Kota Pusaka
ATURAN PELESTARIAN
5.4. IDENTIFIKASI PUSAKA
5.4.1. Identifikasi Pusaka PENGERTIAN
Merupakan upaya untuk mengenali aset pusaka pada sebuah wilayah secara utuh serta memahami arti penting/signifikansinya. MANFAAT
Menjadi dasar dalam mengelola aset pusaka secara efektif, sesuai dengan potensi maupun kebutuhan penanganan.
KOMPONEN
Merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari tiga langkah berikut:
1) Inventarisasi Aset Pusaka & Dokumentasi
Kegiatan pengumpulan data tentang Pusaka Alam termasuk bentang alam/ landscape, Budaya Ragawi & Tak Ragawi, Rajutan berbagai pusaka, public realm/ruang antar bangunan, pemandangan indah/panorama.
2) Registrasi
Kegiatan penetapan daftar pusaka sesuai dengan kriteria, kaitannya terhadap UU 11/2010 yaitu UU 11/2010, Pasal 33 menyatakan Bupati/ Walikota berwenang mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau
satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai Cagar Budaya.
3) Presentasi
Kegiatan ekspos inventarisasi maupun dokumentasi pusaka, dapat berupa barang cetak, digital, public accessible
web dan peta pusaka/heritage map
PERMASALAHAN
Dari hasil survey, antara satu kota dan lainnya memiliki pemahaman yang berbeda mengenai kegiatan inventarisasi. Kelengkapan juga dipengaruhi cara melihat yang biasanya ditentukan sektor apa yang melakukan kegiatan tersebut.
GOOD PRACTICE
1) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pemerintah Kota Yogyakarta telah mendata dan menetapkan aset pusaka kota yang berupa bangunan, yaitu: a. 88 Benda Cagar Budaya, sesuai
Keputusan Mendikbud dan Gubernur.
b. 369 Bangunan Warisan Budaya, sesuai penetapan Walikota.
c. 42 Bangunan yang Diduga BCB (potensial), belum ada penetapannya.
2) Pemerintah Kota Banjarmasin telah mendata Grup Musik Panting (11 kelompok), Grup Sanggara Tari, (11 kelompok) dan Sinoman Haderah (14 kelompok);
5.4.2. Identifikasi Bencana PENGERTIAN
Identifikasi bencana sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari kegiatan inventarisasi dan dokumentasi. Pada saat pendataan, penting untuk mengetahui adanya ancaman bencana serta dampaknya (kerentanan atau vulnerability) terhadap aset pusaka di wilayah tersebut.
Bencana yang dimaksudkan dalam sub bab ini adalah bencana yang diakibatkan oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir dan sebagainya, sementara di sisi lain bencana dapat pula diartikan bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia (sumber: Heritage Emergency Response in Indonesia, Recovery and Sustainability After Disaster, by Catrini P. Kubontubuh- article in Emergency in Conflict and Disaster - Prince Claus Fund 2011).
MANFAAT
Apabila dideteksi lebih awal, dapat dilakukan kegiatan untuk mengurangi resiko bencana terhadap pusaka. Pada saat terjadi bencana, dapat melakukan kegiatan Penilaian Cepat Pusaka Rusak (PCPR) secara efektif.
KOMPONEN
1) Resiko Bencana
Identifikasi terhadap adanya ancaman bencana pada wilayah dengan asset pusaka, dapat ditunjukkan dengan Peta Rawan Bencana.
2) Ancaman Bencana terhadap Aset Pusaka
Identifikasi kerentanan asset pusaka, dapat ditunjukkan dengan peta yang merupakan overlay Peta Rawan Bencana dan Peta Pusaka
Gambar : Peta Pusaka Dunia Hoi An, Vietnam (kiri) dan Vigan, Filipina (kanan) Sumber: http://whc.unesco.org/
PERMASALAHAN
Meski wilayah Indonesia kini memiliki kesadaran kebencanaan, namun belum semua wilayah telah memiliki peta rawan bencana. Lebih lanjut, pemetaan terhadap kerawanan pusaka belum menjadi bagian upaya manajemen resiko bencana saat ini. GOOD PRACTICE
--5.4.3. Penilaian Signifikansi PENGERTIAN
Merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi kawasan pusaka pada suatu kota/kabupaten dan menunjukkan elemen-elemennya yang penting. Yang dimaksud elemen, baik berupa bangunan, lingkungan terbangun maupun alaminya.
MANFAAT
Memastikan pengelolaan pusaka yang berbasis pada signifikansinya dapat membuat tindakan penanganan yang lebih efektif.
KOMPONEN
1) Lingkup kawasan pusaka
Identifikasi kawasan inti serta kawasan pendukung (bila ada), didukung dengan gambar peta.
2) Deskripsi
Identifikasi kawasan-kawasan pusaka pada suatu wilayah, berupa karakter serta letaknya.
3) Keberadaan Tim ahli Cagar Budaya sesuai UU 11/2010 di tingkat kota/ kabupaten, serta tidak menutup partisipasi dari organisasi masyarakat/ komunitas pelestarian di daerah tersebut.
Gambar 6 : Kawasan Kotagede Sebagai KCB di Kota Yogyakarta
PERMASALAHAN
Kerap kali terjadi salah paham terhadap lingkungan pusaka yang merupakan bagian dari kawasan lindung, contohnya: lingkungan pusaka yang terkontaminasi dengan adanya kegiatan perdagangan, jasa dan lainnya. Dengan demikian perlu kiranya dibuatkan Dokumen Perencanaan
Kawasan Pusaka yang lebih rinci untuk mengatur hal tersebut.
GOOD PRACTICE
1) Pemerintah Kota Bau-Bau mengeluarkan Keputusan Walikota No. 105 Tahun 2003 tentang Penetapan Benteng Keraton sebagai Kawasan Khusus Kota Bau-Bau.
2) Sesuai SK Gubernur DIY No. 186/ KEP/2011 tentang Penetapan Kawasan Cagar Budaya, Pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta menetapkan 5 Kawasan Cagar Budaya di Kota Yogyakarta, yaitu:
Kawasan Kotabaru, Kawasan Pakualaman, Kawasan Keraton, Kawasan Kotagede dan Kawasan Malioboro.
3) Pemerintah Kota Malang menetapkan Kawasan Strategis Sosial-Budaya dalam RTRW Kota Malang Tahun 2010-2030.
5.4.4. Aturan Pelestarian a) Pengertian
Merupakan upaya untuk mengendalikan implementasi perencanaan pelestarian yang telah disusun dengan berbagai instrumen, seperti peraturan perundangan.
b) Manfaat
Mendorong implementasi pemanfaatan ruang yang berkualitas, termasuk
memastikan keterlibatan masyarakat dan swasta untuk bersama-sama dengan pemerintah dalam mengelola aset pusaka.
KOMPONEN
1) Kelembagaan Pelestarian
Terlembaganya upaya menjalankan pelestarian, yang terwujud pada tata kelola pengelolaan, yang merupakan kerja bersama antara SKPD, Swasta, PTN, organisasi masyarakat / komunitas pemerhati pelestarian peduli pelestarian. Termasuk memberi payung untuk upaya pelestarian, seperti peraturan
tentang perlindungan, pengelolaan dsb.
2) Komunitas Pelestarian
Keberadaan pelaku atau organisasi masyarakat / komunitas pemerhati pelestarian yang semakin meningkat kapasitasnya dan berpartisipasi dalam proses pelestarian.
3) Kompetensi Pelestarian
Keahlian teknis yang dimiliki para pelaku pelestarian pusaka, baik pada lingkup perencanaan & perancangan dan teknis penanganan bangunan.
Gambar : Peta Rencana Perlindungan Kawasan Pusaka (PSMV) Kota Paris
PERMASALAHAN
Keberdayaan masyarakat merupakan isu penting saat ini. Meskipun demikian, tidak tiap kota memiliki warga yang baik untuk sukarela terlibat dalam kegiatan kota, termasuk pelestarian ini. GOOD PRACTICE
Pemerintah DIY melalui Perda DIY No. 10 Tahun 2005 tentang Pengelolaan KCB dan BCB telah menyebutkan pengelolaan pusaka tidak hanya menjadi peran pemerintah, tetapi juga masyarakat. Contohnya di Kawasan Kotagede, Forum Joglo telah menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan kawasan.
5.4.5. Rencana Tindak Pelestarian PENGERTIAN
Merupakan kegiatan untuk mendorong pengelolaan aset pusaka suatu wilayah, baik pemeliharaan, pemanfaatan dan pengendalian.
MANFAAT
Memastikan aset pusaka tidak hanya di-“lindungi”, tetapi juga dilestarikan dalam bentuk berbagai kegiatan perlindungan, dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kesejahteraan warga kota. Penting pula untuk mendorong keterlibatan masyarakat, dengan menciptakan kegiatan yang bisa membangkitkan kesadaran masyarakat.
KOMPONEN
1) Informasi & Edukasi Pelestarian
Kegiatan untuk sosialisasi pemahaman pelestarian pusaka secara konsisten melalui Jelajah Pusaka atau Heritage
Trail dan Pendidikan Pusaka atau Heritage Education.
2) Olah Disain Arsitektur/kawasan Pusaka Pemanfaatan & pengembangan aset, yang dalam peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa untuk perencanaan yang lebih rinci pada kawasan khusus seperti kawasan pusaka dibuatkan Rencana Revitalisasi atau RTBL.
3) Prasarana & Sarana Pelestarian
Pengembangan prasarana & sarana yang mendukung pemanfaatan aset pusaka, misalnya di sektor transportasi berupa akses lalu lintas, transportasi publik, pejalan kaki & jalur pesepeda, akses untuk semua
PERMASALAHAN
Olah desain pusaka atau adaptive reuse pada sebuah kegiatan pelestarian sering berbenturan maksudnya dengan pemahaman pusaka yang kaku, harus dilindungi tanpa diberi fungsi kembali; sehingga yang sering terjadi obyek pusaka yang sudah dilindungi terbengkalai karena tidak ada kegiatan didalamnya.
GOOD PRACTICE
Pemerintah Kota Sawahlunto dengan visinya “Kota Tambang yang Berbudaya” mengembangkan rencana revitalisasi berbagai aset pusaka tambang. Aset tersebut bukan untuk kegiatan tambang, namun dihadirkan untuk fungsi baru yang terkait dengan kegiatan pariwisata. Antar objek tersebut diangkat dalam satu rangkaian jelajah, melalui kegiatan jelajah pusaka/ heritage trail.
5.4.6. Operasi dan Pemeliharaan PENGERTIAN
Merupakan upaya untuk terus-menerus mendayagunakan atau memanfaatkan
serta memelihara kelestarian bangunan pusaka. Pemanfaatan untuk kegiatan kehidupan sebaiknya selaras dengan keberadaan pusaka tersebut, dan tidak memberikan ancaman terhadap kelestariannya. Pemanfaatan membuat aset pusaka tidak menjadi peninggalan mati, melainkan lebih hidup dan sekaligus menjadi lebih terpelihara. b) Manfaat
Mendorong implementasi pemanfaatan ruang yang berkualitas, termasuk memastikan keterlibatan masyarakat dan swasta untuk bersama-sama dengan pemerintah dalam mengelola aset pusaka. Pemanfaatan menjadikan aset pusaka tidak terlantar dan lebih
KOMPONEN
1) Kewirausahaan Pelestarian & Investasi pusaka/Heritage investment
Kegiatan yang bersifat komersial dalam memanfaatkan dan mengembangkan aset pusaka, baik berupa pengembangan ekonomi lokal atau menghadirkan investasi berupa modal usaha untuk kegiatan baru.
2) Dinamika Budaya
Kreatif dan dinamis dalam pengembangan kegiatan budaya, termasuk pencangkokan kegiatan baru pada aset pusaka, seperti kegiatan festival
3) Pemasaran/marketing
Kreatif dan dinamis dalam menyebarkan informasi mengenai kota pusaka atau kawasan di dalamnya beserta aset yang ada dengan tujuan untuk mempengaruhi munculnya berbagai macam kegiatan.
PERMASALAHAN
Kunci operasi dan pemeliharaan adalah “kreativitas” dalam menghasilkan “inovasi”. Pada intinya adalah menghasilkan sesuatu di luar kekakuan kebiasaan yang ada, yang tidak semua orang dapat melakukannya. Terutama untuk pemerintah pusat ata daerah, batasannya adalah peraturan perundangan-undangan yang telah mengatur apa yang menjadi tupoksinya.
GOOD PRACTICE
Pemerintah Kota Yogyakarta beberapa tahun terakhir menyelenggarakan beberapa festival yang berbasis pada potensi pusaka setempat. Misalnya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY), yang tahun 2012 masuk pelaksanaan yang ketujuh. Pelaksanaannya selalu diselenggarakan di Kawasan Ketandan, yang dianggap sebagai kawasan Pecinan awal di Kota Yogyakarta. Dengan begitu, festival ini juga sekaligus menghidupkan kembali gairah di kawasan tersebut.
Pemerintah Kota Banjarmasin rutin menyelenggarakan festival tahunan, seperti Festival Budaya Pasar Terapung, yang antara lain berisi Lomba Jukung tradisional.
6.1. KESIMPULAN
6.1.1. Rasionalisasi
Dari pembahasan sebelumnya, dapat ditarik suatu pemahaman tentang Kota Pusaka Indonesia, yaitu