• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.2 Bahaya Kesehatan Kerja

Bahaya kesehatan kerja didefinisikan sebagai kondisi patologis, apakah disebabkan oleh fisik, kimia atau biologis agen, yang muncul sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau lingkungan tempat dia bekerja. Bahaya kesehatan kerja di bengkel diantaranya yaitu pelarut organik dan anorganik, bahan kimia yang digunakan dalam membersihkan atau mencuci bagian mesin, dari pengisian baterai, lead yang digunakan dalam pengelasan, lead filler dan molten lead cair yang digunakan untuk mengisi keretakan dan penyok. Kejadian dermatitis sensitisasi telah dilaporkan dari penggunaan primer kromat seng dalam mereparasi bagian logam.

Dermatitis kontak merupakan salah satu bahaya kesehatan yang terdapat pada pekerja bengkel. Jenis paparan bahan kimia yang ada di bengkel motor yaitu air aki (asam sulfat), serta produk-produk minyak bumi seperti minyak pelumas, pelumas, minyak/oli, bensin, serta cairan pendingin (Frosh & John, 2011).

2.2 Penyakit Kulit Akibat Kerja

Penyakit kulit akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul pada waktu melakukan pekerjaan serta pengaruh-pengaruh yang terdapat di dalam lingkungan kerja (Siregar, 1996). Penyakit kulit dapat ditandai dengan ruam yang memiliki kesamaan letak yang terbatas ke daerah serangan eksternal. Menggaruk ruam karena gatal dapat menyebabkan perluasan daerah yang terpapar. Penggunaan berbagai salep dalam kombinasi dapat memperburuk daripada mengurangi gejala. Penggunaan sarung tangan dapat melindungi terhadap kontak dengan bahan kimia penyebab, tetapi penggunaan sarung tangan yang tidak tepat dapat menyebabkan bahan kimia dapat masuk diantara sarung tangan dan kulit tangan. Hal ini dapat memperburuk dermatitis kontak. Beberapa orang juga alergi terhadap lateks dan komponen lain dalam sarung tangan (Gardiner & Harrington, 2007). Di negara-negara industri, sekitar 90% dari semua bentuk penyakit kulit akibat kerja terbatas pada tangan dan lengan bawah, terkadang juga terdapat pada wajah, serta bagian tubuh lainnya juga kadang-kadang dapat mengalami dermatitis kontak. Kebanyakan kasus didiagnosis sebagai eksim atau dermatitis kontak (Waldron & Edling, 2004).

Jenis penyakit kulit akibat kerja adalah sebagai berikut (Waldron & Edling, 2004):

 Subtipe eksim / dermatitis kontak

 Depigmentasi dan hyperpigmentasi

 Infeksi

 tumor jinak dan ganas - berbagai penyakit misalnya lichenoid reaksi.

2.2.1 Penyebab penyakit kulit akibat kerja

Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor (Siregar, 1996):

1. Faktor kimiawi, dapat berupa iritasi primer, allergen atau karsinogen. 2. Faktor mekanis/fisik, seperti getaran, gesekan, tekanan, trauma, panas,

dingin, kelembaban udara, sinar radioaktif.

3. Faktor biologis, seperti jasad renik (mikroorganisme) hewan dan produknya, jamur, parasit dan virus.

4. Faktor psikologis (kejiwaan), ketidakcocokan pengelolaan perusahaan sering menghambat konflik diantara pegawai dan dapat menimbulkan gangguan pada kulit seperti neurodermatitis.

Sebenarnya kulit mempunyai fungsi untuk mempertahankan diri dari serangan/rangsangan luar. Epidermis berfungsi menghambat penguapan air yang berlebihan dari tubuh, menghambat penyerapan berlebihan dari luar. Pigmen didalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh sinar matahari. Selain itu kulit mengandung kelenjar keringat dan pembuluh darah yang berfungsi sebagai alat penjaga keseimbangan cairan tubuh, mempermudah timbulnya kelainan kulit.

2.2.2 Diagnosis Penyakit Kulit Akibat Kerja

Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit kulit akibat kerja, sebagaimana penyakit lain, dilakukan (Siregar, 1996):

a. Anamnesis

b. Pemeriksaan klinis c. Pemeriksaan laboratorik d. Percobaan temple/uji temple

2.2.2.1 Anamnesis

Yang perlu ditanyakan antara lain ialah:

 Apakah sudah ada penyakit kulit sebelum masuk kerja di perusahaan yang sekarang.

 Jenis pekerjaan penderita.

 Pengaruh libur/istirahat terhadap penyakitnya.

 Apakah ada karyawan lain menderita penyakit yang sama.

 Riwayat alergi penderita atau keluarganya.

 Proses produksi di tempat kerja dan bahan-bahan yang digunakan di tempat pekerjaan.

 Apakah kelainan terjadi di tempat-tempat yang terpajan.

 Bahan yang dipakai untuk membersihkan kulit dan alat proteksi yang dipakai.

 Lingkungan pekerjaan, tempat kerja terutama mengenai kebersihan dan temperatur.

 Kebiasaan atau hobi penderita yang mendorong timbulnya penyakit, dan lain-lain.

2.2.2.2 Pemeriksaan Klinis

Pertama-tama tentukan lokalisasi kelainan apakah sesuai dengan kontak bahan yang dicurigai, yang tersering ialah daerah yang terpajan, misalnya tangan, lengan, muka atau anggota gerak. Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan kulit yang kronis berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, kering dan skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada pertumbuhan tampak tumor, eksudasi, lesi verukosa atau ulkus.

2.2.2.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, tinja hendaknya dilakukan secara lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud agar. Pemeriksaan biopsy kulit kadang-kadang perlu dilakukan.

2.2.2.4 Uji Tempel/ Patch Test

Karena penyakit kulit akibat kerja sebagian besar berbentuk dermatitis kontak alergik (80%), maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memastikan penyebab alergennya. Bahan tersangka dilarutkan dalam pelarut tertentu dengan konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah standard an disebut unit uji tempel. Unit ini terdiri atas filter paper disc, yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan diuji diteteskan diatas unit uji tempel, kemudian ditutup dengan bahan impermeabel, selanjutnya ditutup lagi dengan plester yang hipoalergis. Pembacaan dilakukan setelah 48, 72 dan 96 jam. Setelah penutup dibuka, ditunggu dahulu 15-30 menit untuk menghilangkan efek plester.

Hasil 0 : bila tidak ada reaksi + : bila hanya ada eritema ++ : bila ada eritema dan papul

+++ : bila ada eritema, papul, dan vesikel ++++ : bila ada edema, vesikel

Dalam penilaian ini harus dapat dibedakan antara reaksi iritasi dan reaksi alergi, reaksi negatif semu dan reaksi positif semu, untuk itu diperlukan pengalaman dan penilaian khusus.

2.3 Dermatitis Kontak

Dokumen terkait