• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

                        Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Dermatitis Kontak

1. Lama Kontak 2. Frekuensi Kontak 3. Masa Kerja 4. Usia 5. Riwayat Atopi

6. Riwayat Penyakit Kulit 7. Riwayat Alergi

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 Dermatitis Kontak Peradangan pada kulit akibat paparan bahan kimia selama melakukan pekerjaan, dengan gejala berupa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit kering, mengelupas, kulit bersisik, dan terjadi penebalan pada kulit. Lembar pemeriksaan fisik Anamnesis dan Pemeriksaan fisik 0. Dermatitis 1. Tidak Dermatitis Ordinal

2 Lama Kontak  Lama waktu responden kontak dengan bahan kimia di tempat kerja dalam satu hari kerja

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

Jam/hari Rasio

3 Frekuensi Kontak  Jumlah kontak pekerja dengan bahan kimia dalam satu hari kerja

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

x/hari Rasio

4 Masa Kerja  Kurun waktu atau lamanya responden bekerja sebagai pekerja bengkel motor sejak awal bekerja sampai penelitian berlangsung

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 5 Usia Lama hidup pekerja terhitung sejak lahir

sampai penelitian berlangsung. Dibulatkan ke atas bila > 6 bulan, dan dibulatkan ke bawah bila < 6 bulan

Kuesioner dan

pengecekan KTP

Pengisian Kuesioner Tahun Rasio

6 Riwayat Atopi Penyakit pada pekerja yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya atau diturunkan dari keluarganya, seperti asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi.

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

0. Berisiko jika ada atopi

1. Tidak berisiko jika tidak ada atopi

Ordinal

7 Riwayat Penyakit Kulit  

Peradangan pada kulit dengan gejala subyektif berupa gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kulit mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit atau kelainan kulit lainnya yang sebelumnya pernah atau sedang diderita oleh pekerja.

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

0. Berisiko jika ada riwayat penyakit kulit 1. Tidak berisiko

jika tidak ada riwayat

penyakit kulit

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 8 Riwayat Alergi  Reaksi tubuh pekerja yang berlebihan

terhadap benda asing/zat tertentu dari luar tubuh misalnya seperti debu, obat, atau makanan, yang pernah dialami oleh pekerja.

Kuesioner Pengisian Kuesioner & Self Administered

0. Berisiko jika ada alergi

1. Tidak berisiko jika tidak ada tidak alergi

Ordinal

9 Personal Hygiene  Kebiasaan pekerja untuk membersihkan

tangan sebelum dan setelah bekerja, mencuci pakaian yang digunakan setelah bekerja, dan tidak adanya noda atau cipratan bahan kimia di pakaian pekerja saat bekerja. Dikatakan baik apabila pekerja memenuhi semua kriteria tersebut.

Lembar observasi Pengamatan langsung oleh peneliti 0. Tidak baik 1. Baik Ordinal

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. 2. Ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak

pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada

pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. 4. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja

bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012.

5. Ada hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. 6. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis

kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012.

7. Ada hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012.

59   

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan disain studi

cross sectional. Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel-variabel-variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi atau diteliti sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini pengambilan variabel dependen dan variabel independen dilakukan dalam waktu yang bersamaan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2012 pada bengkel motor yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah pekerja bengkel motor yang bekerja pada bengkel di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tangerang Selatan yang berjumlah 101 pekerja. Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja bengkel

motor yang dapat mewakili populasi. Pengambilan besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi seperti dibawah ini:

 

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}

P1 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu P2 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok tertentu Z1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5% = 1,96 Z1-β : Kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 95% = 1,64

Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang digunakan peneliti adalah 95% dengan derajat kemaknaan 5% dan kekuatan uji 95%. Besar sampel yang dibutuhkan dihitung berdasarkan variabel yang akan diteliti dengan mengacu pada variabel yang diteliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Lama kontak

Berdasarkan hasil penelitian dari Nuraga dkk (2008), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak 8 jam/hari yaitu

sebesar 70,37%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak < 8 jam/hari yaitu sebesar 3,70%.

2. Frekuensi kontak

Berdasarkan hasil penelitian dari Nuraga dkk (2008), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak > 7 jam/hari yaitu sebesar 64,81%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan frekuensi kontak ≤ 7 jam/hari yaitu sebesar 9,25%.

3. Masa kerja

Berdasarkan hasil penelitian Lestari & Utomo (2007), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak pada masa kerja ≤ 2 tahun yaitu sebesar 66,7%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak pada masa kerja > 2 tahun yaitu sebesar 36,2%.

4. Usia

Berdasarkan hasil penelitian Lestari dan Utomo (2007), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak pada pekerja yang berusia ≤ 30 tahun sebesar 60,5%, dan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak pada pekerja yang berusia > 30 tahun sebesar 35,1%.

5. Riwayat atopik

Berdasarkan hasil penelitian Nuraga dkk (2008), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat atopik yaitu sebesar 46,2%, sedangkan proporsi pada populasi yang

mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang memiliki riwayat atopik yaitu sebesar 27,7%.

6. Riwayat penyakit kulit

Berdasarkan hasil penelitian Lestari & Utomo (2007), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit yaitu sebesar 81,8%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit yaitu sebesar 43,5%.

7. Riwayat alergi

Berdasarkan hasil penelitian Lestari & Utomo (2007), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang memiliki riwayat alergi yaitu sebesar 57,7%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat alergi yaitu sebesar 44%.

8. Personal hygiene

Berdasarkan hasil penelitian Lestari & Utomo (2007), proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene yang kurang baik yaitu sebesar 51,8%, sedangkan proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak dengan personal hygiene yang baik yaitu sebesar 41,7%.

Berdasarkan uraian diatas, telah didapatkan besar sampel yang dibutuhkan berdasarkan variabel melalui perhitungan software sample size dengan hasil perhitungan seperti dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan Sampel dengan Uji Beda Dua Proporsi

Variabel Diketahui Sampel

total Lama kontak P1 = 70,37% = 0,7037 P2 = 3,70% = 0,037 P = 0,37 11 Frekuensi kontak P1 = 64,81% = 0,6481 P2 = 9,25% = 0,0925 P = 0,37 17 Riwayat atopik P1 = 46,2% = 0,462 P2 = 27,7% = 0,277 P = 0,365 174

Riwayat penyakit kulit P1 = 81,8% = 0,818 P2 = 43,5% = 0,435 P = 0,6265 39 Riwayat alergi P1 = 57,7% = 0,577 P2 = 44,4% = 0,444 P = 0,510 365 Personal hygiene P1 = 51,8% = 0,518 P2 = 41,7% = 0,417 P = 0,4675 632

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, jumlah besar sampel yang memungkinkan untuk diambil yaitu sebanyak 39 pekerja. Kemudian dari hasil tersebut dihitung kembali berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Lestari & Utomo (2007). Dari penelitian itu, telah didapatkan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak sebesar 51,3%. Maka perhitungan sampelnya sebagai berikut :

39 = (51,3 / 100) x N N = 39 x (100 / 51,3) N = 76

Jadi sampel minimum yang dapat diambil untuk mewakili populasi adalah sebesar 76 orang. Namun untuk lebih dapat mengeneralisir maka sampel yang diambil adalah seluruh total populasi yaitu 101 orang.

4.4 Instrumen Penelitian

4.4.1 Lembar Pemeriksaan Fisik Dermatitis Kontak

Untuk mengetahui atau mendiagnosis pekerja yang mengalami/tidak mengalami dermatitis kontak, maka harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesis yang dilakukan oleh dokter disertai dengan gejala-gejala klinis yang dirasakan oleh pekerja.

4.4.2 Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik yang digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk memperoleh suatu informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi dari responden mengenai lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, usia, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, dan riwayat alergi.

4.4.3 Lembar Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui informasi mengenai personal hygiene. Lembar observasi

disiapkan dengan menggunakan daftar pertanyaan agar observasi dapat terarah dan data yang diperlukan benar-benar diperoleh.

4.5 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pekerja bengkel motor dengan menggunakan alat ukur berupa lembar pemeriksaan fisik, kuesioner, dan lembar observasi. Lembar pemeriksaan fisik digunakan untuk mendiagnosa kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor. Kuesioner digunakan untuk mengetahui lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, usia, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, dan riwayat alergi. Sedangkan untuk lembar observasi digunakan untuk mengetahui personal hygiene.

4.6 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul kemudian dioleh melalui tahap-tahap sebagai berikut :

4.6.1 Coding

Proses pemebrian kode kepada setiap variabel yang dikumpulkan agar mempermudah pengolahan data selanjutnya. Pengkodean variabel tersebut yaitu:

a. Dermatitis kontak : 0 = Dermatitis ; 1 = Tidak dermatitis b. Riwayat atopi : 0 = Berisiko jika ada atopi ;

c. Riwayat penyakit kulit : 0 = Berisiko jika ada riwayat penyakit kulit 1 = Tidak berisiko jika tidak ada riwayat

penyakit kulit d. Riwayat alergi : 0 = Berisiko jika ada alergi ;

1 = Tidak berisiko jika tidak ada alergi e. Personal Hygiene : 0 = Tidak baik ; 1 = Baik

4.6.2 Editing (Penyuntingan Data)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban. Penyuntingan data ini dilakukan sebelum proses pemasukan data.

4.6.3 Entry

Proses pemasukan data kedalam program atau fasilitas analisis data didalam komputer berdasarkan klasifikasi.

4.6.4 Cleaning

Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data siap untuk diolah dan dianalisis.

4.7 Analisis Data

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel dependen dan variabel independen.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan melakukan uji Chi Square

untuk variabel dengan bentuk kategorik – kategorik. Variabel yang dianalisis dengan uji Chi Square yaitu riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, dan riwayat alergi. Uji T-test digunakan untuk menganalisis variabel bentuk numerik – kategorik dengan data yang berdistribusi normal. Variabel yang dianalisis menggunakan uji T-test yaitu usia. Sedangkan uji Mann-Whitney

untuk menganalisis variabel bentuk numerik – kategorik dengan data yang tidak berdistribusi normal, variabelnya yaitu lama kontak, frekuensi kontak dan masa kerja.

Persamaan Chi Square:              dF = (k-1) (b-1) Keterangan :  X2 = Chi Square O = Nilai observasi E = Nilai ekspektasi k = Jumlah kolom b = Jumlah baris

Metode analisis ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika P value ≥ 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value < 0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.

69   

5.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Semua bengkel motor informal di wilayah Kecamatan Ciputat Timur terletak di area outdoor. Pekerja bengkel yang terdapat pada satu bengkel berkisar dari 1 hingga 13 mekanik, tergantung pada besar kecilnya bengkel motor tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan, semua bengkel informal tersebut terbatas pada pelayanan servis kendaraan roda dua, mulai dari servis ringan, tune-up, spare parts, sampai servis besar (turun mesin), juga mengerjakan beberapa pekerjaan reparasi, serta penggantian bahan pelumas/oli. Satu pekerja bengkel biasanya mengerjakan semua jenis pelayanan tersebut. Jenis paparan bahan kimia yang terdapat di bengkel motor berasal dari Accu Zuur dengan bahan dasar asam sulfat (H2SO4 pekat), air accu (ammonium, nitrat, besi, tembaga) dengan pH 6-7, serta produk-produk minyak bumi seperti minyak pelumas, pelumas, minyak/oli, bensin, serta cairan pendingin dimana bahan-bahan tersebut mengandung petroleum (minyak bumi) dan gasoline.

Setelah melakukan observasi awal sebelum penelitian, di wilayah Kecamatan Ciputat Timur terdapat 43 bengkel motor informal dengan jumlah keseluruhan pekerja sebanyak 112 orang. Namun pada saat penelitian berlangsung populasinya menjadi 101 pekerja. Dari populasi pekerja bengkel di Ciputat Timur tersebut, semua dimasukkan kedalam sampel penelitian ini.

Waktu kerja bagi pekerja bengkel di Ciputat Timur dapat dikatakan tidak tentu, tidak mengikuti aturan jam kerja seperti 8 jam/hari. Bisa diperkirakan waktu kerja mereka dimulai dari pukul 8 atau 9 pagi hingga pukul 4 atau 5 sore. Namun ada juga beberapa bengkel yang buka dari pukul 8 hingga pukul 10 malam, sehingga waktu kerja bagi pekerjanya bisa mencapai 13/14 jam/hari. Akan tetapi, dikarenakan bengkel tersebut bukan jenis bengkel resmi, maka para pekerja bisa datang dengan semaunya terutama bagi pemilik bengkel yang juga sebagai mekanik.

Proses atau unit kerja pada pekerja bengkel motor seperti dalam melakukan servis motor, para pekerja biasanya terpapar dengan bahan kimia seperti minyak pelumas, bensin, oli, serta gemuk. Peralatan bengkel yang digunakan untuk servis terletak pada suatu wadah dan direndam dengan cairan bahan kimia tersebut. Dari peralatan dan cairan pada wadah tersebutlah bahan kimia tersebut dapat memapar pekerja bengkel. Selain itu pada saat pengisian air accu ataupun penggantian bahan pelumas atau oli, akibat adanya cipratan atau tetesan bahan kimia tersebut saat mengganti dan menuangkan air accu atau oli kedalam motor dapat memapar tangan pekerja bengkel, karena pekerja tidak memakai sarung tangan.

Semua pemilik bengkel tidak menyediakan tempat cuci tangan yang baik, seperti terdapat keran air sehingga ada air bersih yang mengalir, sabun cuci tangan, hingga lap khusus tangan. Jika tersedia mungkin letaknya jauh dari tempat mereparasi. Namun yang tersedia hanya berupa wadah berisi air untuk mencuci tangan, dan mungkin jika dilihat air tersebut telah keruh oleh bahan-bahan kimia

yang terdapat dibengkel setelah pekerja mencuci tangan, kemudian air dalam wadah tersebut tidak langsung kembali diganti dengan air bersih.

Berdasarkan hasil observasi pekerja mencuci tangan hanya ketika istirahat dan makan, setelah melakukan reparasi tidak semua pekerja langsung mencuci tangan. Pekerja mencuci tangannya tidak menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun cuci tangan, namun terlebih dahulu mereka mencuci tangan dengan bensin untuk menghilangkan noda-noda, dan terkadang menggunakan sabun lalu dibilas dengan air. Selain itu, setelah melakukan observasi diketahui bahwa semua pekerja bengkel motor tidak ada yang menggunakan sarung tangan selama bekerja.

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak

Hasil penelitian yang diperoleh mengenai kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

Kejadian Dermatitis Kontak Frekuensi Persentase (%)

Ya 38 37,6

Tidak 63 62,4

Jumlah 101 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 101 pekerja bengkel, 38 (37,6%) pekerja mengalami dermatitis kontak sedangkan 63 (62,4%) pekerja tidak mengalami dermatitis kontak.

5.2.2 Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis konak diantaranya yaitu lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja, usia, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, riwayat alergi, dan personal hygiene. Gambaran untuk

faktor lama kontak, frekuensi kontak, usia dan masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Usia dan Masa Kerja) pada Pekerja Bengkel Motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

No Variabel Mean SD Min-Max

1 Lama Kontak 5,19 jam/hari 1,815 jam/hari 2 jam/hari – 10 jam/hari 2 Frekuensi Kontak 6,49 kali/hari 2,759 kali/hari 2 kali/hari – 15 kali/hari 3 Masa Kerja 72,48 bulan 65,917 bulan 1 bulan – 300 bulan 4 Usia 28,91 tahun 7,915 tahun 15 tahun – 50 tahun

5.2.2.1 Lama Kontak

Lama kontak diketahui dari lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan kimia di tempat kerja dalam hitungan jam selama satu hari kerja. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata lama pekerja bengkel motor kontak dengan bahan kimia adalah 5,19 jam/hari dengan standar deviasi 1,815 jam/hari. Lama kontak terendah yaitu 2 jam/hari, sedangkan lama kontak tertinggi yaitu 10 jam/hari.

5.2.2.2 Frekuensi Kontak

Frekuensi kontak diketahui dari jumlah kontak pekerja bengkel dengan bahan kimia di tempat kerja selama satu hari kerja. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata frekuensi kontak pekerja bengkel motor

dengan bahan kimia yaitu 6,49 kali/hari dengan standar deviasi 2,759 kali/hari. Frekuensi kontak terendah yaitu 2 kali/hari, sedangkan frekuensi tertinggi yaitu 15 kali/hari.

5.2.2.3 Masa Kerja

Lama kerja diketahui dari lamanya bekerja sebagai pekerja bengkel motor sejak awal bekerja sampai penelitian berlangsung dalam hitungan bulan. Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja pekerja bengkel motor yaitu 72,48 bulan dengan standar deviasi 65,917 bulan. Masa kerja terendah yaitu 1 bulan, sedangkan masa kerja tertinggi yaitu 300 bulan.

5.2.2.4 Usia

Usia merupakan lama hidup pekerja terhitung sejak lahir sampai penelitian berlangsung. Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa rata-rata usia pekerja bengkel motor adalah 28,91 tahun dengan standar deviasi 7,915 tahun. Usia pekerja bengkel motor terendah yaitu 15 tahun, sedangkan usia tertinggi yaitu 50 tahun.

Untuk gambaran dari faktor riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, riwayat alergi, dan personal hygiene dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini :

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi (Riwayat Atopi, Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Alergi, dan personal hygiene) pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan

Ciputat Timur Tahun 2012

No Variabel Kategori Frekuensi Persentase

(%) 1 Riwayat Atopi Ada 22 21,8 Tidak Ada 79 78,2 2 Riwayat Penyakit Kulit Ada 64 63,4 Tidak Ada 37 36,6 3 Riwayat Alergi Ada 23 22,8 Tidak Ada 78 77,2 4 Personal Hygiene Tidak Baik 101 100 Baik 0 0 5.2.2.5 Riwayat Atopi

Riwayat atopi merupakan penyakit pada pekerja yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya atau diturunkan dari keluarganya, seperti asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan konjungtivitis alergi. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerja bengkel motor yang memiliki riwayat atopi adalah 22 (21,8%) pekerja, sedangkan yang tidak memiliki riwayat atopi yaitu 79 (78,2%) pekerja.

5.2.2.6 Riwayat Penyakit Kulit

Riwayat penyakit kulit merupakan peradangan pada kulit yang sebelumnya pernah atau sedang diderita oleh pekerja. Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa pekerja bengkel motor yang memiliki riwayat penyakit kulit yaitu 64 (63,4%) pekerja, sedangkan yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit yaitu 37 (36,6%) pekerja.

5.2.2.7 Riwayat Alergi

Riwayat alergi merupakan reaksi tubuh pekerja yang berlebihan terhadap benda asing/zat tertentu dari luar tubuh misalnya seperti debu, obat, atau makanan yang pernah dialami oleh pekerja. Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa pekerja bengkel motor yang memiliki riwayat alergi yaitu 23 (22,8%) pekerja, sedangkan yang tidak memiliki riwayat alergi yaitu 78 (77,2%) pekerja.

5.2.2.8 Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan kebiasaan pekerja untuk membersihkan tangan sebelum dan setelah bekerja, pakaian yang digunakan dicuci setelah bekerja, dan tidak adanya noda atau cipratan bahan kimia pada pakaian pekerja. Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa 101 (100%) pekerja memiliki personal hygiene yang tidak baik, dan variabel ini tidak dilanjutkan pada uji bivariat.

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan variabel dependen yaitu kejadian dermatitis kontak. Uji yang digunakan untuk menganalisis variabel yang berdata numerik seperti lama kontak, frekuensi kontak, masa kerja dan usia yaitu dengan menggunakan uji T-independent. Namun sebelum diuji, keempat variabel dilakukan uji normalitas. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel lama kontak, frekuensi kontak, dan masa kerja tidak berdistribusi normal, sehingga analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Sedangkan untuk menganalisis variabel yang berdata kategorik seperti riwayat atopi, riwayat penyakit kulit, dan riwayat alergi dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.

Hasil dari analisis hubungan antara lama kontak, frekuensi kontak, dan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012 akan digambarkan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4

Analisis Hubungan antara (lama kontak, frekuensi kontak dan masa kerja) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan

Ciputat Timur Tahun 2012

No Variabel

Kejadian Dermatitis Kontak

P Value

Ya Tidak

Mean Rank Mean Rank

1 Lama Kontak 50,16 51,51 0,820

2 Frekuensi Kontak 51,34 50,79 0,926

3 Masa Kerja 52,97 49,81 0,598

Tabel analisis hubungan antara lama kontak, frekuensi kontak, dan masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah

Dokumen terkait