• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Batasan Kekeringan

Kekeringan selalu berkaitan dengan berkurangnya jumlah curah hujan secara alamiah dalam jangka waktu yang lama. Tingkat bahaya kekeringan sangat tergantung dari durasi, intensitas, luasan daerah yang terkena dampak kekeringan dan yang paling utama adalah dampaknya terhadap aktivitas manusia, pertanian dan lingkungan. Kompleksitas dari fenomena kekeringan menyebabkan definisi dari kekeringan tidak ada yang baku (Caparrini, 2009), sehingga terdapat beberapa definisi kekeringan yang berbeda.

Menurut Landsberg dalam WMO (1974), menyebutkan bahwa kekeringan pada dasarnya adalah suatu kondisi kekurangan air. Kekurangan air disini dimaksudkan untuk konteks secara umum, seperti pertanian, air permukaan , air tanah, dan sebagainya. Biro Cuaca Amerika Serikat memberikan definisi bahwa kekeringan adalah berkurangnya curah hujan yang cukup besar dan berlangsung lama yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman dan hewan pada suatu daerah dan akan menyebabkan pula berkurangnya cadangan air untuk keperluan sehari- hari maupun untuk kebutuhan tanaman dan terutama terjadi di daerah-daerah yang biasanya curah hujannya cukup untuk tujuan semacam itu (Sudibyakto, 1985).

Borton dan Nicholds (1994), menggaris bawahi bahwa kekeringan sifatnya sementara. Menurut mereka kekeringan adalah berkurangnya ketersediaan air atau kelengasan di bawah kondisi normal yang sifatnya sementara secara signifikan. Dalam hal ini perlu dibedakan antara “arid” dengan “drought”. Arid (kering) merupakan kondisi dimana suatu daerah memang secara meteorologis memiliki curah hujan sangat rendah secara permanen, contohnya gurun. Sedangkan drought

(kekeringan) merupakan kondisi kekurangan air secara sementara, dimana pada waktu-waktu yang lain daerah ini cukup mendapatkan air.

10

curah hujan dari biasanya atau kondisi normal yang berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang dan mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan.

Beran dan Rodier dalam Nalbantis (2008), mengkategorikan kekeringan berdasarkan variable-variabel yang terjadi di dalam proses hidrologi. Berdasarkan proses hidrologinya kekeringan dapat dikategorikan menjadi kekeringan meteorologi, kekeringan hidrologi dan kekeringan agronomi. Proses terjadinya kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan dibawah normal pada satu musim, kejadian ini adalah kekeringan meteorologis yang merupakan tanda awal dari terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya adalah berkurangnya kondisi air tanah yang menyebabkan terjadinya stress pada tanaman (terjadinya kekeringan pertanian), Tahapan selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah yang ditandai menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau (terjadinya kekeringan hidrologis). Tahapan-tahapan proses kekeringan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.

Berkurangnya hujan (jumlah,intensitas, waktu)

Variabilitas Iklim

Berkurangnya infiltrasi, larian, perkolasi, imbuhan air tanah

Meningkatnya evaporasi dan transpirasi Suhu tinggi, angin kencang,

kelembaban rendah, sinar matahari terik, tiada awan

Berkurangnya lengas tanah

Tanaman mengalami stress kekurangan air, berkurangnya panen

Berkurangnya aliran sungai, air di danau, waduk, kolam, berkurangnya lahan basah,

habitat satwa liar

Dampak ekonomi Dampak sosial Dampak lingkungan

Ke ke ri n g a n M e te o ro lo g i K e ke rin g a n p e rt a n ia n Ke ke ri n g a n h id ro lo g i K e k e rin g a n so si o -e ko n o mi W a ktu

11

Pada umumnya, kejadian kekeringan dapat teridentifikasi dari kondisi tanah, tanaman dan air permukannya. Saat terjadi kekeringan, maka tanah menunjukkan fisik yang kering, bahkan untuk tanah yang berliat kondisi ini terlihat dengan jelas, yaitu adanya pecahan-pecahan atau rekahan di permukaan tanahnya. Sedangkan untuk tanaman, ditunjukkan dengan adanya daun-daun yang layu dan bahkan ada yang sampai meranggas. Hal ini disebabkan air tanah yang sudah sangat berkurang sehingga tanaman sudah tidak bisa menyerap air. Dan untuk air permukaan, saat kejadian kekeringan ditandai dengan menurunnya debit aliran sungai.

Semua gambaran identifikasi dari adanya kejadian kekeringan di atas sangat terkait dengan ketersediaan air. Ketersediaan air sendiri ditentukan oleh tiga hal, yaitu curah hujan sebagai sumber air di bumi, kemudian karakteristik tanah sebagai tempat penyimpanan air (aquifer) dan yang terakhir adalah jenis tanaman sebagai subjek yang memanfaatkan air.

2.5.1 Hujan

Terjadinya atau tidak terjadinya kekeringan di suatu daerah sangat tergantung dari adanya hujan yang jatuh di daerah yang bersangkutan. Hujan yang banyak dan sebarannya merata pada suatu daerah merupakan faktor penting yang menentukan suatu daerah tersebut tidak akan mengalami kekeringan. Meskipun hujan yang jatuh cukup banyak, namun sebarannya tidak merata, maka hal ini dapat menyebabkan kekeringan. Apalagi kalau hujan yang jatuh sangat rendah (di bawah kondisi normal) dan sebarannya tidak merata, maka akan memperluas daerah yang mengalami kekeringan.

Besarnya curah hujan sangat tergantung dari posisi suatu wilayah terhadap pegunungan ataupun lautan. Nieuwolt (1977) menyatakan bahwa curah hujan di daerah tropis variasinya tergantung dengan ketinggian dan arah datangnya angin. Sedangkan Turyanti (1995) dan Jadmiko (2011) menyatakan bahwa kisaran rata-

12 daerah yang ada di pesisir selatan Jawa.

2.5.2 Jenis Tanah

Salah satu peranan tanah adalah sebagai tempat penyimpanan air, tertahannya air oleh tanah disebabkan oleh proses adhesi antara air dan tanah serta proses kohesi air. Tipe-tipe tanah memiliki perbedaan dalam kapasitas menyimpan dan menahan kelengasan. Sebagai contohnya tanah yang bertekstur pasir memiliki daya menyimpan air yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur liat (Borton dan Nicholds, 1994). Kemampuan menyimpan dan menahan air pada tanah inilah yang turut mempengaruhi terjadinya kekeringan.

Semakin halus butir-butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur hara. Namun tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Sedangkan tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh pada tanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara (Ruijter dan Agus, 2004)

Kemampuan tanah dalam menyimpan air dapat diinterpretasikan dari nilai kapasitas air tersedia. Nilai kapasitas air tersedia merupakan selisih dari nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen. Tabel 1 berikut ini adalah pendugaan nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen ditinjau dari jenis tekstur tanahnya menurut USDA.

13

pada beberapa Tekstur Tanah

Testur KL TLP mm/m mm/m Liat 333 217 Lempung Berliat 317 150 Lempung Berdebu 290 117 Lempung 267 100 Lempung Berpasir 167 50 Pasir 123 33 2.5.3 Jenis Tanaman

Air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan berbeda-beda tergantung dari umur dan jenis tanamannya. Meskipun jenis tanamannya sama, akan berbeda dalam kebutuhan airnya jika fase nya berbeda, sehingga sensivitas terhadap kekeringan berbeda pula.

Pugnaire dalam Sinaga (2008) mengklasifikasikan tanaman berdasarkan responnya terhadap kekeringan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan dan tanaman yang mentoleransi kekeringan. Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi.

Dokumen terkait