, dan 3% dapat menyebabkan kejadian penyakit pada pertanaman selanjutnya sebesar 90%, 53%, dan 37% serta kehilangan hasil sebesar 74%, 54%, dan 36%. Berdasarkan kejadian penyakit dan kehilangan hasil akibat BCMV terbawa benih ini diketahui bahwa BCMV terbawa benih memiliki peran yang sangat penting terhadap kehilangan hasil produksi kacang-kacangan walaupun dalam persentase terbawa benih yang cukup kecil. Tingginya persentase BCMV terbawa benih pada penelitian ini (7%-66%) dapat menggambarkan tingginya kejadian penyakit yang akan timbul jika benih-benih tersebut ditanam di lapangan. Hal ini dapat diperparah dengan keberadaan A. craccivora yang merupakan vektor utama BCMV pada tanaman kacang panjang. Untuk itu penting dilakukan pemeliharaan tanaman di lapangan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi BCMV.

Secara umum, inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda memengaruhi parameter pertumbuhan dan produksi kacang panjang. Efek penghambatan pembentukan daun terlihat ketika pengamatan 6 MST pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 5). Berkurangnya jumlah daun pada tanaman yang diinokulasi BCMV dapat disebabkan munculnya gejala mosaik pada daun. Mosaik pada daun menandakan terjadinya penurunan jumlah klorofil pada tanaman sehingga proses fotosintesis berkurang yang mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan daun (Agrios 2005).

Semakin cepat tanaman terinfeksi BCMV, tinggi tanaman semakin terhambat. Taiwo dan Akinjogunla (2006) melaporkan bahwa pertumbuhan kacang panjang yang diinokulasi Cowpea aphid-borne mosaic potyvirus (CabMV) umur 10 HST lebih terhambat dibandingkan dengan tanaman yang diinokulasi umur 28 HST (4 MST). Efek penghambatan tinggi tanaman pada penelitian ini terlihat jelas ketika tanaman diinokulasi BCMV pada umur 1 MST (Gambar 6). Pada umur 1 MST diduga tanaman belum mempunyai sistem pertahanan yang

cukup kuat untuk menghambat replikasi virus sehingga kemampuan virus untuk menghambat pertumbuhan tanaman juga semakin tinggi.

Penghambatan pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan faktor eksternal (lingkungan). Matthews (1993) menyatakan bahwa infeksi virus pada tanaman dapat menyebabkan peningkatan respirasi tanaman. Tanaman kacang panjang membutuhkan air untuk respirasi khususnya pada umur muda. Adanya infeksi virus menyebabkan kebutuhan air akan meningkat. Kekurangan air saat umur tanaman muda dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Haryanto et al. 2007). Curah hujan pada saat penelitian berlangsung yaitu 308.3 mm/bulan. Nilai ini melebihi curah hujan optimal untuk pertumbuhan kacang panjang (166.67 ml/bulan) (Haryanto et al. 2007). Selain dipengaruhi oleh kekurangan air, penghambatan pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan kelebihan air pada pertanaman. Hendriyani dan Setiari (2008) melaporkan bahwa kondisi media tanam kacang panjang dengan penyiraman setengah kapasitas lapang merupakan kondisi yang paling optimal bagi pertumbuhan kacang panjang. Penyiraman melebihi setengah kapasitas lapang dapat menghambat pertumbuhan dan mengurangi bobot basah tanaman. Penghambatan pertumbuhan tanaman akibat infeksi BCMV pada tanaman muda yang disertai curah hujan yang tinggi lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang terinfeksi BCMV pada umur tua.

Pengaruh infeksi BCMV terhadap masa berbunga berbeda nyata dengan kontrol apabila tanaman diinokulasi pada umur 1 dan 2 MST, namun tidak berbeda nyata dengan kontrol jika tanaman diinokulasi pada umur 3 dan 4 MST (Gambar 7). Infeksi virus pada tanaman dapat menurunkan kadar hormon pertumbuhan dan merangsang sintesis zat penghambat pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan bunga (Agrios 2005). Terhambatnya pembentukan bunga dapat menyebabkan produksi polong berkurang. Menurut Kuswanto et al. (2005), tanaman kacang panjang yang terinfeksi CabMV apabila dapat berbunga tepat waktu akan mampu menghasilkan polong segar lebih banyak daripada tanaman yang masa berbunganya tertunda.

Tanaman yang terinfeksi virus dapat menjadi kerdil dan menghasilkan sedikit polong serta masak lebih lambat dibandingkan dengan polong yang tidak terinfeksi (Muskeshimana et al. 2003). Udayashankar et al. (2010) menyatakan

bahwa infeksi virus pada tanaman yang muda akan mengakibatkan kerugian hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan apabila infeksi terjadi pada tanaman yang lebih tua. Hal yang sama terbukti dari hasil penelitian ini.

Produksi maksimum kacang panjang kultivar Parade yang tercantum pada kemasan adalah 20 ton per ha. Rendahnya produksi perlakuan kontrol pada penelitian ini (9.965 ton per ha) dibandingkan dengan produksi maksimum pada kemasan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya tingkat kematangan polong yang dipanen serta gangguan hama dan penyakit tanaman. Produksi maksimal yang tercantum pada kemasan benih adalah produksi apabila polong yang dipanen adalah polong muda. Pada penelitian ini polong kacang panjang yang dipanen adalah polong tua yang kadar airnya lebih rendah dibandingkan dengan polong muda. Kadar air polong yang rendah berpengaruh pada bobot produksi.

Serangan hama dan penyakit selain BCMV yang dominan ditemukan di lahan kacang panjang adalah kutu daun (Aphis craccivora), penggerek polong (Maruca sp.), kepik pengisap polong (Nezara viridula), karat daun (Uromyces phaseoli), dan embun tepung (Erysiphe sp.). Serangan hama dan penyakit di atas juga berkontribusi menyebabkan penurunan produksi kacang panjang dalam penelitian ini.

Dokumen terkait