• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.2.2 Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Selama Periode 2011- 2011-2014 2011-2014

Simpanan 5.076.082 5.076.082 0

Aset 6.207.678 6.207.678 0

Biaya Tenaga Kerja 54.735 54.735 0

Pembiayaan 4.736.314 4.736.314 0 Pendapatan Operasional 559.789 559.789 0 Maybank Syariah 100 Simpanan 1.043.046 1.043.046 0 Aset 2.449.723 2.449.723 0

Biaya Tenaga Kerja 30.601 30.601 0

Pembiayaan 1.617.383 1.617.383 0

Pendapatan Operasional 275.672 275.672 0

Sumber: Data diolah (Output MaxDEA 6.6)

4.2.2 Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Selama Periode 2011-2014

Perhitungan dengan metode DEA tidak hanya mengukur efisiensi dari masing-masing sampel bank yang diteliti, tetapi juga memberikan referensi atau acuan bagi bank yang berada dalam kondisi inefisien menjadi efisien (Muharam dan Pusvitasari, 2007). Bank–bank yang inefisien diharapkan mengacu kepada bank yang telah efisien dengan menggunakan bobot input-output yang telah ditetapkan. Hasil input-output dari perhitungan DEA dengan bantuan software MaxDEA telah memberikan referensi atau acuan bagi bank-bank inefisien setiap tahunnya selama periode 2011-2014

Tabel 4.16 menunjukkan bank-bank yang belum efisien pada tahun 2011 diharapkan mengacu kepada bank-bank yang telah efisien berdasarkan benchmark dan lambda yang telah ditentukan. Benchmark adalah bank yang

input-output yang hendaknya digunakan untuk mencapai tingkat efisiensi 100 persen.

Tabel 4.16

Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Tahun 2011

Kode Bank Benchmark (Lambda)

BMI BMI(1,000000) BMS BMS(1,000000) BNIS BMS(0,252483); BSB(2,345004); BMBS(0,389840) BSM BSM(1,000000) BCAS BMS(0,049821); BSM(0,006719); BRIS(0,014929); BPS(0,437486) BRIS BRIS(1,000000) BPS BPS(1,000000) BSB BSB(1,000000) BMBS BMBS(1,000000)

Sumber: Data diolah (Output MaxDEA 6.6)

Untuk mencapai tingkat efisiensi 100 persen disarankan bank-bank yang inefisien mengacu kepada benchmark dan lambda yang telah ditetapkan. Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah hendaknya mengacu pada Bank Mega Syariah, Bank Syariah Bukopin (BSB) dan Maybank Syariah (BMBS). Sedangkan Bank Central Asia (BCA) Syariah hendaknya mengacu pada Bank Mega Syariah (BMS), Bank Syariah Mandiri (BSM), BRI Syariah dan Bank Panin Syariah (BPS).

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa di tahun 2012 terdapat empat bank yang menjadi acuan bagi bank-bank yang inefisien. Yaitu Bank Mega Syariah (BMS), Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Panin Syariah (BPS), dan Maybank Syariah (BMBS).

Tabel 4.17

Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Tahun 2012

Kode Bank Benchmark (Lambda)

BMI BSM(0,276694); BPS(13,945194) BMS BMS(1,000000) BNIS BMS(0,088681); BSM(0,171674); BMBS(0,296521) BSM BSM(1,000000) BCAS BMS(0,011863); BSM(0,022935); BMBS(0,126821) BRIS BMS(0,077434); BSM(0,235406); BMBS(0,334935) BPS BPS(1,000000) BSB BSM(0,032777); BPS(0,858979) BMBS BMBS(1,000000)

Sumber: Data diolah (Output MaxDEA 6.6)

Bank Muamalat Indonesia (BMI) hendaknya mengacu pada Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Panin Syariah (BPS). BNI Syariah, BCA Syariah dan BRI Syariah hendaknya mengacu pada Bank Mega syariah (BMS), Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Maybank Syariah (BMBS). Kemudian untuk Bank Syayriah Bukopin hendaknya mengacu pada Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Panin Syariah (BPS).

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa di tahun 2013 terdapat tiga bank yang menjadi acuan bagi bank-bank yang inefisien. Yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), BRI Syariah, dan Maybank Syariah (BMBS). Tabel 4.18 menunjukkan bahwa bank-bank yang inefisien agar mengacu kepada benchmark dan lambda yang telah ditentukan. Dimana Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah hendaknya mengacu pada BRI Syariah dan Maybank Syariaih (BMBS). Sedangkan BCA Syariah hendaknya mengacu pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan BRI Syariah.

Tabel 4.18

Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Tahun 2013

Kode Bank Benchmark (Lambda)

BMI BMI(1,000000)

BMS BMS(1,000000)

BNIS BRIS(0,818387); BMBS(0,203404)

BSM BSM(1,000000)

BCAS BMI(0,013026); BRIS(0,077100)

BRIS BRIS(1,000000)

BPS BPS(1,000000)

BSB BSB(1,000000)

BMBS BMBS(1,000000)

Sumber: Data diolah (Output MaxDEA 6.6)

.Tabel 4.19 menunjukkan bahwa di tahun 2014 terdapat empat bank yang menjadi acuan bagi bank-bank yang inefisien. Yaitu Bank Mega Syariah (BMS), BRI Syariah , Bank Panin Syariah (BPS), dan Maybank Syariah (BMBS).

Tabel 4.19

Bank Acuan Bagi Bank-Bank yang Inefisien Tahun 2014

Kode Bank Benchmark (Lambda)

BMI BMS(0,347550); BRIS(0,797984); BPS(7,044845) BMS BMS(1,000000) BNIS BMS(1,168484); BRIS(0,553653) BSM BRIS(2,875035); BPS(1,362003) BCAS BRIS(0,090033); BPS(0,139325); BMBS(0,121643) BRIS BRIS(1,000000) BPS BPS(1,000000) BSB BMS(0,061684); BRIS(0,004630); BPS(0,650357); BMBS(0,243088) BMBS BMBS(1,000000)

Bank Muamalat Indonesia (BMI) hendaknya mengacu pada Bank Mega Syariah (BMS), BRI Syariah dan Bank Panin Syariah (BPS). Kemudian BNI Syariah hendaknya mengacu pada Bank Mega Syariah (BMS) dan BRI Syariah. Bank Syariah Mandiri hendaknya mengacu pada BRI Syariah dan Bank Panin Syariah (BPS). Sedangkan BCA Syariah hendaknya menjadikan BRI Syariah, Bank Panin Syariah (BPS), dan Maybank Syariah (BMBS) sebagai acuan. Dan Bank Syariah Bukopin (BSB) hendaknya mengacu pada Bank Mega Syariah (BMS), BRI Syariah, Bank Panin Syariah (BPS), dan Maybank Syariah (BMBS).

4.3 Pembahasan

Pada bab 1 penelitian ini telah dijelaskan bahwa indikator kinerja perbankan yaitu simpanan, aset, pembiayaan, NPF dan BOPO peningkatan dari tahun ke tahun akan tetapi persentase peningkatan indikator simpanan aset dan pembiayaan mengalami perlambatan setiap tahunnya dan indikator kinerja NPF dan BOPO mengalami peningkatan walaupun bersifat fluktuatif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dimana pencapaian rata-rata efisiensi teknik bank umum syariah mengalami fluktuasi selama periode pengamatan. Inefisiensi terjadi pada beberapa bank umum syariah setiap tahunnya selama tahun pengamatan 2011-2014. Ketidakefisienan pada bank umum syariah tersebut terjadi pada dua variabel input (simpanan dan biaya tenaga kerja) dan variabel outputnya (pembiayaan dan pendapatan). Ketidakefisienan input simpanan dan biaya tenaga kerja hampir dialami oleh setiap bank yang mengalami inefisiensi.

Pada sisi output, ketidakefisienan pembiayaan dan pendapatan terjadi pada semua bank yang mengalami inefisiensi setiap tahunnya.

Persentase peningkatan indikator kinerja perbankan yaitu simpanan, aset, dan pembiayaan mengalami perlambatan setiap tahunnya selama tahun pengamatan 2011-2014 dan data rasio keuangan NPF dan BOPO mengalami peningkatan setiap tahunnya selama tahun pengamatan 2011-2014. Persentase perlambatan pertumbuhan simpanan dan pembiayaan paling rendah terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 18,70% (simpanan) dan 8,26% (pembiayaan). Peningkatan rasio NPF dan BOPO paling tinggi juga terjadi pada tahun 2014 selama tahun pengamatan 2011-2014. Yaitu rasio NPF sebesar 4,33% dan BOPO sebesar 94,16%. Meningkatnya nilai rasio BOPO menunjukkan bahwa semakin tinggi biaya operasional yang ditanggung oleh bank sehingga mengakibatkan operasional bank semakin tidak efisien. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dimana pada tahun 2014 terdapat beberapa bank umum syariah yang telah mengalami efisiensi di tahun 2013 kembali mengalami inefisiensi pada tahun 2014.

Menurut Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari (2009), pengukuran efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknik dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Hal ini menyebabkan untuk meningkatkan tingkat efisiensi teknik hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal.

Pertama, ketidakefisienan penggunaan input simpanan oleh bank-bank umum syariah adalah jumlah input (simpanan) yang masih lebih besar

dibandingkan targetnya. Hal ini menandakan perannya sebagai input yang tidak maksimal untuk menghasilkan output. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengalokasikan kelebihan input simpanan ke bagian input aset total khususnya aset yang bersifat produktif. Cara ini dapat dilakukan oleh bank-bank umum syariah dengan peningkatan jumlah penyaluran dana/pembiayaan (seperti pembiayaan jual beli, sewa, bagi hasil, dan lainnya) kepada masyarakat. Hal ini berarti dana yang terkumpul dari masyarakat (seperti simpanan) dapat disalurkan kembali ke masyarakat melalui pembiayaan. Adapun cara lainnya adalah kenaikan biaya administrasi pada dana simpanan, sehingga pendapatan operasional bank umum syariah dapat diperbaiki. Sejalan dengan kenaikan biaya administrasi, bank umum syariah juga memerlukan peningkatan kualitas jasa pelayanan sehingga bank syariah tetap dapat bersaing.

Kedua, ketidakefisienan input biaya tenaga kerja adalah besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dari yang dibutuhkan. Besarnya biaya tenaga kerja dapat diakibatkan tingginya jumlah tenaga kerja yang digunakan. Kasus pada bank-bank syariah sama seperti pada bank-bank konvensional, di mana peningkatan jumlah tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan skill yang memadai menyebabkan bank mengalami penurunan produktivitas (Adrian Sutawijaya dan Etty Puji Lestari, 2009). Kondisi ini sesuai dengan teori the law of diminishing marginal return, di mana penambahan tenaga kerja akan menurunkan marjinal tenaga kerja (secara kuantitas). Di sisi lain, besarnya biaya tenaga kerja dapat pula dipengaruhi biaya pendidikan SDM bank syariah. Kasus bank-bank umum syariah terkait tingginya biaya pendidikan, karena jumlah

sumber daya manusia (SDM) yang paham tentang ekonomi syariah masih di bawah dari kebutuhan yang ada (secara kuantitas maupun kualitas). Hal ini sejalan dengan pendapat Ascarya, Diana Y. dan Guruh S. R. (2008) tentang biaya pendidikan masih relatif tinggi, disebabkan perguruan tinggi yang menyiapkan SDM (baik tingkat S1 dan S2) ekonomi syariah berjumlah kecil dibandingkan kebutuhan yang ada. Upaya yang dapat dilakukan dengan kerjasama antara bank-bank umum syariah dengan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dalam pemenuhan kebutuhan SDM bank syariah baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini akan memperkecil biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh bank-bank syariah umum serta peningkatan produktivitas SDM yang ada karena tersedianya SDM yang semakin berkualitas.

Ketidakefisienan output terjadi pada pembiayaan dan pendapatan operasional. Pertama, jumlah pembiayaan masih lebih kecil dibandingkan target yang ditentukan pada bank-bank umum syariah yang mengalami inefisiensi. Hal ini disebabkan adanya prinsip kehati-hatian yang diberlakukan oleh bank-bank tersebut, namun kelebihan proporsi penerapan prinsipnya akan menghambat target jumlah pembiayaan yang seharusnya dilakukan. Solusi dari permasalahan ini adalah penerapan prinsip kehati-hatian yang ada tidak menjadikan jumlah pembiayaan terhambat, namun perlunya pengawasan yang lebih ketat (pencegah terjadinya moral hazard), sehingga output pembiayaan dapat lebih optimal. Di sisi lain, variasi bentuk produk pembiayaan yang diinginkan masyarakat perlu ditambah dengan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah yang ada.

Kedua, jumlah pendapatan operasional masih jauh dari potensinya. Perbaikan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, peningkatan jumlah pembiayaan (inovasi produk) dan biaya pelayanan jasa yang terkait dengan input simpanan. Kedua, perbesar porsi jumlah aset produktif dari total aset yang dimiliki untuk penambahan jumlah pembiayaan, optimalisasi peran pembiayaan (pengurangan NPF akibat moral hazard) dan aktiva tetap (perbaikan kuantitas dan kualitas pelayanan jasa), berdampak positif yaitu penambahan pendapatan operasional yang terdiri dari pendapatan penyaluran dana dan operasional lainnya. Ketiga, perbaikan kualitas SDM untuk peningkatan pendapatan operasional, karena ini berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dalam mengelola input yang ada (tertentu) untuk menghasilkan ouput yang maksimal.

BAB V

Dokumen terkait