Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2010 di kebun percobaan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Leuwikopo, Bogor pada tanah Latosol (pH 4.2) dan Laboratorium Agromikrobiologi Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan diantaranya benih kedelai kultivar Wilis yang diperoleh dari Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Bahan lain yang digunakan adalah gipsum, gambut, tapioka, spora CMA produksi Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, 10 % KOH, HCl, asam laktat, larutan trypan blue, larutan laktogliserol, urea (45 % N), SP-18 (18 % P2O5), KCl (60 % K2O), kapur dolomit, dan fungisida butiran.
Alat yang digunakan antara lain cawan petri, gelas beker, erlenmeyer, stirer, gelas ukur, timbangan analitik, oven alat pengering sampel tanaman, alat penyaring, alat pengaduk, mikroskop stereo, drum granulator mini hasil modifikasi (kapasitas maksimum 1 kg benih kedelai) (Gambar 2), alat sentrifugase, alat pengukur, dan alat budidaya kedelai pada umumnya.
Gambar 2. Drum Granulator Mini
Metode Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas teknik aplikasi inokulasi mikroba (CMA) serta mencari dosis penggunaan pupuk P yang tepat terhadap peningkatan produksi kacang kedelai. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan petak terbagi (split plot design) dengan dua faktor yaitu dosis pupuk P sebagai petak utama dan teknik aplikasi inokulan
sebagai anak petak. Faktor dosis pupuk P terdiri atas lima taraf yaitu 0 kg SP-18/ha (P0), 100 kg SP-18/ha (P1), 200 kg SP-18/ha (P2), 300 kg SP-18/ha (P3) dan 400 kg SP-18/ha (P4). Faktor teknik aplikasi inokulan
terdiri atas tiga taraf yaitu tanpa aplikasi inokulan (I0), aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat (I1), serta aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat (I2). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Percobaan ini terdiri atas lima belas taraf yaitu:
(P0I0) Dosis pupuk P, 0 kg SP-18/ha dengan tanpa aplikasi inokulan CMA;
(P0I1) Dosis pupuk P, 0 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat;
(P0I2) Dosis pupuk P, 0 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat;
(P1I0) Dosis pupuk P, 100 kg SP-18/ha dengan tanpa aplikasi inokulan CMA;
(P1I1) Dosis pupuk P, 100 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat;
(P1I2) Dosis pupuk P, 100 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat;
(P2I0) Dosis pupuk P, 200 kg SP-18/ha dengan tanpa aplikasi inokulan CMA;
(P2I1) Dosis pupuk P, 200 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat;
(P2I2) Dosis pupuk P, 200 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat;
(P3I0) Dosis pupuk P, 300 kg SP-18/ha dengan tanpa aplikasi inokulan CMA;
(P3I1) Dosis pupuk P, 300 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat;
(P3I2) Dosis pupuk P, 300 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat;
(P4I0) Dosis pupuk P, 400 kg SP-18/ha dengan tanpa aplikasi inokulan CMA;
(P4I1) Dosis pupuk P, 400 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA tanpa bahan pelapis dan perekat;
(P4I2) Dosis pupuk P, 400 kg SP-18/ha dengan aplikasi inokulan CMA berpelapis dan berperekat;
Model matematis yang digunakan sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj +(ρα)j + βk + (αβ)ik + εijk, dimana:
Yijk = Hasil pengamatan pengaruh dosis pupuk ke-j, perlakuan teknik aplikasi mikroba ke-k pada ulangan ke-i
µ = Rataan umum
ρi = Pengaruh ulangan ke-i
αj = Pengaruh perlakuan dosis pupuk P ke-j
(ρα)j = Pengaruh galat petak utama dosis pupuk P ke-j pada ulangan ke-i βk = Pengaruh perlakuan teknik aplikasi mikroba ke-k
(αβ)ik = Interaksi antara dosis pupuk dan teknik aplikasi mikroba, pada pupuk ke- j dan teknik aplikasi mikroba ke-k
εijk = Pengaruh galat anak petak, dosis pupuk P ke-j dan perlakuan teknik aplikasi mikroba ke-k pada ulangan ke-i
Data yang dihasilkan dalam percobaan ini diolah dengan menggunakan analisis ragam (uji F) dan yang menunjukkan pengaruh nyata diuji lanjut dengan metode Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Percobaan Pendahuluan
Kegiatan awal yang dilakukan sebelum penanaman benih adalah melakukan proses pelapisan benih mengunakan gipsum dan gambut (50:50) sebagai bahan pelapis dan tapioka 5 % (b/v) sebagai bahan perekat. Perbandingan benih : perekat : pelapis adalah 10 : 1 : 1 (Khodijah, 2009).
a. Persiapan bahan perekat dan bahan pelapis
Bahan perekat yang digunakan adalah tapioka dengan konsentrasi 5 % (b/v) dimasukkan ke dalam gelas beker yang berisi air, kemudian dididihkan, dan didinginkan sebelum digunakan. Gambut yang akan digunakan adalah gambut dari Rawapening yang mengandung hemiselulosa, selulosa, lignin, kutin, bitumens, dan asam humik. Gambut ini termasuk jenis gambut berserat yang subur dan kaya akan hara mineral dengan kisaran pH 6-7. Gambut tersebut terlebih dahulu digiling halus sehingga lolos saringan 100 mesh dan gipsum yang akan digunakan juga yang berukuran halus. Kedua bahan tersebut terlebih dahulu disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 2 jam.
Gambut dan gipsum kemudian dicampur (Khodijah, 2009).
b. Pelapisan benih
Benih kedelai dicuci dengan air bersih, ditiriskan dan dikeringanginkan.
Benih kemudian dilapisi dengan bahan perekat yang dicampur dengan inokulum CMA berupa spora dan dilakukan dalam drum granulator. Kerapatan jumlah spora CMA ditentukan sebanyak 50 spora per benih, Penghitungan dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Benih yang telah dilapisi bahan perekat dengan baik kemudian dimasukkan ke dalam bahan pelapis gambut dan gipsum yang juga dilakukan dalam drum granulator.
Benih dilapisi kembali dengan gipsum yang berfungsi sebagai bahan pelindung selama beberapa menit sehingga terbentuk lapisan pelindung. Proses dihentikan setelah permukaan butiran granul benih berwarna putih. Butiran granular kemudian dikering-anginkan selama satu minggu. Benih yang telah terlapisi tersebut kemudian ditanam di lahan untuk melihat perkembangannya.
Penampilan kedelai yang telah diinokulasi CMA baik tanpa maupun dengan bahan pelapis dan perekat dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Aplikasi CMA pada Benih Kedelai (A) Tanpa Bahan Pelapis dan Perekat (B) Diberi Bahan Pelapis dan Perekat
c. Penghitungan Spora pada Benih
Kerapatan jumlah spora yang menempel pada benih ditentukan sebanyak 50 spora per benih. Sebelum diaplikasikan, kerapatan spora dihitung dengan mengambil sampel zeolit berisi spora CMA sebanyak 0.1 gram. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam gelas beker 500 ml dan direndam dalam air selama 1 jam, kemudian diaduk, dan larutannya dituang ke dalam saringan (50 – 110 µm). Spora hasil saringan kemudian dicuci dengan air dan dituangkan ke dalam cawan petri dan dihitung jumlah spora di bawah mikroskop. Hasil perhitungan kerapatan jumlah spora kemudian diaplikasikan sebanyak 50 spora per benih.
Penghitungan jumlah spora yang menempel pada benih dilakukan dengan mengambil sampel benih sebanyak 20 butir masing-masing 2 butir setiap penghitungan. Sampel benih dimasukkan ke dalam gelas beker 500 ml dan direndam dengan air selama 1 jam, kemudian diaduk, dan larutannya dituang ke dalam saringan (50 – 110 µm). spora hasil saringan kemudian dicuci dengan air dan dituangkan ke dalam cawan petri dan dihitung jumlah spora di bawah mikroskop.
Pelaksanaan di lapangan
Dua minggu sebelum benih ditanam lahan diberi kapur dolomit dan fungisida butiran (Furadan) dengan dosis 20 kg/ha ke dalam alur tanam benih.
Aplikasi inokulan tanpa bahan pelapis dan perekat (I1) diberikan dengan
A B
mencampurkan benih yang telah dibasahi dengan inokulan, lalu diaduk sampai merata dan kemudian benih ditanam. Benih ditanam pada lahan dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm dengan luas per petak 3 m x 3 m. Benih ditanam dengan cara ditugal dengan menanam dua butir benih kedelai per lubang yang setelah 2 minggu setelah tanam dijarangkan dengan meninggalkan satu tanaman yang paling baik pertumbuhannya.
Alur pupuk dibuat pada jarak sekitar 7 cm dari alur tanam. Semua pupuk dicampurkan dengan dosis pupuk P berbeda-beda untuk masing-masing perlakuan dan dosis pupuk urea 25 kg/ha dan dosis pupuk KCl 50 kg/ha. Pupuk ditabur pada alur pupuk secara merata dan disiram dengan air secukupnya. Pemeliharaan dilakukan selama pertumbuhan tanaman yang meliputi penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit dengan penyemprotan insektisida dan fungisida apabila diperlukan. Penyiraman dilakukan kembali bila tanah terlalu kering bagi tanaman. Pemanenan dilakukan pada umur 7 MST untuk pengamatan bobot basah dan bobot kering tajuk, akar, dan bintil akar. Panen kedua dilakukan pada umur 12 MST untuk pengamatan komponen hasil, infeksi akar dan jumlah spora.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu terhadap daya tumbuh benih, pertumbuhan tanaman, morfologi akar, bobot basah dan bobot kering tajuk, bobot basah dan bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering bintil akar, jumlah spora dan komponen hasil. Pengamatan daya tumbuh benih dilakukan pada 1 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali setelah berumur 2 MST yang meliputi tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun. Pengamatan morfologi akar meliputi jumlah bintil akar efektif yang dilakukan pada saat pertumbuhan maksimum yaitu kira-kira umur 45 - 60 hari setelah tanam (HST), serta pengukuran persentase akar yang terinfeksi CMA pada 12 MST. Penghitungan jumlah spora CMA dilakukan pada akhir penelitian dengan berdasarkan metode wet sieving, decanting dan teknik sentrifugase (Sylvia, 1998 dalam Khodijah 2009). Pengamatan komponen hasil dilakukan pada saat akhir penelitian meliputi hasil dan komponen hasil biji per tanaman.
Tolak ukur yang diamati diuraikan sebagai berikut:
a. Daya tumbuh benih
Daya tumbuh benih diukur dengan menghitung jumlah benih yang tumbuh dari seluruh lubang tanam pada 1 MST serta populasi tanaman per hektar dan per petak. Daya tumbuh benih dihitung dengan rumus:
DT (%) = b. Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada sepuluh tanaman contoh yang diambil secara acak dari setiap petak. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris dengan skala sentimeter, dimulai dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman tertinggi. Pengamatan dilakukan mulai 2 MST sampai 10 MST.
c. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung dari daun yang telah membuka sampai daun terbawah, mulai 2 MST sampai 10 MST.
d. Bobot basah dan bobot kering tajuk, akar dan bintil akar
Bobot basah dan bobot kering tajuk, akar dan bintil akar ditetapkan dengan memisahkan bagian tajuk, akar, dan bintil akar. Kemudian tajuk, akar, dan bintil akar dioven pada suhu 105oC selama ± 24 jam (Khodijah, 2009) untuk menghitung bobot kering tajuk, akar, dan bintil akar. Bobot kering tajuk, akar dan bintil akar tersebut ditimbang secara terpisah. Bobot kering tajuk, akar dan bintil akar dihitung setelah tanaman berumur 7 MST.
e. Persentase akar yang terinfeksi CMA
Perhitungan persentase infeksi CMA dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 0.1 g akar dari hasil panen dipotong kira-kira 1 cm dan dimasukkan ke dalam botol vial yang telah isi larutan 10 % KOH untuk membersihkan inti akar yang mengandung lignin sehingga penetrasi zat warna lebih mudah. Kemudian dibiarkan selama 3 hari, dan larutan KOH dibuang. Setelah itu dibilas dengan air dan direndam dalam larutan 0.1 N HCl untul menetralkan KOH selama 10 menit. Larutan HCl dibuang,
ditambahkan larutan trypan blue yang digunakan untuk mewarnai bagian-bagian CMA (0.01 % dalam lactogliserol). Larutan trypan blue dibuang, kemudian akar dicuci dengan air dan direndam di dalam larutan lactogliserol (berfungsi untuk mengikat larutan trypan blue) untuk perhitungan infeksi di bawah mikroskop. Infeksi dihitung dengan metode Gridline intersect method (Giovannetti dan Mouse, 1980 dalam Khodijah, 2009).
Pada metode ini, setiap potongan akar yang mengenai gridline dihitung sebagai infeksi jika salah satu hifa atau gabungan dari struktur arbuskula dan vesikel ditemukan. Persen kolonisasi dan panjang akar
dihitung sebagai berikut (Giovannetti dan Mouse, 1980 dalam Khodijah, 2009):
% Kolonisasi =
Kolonisasi (cm) = ∑ infeksi x Line Grid x 11/14.
Panjang akar (cm) = ∑ total interseksi x Line Grid x 11/14, Line Grid adalah panjang satu sisi dari kotak grid.
Interseksi = bidang pandang akar yang diamati f. Jumlah spora CMA
Penghitungan jumlah spora dilakukan dengan metode wet sieving, decanting dan teknik sentrifugase (Sylvia, 1998 dalam Khodijah 2009) yang dilakukan pada akhir penelitian. Penghitungan jumlah spora dilakukan dengan mengambil sampel media tanam sebanyak 100 gram untuk masing-masing perlakuan. Sampel media tanam dimasukkan ke dalam gelas beker 500 ml dan direndam dengan air selama 2 jam, kemudian diaduk, pasir dibiarkan mengendap dan larutan tanah dituang ke dalam saringan (50 - 110 µm). Hal tersebut dilakukan sampai air bersih.
Hasil saringan terkecil dipindahkan ke dalam tabung sentrifugase 50 ml, ditambahkan air dan ditimbang.
Hasil saringan larutan tanah terkecil kemudian disentrifugase selama 5 menit pada kecepatan 500 rpm untuk memisahkan tanah dari kotoran.
Supernatan dibuang dan ditambahkan air kembali sampai setengah, lalu
ditambahkan larutan gula 75 % sampai penuh, ditimbang dan disentrifugase kembali pada kecepatan 6000 rpm selama 20 detik. Spora dikumpulkan dengan menuangkan supernatan ke dalam saringan 50 µm.
Spora kemudian dicuci dengan air dan dituangkan ke dalam cawan petri dan dihitung jumlah spora di bawah mikroskop.
g. Komponen hasil pada 12 MST
Komponen hasil yang diamati adalah:
1. Jumlah polong isi
Jumlah polong isi per tanaman diamati dengan menghitung semua polong yang isi per tanaman.
2. Bobot basah dan bobot kering polong isi
Bobot basah polong isi dan dihitung dengan menimbang semua polong isi per tanaman. Bobot kering polong isi dihitung dengan menimbang semua polong isi setelah dijemur selama ± 3 hari.
3. Bobot biji per tanaman
Bobot biji per tanaman dihitung dengan menimbang seluruh hasil biji per tanaman setelah yaitu setelah dijemur selama ± 3 hari sampai kadar air 11-12 %.
4. Bobot biji per petak
Bobot biji per petak dihitung dengan menimbang seluruh hasil biji per petak perlakuan panen (3 m x 3 m) setelah dijemur selama
± 3 hari (kadar air 11-12 %).
5. Bobot 100 butir biji
Biji dengan kadar air 11-12 % diambil secara acak dari hasil benih per petak perlakuan, lalu ditimbang bobot 100 butir.