• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan berat lahir antara 2500-4000 gram (Sondakh, 2013; h. 150)

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang cukup bulan, 38-42 minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang badan sekitar 50-55 cm (Sondakh, 2013; h.150).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan 2500 gram sampai 4000 gram.

b. Ciri- cir bayi normal

Menurut Sondakh (2013; h.150), menyatakan bahwa bayi yang sehat dan normal mempunyai ciri – ciri sebagai berikut:

1) Berat badan 2500-4000 gram 2) Panjang badan 48-52 cm 3) Lingkar badan 30-38 cm 4) Lingkar kepala 33-35 cm

5) Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x atau menit kemudian menurun sampai 120-160 x atau menit.

6) Pernafasan pada menit pertama kira-kira 80 x atau menit kemudian turun sampai 40 x atau menit.

7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi verniks caeseosa (lemak pada kulit bayi). 8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.

9) Kuku agak panjang dan lemas.

10) Testis sudah turun (pada bayi laki-laki), genitalia labia mayora telah menutupi labia minora (pada bayi perempuan).

11) Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

12) Refleks moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan gerakan tangan seperti memeluk.

13) Graff refleks sudah baik, bila diletakkan suatu benda di telapak tangan maka akan menggenggam.

14) Eliminasi, urin dan mekonium normalnya keluar pada 24 jam pertama. Mekonium memiliki karakteristik hitam kehijauan dan lengket.

c. Refleks pada Bayi Baru Lahir Tabel 2.7 Refleks pada Bayi Baru Lahir

Refleks Respons normal Respons abnormal Rooting dan

menghisap

Bayi baru lahir menolehkan kepala ke arah stimulus , membuka mulut, dan mulai menghisap bila pipi, bibir, atau sudut mulut bayi disentuh dengan jari atau puting

Respon yang lemah atau tidak ada respons terjadi

pada prematuritas,

penurunan atau cedera neurologis, atau depresi sistem saraf pusat (SSP)

Menelan Bayi baru lahir menelan

berkoordinasi dengan

menghisap bila cairan ditaruh di belakang lidah

Muntah, batuk, atau

regurtasi cairan dapat

terjadi, kemungkinan

berhubungan dengan

sianosis sekunder karena prematuritas. Defisit neurologis, atau cidera, terutama terlihat setelah laringoskopi

Ekstrusi Bayi baru lahir menjulurkan lidah ujung lidah disentuh dengan jari atau puting

Ekstrusi lidah secara kontinu atau menjulurkan lidah yang berulang-ulang terjadi pada kelainan SSP dan kejang

Refleks Respons normal Respons abnormal Moro Ekstensi simetris bilateral

dan abduksi seluruh

ekstremitas, dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk huruf „c‟ diikuti dengan adduksi ekstremitas dan kembali ke fleksi relaks jika posisi bayi berubah tiba-tiba atau jika bayi diletakkan telentang pada permukaan yang datar

Respons asimetris terlihat pada cedera saraf perifer (pleksus brakialis) atau fraktur klavikula atau fraktur tulang panjang lengan atau kaki.

Melangkah Bayi akan melangkah

dengan satu kaki dan kemudian kaki lainnya dengan gerakan berjalan bila disentuh satu kaki pada permukaan rata

Respons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP atau perifer atau fraktur tulang panjang kaki

Merangkak Bayi akan berusaha untuk merangkak kedepan dengan kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada permukaan datar

Repons asimetris terlihat pada cedera saraf SSP dan gangguan neurologis

Tonic leher atau fencing

Ekstremitas pada satu sisi

dimana saat kepala

ditolehkan akan ekstensi,

dan ekstremitas yang

berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan ke satu sisi selagi beristirahat

Respons persisten setelah

bulan keempat dapat

menandakan cedera

neurologis respons

menetap

Terkejut Bayi melakukan abduksi

dan fleksi seluruh

ekstremitas dan dapat mulai menangis bila mendapat gerakan mendadak atau suara keras

Tidak adanya respons dapat menandakan defisit neurologis atau cedera. Tidak adanya respons

secara lengkap dan

konsisten terhadap bunyi keras dapat menandakan ketulian. Respon dapat menjadi tidak ada atau berkurang selama tidur malam.

Ekstensi silang

Kaki bayi yang berlawanan akan fleksi dan kemudian ekstensi dengan cepat seolah-olah berusaha untuk memindahkan stimulus ke kaki yang lain bila diletakkan

telentang, bayi akan

mengekstensikan satu kaki sebagai respons terhadap stimulus pada telapak kaki.

Respons yang lemah atau tidak ada respons yang terlihat pada cedera saraf prifer atau fraktur tulang panjang.

Refleks Respons normal Respons abnormal Glabellar

“blink” Bayi akan berkedip apabila dilakukan 4 atau 5 ketuk

pertama pada batang

hidung saat mata terbuka.

Terus berkedip dan gagal

untuk berkedip

menandakan kemungkinan gangguan neurologis. Palmargrasp Jari bayi akan melekuk

disekeliling benda dan menggenggamnya seketika bila jari diletakkan di tangan bayi.

Respons ini berkurang

pada prematuritas.

Asimetris terjadi pada kerusakan saraf perifer (pleksus brakialis) atau fraktur humerus. Tidak ada respons yang terjadi pada defidit neurologis yang berat.

Plantargrasp Jari bayi akan melekuk disekeliling benda seketika bila jari diletakkan telapak kaki bayi

Respons yang berkurang terjadi pada prematuritas. Pada defisit neurologis yang berat

Babinsky Jari-jari kaki bayi akan hiperekstensi dan terpisah seperti kipas dari dorsofleksi ibu jari kaki bila satu sisi kaki digosok dari tumit keatas melintasi bantalan kaki

Tidak ada respons yang terjadi pada defisit SSP.

Sumber: Sondakh, 2013; h. 154-155 d. Penilaian APGAR

Penilaian keadaan umum bayi dimulai satu menit setelah lahir dengan menggunakan nilai APGAR (Tabel 11.4). Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.

Tabel 2.8 Penilaian APGAR

Kriteria 0 1 2

Appearance (warna kulit)

Pucat Badan merah

ekstremitas biru Seluruh tubuh kemerah-merahan Pulse rate (frekuensi nadi)

Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100

Grimace (reaksi rangsang)

Tidak ada Sedikit gerakan mimik (grimace)

Batuk/bersin

Activity (tonus otot)

Tidak ada Ekstremitas dalam sedikit fleksi

Gerakan aktif

Respiration (pernapasan)

Tidak ada Lemah/tidak teratur

Baik/menangis Sumber: Sondakh, 2013; h. 158-159

Setiap variabel diberi nilai 0,1 atau 2 sehingga nilai tertinggi adalah 10. Nilai 7-10 paa menit pertama menunjukkan bahwa bayi berada dalam kondisi baik. Nilai 4-6 menunjukkan adanya depresi sedang dan membutuhkan beberapa jenis tindakan resusitasi. Bayi dengan nilai 0-3 menunjukkan depresi serius dan membutuhkan resusitasi segera dan mungkin memerlukan ventilasi(mead, 1996). 1) Cara mengkaji nilai APGAR adalah sebagai berikut:

a) Observasi tampilan bayi, misalnya apakah seluruh tubuh bayi berwarna merah muda (2), apakah tubuhnya merah muda, tetapi ekstremitasnya biru (1), atau seluruh tubuh bayi pucat atau biru (0).

b) Hitung frekuensi jantung dengan memalpasi umbilikus atau meraba bagian atas dada bayi dibagian apeks 2 jari. Hitung denyutan selama 6 detik, kemudian dikalikan 10. Tentukan apakah frekuensi jantung >100 (10 denyut atau lebih pada periode 6 detik kedua) (2), <100 (<10 denyut dalam 6 detik) (1), atau tidak ada denyut (0). Bayi yang berwarna merah muda, dan bernapas cenderung memiliki frekuensi jantung >100.

c) Respon bayi terhadap stimulus juga harus diperiksa, yaitu respons terhadap rasa haus atu sentuhan. Pada byi yang sedang diresusitasi, dapat berupa respons terhadap penggunaan kateter oksigen atau pengisapan. Tentukan apakah bayi menangis sebagai respons terhadap stimulus

(2), apakah bayi mencoba untuk menangis tetapi hanya dapat merintih (1), atau idak ada respons sama sekali(0). d) Observasi tonus otot bayi dengan mengobservasi jumlah

aktivitas dan tingkat fleksi ekstremitas. Adakah gerakan aktif yang menggunakan fleksi ekstremitas yang baik (2), adakah pernapasan bayi lambat atau tidak teratur (1), atau tidak ada pernapasan sama sekali (0).

2) Prosedur penilaian APGAR

a) Pastikan bahwa pencahayaan baik, sehingga visualisasi warna dapat dilakukan dengan baik dan pastikan adanya akses yang baik ke bayi.

b) Catat waktu kelahiran, tunggu 1 menit, kemudian lakukan pengkajian pertama. Kaji kelima variabel dengan cepat dan simultan, kemudian jumlahkan hasilnya.

c) Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya., misalnya bayi dengan nilai 0-3 memerlukan tindakan resusitasi dengan segera.

d) Ulangi pada menit kelima. Skor harus naik bila nilai sebelumnya 8 atau kurang.

e) Ulangi lagi pada menit kesepuluh.

f) Dokumentasi hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai (Sondakh, 2013;h. 158-159).

e. Asuhan BBL

Asuhan BBL menurut, (Sondakh, 2013; h. 159-160) antara lain : 1) Perawatan bayi baru lahir

Pertolongan pada saat bayi lahir

a) Sambil menilai pernapasan secara cepat, letakkan bayi dengan handuk diatas perut ibu.

b) Dengan kain yang bersih dan kering atau kasa, bersihkan darah atau lendir dari wajah bayi agar jalan udara tidak terhalang. Periksa ulang pernapasan bayi, sebagian besar bayi akan menangis atau bernapas secara spontan dalam waktu 30 detik setlah lahir.

2) Perawatan mata

Obat mata entromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata akibat klamida (penyakit menular seksual). Obat perlu diberikan pada jam pertama setelah persalinan. Pengobatan yang umumnya dipakai adalah larutan perak nitrat atau neosporin yang langsung diteteskan pada mata bayi segera setelah bayi lahir.

3) Pemeriksaan fisik bayi

a) Kepala: pemeriksaan terhadap ukuran, bentuk, sutura menutup/melebar, adanya caput succedaneum, cepal hematoma, kraniotabes, dan sebagainya.

b) Mata: pemeriksaan terhadap perdarahan, subkonjungtiva, tanda-tanda infeksi (pus).

c) Hidung dan mulut: pemeriksaan terhadap labio skisis, labiopalatoskisis, dan refleks isap, (dinilai dengan mengamati bayi saat menyusui).

d) Telinga: pemeriksaan terhadap preaurical tog, kelainan daun telinga/bentuk telinga.

e) Leher: pemeriksaan terhadap hematoma,

sternocleoidomastoideus, ductus, thyroglossalis, hygroma colli.

f) Dada: pemeriksaan terhadap bentuk, pembesaran buah dada, pernapasan, retraksi

g) Jantung: pemeriksaan terhadap pulsasi, frekuensi bunyi jantung, kelainan bunyi jantung.

h) Abdomen : pemeriksaan terhadap membuncit

(pembesaran hati, limpa, tumor aster), schapoid (kemungkinan bayi menderita diafragmatika/atresia esofagus tanpa fistula).

i) Tali pusat : pemeriksaan terhadap perdarahan, jumlah darah pada tali pusat, warna dan besar tali pusat, hernia di tali pusat atau diselangkangan.

j) Alat kelamin: pemeriksaan terhdap testis apakah berada dalam skrotum, penis berlubang pada ujung (pada bayi laki-laki), vagina berlubang, apakah labia mayora menutupi labia minora (pada byi perempuan).

k) Lain-lain: (anus) mekonium harus keluar dalam 24 jam sesudah lahir, bila tidak, waspada terhadap atresia ani atau obstruksi usus. Selain itu, urin juga harus keluar dalam 24 jam. Kadang pengeluaran urin tidak diketahui karena pada saat bayi lahir, urin keluar bercampur dengan air ketuban. Bila urin tidak keluar dalam 24 jam, maka harus diperhatikan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih.

4) Perawatan lainnya

a) Lakukan perawatan tali pusat

b) Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar terkena udara dan ditutupi dengan kain bersih secara longgar.

c) Jika tali pusat terkena kotoran atau tinja, dicuci dengan sabun dan air bersih, kemudian dikeringkan sampai benar-benar kering

d) Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan sebelum ibu dan bayi dipulangkan kerumah, diberikan imunisasi BCG, polio, dan hepatitis B.

e) Orangtua diajarkan tanda-tanda bahaya bayi dan mereka diberitahu agar merujuk bayi dengan segera untuk perawatan lebih lanjut jika ditemui hal-hal berikut:

(2) Warna: kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru, atau pucat.

(3) Tali pusat: merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah.

(4) Infeksi: suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk, pernapasan sulit.

(5) Feses/kemih: tidak berkemih dalam 24 jam, feses lembek, sering kejang, tidak bisa tenang, menangis terus menerus.

f) Orangtua diajarkan cara merawat bayi dan melakukan perawatan harian untuk bayi baru lahir, meliputi:

(1) Pemberian ASI sesuai dengan kebutuhan setiap 2-3 jam, mulai dari hari pertama.

(2) Menjaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering, serta mengganti popok.

(3) Menjaga talipusat dalam keadaan bersih dan kering. (4) Menjaga keamanan bayi terhadap trauma dan infeksi

(Sondakh, 2013; h. 159). f. Kunjungan Bayi Baru Lahir/Neonatus

Kunjungan BayiBaru Lahir/Neonatus ada tiga kali kunjungan menurut ( Annonymous, 2013; h. 56)

1) Kunjungan pertama (KN 1): pada usia 6-48 jam. 2) Kunjungan kedua (KN 2) : pada usia 3-7 hari. 3) Kunjungan ketiga (KN 3) : pada usia 8-28 hari.

Menurut buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan, (2013; h.56) yang dilakukan bidan dalam melakukan kunjungan neonatal yaitu:

1) Lakukan pemeriksaan fisik, timbang berat, periksa suhu, dan kebiasaan makan bayi.

2) Periksa tanda bahaya dan tanda infeksi, bila terdapat tanda bahaya dan tanda infeksi rujuk bayi ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

3) Pastikan ibu memberikan ASI eksklusif.

4) Tingkatkan kebersihan dan berikan imunisasi pada waktunya. g. Tanda bahaya pada bayi baru lahir

Tanda bahaya pada bayi baru lahir menurut (Saifuddin, 2010; h. N-36), yaitu:

1) Pernapasan (sulit atau lebihdari 60 kali permenit)

2) Kehangatan (terlalu panas (>38 C atau terlalu dingin <36 C) 3) Warna kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru atau pucat,

memar

4) Pemberian makan (hisapan lemah,mengantuk berlebihan, banyak muntah

5) Tali pusat (merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, dan berdarah)

6) Infeksi (suhu meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (nanah), bau busuk, dan pernapasan sulit

7) Tinja/kemih (tidak berkemih dalam 24 jam, tinja lembek, sering hijau tua, ada lendir atau darah pada tinja

8) Aktivitas (menggigil, atau tangis tidak biasa, lemas, kejang, tidak bisa tenang, menangis terus-menerus)

h. Kegawatdaruratan pada Neonatus 1) Asfiksia neonatorum

Asfiksia Neonatorum merupakan kelanjutan dari kegawatan janin (fetal distress) intra uteri yang disebabkan oleh banyak hal seperti antara lain dari ibu (hipotensi, syok, anemia, malnutrisi, dehidrasi, supine hipotensi), uterus (aktivitas kontraksi memanjang, gangguan vaskular), plasenta ( degenerasi vaskularnya, solusio plasenta, pertumbuhan hiplopasia primer), tali pusat (kompresi tali pusat, lilitan tali pusat, hilangnya jelly Wharton), janin (infeksi, anemia), perdarahan (plasenta previa, solusio plasenta), dan malformasi (kelainan jantung, kehamilan ganda, penyakit etroblatosis fetalis) (Manuaba, 2012; 841-842). 2) Malformasi kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan

janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan. Etologi dari kelainan kongenital dapat dikarenakan faktor kromosom, faktor mekanis, faktor infeksi, faktor umur, faktor obat, faktor hormonal, faktor pengaruh radiasi, faktor gizi. Contoh kelainan ini adalah hidrosefalus, sindrom down, anensefalus, spina bifida, meningokel, mielokel, kelainan jantung. Yang dapat membahayakan bayi adalah hernia

difragmatika, atresia koane, omfalokel, obstruksi kongenital traktus digestivus, dan sindrom piere robin (Sofian, 2012; h. 298-301)

3) Hipotermia/Hipertermia

a) Hipotermia

Suhu normal bayi baru lahir berkisar 36,5°C-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36°C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 32°C-36°C).Disebut hipotermia kuat apabila suhu tubuh bayi < 32°C.untuk mengukur suhu hipotermia diperlukan thermometer ukuran rendah yang dapat mengukur sampai 25°C. Gejala hipotermia bayi baru lahir adalah:

(1) Bayi tidak mau minum/menetek

(2) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja (3) Tubuh bayi teraba dingin

(4) Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema) (Saifuddin, 2009;h. 373).

b) Hipertermia

Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat api atau

dalam ruangan yang berudara panas. Gejala hipertermi

bayi baru lahir:

(1) Suhu tubuh bayi >37,5°C

(2) Frekuensi pernafasan bayi > 60 x/meni

(3) Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, banyaknya air kemih berkurang (Saifuddin, 2009;h. 375)

4) Ikterus neonatorum

Jenis-jenis ikterus neonatorum menurut (Sofian, 2012; h. 304): a) Ikterus fisiologik

Terutama dijumpai pada berat badan lahir rendah. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.

b) Ikterus patologik

Ikterus ini timbul pada 24 jam pertama, dengan bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg% perhari, kadarnya 10mg% pada bayi matur atau 15mg% pada bayi prematur, dan menetap setelah minggu pertama kelahiran. Selain itu juga ikterus dengan bilirubin diatas 1mg% setiap waktu. c) Kern ikterus

Ikterus berat dengan disertai gumalan bilirubin pada ganglia basalis. Kernikterus biasannya disertai naiknya kadar bilirubin diata 20mg% sering berkembang menjadi

kern ikterus, sedangkan pada bayi premaur bila melebihi 18mg%.

d) Ikterus hemolitik

Hal ini disebabkan oleh inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain, kelainan eritrosit kongenital, atau defisiensi enzim G-6-PD.

e) Ikterus obstruktif

Terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluar hat. Akibatnya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Bila kadar bilirubin diatas 1mg% kita harus curiga akan adanya obstruksi penyaluran empedu. 5) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Saifuddin (2009; h. 376-377) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir < 2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Penanganan Bayi berat lahir rendah adalah mempertahankan suhu dengan ketat, karena BBLR mudah mengalami hipotermia, mencegah infeksi dengan ketat, engawasan nutrisi/ASI, karena refleks menelan pada BBLR belum sempurna, penimbangan ketat, perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.

6) Tetanus Neunatorum

Penyakit tetanus neunatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang

disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang system saraf pusat Muslihatun (2010; h.193) dan Saifuddin (2009; h.388). Faktor risiko untuk terjadinya Tetanus Neunatorum:

a) Pemberian imunisasi tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil tidak dilakukan, tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan program.

b) Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat-syarat. c) Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan

kesehatan.

Gejala klinik Tetanus Neunatorum antara lain

a) Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot rahang dan faring (tenggorok).

b) Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan.

c) Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan.

d) Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.

5. Keluarga Berencana

Dokumen terkait