Studi Profil Kota Pusaka
4.8. BANDA ACEH
Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara 050 16’ 15” - 050 36’ 16” Lintang Utara dan 950 16’ 15” - 950 22’ 35” Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61, 36 Km2
Sejarah Singkat
Berdasarkan naskah tua dan catatan-catatan sejarah, Kerajaan Aceh Darussalam dibangun diatas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indra Pura Dari penemuan batu-batu nisan di Kampung Pande salah satu dari batu nisan tersebut terdapat batu nisan Sultan Firman Syah cucu dari Sultan Johan Syah, maka terungkaplah keterangan bahwa Banda Aceh adalah ibukota Kerajaan Aceh Darussalam yang dibangun pada hari Jum’at, tanggal 1 Ramadhan 601 H ( 22 April 1205 M) yang dibangun oleh Sultan Johan Syah setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan ibukotanya Bandar Lamuri.
Tentang Kota Lamuri ada yang mengatakan ia adalah Lam Urik sekarang terletak di Aceh Besar. Menurut Dr. N.A. Baloch dan Dr. Lance Castle yang dimaksud dengan Lamuri adalah Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang). Sedangkan Istananya dibangun di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di Kampung Pande sekarang ini dengan nama “Kandang Aceh”. Dan pada masa pemerintahan cucunya Sultan Alaidin Mahmud Syah, dibangun istana baru di seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia (dalam kawasan Meligoe Aceh atau Pendopo Gubernur sekarang) dan beliau juga mendirikan Mesjid Djami Baiturrahman pada tahun 691 H.
Kota Banda Aceh berumur 802 tahun berdasarkan Peraturan Daerah Aceh Nomor 5 Tahun 1988, tanggal 22 April1205 ditetapkan sebagai tanggal keberadaan kota tersebut. Cheng Ho pernah singgah di Banda Aceh dalam ekspedisi pertamanya setelah singgah di Palembang.
Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Hingga kini belum diketahui berapa jumlah pasti penduduk Banda Aceh pasca tsunami.
Visi Kota Banda Aceh (2007-2012)
“Mewujudkan Masyarakat Mandiri yang Berkualitas, Bermartabat dan Islami”
Misi
1. Membangun hubungan dan keikutsertaan masyarakat yang kuat untuk menumbuh kembangkan kebanggaan dan kepribadian
sebagai warga Kota Banda Aceh yang Islami; 2. Mengembangkan nilai-nilai kebesaran dan
potensi daerah Kota Banda Aceh, sebagai Ibukota Provinsi, Pusat Perdagangan, Pendidikan dan Budaya;
3. Mengembangkan kerjasama dengan masyarakat untuk memelihara dan menata sumber daya alam dan lingkun gan untuk dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan sebagai warisan bagi generasi yang akan datang;
4. Meningkatkan derajat kesehatan, kesejahteraan dan keamanan serta tumbuhnya peluang ekonomi sebagai wujud dari kebesaran Kota Banda Aceh yang islami;
5. Membangun Pemerintahan yang efisien, akuntabel, transparan, partisipatif dan mampu melayani masyarakat secara optimal melalui pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik.
Ragam Pusaka
Kekayaan pusaka di Banda Aceh meliputi pusaka alam, budaya baik yang ragawi maupun non-ragawi. Pusaka Alam, yaitu Taman Wisata Krueng
Aceh
Pusaka Budaya Ragawi, yaitu Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Pinto Khop, Gunongan, Makam Sultan Iskandar Muda,Gerbang Peutjoet Kerkoff, Mesjid Baiturrahim Ulee Lheu.
Pusaka Budaya Non Ragawi, yaitu Tari Ranup Lampuan, Tari Liko Pulo,Tari Tarek Pukat, Tari Saman, SeruneKalee, Geundrang, Rapai
Kondisi Pelestarian Pusaka
Dampak pembangunan baru, seperti munculnya iklan, gedung bertingkat, tata lingkungan yang baru seperti pembangunan pagar dan dampak kehadiran PKL yang belum tertata
Manajemen
Pusaka Ragawi
Pengelolaan aset pusaka dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Koordinasi dan kerjasama antara Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah dengan stakeholder/para pelaku usaha wisata dan pihak terkait lainnya dilakukan secara berkala dalam rangka mengembangkan dan
memajukan kebudayaan dan pariwisata daerah.
Aset pusaka ragawi yang ada di kota ditata dan dikelola kembali agar aset pusaka dapat memiliki daya tarik yang tinggi.
Pusaka Non-Ragawi
Pembinaan sanggar-sanggar dan insentif untuk pelestarian pusaka budaya intangible. Diadakannya Pekan Kebudayaan Aceh
secara berkala untuk mempromosikan kebudayaan secara berkala.
Pengembangan pariwisata yang menghormati alam dan budaya.
4.9. AMBON
Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3o-4o Lintang Selatan dan 128o-129o Bujur Timur, dimana secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.
Visi dan Misi (2011-2016)
“Ambon yang maju, mandiri, religius, lestari dan harmonis berbasis masyarakat” Dengan Misi:
• Menata dan meningkatkan profesionalisme birokrasi dalam pelayanan publik
• Meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berpihak pada masyarakat
• Menata dan meningkatkan lingkungan lestari berbasis partisipasi masyarakat
• Memacu pertumbuhan ekonomi dan industri kerakyatan berbasis sumberdaya alam yang tersedia
• Meningkatkan kehidupan orang basudara di atas kearifan lokal
• Merevitalisasi penegakan hukum dan pranata sisoal masyarakat
Sejarah Singkat
Pada tahun 1575, saat dibangunnya Benteng Portugis di Pantai Honipopu, yang disebut Benteng Kota Laha atau Ferangi, kelompok-kelompok masyarakat kemudian mendiami sekitar benteng. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut kemudian dikenal dengan nama soa Ema, Soa Kilang, Soa Silale, Hative, Urimessing dan sebagainya. Kelompok-kelompok masyarakat inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kota Ambon. Dalam perkembangannya, kelompok-kelompok masyarakat tersebut telah berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari Bangsa Penjajah
dan merupakan awal mulanya warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.
Ragam Pusaka
Pusaka Kota Ambon terdiri dari:
Pusaka Alam, yaitu laut dan pantai sangat dominan. Terutama sebaran penduduk yang berada di pulau-pulau kecil seperti Pulau Seram, dan lainnya.
Gambar: Pemandangan jalanan di Ambon (1883-1889)
Sumber http://id.wikipedia.org/w/index.
php?title=Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Straat_in_ Ambon_TMnr_3728-864.jpg&filetimestamp=20100728203256
Ambon
Pusaka Budaya Ragawi, yaitu
Rumah tradisional sangat jarang ditemui di Kota Saparua. Beberapa bangunan Belanda sudah ada yang dirobohkan dan diganti bangunan modern. Bangunan kolonial yg masih bertahan terutama adalah gereja dimana sebagian besar masyarakat Ambon adalah umat kristiani. Ada peninggalan benteng kolonial Duustende yang sudah pernah dipugar oleh BP3 dan menjadi bagian daftar Cagar Budaya.
Pusaka Budaya Non Ragawi:
Kerajinan tenun yang mulai dijual untuk pariwisata dimana sebelumnya hanya untuk konsumsi adat.
Pusaka kuliner menjadi salah satu daya tarik, terutama kue-kue kering berbahan baku kenari, kepiting kenari dan lainnya.
Manajemen
Pengelolaan pusaka alam sangat kurang, kerusakan terumbu karang dan pengelolaan sampah mulai menjadi masalah saat ini. Berbagai upaya pemda untuk meredam
konflik sosial karena pertentangan antar suku yang kuat. Salah satu upaya yang disebutkan adalah pendekatan budaya dan pemahaman pluralisme.
Benteng Duurstede – Ambon Sumber Foto: indonesiabox.com