• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman tin yang berasal dari Jawa Barat (Bandung dan Bogor), CH3OH, C6H14, C4H9OH, CHCl3, C2H5OH, FeCl3 1%, NH4OH, H2SO4, HCl pekat, amil alkohol, vitamin C, reagen Wagner, Mayer, Dragendorf, Liebermann-Buchard, serbuk

5

Mg, natrium sulfat anhidrat, pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck, larva A. salina Leach, galur sel kanker karsinoma serviks manusia (HeLa), 3-[4,5-dimetiltilazol-2-il]-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT), medium Roswell Park Memorial Institue (RPMI) 1640, salin buferfosfat (PBS) pH 7.4, dan dimetil sulfoksida (DMSO).

Alat-alat yang digunakan adalah alat kaca, neraca analitik, oven, penguap putar, pelat KLT analitik, pelat KLT preparatif, lampu ultraviolet (UV), spektrofotometer UV-tampak, microplate 96 wells, dan inkubator CO2.

Metode Penelitian Lingkup Kerja

Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahap, yaitu (1) identifikasi tumbuhan, preparasi sampel, uji kandungan air, dan uji fitokimia, (2) ekstraksi flavonoid, steroid, dan tanin, (3) uji toksisitas metode BSLT, (4) uji aktivitas antioksidan metode DPPH, (5) fraksionasi ekstrak teraktif menggunakan KLT preparatif, serta (6) uji proliferasi sel kanker HeLa dengan metode MTT dan pencirian senyawa dengan spektofotometer UV-tampak dan FTIR. Bagan alir lingkup kerja terdapat pada Lampiran 1.

Identifikasi Tumbuhan dan Persiapan Sampel

Tanaman tin diidentifikasi di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setelah mendapatkan keterangan identifikasi tumbuhan (Lampiran 2), daun tin diambil dan dicuci lalu dikeringkan dengan dijemur di bawah sinar matahari selama 7 hari. Daun tin kering digiling menggunakan mesin penggiling hingga diperoleh simplisia daun tin dengan ukuran 40 mesh.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)

Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 30 menit lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 2 g sampel daun tin dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105 ºC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Penetapan kadar air dilakukan berdasarkan bobot kering sampel, dilakukan sebanyak 3 ulangan (triplo).

Kadar air

Keterangan:

A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g) B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.5 g simplisia daun tin ditambahkan 10 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.5 g simplisia daun tin dilarutkan dengan 10 mL kloroform dan beberapa tetes NH4OH pekat, disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok bersamaan dengan penambahan 10 tetes H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi lainnya. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf. Uji positif ditandai dengan muncul endapan berwarna putih, cokelat, dan merah jingga berturut-turut pada pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf.

Uji Terpenoid dan Steroid. Uji ini menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard. Sebanyak 0.5 g simplisia daun tin dilarutkan dengan 25 mL etanol panas (50 ºC) selama 1 jam, disaring, dan residu ditambahkan eter. Filtrat ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid.

Uji Tanin. Sebanyak 0.5 g simplisia daun tin dilarutkan dengan 10 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat ditambahkan 10 mL FeCl3 1%. Uji positif ditandai dengan munculnya warna hijau kehitaman atau biru tua.

Ekstraksi Flavonoid (Markham 1988)

Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut MeOH:H2O (9:1) sebanyak 3 kali. Sampel disaring dan diambil filtratnya. Residu dimaserasi dengan 200 mL pelarut MeOH:H2O (1:1) sebanyak 3 kali, kemudian dipisahkan antara filtrat dan residunya. Setiap maserasi dilakukan selama 24 jam dan disertai dengan pengadukan teratur. Seluruh filtrat yang diperoleh dikumpulkan, kemudian

6

dipekatkan dengan penguap putar sampai menjadi sepertiga volume semula.

Ekstrak hasil pemekatan kemudian dipartisi berturut-turut dengan n-heksana dan kloroform. Lapisan MeOH:H2O dipisahkan dari lapisan heksana dan kloroform. Fraksi MeOH:H2O dipekatkan hingga seluruh pelarut organik hilang, kemudian dikeringbekukan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pelarut air. Ekstrak flavonoid lalu diuji toksisitas dan antioksidan. Bagan alir ekstraksi flavonoid terdapat pada Lampiran 3.

Ekstraksi Steroid (Heryani 2002)

Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut MeOH sebanyak 3 kali, dipisahkan antara filtrat dan residunya. Setiap maserasi dilakukan selama 24 jam dan disertai dengan pengadukan teratur. Seluruh filtrat dikumpulkan menjadi satu, kemudian dipekatkan dengan penguap putar sampai menjadi sepertiga volume semula.

Ekstrak hasil pemekatan dihidrolisis dengan KOH 10% (dalam EtOH) di atas penangas air menggunakan suhu 100 ºC selama 3 jam. Hasil hidrolisis disaring dan dikeringkan dengan penguap putar. Hidrolisat kering diekstrak menggunakan dietil eter (Et2O) dan dicuci berturut-turut dengan H2O, HCl 2 N, NaHCO3 jenuh, dan NaCl jenuh. Fase air dari hasil pencucian dibuang, fase Et2O diambil dan dikeringkan dengan Na2SO4. Ekstrak diuapkan dengan penguap putar sampai didapatkan ekstrak kering steroid untuk diuji toksisitas dan antioksidan. Bagan alir ekstraksi steroid terdapat pada Lampiran 4.

Ekstraksi Tanin (Heryani 2002)

Sampel daun ditimbang sebanyak 50 g kemudian dimaserasi dengan 200 mL pelarut MeOH sebanyak 3 kali, dipisahkan antara filtrat dan residunya. Setiap maserasi dilakukan selama 24 jam dan disertai dengan pengadukan teratur. Seluruh filtrat dikumpulkan menjadi satu, kemudian dipekatkan dengan penguap putar sampai menjadi sepertiga volume semula.

Ekstrak hasil pemekatan dipartisi dengan heksana. Lapisan MeOH dipisahkan dari lapisan heksana. Fraksi MeOH diekstraksi menggunakan aseton:air (70:30) + 0.1% asam askorbat, lalu disaring. Filtrat diambil, dicuci berturut-turut dengan CHCl3 dan etil asetat. Larutan pencuci dibuang. Ekstrak diuapkan dengan penguap putar sampai didapatkan

ekstrak kering tanin untuk diuji toksisitas dan antioksidan. Bagan alir ekstraksi tanin terdapat pada Lampiran 5.

Uji Toksisitas Metode BSLT (McLaughlin

et al. 1998)

Penetasan Larva. Larva A. salina Leach ditimbang sebanyak 20 mg kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus berisi air laut yang sudah disaring. Setelah diaerasi, larva dibiarkan selama 48 jam di bawah pencahayaan lampu agar menetas sempurna. Larva yang sudah menetas diambil untuk digunakan dalam uji toksisitas.

Persiapan Larutan Sampel. Larutan induk sampel 2000 ppm dibuat dengan menimbang 10 mg ekstrak, lalu dilarutkan dalam 0.005 mL etanol dan ditambahkan air laut hingga menjadi 5 mL. Larutan sampel dengan konsentrasi 10, 100, 500, dan 1000 ppm dibuat dengan mengencerkan 0.005, 0.050, 0.250, dan 0.500 mL larutan induk dengan air laut hingga volumenya menjadi 1 mL.

Uji Toksisitas. Sebanyak 10 ekor larva A. salina Leach yang sehat (berdasarkan motilitas dan kemampuan larva mencari cahaya) dimasukkan ke dalam vial uji yang berisi air laut. Larutan ekstrak daun tin ditambahkan pada masing-masing vial uji dengan konsenerasi 10, 100, 500, dan 1000 ppm, sedangkan untuk control, tidak ditambahkan larutan ekstrak. Masing-masing dibuat 3 ulangan. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung jumlah larva yang mati dari total larva yang dimasukkan dalam vial uji. Penghitungan menggunakan bantuan kaca pembesar.

Uji Antioksidan Metode DPPH

Uji ini dilakukan mengacu pada Salazar-Aranda et al. (2009) dan telah dimodifikasi oleh Oktavia (2011). Larutan ekstrak dibuat dari larutan stok 1 mg/mL dalam etanol dengan konsentrasi antara 200-0.234 µg/mL. Sebanyak 100 µ L larutan DPPH 125 µM dalam etanol ditambahkan dalam 100 µL larutan ekstrak sehingga volume total menjadi 200 µL. Campuran diaduk dan diinkubasi pada suhu 37 ºC dalam gelap selama 30 menit. Serapan kemudian diukur pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan spektrofotometer DU 7500. Vitamin C digunakan sebagai kontrol positif. Kapasitas penangkapan radikal DPPH dihitung dengan rumus.

Aktivitas penangkapan radikal (%)

A adalah absorbans larutan DPPH tanpa sampel dan B adalah absorbans sampel (larutan DPPH dan larutan ekstrak) yang telah dikoreksi dengan absorbans larutan ekstrak tanpa DPPH.

Pemilihan Eluen Terbaik (Harborne 1987)

Pelat KLT yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1 cm dan tinggi 10 cm. Ekstrak pekat metabolit sekunder teraktif ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 25 totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen awal yang digunakan adalah metanol, kloroform, etil asetat, n-butanol, n-heksana, serta berbagai nisbah kloroform, etil asetat, metanol, asam asetat, etil asetat, dan air. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah dengan baik dipilih sebagai eluen terbaik.

Fraksionasi Menggunakan KLT Preparatif

Ekstrak teraktif ditotolkan pada pelat, kemudian dielusi dengan KLT preparatif menggunakan eluen metanol:etil asetat:air (1.5:8:0.5) dan diperoleh beberapa pita. Pita yang dihasilkan diamati menggunakan sinar UV pada 366 nm, lalu ditandai dan dikerok. Kemudian dilarutkan lalu disaring dan diuapkan dengan penguap putar.

Pencirian Senyawa dengan

Spektrofotometer UV-tampak

Sebanyak 1 mg fraksi teraktif dilarutkan dengan metanol, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan pelarut. Larutan dimasukkan ke dalam kuvet dan ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektrofotometer UV-tampak. Analisis dilakukan pada rentang panjang gelombang 400−200 nm.

Pencirian Senyawa dengan FTIR

Sedikit fraksi teraktif (kira-kira 1−2 mg)

ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) kemudian diaduk hingga rata. Campuran ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan alat penekan mekanik. Tekanan dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan ditempatkan dalam tempat sampel

pada alat spektrofotometer FTIR untuk dianalisis.

Uji Proliferasi Sel Metode MTT (Nurlaila 2011)

Media sel dikeluarkan dari flask (botol kultur), kemudian 5 mL PBS ditambahkan untuk membersihkan sel dari sisa media. Sel dilepaskan dari dinding flask dengan menambahkan 2.5 mL tripsin, kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 5 menit. Sel yang telah lepas dimasukkan ke dalam tabung 15 mL dengan menambahkan 2 mL media. Media sel disentrifugasi, kemudian supernatan dibuang dan ditambahkan 3 mL media baru. Viabilitas sel dihitung dengan hemositometer.

Sel ditumbuhkan menggunakan microplate 96 wells sebanyak masing-masing 100 µL/sumur dengan jumlah sel 5×103 sel/sumur. Sel diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam dalam inkubator CO2. Media kultur dibuang, kemudian ditambahkan ekstrak daun tin dengan deret konsentrasi 50, 100, 200, 400, dan 800 ppm sebanyak 100 µL/sumur dengan 3 kali pengulangan. Sebagai pembanding, dibuat kontrol sel (berisi media sel tanpa ekstrak). Setelah diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 48 jam, ditambahkan MTT sebanyak 10 µL/sumur dan diinkubasi kembali pada suhu yang sama selama 4 jam hingga terbentuk formazan yang berwarna biru pada sel hidup. Selanjutnya ditambahkan HCl-isopropanol sebanyak 100 µL/sumur, digoyang secara stabil selama 10 menit, dan dibaca serapannya dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 590 nm. Serapan kemudian dikonversi ke dalam bentuk persen penghambatan.

Dokumen terkait