• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3. Teori Globalisasi

2.3.2. Bauman Tentang Konsekuensi Globalisasi Manusia

Bauman (1998) melihat globalisasi dari segi “perang ruang” dalam padangannya mobilitas menjadi faktor penstratifikasi yang paling kuat dan paling diharapkan di dunia sekarang ini, jadi pemenang dari perang ruang ini adalah mereka yang mobile mampu untuk bergerak secara bebas ke seluruh dunia dan dalam proses untuk menciptakan makna bagi diri mereka sendiri. Mereka dapat mengambang relatif bebas di atas ruang dan ketika mereka harus “mendarat” di suatu tempat, mereka mengisolasi diri mereka dalam ruang yang tertutup dan terjaga dimana mereka aman dari gangguan orang-orang yang kalah dalam peperangan ruang tersebut. Pecundang tidak hanya kekurangan mobilitas tetapi juga turun dan terkukung di daerah yang gersang makna dan bahkan tidak mampu memberi makna. Pemenang dapat dikatakan “hidup dalam waktu” yakni ruangan bukan masalah bagi

mereka. Karena jarak yang jauh menjadi dekat bagi mereka, sebaliknya pihak yang kalah hidup di ruang berat, kenyal, tak tersentuh, yang mengikat waktu, dan menjaganya di luar kontrol penghuninya, akan tetapi adalah penting untuk membedakan di antara orang-orang yang setidaknya punya mobilitas. Trust adalah mereka yang bergerak karena mereka mengiginkanya. Mereka tertarik oleh sesuatu dan merasa tak bisa menolak dan bergerak ke arah sesuatu itu. Maka dapat disimpulkan bahwa Bauman melihat mobilitas sebagai aspek yang paling kuat globalisasi. Dia berpendapat bahwa para pemenang dalam "perang ruang" adalah mereka yang mampu bergerak bebas diseluruh dunia, yang kalah tidak hanya kekurangan tetapi juga mobilitas terbatas pada wilayah gundul makna (Ritzer, 2004:593-594).

2.3.3. Perspektif Appadurai Tentang Globalisasi

Appadurai melihat lanskap ini sebagai basis dari apa yang dinamakan Imagine Worlds atau berbagai macam dunia yang terdiri dari imajinasi orang-orang dan kelompok-kelompok diseluruh dunia yang diletakan secara historis, karena banyak orang di berbagai tempat di dunia yang tinggal di Imagine world, mereka memiliki kapasitas untuk menumbangkan dunia semacam ini. Ada empat lanskap dalam inti pemikiran Appadurai :

1. Ethnoscapes, Ini adalah kelompok atau aktor yang mobile (turis, pengungsi, pekerja tamu) yang memainkan peran penting dalam pergesaran-pergeseran di dunia dimana kita tinggal. Lebih jauh dalam dunia yang terus berubah, orang-

2. Tecnoscapes, Yang dimaksud Appadurai (1996:34) adalah konfigurasi global dari teknologi dan fakta bahwa teknologi, baik teknologi tinggi maupun rendah, baik yang mekanistik maupun informasional, kini bergerak dengan kecepatan tinggi melintasi berbagai jenis batasan yang dulu ada.

3. Financescapes, Ini melibatkan proses yang denganya, pasar bursa saham nasional, dan spekulasi komoditas menggerakan megamonies melalui batas-batas nasional dengan kecepatan tinggi (Appadurai, 1996:34-35).

4. Mediascape, Yang terlibat disini adalah distribusi kapabilitas elektronik untuk menghasilkan dan menyebarkan informasi (koran, majalah, televisi) yang sekarang tersedia untuk kepentingan publik dan swasta yang semakin banyak dan imaji dunia-dunia yang diciptakan oleh media ini.

2.3.4. Mekanisme Globalisasi Menurut 4-1 (Kenichi Ohmae, 1994) dan Model 3-T (Jhon Naisbitt).

Pengembangan jaringan kerjasama interpenden antar bangsa dapat dijelaskan dengan menggunakan dua model dasar yakni model 4-1 (Kenichi Ohmae, 1994) dan Model 3-T (Jhon Naisbitt). Model 4-1 yang dikembangkan oleh Kenichi Ohmae dalam bukunya, The End Of The Nation State, menjelaskan bahwa globalisasi bangsa-bangsa di dunia berlangsung melalui kebebasan arus industrialiasi, investasi, informasi dan individualisasi konsumsi. Dalam dunia yang telah tidak mengenal batas-batas negara, The Bordeeless World (1990), bangsa-bangsa melaksanakan

industrialisasi demi peningkatan kesejahteraan rakyat dengan memproduksi barang dan jasa yang tidak hanya diorentasikan pada konsumsi dalam negeri tetapi juga dipasarkan secara internasional. Kegiatan ekspor dan impor tidak lagi dilakukan berdasarkan pertimbangan nasionalisme, melainkan demi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Laju industrialisasi itu tidak semata-mata mengandalkan sumber daya nasional melainkan dipacu dan dipercepat dengan menggunakan bantuan dana asing. Aliran dana Internasional berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IMF/World Bank yang sifatnya Govermenet to Goverment, tetapi juga melalui perusahaan-perusahaan swasta multinasional yang mengembangkan sayap ke luar negeri.

Proses globalisasi mendorong arus investasi mengalir kemana saja diseluruh dunia, selama lingkungan bisnis setempat mampu memberikan keuntungan jangka panjang maupun jangka pendek. Lagi pula arus investasi ini tidak mungkin dibendung oleh kekuatan manapun termasuk pemerintah atau partai politik sehingga keluar masuknya investasi sangat tergantung pada kemampuan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat dalam menciptakan iklim kondusif (profit yielding climate). Laju industrialisasi dan kelancaran investasi didukung oleh kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan pertukaran informasi terkini secara cepat dengan kualitas tanpa distorsi. Arus informasi mengalir bebas tanpa intervensi tanpa kekuatan politik birokrasi pemerintahan sehingga para pelaku bisnis dapat membuat keputusan yang berkualtitas tinggi dengan mengandalkan “information management system” yang didukung oleh database akurat, dan juga teknologi informasi yang menggabungkan teknologi telepon, komputer, dan televisi mampu menciptakan

peluang komunikasi jarak jauh demi peningkatan efisiensi dan efektivitas. Akhirnya dengan jaringan arus informasi bebas tersebut masyarakat dapat memperoleh informasi dengan alternatif-alternatif yang lengkap tentang kualitas barang dan jasa yang dibutuhkan. Masyarakat dapat mencari dan mendapatkan barang dan jasa yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan dan cita rasa masing-masing di manapun barang dan jasa tersebut dapat dihasilkan. Begitulah masyarakat hidup dalam proses individualisasi konsumen, yang mengutamakan nilai pribadi sehingga tidak puas dengan produk dan jasa massal.

Model 3-T dikembangkan oleh Jhon Naisbitt (1990, 1994) dalam bukunya Megatreds 2000: ten new Directions For the 1990’s yang kemudian diperkuat kembali dengan Global Paradox, Megantrends yang merupakan indikasi besarnya gelombang globalisasi, secara jelas menunjukan bahwa penduduk dunia ini semakin dinamis dan dinamika penduduk tersebut telah menjadi sumber kekuatan jaringan ekonomi dunia. Bisnis paling terbesar dalam era globalisasi ekonomi ini adalah transportasi, teknologi informasi, dan turisme. Transportasi khususnya tranportasi udara dan laut berkembang pesat berkat dukungan “Revolusi Teknologi Informasi” (telecommunications revolution) yang mampu membangun jaringan telekomunikasi yang menyajikan kualtitas “real time” dan kebijakan-kebijakan baru sejumlah pemerintah. Pengembangan jaringan transportasi tidak hanya mampu meningkatkan pergerakan manusia, barang dan jasa tetapi juga mempengaruhi kualitas manajemen ekonomi pembangunan dan pemberdayaan lingkungan alam. Telekomunikasi yang didukung oleh gabungan berbagai komponen teknologi informasi sebagaimana telah disinggung di atas telah mengubah tata ekonomi dan menciptakan industri

komunikasi nasional dan internasional yang mengubah struktur maupun kebijakan ekonomi. Penemuan kembali perekonomian nasional.

Dari 2 model tersebut jelas terlihat bahwa globalisasi pertama-tama memang dimungkinkan oleh adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Revolusi telekomunikasi yang mampu menggabungkan telepon, komputer, dan televisi dan dimanfaatkan oleh dunia bisnis, sehingga menghasilkan global business, global tourism, global company, global marketing, dan global consumer, namun globalisasi bukan sekedar proses pelibatan masyarakat di berbagai pelosok dunia kedalam interaksi melalui jaringan komunikasi dan informasi global, namun juga pengintegrasian sektor-sektor pemerintahan maupun swasta kedalam berbagai macam bidang kegiatan. Singkatnya globalisasi dengan keterbukaan arus informasi bebas menata ulang jalinan ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan segenap negara di dunia sehingga terjadi interaksi intensif yang paradoks di satu pihak mempertajam persaingan namun di lain pihak memperkuat kerja sama.

2.3.5. Dampak Globalisasi

Secara keseluruhan globalisasi menimbulkan dampak yang sangat kompleks pada segenap negara yang terlibat, namun dampak paling besar dirasakan oleh negara-negera berkembang termasuk Indonesia. Jaringan informasi dan komunikasi yang berkembang dengan paham “free flow of information” membuat gerakan tata informasi dan komunikasi baru tidak lagi relevan. Dalam kenyataanya globalisasi dengan jaringan komunikasi global. Bangsa-bangsa kini hidup di dunia yang tidak mengenal batas (borderless), jarak bukan menjadi masalah yang besar lagi bagi

seorang individu, dengan tata informasi dan komunikasi terbuka dan perekonomian terbuka, tatanan sosial politik baru yang terbuka, demokratisasi dan kebudayaan yang berubah ke arah keterbukaan. Proses globalisasi menimbulkan problematika seperti :

1. Pluralitas masyarakat Indonesia dalam bidang budaya, dimensi sosial, politik, ekonomi masyarakat sehingga globalisasi informasi membawa pengaruh yang kompleks.

2. Cultural shock, dan cultural lag.

3. Kemajuan teknologi informasi telah menjadikan jarak spasial semakin menyempit dan jarak waktu semakin memendek.

4. Persaingan menjadi tajam, rasa solidaritas semakin menipis dan egoisme semakin menonjol dan timbulnya krisis multidimensional. Namun, globalisasi juga membawa dampak perubahan sosial yang positif, antara lain perkembangan IPTEK yang akan meningkatkan kualitas kerja manusia dan terciptanya lapangan kerja baru (Komunika, 2009:Vol 9).

Dokumen terkait