• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Gejala Interferensi Sintaksis

Dalam dokumen ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 97-129)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HASIL PENELITIAN

A. Beberapa Gejala Interferensi Sintaksis

1. Ada beberapa gejala interferensi sintaksis bahasa Makassar siswa SMP Negeri 3 Bissappu Bantaeng dalam tuturan lisan adalah (1) penanggalan subjek, (2) urutan kata, (3) penggunaan kata ganti yang berlebihan, (4) penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif oleh, (5) penggunaan partikel sama untuk menyatakan

kepada, (6) penggunaan partikel sama untuk menyatakan dengan, (7)

penggunaan partikel proposisi di untuk menggantikan patikel preposisi

ke. (8) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel

preposisi pada, (9) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi dari, (10) penanggalan partikel pada untuk menytakan waktu, (11) penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat, (12) penanggalan preposisi oleh dalam kalimat pasif yang bersifat wajib, (13) pengingkaran di awal kalimat. (14) pemakaian kata ganti.

62

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, maka setiap komponen tersebut akan disajikan dalam bentuk contoh-contoh data.

1. Penanggalan Subjek

Gejala penanggalan subyek hanya terlihat dalam kalimat pemberitaan aktif, sedangkan dalam kalimat pemberitaan pasif gejala ini tidak ditemukan. Contoh data interferensi sebagai berikut :

(1) Bapak menyuruh membuat karangan. (2) Mungkin tidak membayar juga.

(3) Mengajar juga di Tsanawiyah, dua tempatnya mengajar. Analisis :

a. Salah satu matra keumuman bahasa-bahasa adalah adanya unsur fungsi sintaksis yang sama, yaitu terdiri dari sebuah subjek dan predikat (Sudaryanto, 1992 : 9). Subjek dalam bahasa Indonesia dapat berupa kata ganti, kata benda, kata kerja, kelompok kata, kelompok kata yang dimulai kata yang, atau barang siapa, kalimat yang dimulai dengan bahwa, bahwasanya, (Slametmulyana dalam Kamaruddin, dkk, 1978:56). Berdasarkan tuturan siswa , kalimat dalam data tersebut tidak mempunyai subyek pelaku yang mendahului predikatnya, sehingga diperoleh bentuk yang seharusnya :

(1) Bapak menyuruh membuat karangan. (2) Mungkin mereka tidak membayar juga.

63

b. Dalam bahasa Makassar, kata ganti umumnya tidak dinyatakan berupa kata ganti yang berdiri sendiri, sebelum predikat seperti dalam bahasa Indonesia. Untuk menyatakan subjek itu, bahasa Makassar umumnya menggunakan sufiks yaitu –ak, kik untuk orang pertama,

-ko atau –kik untuk orang kedua, dan –I untuk orang ketiga walaupun

bahasa Makassar mempunyai kata ganti untuk masing-masing persona I, II, III tersebut. Pola inilah yang mempengaruhi dwibahasawan Makassar – Indonesia menanggalkan subjek pelaku misalnya :

(1) Alleangga polopekku.

(2) Lampako ammalli kanrejawa. (3) Moterekmako ri ballaknu.

Dengan demikian, di depan predikat yang digarisbawahi pada contoh di atas seharusnya ada kata ganti atau kata lain yang bertindak sebagai subjek pelaku.

2. Urutan Kata

Interferensi akibat pengurutan kata yang menyimpang dari kaidah – kaidah atau pola bahasa Indonesia dapat terjadi pada tataran kalimat ataupun prase.

a. Penempatan subjek pelaku di belakang kalimat dalam kalimat aktif. Contoh Data Interferensi :

(1) Padahal, di rumahnya menunggunya.

64

(3) Harus banyak membaca orang itu baru jadi. (4) Mesti berjalan orang.

(5) Selalu menangis mamaknya. Analisis :

a. Dalam kalimat aktif bahasa Indonesia dikenal susunan S - P ( subjek predikat). Pola inilah yang merupakan pola dasar kalimat bahasa Indonesia. Walaupun terdapat susunan predikat-subjek itu adalah akibat kaidah transpormasi yakni permutasi yang berfungsi pemfokusan. Berdasarkan pola dasar bahasa Indonesia, m aka pada data di atas seharusnya berbentuk :

(1) Padahal anaknya menunggu di rumahnya.

(2) Kalau orang mau memasukkan judul, kayaknya tidak segampang dulu.

(3) Orang harus banyak membaca baru bias jadi. (4) Orang mesti berjalan.

(5) Mamaknya selalu menangis.

b. Pola dasar bahasa Makassar mengenal susunan P – S ( predikat - subjek ) yang Subjeknya dinyatakan dengan sufiks –ak / -kik untuk orang I, -ko /- kik untuk orang II, dan –I untuk orang III. Pola dasar kalimat P – S ini hanya dapat diubah menjadi susunan S – P kalau terjadi pemfokusan terhadap subyek sehingga diterapkan kaidah transformasi yakni permutasi.

65

c. Oleh karena pola dasar kalimat bahasa Makassar bersusunan P – S, maka dwibahasawan Makassar – Indonesia cenderung menerapkan kaidah bahasa Makassar ini ke dalam pemakaian bahasa Indonesia terutama yang belum dapat memisahkan secara tegas kedua kaidah yang berbeda ini ke dalam penggunaan bahasanya.

d. Penempatan deiktis sebelum kata yang ditunjuknya.

Interferensi akibat penempatan deiktis sebelum kata yang ditunjuknya dapat dilihat ada kalimat di bawah ini:

(1) Mengapa itu orang demo terus ?

(2) Biasanya itu teman-teman walaupun dia tahu bahwa mau prosentase selalu juga mengharapkan kita.

(3) Memang itu makalahku harus punya manfaat penelitian. (4) Itu tman-teman tidak ada rasa tanggun jawabnya.

(5) Memang itu makalah harus punya manfaat.

(6) Baru itu definisi operasional berbeda sekali dengan definisi istilah.

(7) Itu yang mau cepat selesai punya orientasi yang jelas.

(8) Itu aktivitas dongeng bias berhenti kalau sudah sarjana.

(9) Itu judul yang cocok buat kamu.

(10) Karena itu judul ada semua kelemahannya.

(11) Harus diupayakan betul, supaya itu judul yang terbaik yang dipilih.

66

(13) Jadi itu dongeng, ada nilai pelajaran di dalamnya (14) Ini kerja sosial namanya.

(15) Pernah itu ibu guru mengatakan,”apa kegiatanmu di situ?” (16) Kesibukan apa saja pada waktu kamu mengurus itu festival ? (17) Bagaimanakah itu keadannya senat ?

Analisis :

a. Dalam bahasa Indonesia, deiktis sebagai perangkat frase selalu ditempatkan sesudah kata yang ditunjukinya. Berdasarkan susunan ini, bentuk-bentuk yang terdapat dalam kalimat data di atas, seharusnya sebagai berikut :

(1) Mengapa orang itu demo terus ?

(2) Biasanya teman-teman itu, walaupun dia tahu bahwa mau presentase selalu juga mengharapkan kita.

(3) Memang, skripsi itu harus mempunyai manfaat teoritis. (4) Teman-teman itu tidak ada rasa tanggun-jawabnya.

(5) Definisi operasional itu berbeda sekali dengan definisi istilah. (6) Yang mau cepat selesai itu, punya orientasi yang jelas. (7) Aktivitas dongeng itu, bias berhenti kalau sudah sarjana. (8) Judul itu yang cocok buat kamu.

(9) Karena biasanya, judul itu ada semua kelemahannya.

(10) Harus diupayakan betul, supaya judul itu, yang terbaik yang dipilih.

67

(11) Jadi dongeng itu, ada nilai pelajaran di dalamnya. (12) Kerja sosial ini namanya.

(13) Perna ibu uru itu mengatakan,”apa kegiatanmu di situ ?” (14) Sinetron itu bias juga diangkat menjadi makalah.

(15) Kesibukan apa saja pada waktu kamu mengurus festival itu ?

(16) Bagaimana keadaan Osis itu ?

b. Pola penggunaa deiktris dalam bahasa Makassar ialah deiktris boleh mendahului dan boleh pula mengikuti kata yang ditunjukinya.

Contoh :

1. Kali maaeko e

2. Punna mange ri matoanga e a’je’neki rong

Apabila deiktris mendahului kata yang ditujukinya, maka kata yang ditunjuknya mendapat akhiran -e.

c. Akibat pola penggunaan deiktris bahasa Makassar ini memungkinkan dwibahasawan Makassar-Indonesia yang belum mengetahui bentuk penggunaan deiktris bahasa Indonesia menempatkan deiktris di muka kata yang ditunjuknya.

3. Penggunaan Kata Ganti Yang Berlebihan Contoh data interferensi :

1. Apakah anda mau melihat Ketuanya OSIS ? 2. Perjuangan untuk menarik simpatinya rakyat. 3. Apakah penghasilan utamanya penduduk di sini ?

68

5. Keluarganya Rahman berada di Palu sekarang. 6. Mereka memancing emosinya keamanan.

7. Ia mengatakan bahwa banyak juga urusannya di kampungnya Analisis :

a. Dalam bahasa Indonesia, pola konstruksi posesif seperti di atas kurang tepat. Konstruksi posesif yang dimaksudkan adalah kata benda tambah morfem terikat-nya ditambah dengan kata benda. Konstruksi posesif yang unsure-unsurnya memiliki hubungan posesif tidak menggunakan imbuhan morfem terikat –nya. Melainkan diperkirakan dengan kaaidah formal B Ø B atau cukup dengan B B saja. Dengan demikian maka data di atas seharusnya :

1. Apakah anda mau melihat ketua OSIS ? 2. Perjuangan untuk menarik simpatik rakyat. 3. Apakah penghasilan utama penduduk di sana ? 4. sambutan masyarakat waktu pertama datang kesana. 5. Keluarga rahman berada di Palu sekarang.

6. Mereka memncing emosi keamanan.

7. Ia mengatakan bahwa banyak juga urusan di ampungnya.

b. Dalam bahasa Makassar konstruksi posesif semacam itu dinyatakan dengan pola. Dengan demikian maka dapatlah ditemukan bentuk antara lain:

1. Ballakna pammarenta. 1. Rumahnya pemerintah 2. Sepatunna anak sikola e 2. Sepatunya anak sekolah

69

c. Bentuk kontruksi posesif seperti di atas terjadi akibat interferensi kontruksi posesif bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia, bagi dwibahasawan Makassar - Indonesia.

4. Penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif

oleh pada kalimat pasif.

Contoh data interferensi:

(a) Ia dibantu sama temannya yang bernama sanusia. (b) Ada dijjual sama Bu Yuli.

(c) Hal ini tidak sempat diketahui sama samua desa. Analisis:

a. Kalimat pasif dalam bahasa Indonesia oleh slamet mulyana dibentuk dengan rumus sebagai berikut:

Gatra pangkal + kata kerja dengan awalan di-, atau didahului oleh kau, ku, dan yang sederajat dengan itu. (Slamet Mulyana dalam kamaruddin, dkk, 1978:82). Berdasarkan rumusan tersebut di atas, dapat dikemukakan contoh antara lain:

(1) Rumah itu selalu dibersihkan oleh Andi. (2) Anak kecil itu dtabrak mobil kemarin. (3) Saya dipukul oleh ibu guru kemarin.

Pemakaian partikel agentif oleh dalam kalimat pasif B1 bersifat mana suka, kecuali kalau pelaku difokuskan atau pelaku disela oleh keterangan atau kata lain dengan predikat pemakainnya bersifat wajib. Contoh:

70

(1) Pesananmu telah dipenuhi oleh ibuku. (2) Tugas itu telah selesai dikerjakan oleh adik.

Dengan demikian, partikel sama pada data di atas seharusnya dinyatakan dengan partikel agentif oleh.

b. Rumusan kalimat pasif bahasa Makassar dapat dianalogikan dengan rumusan kalimat pasif bahasa Indonesia dari Slamet Maulyana (dalam Kamaruddin, 1978:83) sebagai berikut:

(Gatral pangkal) + (sufiks KG) + (partikel agentif ri- + pelaku).

Apabila pelaku dinyatakan maka pemakaian partikel agentif ri bersifat wajib asal kata kerjanya juga berimbuhan ri. Bentuk agentif ri tersebut merupakan bentuk partikel agentif yang satu-satunya dalam nahasa Makassar. Contoh:

1. Ni jakkoki I Mellong ri Polisia.

*ditangkap ia La Mellong oleh polisi itu. (La Mellong ditangkap oleh polisi itu). 2. Rilellungngi La Baso rinenekna.

*Dikejar ia La Baso oleh neneknya. (La Baso dikejar oleh neneknya) 3. Poko loka ku lamung.

*Pisang saya tanam (Pisang saya tanam)

4. Poko taipa na takbang I Beddu. *Pohon mangga ditebang La Beddu.

71

(Pohon mangga ditebang (oleh) La Beddu).

Sebagai prtikel direktif, ri (BB) berpadanan dengan di, ke, dari, kepada, pada (BI). Kata pada (BI) sering diganti dengan sama pada pemakaian sehari-hari. Umpamanya:

Buku itu ada sama kakak. *(Buku itu ada pada kakak).

5. Penggunaan partikel sama untuk menyatakan kepada (ke). Contoh data interferensi.

(a) Tetapi tidak ada yang mereka lakukan sebagai wujud sumbangsihnya sama bangsa dan Negara.

(b) Dia membawa daging, tetapi kita pulang kampung semua, akhirnya daging itu diberikan sama orang lain.

(c) Akhirnya, kita kayak jengkel sama mereka. (d) Sering menghadap sama pembimbing. (e) Hal itu kta serahkan saja sama Allah.

6. Penggunaan artikel sama untuk menyatakan dengan. Contoh data interferensi:

(a) Apakah ibu desa tidak cemburu kalau kita dekat sama pak desa ? (b) Hal itu berawal karena persoalan sedikit sama korcam.

(c) Ia, karena dosenku belum datang, pak…. Sama pak ……

(d) Saya mendapat banyak judul, tetapi judul lagu sama judul sinetron.

72

a. Dari contoh data interferensi yang tertuliskan pada data 5 dan 6 diatas, ditemukan penggunan kata sama untuk menyatakan kepada dan dengan. Dalam bahasa Indonesia dengan merupakan preposisi yang berfungsi menandai hubugan kesertaan atau cara, sedangkan

kepada merupakan preposisi gabungan yang berfungsi menandai

hubungan arah ke suatu tempat.

b. Karena partikel ri- dalam bahasa Makassar cenderung mengalami over-differentiation dengan partikel dengan dan sama, serta kepada dalam bahasa Indonesia.

c. Kepada partikel ri- dalam bahasa Makassar selain sebagai partikel direktif juga sebagai partikel agentif (yang dalam bahasa Indonesia dibedakan dan di nyatakan dengan oleh), maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung tidak membedakan kedua partikel tersebut, sehingga partikel agentif oleh dalam bahasa Indonesia sering diganti dengan partikel konektif dengan atau sama.

7. Penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi ke Contoh data interferensi :

(a) Setelah itu, kita jalan-jalan di maros. (b) Tidak lagi pernah pergi di sana.

(c) Karena mahasiswa itu, menyuruhnya untuk mengantar pergi di mana-mana.

(d) Mobil yang di pakai pergi di sungguminasa. (e) Teman itu datang di rumah dulu.

73

(f) Saya, kalau pergi di sekolah, ….

(g) Kalau dulu, saya bias pergi di organisasi. (h) ….. pergi di tempat-tempat lain.

(i) ….., saya mendingan saja pulang di rumah tidur. (j) Ada tadi teman, tetapi sudah kembali lagi di ruangan. (k) Orang pergi di sana turut meramaikan saja.

(l) Saya malu pergi di situ bertanya. Analisis :

b. Dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa partikel preposisi direktif, antara lain di, dan ke. pemakaian kedua partikel preposisi tersebut dibedakan dengan asas bahwa di gunakan untuk menyatakan sebuah tempat dan ke digunakan untuk menyatakan arah sesuatu.

Contoh preposisi di :

1. Kursi baru itu diletakkan di kamar tamu.

2. Andi sedang berada di sekolah, ketika bapak mulai sakit. 3. Andha bersembunyi di bawah kolong ranjang.

4. Di mana ada gula di situ ada semut.

5. Saya tidak pernah mengingat di mana saya berada ketika itu.

Contoh preposisi ke:

1. Ia berangkat ke sekolah tepat pukul tujuh. 2. Bersediakan anda pergi ke Bantimurung ? 3. Ke mana saja rencana perjalanan Anda ?

74

4. Saya tidak jadi berangkat ke Jakarta.

5. Silahkan pergi ke pasar berbelanja sekarang juga.

Jika kita memperhatikan contoh data di atas maka data tersebut dapat digolongkan menurut kata verbal yang konteksnya menunjukkan pertanyaan arah, seperti: jalan-jalan, pergi, datang, pulang, kembali. Menurut konteksnya dalam pemakaian B1, kata-kata verbal yang menurut pernyataan arah tersebut menuntut penggunaan partikel preposisi ke yang dinyatakan oleh dwibahasawan Makassar-Indonesia dengan di.

c. Dalam bahasa Makassar dikenal preposisi ri- yang mempunyai persesuaian (korespondensi) bentuk di dalam B1. Preposisi ri- dalam BB berfungsi baik untuk menyatakan tempat maupun untuk menyatakan arah. Contoh:

Preposisi (kata depan)ri- yang menyatakan arah : 1. Aklampa ri sikolayya e.

*pergi dia ke sekolah. (Dia pergi ke sekolah). 2. Aklampai ri masigika.

*Pergi mereka ke mesjid sembahyang. (Mereka pergi ke Masjid sembahyang). 3. Caritannu tangtama ri akkalakku.

*Ceritamu tak masuk ke akalku. (Ceritamu tidak masuk ke akalku).

75

4. Antamaakki ri balla. *Masuk anda ke rumah. (Masuk ke rumah)

Preposisi ri yang menyatakan tempat:

1. Kupapakeangi cincing berunna ri limanna. *Kupasangkan cincing barunya di tangannya. (saya memasangkan cincing baru di tangannya) 2. Tengah malam nakunampa battu di Bulukumba. *Tengah malam baru aku sampai di Bulukumba. (Tengah malam aku sampai di Bulukumba) 3. Janganko main-main ri tangngana jalanangnga.

*Jangan kamu bermain di tengahnya jalanan. (Jangan kamu bermain di tengan jalanan).

Ternyata kata-kata Verbal yang menyatakan arah dalam hal tertentu cenderung dibantu dengan kata pergi.

d. Dalam bahasa Makassar partikel ri dapat berfungsi untuk menyatakan tempat dan arah. Bentuk preposisi ri ini mempunyai korespondensi bentuk di dalam Bahasa Indonesia. Sementara bentuk di dalam BI mempunyai fungsi untuk menyatakan tempat saja. Kenyataan ini menyebabkan dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung mengidentifikasi ri dengan di sehingga timbullah intenferensi penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi ke (under differentiation).

76

8. Penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi pada Contoh data interferensi :

…. Yang penting kita banyak konsultasi di pembimbing.

9. Penggunaan artikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi

dari contoh data interferensi:

Jangan sampai kita menggebrak di luar dan ada juga yang menggebrak di dalam.

Analisis:

a. Sebagaimana yang telah dinyatakan pada poin (6) dan (7) atas bawah B1 mengenal differensiasi partikel preposisi yang menyatakan tempat dan arah. Partikel tersebut ialah di, ke, dari, pada, kepada yang digunakan menurut konteksnya masing-masing.

b. Dalam poin itu pula ditegaskan bahwa BB hanya mengenal partikel ri untuk menyatakan tempat dan arah. Dalam bahasa Indonesia, hal demikian itu dibedakan dengan menggunakan partikel tertentu untuk menyatakan arah dan tempat.

c. Karena BB hanya mengenal partikel preposisi ri- untuk menyatakan tempat dan arah, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung membaurkan penggunaan partikel preposisi yang bermacam-macam dalam pembicaraannya ketika mempergunakan bahasa Indonesia.

10. Penanggalan partikel pada untuk menyatakan waktu. Contoh data interferensi:

77

(1) ….., saya berangkat hari Ahad.

(2) …., kalau kepemimpinan islam hari jumat sampai hari Sabtu. (3) Kalau Muballigat hari Ahad.

(4) Kegiatan hari jum’at apa namanya ? Analisis :

a. Dalam BI terutama pemakaian BI yang baku umumnya dituntut pernyataan pada secara eksplisit di depan kata yang menyatakan waktu.

Misalnya:

(a) Pada hari Sabtu.

(b) Pada tanggal 21 April 2015. (c) Pada bulan Mei.

(d) Pada masa itu.

(e) Pada pukul lima pagi.

Kalau data di atas diperhatikan maka waktu dalam data itu menyatakan hari. Penggolongan waktu masih ada beberapa antara lain waktu yang menyatakan tanggal dan yang menyatakan pukul. Dengan demikian di depan kata kata yang menyatakan waktu itu seharusnya digunakan partikel pada sehingga penggunaan B1 (yang baku) dapat dimantapkan terutama untuk menghindari salah tafsir yang mungkin terjadi.

b. Dalam Bahasa Makassar partikel penunjuk waktu di depan kata-kata yang dinyatakan dalam poin (a) di atas, tidak lazim. Contoh:

78

1. Erokki lampa ri Makassar I Sinar tanggalak 21 April. *Mau ke Makassar si Sinar pada tanggal 21 April. (Si Sinar mau ke Makassar pada tanggal 21 April). 2. Ujiammi kelas tallua tanggalak 5 to?.

*Ujian kelas 3 pada tanggal 5 ya?.

(Siswa kelas 3 sudah ujian pada tanggal 5 ya?). 3. Kerja baktiki beng allona Minggu.

*Kerja bakti kita pada hari.

(Pada hari Minggu kita bekerja akti).

c. Dalam bahasa Makassar penggunaan partikel pada yang menunjukkan waktu tidak lazim di pergunakan hal yang demikian inilah yang menyebabkan dwibahasawan Makassar-Indonesia sering menanggalkan partikel pada (petunjuk waktu) Ketika mereka berbahasa Indonesia.

11. Penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat. Contoh Data interferensi :

(1) Baru ada juga yang biasa masa bodoh saja. (2) Baru ada juga yang mau terima beres.

(3) Baru setelah itu, kita bias jalan-jalan ke Maros. (4) Baru orientasi kita itu bukan karena horornya. (5) Baru pelajar harus kompak dengan rakyat. Analisis :

79

a. Slamet Mulyana (dalam Kamaruddin, 1978:101) mengatakan bahwa kata tumpuan kalimat ialah kata-kata yang pada hakekatnya dalam pembentukan kalimat tidak memegang peranan atau tugas, tetapi hanya digunakan untuk memulai kalimat. Kata-kata semacam ini sebagian besar hanya terdapat dalam kesusasteraan Melayu kuno. Hanya bebrapa saja yang dijumpai dalam kesusasteraan modern, misalnya: maka, ada pun dan akan. Akan tetapi kata itu pun sudah berubah fungsi karena kata-kata tersebut telah mempunyai tugas penuh dalam pembentukan kalimat. Dalam B1 kata-kata baru tidak lazim berfungsi sebagai kata tumpuan kalimat. Dengan demikian, baru pada awal kalimat data di atas seharusnya ditanggalkan.

b. Dalam BB digunakan na-(inappa) sebagai tumpuan kalimat. Contoh: (1) Nainappa rekko purani malewekkik jokka ri Maros.

*Baru jika selesai biasanya kita pergi ke Maros. (Jika selesai, biasanya kita pergi ke Maros).

(2) Nainappa maega tau deksiseng naelo makkareso.

*Baru banyak orang yang sama sekali tidak mau bekerja keras. (Banyak orang yang sama sekali tidak mau bekerja keras).

Dari contoh di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nainappa dalam BB sebagai tumpuan kalimat dapat dikorelasikan dengan baru dalam BI.

c. Karena na(inappa) dalam BB digunakan sebagai tumpuan kalimat, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung menggunakan

80

salinan na(inappa) tersebut yaitu baru sebagai kata tumpuan kalimat dalam berbahasa Indonesia.

12. Penanggalan preposisi oleh pada kalimat pasif yang tergolong kategori wajib.

Contoh data interferensi:

Apa judul karangan yang disurukan ibu guru ?

Analisis:

a. Dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam kalimat pasif jika verba predikat yang tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (mantan S kalimat aktif), maka bentuk oleh wajib hadir. Atas dasar itulah maka kalimat tersebut di atas seharusnya menjadi: “ Apa judul karangan yang disuruhkan oleh guru?”

b. Dalam struktur BB, unsur kalimat bentuk pasif yang berfungsi sebagai subyek dikenai perbuatan atau tindakan yang dinyatakan oleh unsure yang berfungsi sebagai predikat. Dengan demikian subyek kalimat pasif berperan sebagai penderita. Contoh:

(1) Apa nasurukanko gurunnu ?

(Apa yang disuruhkan oleh gurumu ?) (2) Salahki anjo kalau begitu jawabannu.

*Salah itu kalau begitu jawabanmu. (Kalau begitu jawaban kamu salah).

81

c. Sebagai pengaruh struktur kalimat pasif BB, seperti pada contoh di atas, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung membentuk susunan kalimat pasif bahasa Indonesia, dengan melihat struktur kalimat pasif BB, sehingga dengan cara itulah interferensi dapat terjadi.

13. Pengingkaran di awal kalimat. Contoh data interferensi: (a) Tidak mulihatki Zulham? (b) Tidak pergi kerja itu sopir.

(c) Tidak na tahuki mengomentari judulnya. (d) Tidak tertarikki orang membeli buku. (e) Tidak tahuka masalahnya.

(f) Tidak berminatka. Analisis :

a. Pengingkaran atau nagasi dalam BB ada dua bentuk yakni pengingkaran seluruh kalimat dan pengingkaran sebagian kalimat. Contoh data interferensi di atas merupakan pengingkaran seluruh kalimat. Pengingkaran kalimat di lakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya. Dalam bahasa Indonesia terdapat empat kata ingkar yaitu tidak (tak). Bukan, jangan, dan belum.

Contoh :

82

(2) Demonstran itu bukan mahasiswa. (3) Ayah belum berangkat ke Bandung. (4) Kamu jangan membaca buku itu.

Pola pengingkaran dalam BI hampir sama dengan kalimat positif. Perbedaannya hanya terletak pada penempatan antara S dan P. b. Dalam BB unsure penyangkalan dapat dinyatakan dengan kata ingkar

dek, (tidak), Tania (bukan), atau dengan morfem teng- (tidak). Penyangkalan ini pun dapat terjadi pada penyangkalan kalimat. Akan tetapi kata-kata ingkar dalam struktur BB diletakkan di awal kalimat atau di awal klausa. Contoh:

(1) Ajak mualai doi etu narekko tania doimu. (2) Tania bolamu elo naelli I Badu.

(3) Dek mumalempu pada panre aju e. (4) Dek namaloppo bolana La Sellomo.

c. Sebagai pengaruh dari struktur kalimat negatif dalam BB yang biasanya menempatkan kata-kata negatif di awal kalimat atau di awal klausa, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung menerapkan pola ini ketika mereka sedang mempergunakan bahasa Indonesia.

14. Pemakaian kata ganti.

a. Penggunaan kata ganti kita untuk menyatakan anda Contoh data interferensi:

83

(2) Kita, apa kegiatanta’ sekarang ? (3) Kalau kita inna’, apa judul skripsita ? (4) Kalau kita kak Darma, bagaimana ?

(5) Selain kegiatanta’ itu tadi, apalagi yang kita kerjakan di lokasi P2K

Dalam dokumen ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 97-129)

Dokumen terkait