• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Desember 2008 di laboratorium kimia, laboratorium pengolahan dan laboratorium mikrobiologi pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan serta di laboratorium rekayasa proses pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) yang diperoleh langsung dari kolam budidaya ikan patin di Parung Bogor Jawa Barat, es batu dan rempah - rempah (jahe, ketumbar, lengkuas, bawang putih, bawang merah). Bahan kimia yang digunakan adalah NaHCO3, NaCl, sodium tripolyphosphate (STPP), sorbitol, metanol, klorofom, potassium iodida, sodium tiosulfat, p-anisidin, akuades, fenol, BSA (Bovine Serum Albumine). Sedangkan alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi bak penampung ikan, pisau, talenan, saringan, timbangan, sealer blender, cawan porselin, labu kjedhal, tabung reaksi, erlenmeyer, kertas saring, soxhlet, tanur, cawan petri, pipet, lampu bunsen dan gelas piala, serta peralatan laboratorium seperti meat bone separator, dehydrating, spektrofotometer UV-VIS elektrobeam,

TA - XT Texture Analyzer, tensile strength dan HPLC.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu penelitian tahap pertama, penelitian tahap kedua dan penelitian tahap ketiga.

Penelitian Tahap Pertama

Tujuan dari penelitian tahap pertama ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat fungsional daging lumat dan surimi ikan patin siam yang diperlukan sebagai dasar pengolahan produk selanjutnya. Selain itu juga untuk mengetahui kandungan gizi utama dan komposisi asam amino dari protein daging ikan patin siam.

Penelitian tahap pertama ini terdiri dari persiapan bahan serta pengolahan daging lumat dan surimi. Pengolahan daging lumat dilakukan dengan empat perlakuan yaitu daging lumat tanpa pencucian, daging lumat pencucian satu kali, daging lumat pencucian dua kali dan daging lumat pencucian tiga kali.

Persiapan Bahan

a. Pengambilan sampel ikan patin siam dari kolam yang diangkut dalam keadaan hidup,

b. Pemberokan selama 24 jam dalam bak penampung ikan dengan tujuan untuk membuang kotoran dan lumpur dalam tubuh ikan.

c. Perendaman ikan di dalam air es sampai mati d. Pemfilletan daging ikan

Proses pengolahan daging lumat tanpa pencucian

a. Penggilingan dan pemisahan tulang/duri ikan dalam fillet daging dengan menggunakan alat meat bone separator.

b. Pengepresan dengan menggunakan mesin dehydrating.

Proses pengolahan daging lumat dengan pencucian

a. Penggilingan dan pemisahan tulang/duri ikan dalam fillet daging dengan menggunakan alat meat bone separator.

b. Perlakuan pencucian masing – masing dilakukan sebanyak satu kali, dua kali dan tiga kali dengan menggunakan air dingin (suhu 4-5oC) dengan volume pencucian daging lumat ikan : air = 1 : 5 selama 15 menit.

c. Pengepresan dengan menggunakan mesin dehydrating.

Proses pengolahan surimi (Suryaningrum et al. 2007).

a. Penggilingan dan pemisahan tulang/duri ikan dalam fillet daging dengan menggunakan alat meat bone separator.

b. Pencucian pertama dan kedua dengan menggunakan air dingin (suhu 4-5oC) dengan volume pencucian daging lumat ikan : air = 1 : 5 yang ditambahkan 0.5% NaHCO3 selama 15 menit.

c. Pencucian ketiga dengan menggunakan air dingin (suhu 4-5oC) dengan volume pencucian daging lumat ikan : air = 1 : 5 yang ditambahkan 0.2% NaCl selama 15 menit.

d. Pengepresan dengan menggunakan mesin dehydrating.

e. Penambahan bahan antidenaturasi yaitu sorbitol 4% dan sodium tripolyphosphate 0.2 %. dan dilanjutkan dengan pengadukan selama 15 menit

f. Pengemasan dan pencetakan dengan menggunakan plastik polyethilene g. Penyimpanan beku dalam freezer pada suhu ≤ - 20oC

Analisis yang dilakukan terhadap daging lumat tanpa pencucian dan dengan pencucian satu kali, dua kali dan tiga kali serta surimi yaitu analisis proksimat, pH, Salt Soluble Protein, Water Holding Capacity (WHC), sifat emulsi, dan kekuatan gel. Selain itu, pada daging segar tanpa pencucian juga dilakukan analisis asam amino.

Penelitian Tahap Kedua

Tujuan dari tahap penelitian kedua ini adalah untuk mengetahui karakteristik dendeng giling yang dihasilkan dari daging lumat dan surimi ikan patin siam. Pada tahap ini dilakukan pengolahan dendeng giling dari daging lumat ikan patin siam yang diperoleh dari perlakuan tanpa pencucian, pencucian satu kali, pencucian dua kali, pencucian tiga kali serta surimi.

Proses pengolahan dendeng giling ikan patin siam (Arifudin. 2007 dimodifikasi).

a. Pencampuran bahan utama (daging lumat atau surimi) dan bahan tambahan (20% gula putih dan 3% garam) serta rempah-rempah seperti ketumbar (2.5%), asam jawa (3%), lengkuas (2.5%), jahe (0.5%) bawang putih (2%), bawang merah (1.5%)

b. Pencetakan

c. Pengeringan dengan sinar matahari selama 15 jam.

Prosedur proses pengolahan dendeng giling dari ikan patin siam dapat dilihat pada Gambar 2.

Analisis yang dilakukan terhadap dendeng giling meliputi : analisis proksimat, sifat tekstur (tensile strenght dan elongasi), uji organoleptik serta analisis mikrobiologi yaitu penentuan angka lempeng total (ALT) dan kapang. Uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan (hedonik) dan uji pembedaan

atribut (tekstur, warna, rasa dan aroma). Selain itu juga dilakukan analisis asam amino pada dendeng giling ikan patin siam yang terbaik dipilih oleh panelis dari hasil uji organoleptik.

Rancangan Percobaan

Pada tahap penelitian tahap pertama dan kedua digunakan analisis data dengan Rancangan Acak Lengkap dengan ulangan 3 kali dengan model rancangan yaitu :

Yij = µ + α i + Eij

Yij = respon yang ditimbulkan dari perlakuan jenis bahan baku taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = rataan/nilai tengah

αi = pengaruh jenis bahan baku taraf ke-i Eij = galat percobaan

Apabila perlakuan berpengaruh nyata pada taraf 5% maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui apakah ada perbedaan nyata diantara perlakuan.

Filet daging ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) segar

Penggilingan dan pemisahan tulang/duri

Daging lumat

Pencucian I Pencucian I (ikan : air = 1: 5

(b/v),(ikan : air = 1: 5 (v/v), 4-5oC) 4-5oC, 0.5% NaHCO3)

Pencucian II Pencucian II (ikan : air = 1:5

(b/v), (ikan : air = 1: 5 (v/v), 4-5oC) 4-5oC, 0.5% NaHCO3)

Pencucian III Pencucian III (ikan : air =1: 5

(b/v), (ikan : air = 1: 5 (v/v), 4-5oC) 4-5oC, 0.2% NaCl)

Pengepresan Pengepresan

Penambahan antidenaturan (sorbitol 4% dan STPP 0.2%)

Pencetakan dan pengemasan

Surimi

Penyimpanan pada suhu ≤ -20oC

Pencampuran bahan Bahan tambahan : gula, garam, rempah - rempah Penipisan adonan (ketebalan ± 2 mm) dan pencetakan

Pengeringan (sinar matahari (suhu 31-33oC ; 15 jam) Dendeng giling ikan patin siam

Penelitian Tahap Ketiga

Pada tahap ini dilakukan pendugaan umur simpan dendeng giling ikan patin siam yang disukai berdasarkan uji organoleptik dengan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing model Arhenius. Kemasan yang digunakan adalah plastik LDPE (Low Density Polyethylene) tertutup seal rapat pada suhu 25oC, 35oC, dan 45oC. Waktu pengamatan pada suhu 25oC yaitu pada ke- 0 hari, 10 hari, 20 hari dan 30 hari. Waktu pengamatan pada suhu 35oC yaitu pada ke- 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Waktu pengamatan pada suhu 45oC yaitu pada ke- 0 hari, 3 hari, 6 hari dan 9 hari. Menurut Kusnandar (2006), tahap percobaan penyimpanan produk yang menggunakan Metode Accelerated Shelf Life Testing

(ASLT) dengan model Arhenius yaitu:

1. Identifikasi karakteristik produk yaitu menentukan faktor-faktor (komposisi produk, proses produksi, penyimpanan serta pengemasan produk hingga sampai di konsumsi konsumen) yang berpengaruh terhadap titik kritis produk. 2. Penentuan atribut mutu produk yang dapat menyebabkan penolakan konsumen

terhadap produk.

3. Penentuan metode analisis yang akan dilakukan untuk mengukur perubahan mutu produk selama penyimpanan.

4. Penentuan 3 (tiga) suhu penyimpanan percobaan dan selang waktu pengamatan.

5. Pengumpulan data : identifikasi nilai mutu awal dan batas kritisnya.

6. Membuat pola hubungan nilai kT terhadap suhu percobaan (1/T) menurut model Arhenius : k = ko.e-Ea/RT ; di mana Ea : energi aktivasi yaitu tingkat energi minimum yang diperlukan untuk memulai suatu reaksi perubahan yang nilainya dianggap konstan pada suatu kisaran suhu tertentu, R: konstanta gas (8,314 J/g), dan T: suhu (oK). Dari pola hubungan ini diperoleh persamaan : Ln kT = Ln ko – Ea/RT.

7. Perhitungan umur simpan pada suhu penyimpanan dengan menggunakan persamaan : ts = [ln(Qo/Qt)]/kT , dimana : t : umur simpan (hari), Qo : nilai mutu awal, Qt : nilai batas kritis/batas mutu akhir dan kT : konstanta penurunan mutu pada suhu.

Pengamatan kritis yang dilakukan pada penelitian penyimpanan dendeng giling ikan ini adalah nilai total oksidasi (totox value) yang diperoleh dari perhitungan analisis nilai peroksida dan angka anisidin sebagai titik kritis yang mengindikasikan penolakan konsumen terhadap produk.

Metode Pengamatan Kadar Air (SNI -01-2354.2-2006)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (A). Sampel dihaluskan atau dikecilkan ukurannya sampai homogen, dan ditimbang sekitar 2 g dimasukkan ke dalam cawan porselin dan ditimbang seluruhnya (B). Cawan porselin berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 102oC selama ± 18 jam lalu ditimbang (C). Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air (%bb) = (B – C) x 100% (B – A)

Kadar Lemak (SNI-01-2354.3-2006)

Labu soxhlet kosong dikeringkan dalam oven selama 30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dihaluskan atau dipotong kecil-kecil (homogen) dan ditimbang dengan berat tertentu (B) dan diisikan ke dalam selongsong lemak. Sebanyak 150 ml klorofom dimasukkan ke dalam selongsong lemak berisi sampel dan selanjutnya dimasukkan ke dalam extractor soxhlet untuk diekstraksi pada suhu 600oC selama 6 jam. Setelah selesai kloroform yang tersisa dalam labu lemak diuapkan di dalam oven bersuhu 105oC selama ± 2 jam lalu didinginkan ke dalam desikator dan ditimbang (C). Kadar lemak dihitung dengan rumus : % kadar lemak = [ (C – A) : B] x 100%

Kadar Abu (SNI-01-2354.1-2006)

Cawan abu porselen kosong dimasukkan ke dalam tungku pengabuan suhu 550oC selama semalam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat cawan abu porselen kosong (A). Sampel dihomogenkan dan ditimbang ±2 g (B) dimasukkan ke dalam cawan abu. Cawan abu berisi sampel diabukan didalam tungku pengabuan pada suhu 550±5oC selama semalam.

Setelah selesai, cawan berisi abu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Kadar abu dihitung dengan rumus :

Kadar abu (%bb) = (C – A) x 100% B

Kadar Protein (SNI -01-2354.4-2006)

Penetapan kadar protein dengan metode kjeldahl meliputi tiga tahap yaitu destruksi, distilasi dan titrasi. Pada tahap destruksi : 0.5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl dan ditambah 5 g garam kjedahl sebagai katalis dan 10 ml H2SO4. Kemudian didestruksi hingga larutan berwarna menjadi hijau jernih. Setelah selesai, destruksi, labu kjedahl diangkat dan didinginkan dan selanjutnya dipindahkan larutan contoh dari labu kjedahl kedalam labu takar 50 ml secara kuantitatif dan diencerkan dengan aquades hingga batas tera. Kemudian dilakukan destilasi yaitu dengan memasukkan sebanyak 5 ml sampel ke dalam alat destilasi, lalu ditambahkan 10 ml NaOH 30%. Campuran diatas didistilasi dan eluatnya ditampung dalam 10 ml H3BO3 yang telah ditambahkan 2 tetes indikator tashiro. Distilasi dilakukan sampai filtrat tertampung sebanyak 75 ml. Selanjutnya dilakukan titrasi filtrat tersebut dengan HCl 0.1 N sampai berubah warna hijau menjadi merah jambu. Kadar proteinn dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% kadar protein = 50/5 x (N x V) HCl x 14.007 x FK x 100% W x 1000

Keterangan : Faktor 50 = Larutan contoh yang telah didestruksi diencerkan 50ml Faktor 5 = Banyaknya larutan contoh yang didestilasi

N = Normalitas HCl yang digunakan V = Volume HCl yang digunakan W = Berat sampel

14.700 = Berat atom Nitrogen

FK = Faktor koreksi N-protein untuk ikan = 6.25.

Kadar Total Karbohidrat (Metode Fenol) (Apriyantono et al. 1989)

Prinsip analisa yaitu karbohidrat dalam sampel dihidrolisis dengan HCl menjadi gula monomernya. Gula monomer bereaksi dengan fenol membentuk

kompleks fenol- gula monomer yang berwarna merah dan diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 490 nm. Prosedur kerja analisa meliputi pembuatan kurva standar dan analisis sampel.

Pada pembuatan kurva standar, larutan glukosa 1000 mg/l dipipet untuk mendapatkan konsentrasi deret standar 10; 20; 30; 40; 50; dan 60 ppm ke labu 50 ml. Setiap larutan standar tersebut dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml akuades. Blanko disiapkan sebanyak 2 ml akuades. Masing-masing larutan ditambahkan 1 ml larutan fenol 80% dan dihomogenkan dengan vorteks, kemudian didiamkan selama 10 menit. Selanjutnya absorban masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Pada analisa sampel, ditimbang 0,1–5 g sampel dan dimasukkan dalam erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan 200 ml HCL 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Setelah itu didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30% dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan sedikit asam. Kemudian pindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan himpitkan hingga tanda tera, selanjutnya disaring. Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 1 ml akuades dan 1 ml larutan fenol 5% lalu dihomogenkan segera dengan vorteks. Setelah itu, ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat dengan cepat dan diamkan selama 10 menit, selanjutnya diukur absorbansi pada panjang gelombang 490 nm. Perhitungan total karbohidrat sebagai berikut :

Karbohidrat (%) = C x V x 100 W

Keterangan : C = konsentrasi karbohidrat dari kurva standar (mg/g) V = volume pelarutan sampel (ml)

W = bobot sampel (g)

Kadar Protein Larut Garam (Salt Soluble Protein/SSP) (Park et al. 1996 modifikasi)

Sebanyak 1 g sampel dihomogenasi dalam 20 ml larutan garam 3% dingin selama 1 menit dalam ice bath. Campuran didiamkan selama 3 menit lalu dihomogenasi kembali selama 1 menit. Kemudian disentrifuse selama 10 menit pada 3020 x g. Filtrat dipisahkan, dan disentrifuse lagi selama 10 menit pada 3020 x g. Sebanyak 1 ml supernatan digunakan untuk menentukan kadar protein

dengan metode Kjeldahl. Salt soluble protein dinyatakan sebagai persen total protein.

pH (AOAC. 1975)

Sampel sebanyak 20 g dihomogenkan dan ditambahkan aquadest sebanyak 40 ml ke dalamnya. Kemudian diblender selama 1 menit dan hasilnya dituang ke dalam gelas piala 100 ml. Alat pH meter ditera terlebih dahulu dengan larutan buffer standar yang memiliki pH 4.0 dan dengan larutan buffer yang memiliki pH = 7.0 sebelum digunakan. Pembacaan nilai pH setelah jarum pH meter konstan kedudukannya.

Analisis Asam Amino (Baxter. 1996)

Tahap hidrolisis asam yaitu sample sebanyak 0.5-1 g dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml tertutup kemudian ditambahkan 5 ml HCl 6 N dan dikocok hingga homogen lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 100oC 24 jam. Setelah itu cairan tersebut didinginkan dan disaring dengan kertas saring Whatman 40.

Tahap pengeringan dilakukan dengan cara mepipet 30 µl hasil hidrolisis ke dalam tabung reaksi berskala kemudian ditambahkan 30 µl larutan pengering (methanol : picoiotiocianat : trymetilamin dengan perbandingan 3 : 3: 4) lalu dikeringkan.

Tahap derivatisasi yaitu residu ditambahkan 30 µl larutan derivatisasi (methanol : Na asetat : trymethilamine) dan dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar lalu diencerkan dengan 1 ml larutan pengencer (Natrium asetat 1M). Larutan sampel dan standar asam amino siap diinjekkan ke HPLC sebanyak 20 µl. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis :

- Temperatur kolom : 38oC

- Kolom : Vicotag untuk asam amino - Kecepatan alir : 1 ml/menit

- Panjang gelombang : 262 nm, 0.02 AuFs - Detector : UV/Vis

Perhitungan : Kadar contoh (ppm)/(mg/kg) = Ac x Bs x BM x Fp x 100% As Bc

Keterangan : Ac = Luas area sample As = Luas area standar Bc = Berat sample (µg) Bs = Berat standar (µg)

BM = Berat molekul masing-masing asam amino Fp = Faktor pengenceran / Volume contoh

Analisis WHC (Water Holding Capacity) (Wroldstad et al. 2005)

Sampel dalam kertas saring Whatman no.1 sebanyak 3 lembar ditimbang dengan berat tertentu dan disentrifus pada kecepatan 5000 rpm pada suhu ruang selama 15 menit. Kemudian sampel dipisahkan dari kertas saring dan ditimbang. Perhitungan nilai WHC sebagai berikut :

%WHC = berat sampel (g) setelah disentrifus x 100 berat sample (g) sebelum disentrifus

Sifat Emulsi (Xie and Hettiarachchy. 1997)

Sebanyak 2 ml minyak jagung murni dan 6 ml 0.1% larutan sampel dihomogenizer pada skala 6 selama 1 menit. Emulsi sebanyak 1 μl diambil dari dasar wadah pada 0 dan 10 menit dan dicampur dengan 0.1% SDS. Absorbansi dari emulsi diukur pada 500 nm. Absorbansi yang diukur segera setelah terbentuk emulsi dinyatakan sebagai aktivitas emulsi (EA). Stabilitas emulsi ditentukan sebagai berikut : ES = T/To ; dimana To dan T adalah turbidity pada 0 dan 10 menit.

Kekuatan Gel (Rawdkuen et al. 2009 modifikasi)

Preparasi sampel dengan menyiapkan sampel dengan berat tertentu (g) ditambah NaCl 2,5% (w/w) dicampur selama 3-4 menit pada suhu 4oC. Kemudian dimasukkan dalam casing plastik PVC (Polyvinylidine Chloride) dengan ukuran diameter : 3.5 cm; panjang 4-5 cm dan dipanaskan pada suhu 40oC selama 30 menit dan 90oC selama 15 menit. Selanjutnya diamkan selama 30 menit dalam air dingin dan disimpan semalam pada suhu 4oC. Pengukuran kekuatan gel dengan alat TAXT-Texture Analyzer menggunakan probe 0.5S dan kecepatan 1.1 mm/s serta jarak 1.5 mm.

Nilai Anisidin (AOCS. 1997)

Sebanyak 0.5–4 g minyak ikan ditambah 25 ml isooktan dan larutan ekstrak tersebut diukur absorbannya (Ab) pada 350 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Kemudian sebanyak 5 ml ekstrak minyak dipipet ke dalam tabung, kemudian ditambahkan 1 ml p-anisidin 0.25% dalam asam asetat glasial. Tabung ditutup, dikocok dan dibiarkan pada tempat gelap selama 10 menit. Absorban larutan (As) diukur pada panjang gelombang 350 nm. Angka anisidin dihitung dengan rumus :

Bilangan Anisidin = 25 x (1,2 As – Ab) Berat sample (g)

Bilangan Peroksida (Apriyantono et al. 1989)

Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah Iod yang dibebaskan dari potassium Iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam lemak/minyak pada suhu ruang didalam medium asam asetat/kloroform.

Prosedur penentuan bilangan peroksida yaitu ; sample minyak sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam 250 ml Erlenmeyer dan ditambahkan 30 ml pelarut, kocok sampai semua contoh minyak larut. Kemudian ditambahkan potassium Iodida jenuh dan didiamkan selama 2 menit di ruang gelap sambil digoyang. Selanjutnya ditambahkan air destilasi dan larutan amylum sebanyak 1 ml. Kelebihan Iod dititer dengan larutan sodium tiosulfat 0.01 N. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus : Bilangan peroksida = A x N x 1000/g sampel

Keterangan : A = ml sodium tiosulfat

N = Normalitas sodium tiosulfat

Nilai Total Oksidasi (Totox value) (Irianto. 1992)

Nilai total oksidasi untuk mengetahui jumlah hasil oksidasi primer dan sekunder yang dihitung dengan rumus : Nilai total oksidasi = 2 PV + An. V Keterangan : PV = nilai peroksida

Tensile Strenght dan Elongasi (Caner et al. 1998)

Pengukuran sifat tekstur dendeng menggunakan alat Tensile Strenght

dengan adanya gaya tarik sehingga menghasilkan sifat kekuatan tarik dan elastisitas tekstur yang diketahui dari nilai elongasi. Pengujian diawali dengan membuat ukuran contoh tertentu dan masing-masing sisi contoh bagian bawah dan atas dikaitkan pada alat. Pengukuran dimulai dengan menarik kedua sisi contoh hingga terputus dan menghasilkan besaran gaya tertentu. Tensile Strenght

dihitung berdasarkan gaya maksimum per luas area yang menyebabkan contoh terputus. Sedangkan persen elongasi dihitung pada saat elongasi contoh terputus yang dibandingkan dengan elongasi contoh semula. Hasil perhitungan tensile strenght dinyatakan dalam kgf/cm2 dan elongasi dinyatakan dalam persen.

Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) (SNI 01-2332.3-2006)

Pengenceran sampel dilakukan secukupnya (sampai 10-5) sebelum dibiakkan dalam nutrien agar. Kemudian 1 ml dari setiap pengenceran dimasukkan ke dalam cawan petri steril (dilakukan secara duplo). Setelah itu ditambahkan 12–15 ml PCA yang sudah dingin ke dalam cawan petri yang berisi sampel dan lakukan pemutaran cawan secara sempurna. Inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Perhitungan koloni bakteri pada cawan dilakukan setelah inkubasi. Perhitungan jumlah bakteri total : jumlah bakteri per gram sampel dapat dihitung berdasarkan jumlah yang layak dihitung (25-250 koloni) pada cawan petri dengan memperhitungkan tingkat pengencerannya.

Analisis Kapang (SNI 01-2332.7-2006)

Timbang sampel secara aseptik sebanyak 25 g kemudian dimasukkan dalam wadah atau plastik steril. 225 ml larutan butterfield’s phospate bufferred

ditambahkan ke dalam sampel, dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengencer 10-1 dengan menggunakan pipet steril homogenat diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml sampel dari pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya juga dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel dari pengenceran 10-2 ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phospate buffered dst. Pipet 1 ml setiap pengenceran 10-1, 10-2, dst dan masukkan ke dalam cawan petri steril. Lakukan secara duplo untuk setiap pengenceran. Tambahkan 12–15 ml PDA yang sudah didinginkan sampai suhu (45±1)°C ke dalam masing-masing cawan

yang sudah berisi sampel agar sampel dan media PDA tercampur sempurna lakukan pemutaran cawan ke depan-ke belakang dan ke kiri- ke kanan. Setelah agar menjadi padat, cawan diinkubasi dalam posisi terbalik selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C.

Uji Organoleptik (Adawiyah. 2007)

Uji organoleptik yang dilakukan terhadap dendeng yang dihasilkan sebelum penyimpanan menggunakan metode uji pembedaan atribut tekstur, aroma/bau, rasa dan warna dengan panelis semi terlatih. Selain itu juga dilakukan uji kesukaan (hedonik) dengan ranking 1 sampai 9 (1: amat sangat tidak suka, 2 : sangat tidak suka, 3: tidak suka, 4: agak tidak suka, 5: netral, 6: agak suka, 7 : suka, 8: sangat suka, 9: amat sangat suka) dengan panelis semi terlatih.

Dokumen terkait