• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

B. Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Islam

Pengertian anak dalam berbagai disiplin ilmu berbeda-beda, hukum Islam telah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seorang manusia yang telah mencapai umur tujuh tahun dan belum balligh. Sedang menurut kesepakatan para ulama, manusia dianggap balligh apabila mereka telah mencapai usia 15 tahun.13

Baligh secara bahasa berarti sampainya seorang anak pada usia melaksanakan kewajiban agama. Sementara definisi fiqih untuk baligh itu sendiri adalah berakhirnya masa kanak-kanak seseorang dan sampai pada usia dimana ia telah memiliki kesiapan untuk melaksanakan kewajiban dan konsisten untuk melaksanakan hukum syariat.14

12

Nandang Sambas, Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak Serta Penerapannya, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013) hlm 17

13

file:///C:/Users/User/Downloads/434-1062-1-SM.pdf (diakses padatanggal 20 Mei 2016 pukul 14.06)

14

http://indonesian.irib.ir/artikel/ufuk/item/52377-Ensiklopedia_IRIB_Indonesia-_Baligh (diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 16.30)

Seorang manusia tidak dikenakan kewajiban untuk melasanakan syariat Islam (pembebanan hukum / taklif ) sebelum ia cakap untuk bertindak hukum.15 Dikutip oleh Nasrun Haroen, para ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa perbuatan seseorang baru bisa dikenai pembebanan hukum (taklif) apabila orang tersebut telah memenuhi dua syarat yaitu :

1. Orang itu telah mampu memahami khitab syari’ (tuntutan syara’) yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah. Baik secara langsung maupun melalui orang lain, seseorang yang tidak mempunyai kemampuan untuk memahami khitab syari’ tidak mungkin untuk melaksanakan suatu pembebanan hukum (taklif). Kemampuan taklif ini haruslah sesuai dengan perkembangan akal manusia, namun dikarenakan akal sulit diukur maka indikasi yang paling konkrit adalah balighnya seseorang. Penentuan baligh itu ditandai dengan keluarnya haid pertama kali bagi wanita dan keluarnya mani bagi pria. 16 Dalam syariat Islam telah ditetapkan mengenai tanda-tanda baligh dan bila terbukti ada satu dari tanda-tanda itu sudah cukup menunjukkan orang tersebut telah baligh. Sebagian dari tanda-tanda ini sama antara anak laki-laki dan perempuan dan sebagian lainnya khusus ada pada anak perempuan.17 2. Seseorang harus cakap bertindak hukum (ahliyyah) maksudnya apabila

seorang belum atau tidak cakap bertindak hukum. Maka seluruh perbuatan yang ia lakukan belum atau tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ahliyyah adalah sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan

15

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 1996) hlm 305

16

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 1996) hlm 306

17

http://indonesian.irib.ir/artikel/ufuk/item/52377-Ensiklopedia_IRIB_Indonesia-_Baligh (diakses pada tanggal 20 Mei 2016 pukul 17.08)

akalnya, sehingga seluruh tindakannya dapat dinilai oleh Syara’. Anak kecil yang belum baligh, belum cakap bertindak hukum dan tidak dikenakan tuntutan Syara’.18

Selain usia balligh menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban anak, dalam Bab II sudah sedikit disinggung mengenai fase-fase perkembangan berpikir yang terdiri dari tiga fase. Yaitu fase kemampuan berpikir tidak ada, fase kemampuan berpikir lemah dan kemampuan berpikir penuh. Sama halnya dengan mewajibkan seorang anak untuk melakukan shalat. Seperti hadist berikut ini :

ا نبا ي عي ىسيع نب ح ا ث ح

نب عيبرلا نب ِك لا ع نع ع س نب ي اربإ ا ث ح عا طل

: . ه ل سر لاق: لاق ج نع يبا نع ر س

ر

غ ب ا ِا ِ اَصلااب َيِ َصلا ا

عْ س

ني ِس

ني ِس ِرْ ع غ ب ا ِا

ا ف

ِرْض

ب

أ ْي ع

Artinya : “ Telah menceritakan kepada kami Muhammad Bin Aysi, Ya’ni Bin Thaba’. Telah menceritakan kepada kami Ibrahim Bin Sa’di dari Abdul Malik Bin Rabi’ Bi Sabrah, dari ayah dan kakeknya berkata : Rasulullah Saw bersabda :

Anak kecil diperintahkan untuk shalat berumur tujuh tahun dan dipukul jika

berumur sepuluh tahun lantaran meninggalkannya (shalat). 19

Fase yang pertama tidak adanya kemampuan berpikir. Bisa jadi, anak berumur tujuh tahun telah menunjukkan kemampuan berpikirnya tapi ia belum dianggap tamyiz karena yang dijadikan ukuran ialah kebanyakan orang bukan perseorangan. عْ سِل رْيِغ ص ا ِب ر ْ ي (Anak kecil diperintahkan untuk shalat ketika

berusia tujuh tahun) setelah usianya genap tujuh tahun, maka anak kecil itu

diperintahkan untuk mendirikan shalat dan melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya selain shalat.20

18

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta : Perpustakaan Nasional, 1996) hlm 308

19

Abu Daud Sulaiman Ibn Al-Asy’Ast Syajtani, Sunan Abu Daud Juz I, No. 494

20

Muhammad Bin shalih Al-Utsaimin, Asy-syarh Al-Mumti’’Ala Zaad Al-Mustaqni diterjemahkan oleh Team Darus Sunnah,(Jakarta : Darus Sunnah Press,2010) hlm. 51

Jadi jika seorang anak melakukan perbuatan jarimah saat usianya dibawah tujuh tahun tidak dijatuhi hukuman, baik sebagai hukuman pidana atau sebagai pengajaran. Akan tetapi anak tersebut dikenakan pertanggungjawaban secara perdata. Yang dibebankan atas harta milik pribadi yakni memberikan ganti rugi kepada orang yang telah dirugikan. 21

Fase yang kedua kemampuan berpikir lemah, رْ عِل أ ْي ع رْض ي (dan

dipukul jika berumur sepuluh tahun) maksud dari penggalan hadist ini adalah

seorang yang yang sudah masuk usia sepuluh dan tidak melaksanakan shalat yang telah di perintahkan Allah swt. Maka diperbolehkan memukulnya hanya sampai dia melaksanakan shalat. Diperbolehkannya memukul si anak dengan tujuan mendidik dan bukan menyiksanya.22

Sama dengangan halnya memukul anak saat ia tidak melakukan shalat. Pada usia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun ini seorang anak tidak dikenakan pertanggungjawaban pidana atas jarimah yang dilakukan. Akan tetapi ia bisa dijatuhi pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya berupa hukuman akan tetapi bukan sebagai hukuman pidana.23

Fase yang terakhir adalah kemampuan berpikir penuh. Pada masa ini seorang anak sudah mencapai usia kecerdasan yang disebut sebagai mukallaf. Allah swt berfirman (Q.S Al-Baqarah [2] : 286)

21

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993) hlm. 369

22

Muhammad Bin shalih Al-Utsaimin, Asy-syarh Al-Mumti’’Ala Zaad Al-Mustaqni diterjemahkan oleh Team Darus Sunnah,(Jakarta : Darus Sunnah Press,2010) hlm. 52

23

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1993) hlm. 370











Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

Setelah seseorang mencapai mukallaf (lima belas tahun), menurut perbedaan pendapat dikalangan fuqaha masa ini seseorang dikenakan pertanggungjawaban pidana atas jarimah-jarimah yang diperbuatnya bagaimanpun juga macamnya.24

Ijma’ ulama sepakat bahwa usia baligh itu pada usia lima belas tahun.

Namun, beberapa ulama’ berbeda pendapat mengenai usia baligh yang terjadi

pada laki-laki dan perempuan yang belum ada tanda-tanda bermimpi keluarnya mani (ihtilam) dan haid, yaitu:25

1. Menurut Imam Malik ada tiga pendapat : pada usia tujuh belas tahun, delapan belas tahun dan lima belas tahun.

2. Menurut Imam Abu Hanifah ada dua pendapat : pada usia delapan belas tahun, dan tujuh belas tahun bagi seorang budak.

3. Sedangkan menurut Imam Abu Daud Azh-Zhahiri beserta para sahabatnya berpendapat bahwa tidak ada batasan usia yang pasti mengenai batasan usia baligh.