BAMBU RUNCING DI TENGAH SERGAPAN BEDIL JEPANG
C. Bambu Runcing dan santri sebagai perjuangan kemerdekaan
Nasionalisme dalam konteks memperjuangkan kemerdekaan adalah semangat senasib sepenanggungan untuk memperjuangkan hak- hak kemerdekaan. Heroisme mengusir penjajah adalah ungkapan paling
autentik serta bukti nyata semangat nasionalisme. 136 Dalam
mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia, banyak yang dilakukan oleh para pejuang-pejuang terdahulu untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Sekitar tahun 1940an menjadi moment bersejarah bagi
134
Rijal Mumazziq, Menelusuri Jejak Laskar Diponegoro di Pesantren, (Jember: Falsafah Vol.7 Nomor 1 Maret 2006, Jurnal STAI Al-Falah As-Sunniyah, hlm. 148
135
Saifuddin Zuhri, Guruku Orang-orang Dari Pesantren, hlm. 338-339. 136
Fariz Alniezar, Jangan Membosani Ajaran Islam, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2016), hlm. 199.
47
Indonesia, karena banyak dari daerah-daerah turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan semangat perjuangan dan mampu merampas senjata lawan. Seperti yang dikemukakan oleh Batara, perebutan senjata dari Tentara Jepang di Surabaya dimulai sejak pertengahan September 1945. Melihat bahwa Jepang sangat mengalah terhadap Belanda dan bahkan memberikan berbagai fasilitas serta
pengawalan bagi pimpinan Belanda yang baru dilepaskan dari tawanan,
membuat kemarahan rakyat terhadap Tentara Jepang makin berkobar. Kalangan pejuang Indonesai di Surabaya semakin kuat berprasangka bahwa Jepang telah bekerja sama dengan sekutu untuk memberikan
peluang terhadap Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.137
Peristiwa penyerbuan dan perebutan senjata bejalan secara dramatis dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Oktober terhadap para tentara
Jepang selama masa pendudukan.138 Ada banyak kejadian dan peristiwa
yang terkait dengan bambu runcing, baik yang berskala nasional maupun yang berskala lokal. Kejadian tersebut dapat dipastikan terkait dengan perjuangan perlawanan bersenjata. Sama halnya dengan kejadian yang berada di daerah Parakan, Kabupaten Temanggung. Peristiwa Batuloyo yang terjadi pada tahun 1945 masih terdapat banyak sisa-sisa tentara Jepang yang lengkap dengan persenjataannya. Rakyat Temanggung secara diam-diam menyusun pasukan gerilya, dengan maksud menggempur dan melenyapkan tentara Jepang dari bumi Indonesia, khususnya daerah Temanggung. Pada akhirnya pemuda-pemuda Temanggung memperoleh informasi, bahwa Sembilan orang serdadu Jepang akan melakukan perjalanan menuju Ngadirejo, maka dengan cepat beberapa pemuda yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) memberhentikan dan menyerang serdadu-serdadu Jepang pada
137
Batara R. Hutagalung, Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam Kaleidoskop Sejarag Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Cet I, (Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 130.
138
48
saat lengah. Serangan mendadak tersebut dilancarkan tepatnya saat sembilan serdadu Jepang telah memasuki Parakan. Peristiwa tersebut
menjadi awal tersiarnya penyepuhan Bambu Runcing di Parakan.139
Menurut Muhammad Asrof bahwa penyepuhan bambu runcing sudah terdengar di berbagai wilayah nusantara. Tidak hanya di daerah Temanggung dan sekitarnya saja, namun dari beberapa kota luar Jawa
pun rela jauh-jauh datang ke Parakan untuk meminta do’a kepada KH
Subchi, bahkan beberapa pahlawan nasional berkunjung ke Parakan
untuk menemui KH Subchi seperti Jendral Sudirman, Bung Tomo.140
Seperti yang telah sedikit diuraikan di atas, bahwa perjuangan kemerdekaan juga tidak terlepas dengan adanya peran santri yang notabennya hanya sebagai pelajar agama, namun santri terdahulu juga memberika peran penting bagi kemerdekaan Indonesia. Berbicara mengenai santri tentunya tidak akan bisa terlepas dengan adanya suatu lembaga yang dinamakan pesantren. Bahkan tidak salah lagi jika bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan juga tidak lepas atas kontribusi dukungan dari para santri terdahulu. Mengungkapkan makna santri, santri pada hakikatnya tidak hanya dimaknai sebatas seseorang atau katakanlah pemuda yang sedang menuntut ilmu di pesantren. pada tahun 1945 peristiwa resolusi jihad berlangsung saat perjuangan santri dalam menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia dengan cara melawan
agresi militer penjajah pada saat itu.141
Pendapat di atas juga dikuatkan oleh Zainul Muhlisin, bahwa perjuangan santri dalam mempertahankan Indonesia dari penjajah juga pernah dipimpin oleh Kyai Hasyim Asyari yang dengan berani melawan
139 Anasom, Kiai dan Bambu Runcing: “Mengungkap per
an Kiai dan Bambu runcing pada Masa Perang Kemerdekaan, hlm. 52.
140
Wawancara dengan Muhammad Asrof cicit KH Subchi pada tanggal 3 September 2018 pukul 12:40, di Kauman, Parakan.
141
Zidni Nafi, Menjadi Islam Menjadi Indonesia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018, hlm. 230
49
penjajah pada masa penjajahan. Banyak santri yang dengan berani tanpa berpikir macam-macam dalam berjuang, yang ada dalam benak para
santri adalah “Hubbul wathan minal iman”, bahwa mencintai negara
mereka adalah sebagian dari iman.142
Ungkapan di atas juga dikuatkan oleh Ahmad Zaini Hasan, mempelajari suatu peristiwa seperti adanya pemberontakan, kerusuhan dan perlawanan yang dilakukan umat Islam dalam mempertahankan kedaulatan negara, bahwa dalam pemerintah kolonial Belanda menyimpulkan bahwa semua peristiwa itu digerakkan dan dipelopori
oleh pesantren.143
Menurut Fariz Alniezar jiwa kenasionalismenya kaum santri tercermin dengan jelas betapa membela serta mencintai tanah air merupakan sebagian dari keimanan. Perjuangan kaum santri dari kalangan pesantren tidak bisa dikesampingkan dalam merebut kemerdekaan, karena kaum santri juga ikut serta dalam mendirikan
Republik Indonesia.144
Perlawanan menghadapi para penjajah tidak hanya sampai pada tahun 1908 saja, akan tetapi perlawanan terhadap penjajah juga belangsung pada tahun 1940an yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa perjuangan dan perlawanan santri terus berlangsung hingga menjelang awal kemerdekaan.
Dikemukakan dalam laporan hasil penelitian Adaby Darban bahwa peralihan pendudukan Jepang ke tangan bangsa Indonesia tepatnya di Temanggung tidaklah begitu mudah, sebab pihak penjajah masih ingin berkuasa dan memiliki satu kompi tentara yang bersenjata
lengkap di daerah Temanggung.145
142
Zainul Muhlisin, hlm. 43. 143
Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan: : Kiai Abbas, Pesantren Buntet dan Bela Negara, (Yogyakarta: LKiS, 2014), hlm. 44.
144
Fariz Alniezzar, Jangan Membosani Ajaran Islam, hlm. 120. 145
50
Sementara dipihak bangsa Indonesia, daerah Temanggung yang notabenya banyak bermukim para santri seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa sebagian masyarakat Temanggung yang ada di dearah Parakan sebagian besar merupakan santri. Adaby Darban juga menambahkan, bahwa di pihak bangsa Indonesia dalam menghadapi peralihan kekuasaan tidak hanya tinggal diam. Pasukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dipimpin oleh Bambang Sugeng dan Suyoto, mengadakan gerakan pelucutan senjata terhadap pasukan kolonial Jepang
yang dipimpin Letnan Jamakawa.146
Konsolidasi kekuatan rakyat dalam menghadapi Jepang juga dibantu oleh kalangan santri yang berada di daerah Parakan. Selain adanya Badan Keamanan Rakyat (BKR) konsolidasi dalam mengahadapi kekuatan Jepang juga dipelopori oleh KH Subchi yang juga seorang figur santri. Tepatnya pada tanggal 30 Oktober 1945 diresmikan pembentukan Barisan Muslimin Temanggung (BMT) yang sebelumnya diadakan
pertemuan147 di Masjid Kauman Parakan.148
Selain dibentuk susunan kepengurusan Barisan Muslimin Temanggung, pertemuan tersebut juga menolak segala bentuk penjajahan
terhadap bangsa Indonesia.149 Kebulatan hati para ulama Temanggung
yang berada di Parakan mendapat sambutan dari badan perjuangan lain
yang ada di Karesidenan Kedu pada waktu itu.150
Delapan minggu setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terjadi peperangan di Surabaya, untuk memobilisir dukungan umat Islam,
146
Ibid, hlm. 7. 147
Pertemuan tersebut dihadiri oleh beberapa kyai dan tokoh lainya diantaranya, KH Subchi, KH Sumogunardho, KH Nawawi, KH Ali, KH Suwardi, KH Abdurrahman, KH Sahid Baidawi, KH Ridwan, dan wakil dari pemerintah kabupaten Temanggung Patih Sukewo. Lihat Adaby Darban, hlm. 8.
148 Ibid. hlm. 8. 149 Ibid. hlm. 8. 150 Ibid, hlm. 9.
51
KH Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa untuk tetap mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Fatwa tersebut antara lain:
1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 wajib dipertahankan.
2. Republik Indonesia, sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah
harus dijaga dan ditolong.
3. Musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke
Indonesia dengan bantuan Sekutu (Inggris) pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah
kembali Indonesia.151
151
Lathiful KH Subchiuluq, Fajar kebangkitan ulama biografi K.H Hasyim Asy’ari, Cet. I (Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 143.
52
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Sebagaimana daerah lain di Indonesia, Parakan Temanggung juga tidak luput dari kesulitan-kesulitan hidup sebagai dampak dari penjajahan Belanda hingga Jepang. Meskipun pada tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Republuk Indonesia telah diproklamirkan namun kemerdekaan tersebut belum dirasakan masyarakat Parakan karena kembalinya militer Belanda atas dukungan Sekutu. Pertempuran demi pertempuran di daerah akhirnya berkobar mendukung pemerintahan baru Indonesia. Kondisi demikian juga terjadi di seluruh tanah air termasuk juga di daerah Parakan Temanggung. Anak-anak muda yang tergabung dalam Tentara pelajar dan barisan laskar-laskar muda aktif turun ke garis depan membantu Tentara Badan Keamanan Rakyat yang masih terbatas.
Kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil perjuangan para tokoh utama sebagaimana tertulis dalam buku-buku sejarah resmi. Kemerdekaan Indonesia juga ditopang oleh dukungan tokoh-tokoh lokal di daerah mengikuti komando pusat untuk membantu mempertahankan tiap jengkal wilayah Indonesia. Salah satunya tokoh daerah tersebut adalah KH Subchi yang berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di Parakan, Temanggung. Jejak kiprah KH Subchi sudah tampak sejak aktifitasnya dalam kongres Sarekat Islam (SI) di Temanggung. Sementara kiprahnya di bidang sosial adalah ikut berkontribusi berdirinya organisasi NU di Temanggung.
Tidak semua tokoh mendukung perjuangan dengan berperang fisik di garis depan. KH Subchi satu diantaranya, ia berperan merekrut dan mempersiapkan anak-anak muda Parakan untuk menjadi milisi. Bersama tokoh spiritual lain diantaranya KH Ali, KH Sumogunardho,
53
KH Nawawi dan bupati Temanggung, KH Subchi mendirikan gerakan Barisan Muslimin Temanggung (BMT). KH Subchi melengkapi kesiapan milisi ini dengan ritual do’a dan gemblengan spiritual. Beberapa gemblengan spiritual bahkan dilakukan terbuka di halaman Masjid Kauman Parakan. Selanjutnya milisi BMT dikirim garis depan melawan militer Belanda.
54
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian di lapangan, penulis mendapatkan kesulitan atas kurangnya perhatian terhadap dokumentasi dan peninggalan-peninggalan masa lalu dari KH Subchi. Sebagai saran, untuk keluarga dari KH Subchi, penting untuk lebih memperhatikan penyimpanan dokumen seerta membantu kegiatan riset sejarah atas jasa KH Subchi. Saran untuk pemerintah agar memperhatikan jasa KH Subchi serta aktif dalam usaha rekonstruksi sejarah perjuangan tokoh-tokoh kecil dalam sejarah di wilayah kabupaten Temanggung.
55
Daftar Pustaka Buku:
Alniezar, Fariz, 2016, Jangan Membosani Ajaran Islam, Jakarta:
Elex Media Komputindo.
Amin, Samsul Munir, 2008, Karomah Para Kiai, Cetakan Pertama,
Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Anasom, 2010, Kiai dan Bambu Runcing:“Mengungkap peran Kiai
dan Bambu runcing pada masa perang kemerdekaan”, Semarang: Balai penelitian dan pengembangan Agama.
BPS Temanggung dan Bagian Kesra Sekretaris Daerah
Temanggung, 2005, Profil Statistik dan Indikator Gender Kabupaten Temanggung, Temanggung :BUMD Aneka Usaha.
Burke, Peter, 2001, Sejarah dan Teori Sosial, terjemah Mestika Zed
dan Zulfami, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Carey, Peter, 2016, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan
akhiir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855, Jakarta: Gramedia.
Dahana, dkk, Indonesia dalam Arus Sejarah Pasca Revolusi, (PT
Ichtiar Baruvan Hoeve).
Dekker, Nyoman, 1980, Sejarah Revolusi Nasional, Cetakan
Pertama, Jakarta: Balai Pustaka,.
Daliman, Ahmad, 2012, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta :
Ombak.
G. Moedjanto, 1988, Indonesia abad Ke-20 jilid I: Dari Kebangkitan nasional Sampai Linggarjati, Kanius.
Gunardho , 1986, Muhaiminan, Bambu Runcing Parakan, Kota
56
Hutagalung, Batara R., 2010, Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam
Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Cetakan Pertama, Yogyakarta: LKiS.
Kartodirdjo, Sartono, 2014, Pengantar Sejarah Indonesia Baru:
Sejarah Pergerakan Nasional, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Khuluq, Lathiful, 2000, Fajar Kebangkitan Ulama Biografi K.H
Hasyim Asy’ari, Cetakan Pertama, Yogyakarta: LKiS.
Kuntowijoyo, 2003, Metodologi Sejarah, Edisi II, Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nuggroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Indonesia VI, Jakarta: Balai Pustaka.
M.C. Ricklefs, 1994, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
---, 2008, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008,
Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
M Abdul Mujib dkk, 2009, Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali,
Jakarta: Penerbit Hikmah (PT Mizan Publika).
Nafi, Zidni, 2018, Menjadi Islam Menjadi Indonesia, Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Pemerintah Temanggung, 2012, Kesaksian Progo Kisah Perjuangan
Rakyat Temanggung 1945-1950, (Temanggung: Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Temanggung.
Pranoto, Suhartono W., 2010, Teori dan Metodologi Sejarah,
Cetakan Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saroyo, Djuliati, 2000, Eksploitasi Kolonial Abad XIV: Kerja Wajib
Karesidenan Kedu 1800-1890, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
57
Sjamsuddin, Helius, 2012, Metodologi Sejarah, Yogyakarta :
Ombak.
Solikhin, Muhammad, 2010, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Cetakan
Pertama, Yogyakarta: Narasi.
Suhartono, 2001, Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo
sampai Proklamasi 1908-1945, Ceakan kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).
Veyne, Paul, 1984, Writing History: Essay on Epistemology, terj.
Bhs. Prancis ,mina moore-rinvolucri, Middletown,connect, Wesleyan Univercity Press.
Vickers, Adrian, 2011, Sejarah Indonesia Modern, Cetakan Pertama,
Yogyakarta: Insan Madani.
Zahra, Ahmad, 2004, Tradisi Intelektual NU, Cet. I, Yogyakarta:
LKis,. Sumber Primer:
Syam’ani , Istahori, 1995, Sejarah Barisan Bambu Runing, Parakan, 17 Agustus.
Zuhri, Saifuddin, 2001, Guruku Orang-orang Dari Pesantren,
Yogyakarta: Pustaka Sastra LKiS. Laporan Penelitian:
Darban , Ahmad Adaby, 1987-1988, Sejarah Bambu Runcing,
Yogyakarta: Laporan Penelitian, Fakultas Sastra UGM. Skripsi:
Laela , Nur, 2014, Skripsi : Perjuangan Rakyat Parakan-
Temanggung dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1946), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
58
Putri, Delta Lindina, 2014, Skirpsi : Kebijakan wajib pajak di
Temanggung Ken Masa Pendudukan Jepang 1942-1945, Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Jurnal :
Jurnal STAI Al-Falah As-Sunniyah , 2006, Rijal Mumazziq, Menelusuri Jejak Laskar Diponegoro di Pesantren, Jember: Falsafah Vol.7 Nomor 1.
Jurnal Sejarah Lontar, Yasmis, Jepang dan perjuangan
Kemerdekaan Indonesia, Vol. 4 No. 2 Juli-Desember 2007.
Millati, Journal of Islamic Studies and Humanities, Muhammad Ulil
Absor, Dinamika Ijtihad Nahdlatul Ulama (Analisis
Pergeseran Paradigma dalam Lembaga Bahtsul Masail
NU), Vol. 1 No. 2, DOI: 10.18326/millati.vlil.227-242,
Desember 2016. Wawancara :
Muhammad Asrof (salah satu keturunan dari KH Subchi), pada hari Selasa 1 Mei 2018 pukul 11:30.
Internet :
http://www.nu.or.id/post/read/65488/KH-subchi-parakan-kiai-
bambu-runcing-guru-jenderal-soedirman, Rabu, 3
Februari 2016, pukul 13.01, diakses pada hari Kamis 26 April 2018, pukul 12:52.
https://plus.google.com/collection/0gyclB, 11 Januari 2017, dan diakses pada hari Kamis 26 April 2018 pukul 08:30.
59
60