• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa:"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MAKASSAR DALAM

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII

SMPN 3 BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

TESIS

ZULFITHRIAH

Nomor Induk Mahasiswa: 04.08.935.2013

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN 2015

(2)

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MAKASSAR DALAM

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII

SMPN 3 BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi

Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun dan Diajukan oleh:

ZULFITHRIAH

NIM. 04.08. 935. 2013

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR

2015

(3)

ii

TESIS

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MAKASSAR DALAM

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII

SMPN 3 BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG

yang disusun dan diajukan oleh

ZULFITRIAH NIM. 04.08.935.2013

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Tesis

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. A. Sukri Syamsuri, M.Hum. Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur Pascasarjana

Magister Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar

(4)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Zulfitriah

Nomor Pokok : 04.08.935.2013

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 11 Agustus 2015

Yang Menyatakan

Zulfitriah

(5)

ii

HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI

Judul Tesis : Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMPN 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng Nama : Zulfitriah

NIM : 04.08.935.2013

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Telah diuji dan dipertahankan di depan penguji tesis pada tanggal 30 Mei 2015 dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 11 Agustus 2015

Dr. A. Sukri Syamsuri, M.Hum. ……… (Ketua/Pembimbing/Penguji)

Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum. ……… (Sekretaris/Pembimbing/Penguji)

Prof. Dr. H. M. Ide Said D. M., M.Pd. ……… (Penguji)

Prof. Dr. Kamaruddin, M.A. ………

(Penguji)

(6)

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MAKASSAR DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS VIII SMPN 3

BISSAPPU KABUPATEN BANTAENG Zulfitriah

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum.

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum.

Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

ABSTRAK

Zulfitriah. 2015. “Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMPN 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng”. Dibimbing oleh bapak Andi Sukri Syamsuri dan A. Rahman Rahim.

Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi sintaksis bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng. Serta untuk mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng.

Penelitian ini menggunakan desain kualitatif. Desain kualitatif merupakan salah satu bentuk desain yang mengambil data secara langsung pada latar alamiah. Selain itu, desain ini juga bersifat deskriptif, yakni mendeskripsikan atau menguraikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Makassar dalam atau tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bisappu. Olehnya itu penelitian kali ini, fokus meneliti masalah interferensi Bahasa Makassar dalam penggunaan Bahasa Indonesia Lisan, hanya meneliti bidang Sintaksisnya saja, dan penelitian ini diprioritaskan untuk SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng.

Penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng yang berbahasa pertama bahasa Makassar, terdapat interferensi sintaksis dengan frekuensi yang tinggi. Bentuk-bentuk inteferensi sinteksis dalam penelitian ini adalah (1) penanggalan subjek, (2) urutan kata, (3) penggunaan kata ganti yang berlebihan, (4) penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif oleh, (5) penggunaan partikel sama untuk menyatakan kepada, (6) penggunaan partikel sama untuk menyatakan dengan, (7) penggunaan partikel proposisi di untuk menggantikan patikel preposisi ke. (8) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi pada, (9) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi dari, (10) penanggalan partikel pada untuk menytakan waktu, (11) penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat, (12) penanggalan preposisi oleh dalam kalimat pasif yang bersifat wajib, (13) pengingkaran di awal kalimat. (14) pemakaian kata ganti.

(7)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kontak antara dua bahasa menyebabkan hal yang dapat menguntungkan bahasa masing-masing, yaitu peminjaman yang saling memperkaya unsur-unsurnya. Selain itu, kontak bahasa dapat pula menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan bahasa masing-masing, yaitu berupa penyimpangan kaidah bahasa yang umum sehingga dapat berakibat negatif kepada usaha menetapkan corak suatu bahasa standar yang perlu bagi pembinaan bahasa. Kontak bahasa yang demikian itulah yang disebut interferensi.

Siswa sebagai generasi penerus, yang senantiasa mempelajari bahasa Indonesia, khususnya siswa dituntut untuk menunjukkan sikap positif. Sikap positif itu berupa kecenderungan untuk tidak mencampuradukkan unsur-unsur bahasa daerah saat menggunakan bahasa Indonesia, kecuali jika unsur itu berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia. Jika masalah seperti di atas tidak ditangani secara serius maka akan menjadi masalah yang berlarut-larut, karena diketahui bahwa siswa harus menjadi contoh yang tepat dalam hal pemakaian bahasa khususnya bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk meneliti interferensi bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng yang dipokuskan dalam bidang sintaksis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng?

2. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi sintaksis bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian bahasa Indonesia, sekaligus menjadi acuan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan

(8)

benar khususnya di kalangan SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kedwibahasaan

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau bahasa ibu sebagai B1. Mereka menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal dan menguasai BI sebagai bahasa kedua. Keadaan seperti ini oleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa. Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada permulaan abad ke-20. “Kedwibahasaan sebagai penguasaan dua bahasa seperti penutur aslinya” (Bloomfield dalam Mustakim dkk, 1994: 10). Selain itu, “kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge of two languages)” (Haugen dalam Suwito, 1985: 49). Dalam kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara pisitif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2. Nababan, et all, berpendapat bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan memakai dua bahasa atau lebih dan pemakaian bahasa itu secara bergantian (1993: 7). Seorang dwibahasawan dapat berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Misalnya, seseorang sedang menggunakan bahasa A tetapi unsur yang dipakai ialah struktur atau unsur bahasa B atau sebaliknya, Kejadian seperti ini disebut dengan istilah interferensi. “Interferensi dapat dikatakan sebagai pengacauan apabila kemampuan dan kebiasaan seseorang dalam bahasa utama (bahasa sumber) berpengaruh atas penggunaannya dari bahasa kedua (bahasa sasaran)” (Nababan, 1993:32). “Kedwibahasaan selalu berkembang cenderung meluas karena istilah kedwibahasaan itu bersifat nisbi (relatif)” (Suwito, 1988:48). Jarang sekali orang benar-benar dapat menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Selanjutnya batasan pengertian kedwibahasaan dikemukakan oleh Nababan bahwa satu daerah atau masyarakat tempat dua bahasa berada disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa. Orang yang menggunakan dua bahasa disebut Dwibahasawan (Nababan, 1993:27).

2. Interferensi Sintaksis

Sebelum jauh membicarakan interferensi sintaksis, penulis lebih dahulu memberikan definisi sintaksis itu sendiri. Harimurti

(9)

Kridalaksana (1993:199) menyatakan bahwa sintaksis merupakan pengatura dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar dalam bahasa itu. Satuan yang lebih kecil dalam bidang ini adalah kata.

Definisi sintaksis yang lain dikemukakan oleh Nurhadi ( 1995:70 ) bahwa:

“Sintaksis merupakan pembahasan tentang tata kalimat. Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Sintaksis merupakan kajian tentang bagaimana kata-kata disusun untuk mendapatkan kaitan-kaitan kakna dalam kalimat. Sintaksis berusaha memperjelas pola-pola dan aturan-aturan yang mendasari satuan-satuan sintaksis serta bagian-bagian yang membentuk satuan-satuan itu”.

Selanjutnya, Verhaar ( 1995:70 ) menyatakan bahwa sintaksis menyelidiki semua hubungan antar kata dan antar kolompok kata jadi sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang disebut kalimat.

Ramlan ( dalam Henri Guntur Tarigan, 1984:5 ) menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frasa dan kalimat.

Dalam pembicaraan tentang sintaksis biasanya diangkat pemilihan teori linguistik sebagai kerangka acuan. Karena teori inilah yang dianggap relevan dengan masalah yang akan diteliti.

Sehubungan dengan hal di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa sintaksis merupakan salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat, klausa dan frase.

Sehubungan dengan masalah interferensi, maka interferensi sintaksis dapat terjadi dalam suatu bahasa jika hal-hal tersebut seperti yang di atas yaitu frase, klausa dan kalimat diserap dari bahasa lain. Misalnya dalam bahasa Indonesia terdapat struktur kalimat sebagai berikut :

a. Motor dicuci Ibeng.

b. Roti bakar itu dimakan oleh saya.

c. Sepatu Irfan yang paling baru di kelas ini.

Dalam struktur ketiga kalimat di atas, terserap struktur bahasa lain padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah :

a. Motor Ibeng cuci.

b. Makanan itu telah saya makan.

c. Sepatunya Irfan yang paling baru di kelas ini.

Penyimpangan struktur seperti di atas, terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak dengan bahasa yang sedang depelajarinya dengan bahasa yang telah dikuasainya ( Suwito, 1993:56 ).

(10)

Dari beberapa contoh kalimat di atas, dapatlah dikatakan bahwa interferensi sintaksis bahasa Makassar kedalam bahasa Indonesia berarti percampuran struktur bahasa Makassar kedalam penggunaan bahasa Indonesia. Masalah interferensi dapat terjadi dalam bahasa lisan dan tulisan. Dalam penelitian ini masalah interferensi difokuskan pada interferensi sintaksis yang terjadi pada penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng.

3. Analisis Kontrastif dalam Hubungannya dengan Interferensi Dasar psikologo analisis kontrastif adalah teori transfer yang diuraikan dan diformulasikan dalam suatu teori psikologi stimulus-respon kaum behavioris James Henri Guntur ( dalam Tarigan, 1992:3).

Menurut faham teori ini, kesalahan berbahasa karena transfer negatif. Maksudnya, kita menggunakan sistem B1 dan ber-B2, sedangkan sistem itu berbeda dalam B2. Perbedaan itu dapat diidentifikasi melalui B1 dengan B2. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kesalahan ber-B2 melalui latihan penguatan dan pengulangan.

Anakon merupakan komparasi sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau sistem gramatikal. Anakon yang mulai dikembangkan sekitar tahun 1950-an dan 1960-an merupakan aplikasi linguistik structural dalam pengajaran bahasa.

Selanjutnya, Kasihani Hasbolah ( dalam Nurhadi, 1995:337 ) mengatakan bahwa dalam anakon orang mencari persamaan atau perbedaan antara dua bahasa yaitu bahasa pertama dan bahasa target. Melalui analisis kontrastif atau anakon kesulitan-kesulitan yang ditemukan oleh pembelajaran dapat diramalkan, sehingga dapat memberikan pandangan atau jalan keluar untuk menanggulangi kesulitan sehingga tujuan pengajaran bahasa dapat dicapai.

Lado sebagai peletak dasar anakon modern menyatakan bahwa kita dapat meramalkan dan menguraikan struktur bahasa kedua yang akan menyebabkan kesukarang pembelajar dalam belajar bahasa dan struktur yang akan memudahkan belajar dengan jalan membandingkan secara sistematis struktur bahasa dan budaya bahasa kedua dengan struktur bahasa dan budaya bahasa pertama pembelajar. Dalam perbandingan antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Unsur yang sama atau mirip akan memudahkan bagi pembelajar, sedangkan unsur-unsur yang berlainan atau berbeda akan menyulitkan pembelajaran, ( Subyakto dalam Nurhadi, 1995:239).

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Aspek Produktif

Pesatnya arus informasi dewasa ini menjadikan bahasa memegang peranan yang sangat penting sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kebutuhan akan bahasa sebagai

(11)

alat informasi dirasakan sangat perlu, terutama di dalam menopang kemajuan perkembangan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, politik, sosial budaya, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua aspek tersebut memerlukan bahasa sebagai alat informasi dalam pengembangannya. Untuk itu, berbagai lembaga pendidikan di Indonesia menetapkan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai program yang bertujuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berbahasa sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tertulis. Ada empat aspek kompetensi yang harus dikuasai yaitu kemampuan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat aspek ini terbagi atas dua aspek yakni aspek produktif untuk keterampilan berbicara dan menulis serta aspek reseptif untuk keterampilan menyimak dan membaca

Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh siswa sekolah dasar. Dengan memiliki kemampuan berbicara, siswa dapat mengomunikasikan ide, penghayatan, dan pengalamannya ke berbagai pihak. Di samping itu, siswa pun dapat meningkatkan dan memperluas pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

Berbicara merupakan suatu bentuk menifestasi kemampuan (keterampilan) berbahasa yang kedua dipelajari dalam bahasa Indonesia yang merupakan modal utama dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi dibutuhkan keterampilan berbicara dalam memaparkan informasi secara jelas kepada orang lain. Moris (dalam Jafrizal, 2008) menyatakan bahwa pembelajaran berbicara merupakan alat komunikasi yang alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial.

Kemampuan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda. Selanjutnya Jafrizal (2008) juga menjelaskan bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. Hal ini ditegaskan oleh Badudu (dalam Karolina, 2001) bahwa pengajaran berbicara sangat penting untuk melatih siswa menggunakan bahasa itu secara aktif. Untuk mengaktifkan itulah, guru perlu memberikan pelatihan dan pembinaan. Pelaksanaan pelatihan dan pembinaan keterampilan berbicara dapat dilakukan melalui metode yang dipilih dalam pengajaran bahasa Indonesia.

Berbagai macam upaya dilakukan oleh guru yang bertujuan untuk memberikan bimbingan belajar kepada siswa-siswanya. Kemampuan guru yang di perlukan antara lain adalah

(12)

penguasaan materi, kemampuan mengajar dengan berbagai macam metode mengajar, keterampilan menggunakan alat peraga dan kemampuan untuk mengevaluasi hasil dari proses bimbingan belajar.

Siswa dalam suasana kelas memiliki latar belakang yang beragam. Keragaman juga di lingkungan dimana siswa itu berada terutama lingkungan keluarga. Semua itu akan menyebabkan munculnya perbedaan-perbedaan siswa, baik dalam tahapan perkembangan, kecakapan, pengetahuan maupun dalam hal kecepatan menerima pelajaran. Keadaan ini dapat menjadikan guru kesulitan dalam menyusun bimbingan belajar yang tepat dan dapat melayani semua siswa.

Praktek pembelajaran di sekolah dasar selama ini guru cenderung mengajar secara konvensional berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa dengan penggunaan metode yang monoton. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam berbicara atau memaparkan materi yang sudah dipelajarinya. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah kebiasaan guru yang menjadikan siswa sebagai pendengar setia dalam proses pembelajaran.

Apa pun yang dilakukan anak cenderung mengandung nilai edukatif, baik dalam kelas maupun ketika sedang bermain. Artinya, secara tidak sadar dalam diri anak sedang berlangsung proses pembelajaran. Anak-anak adalah manusia pembelajar sejati (dalam Somantri, 2003:2). Tugas guru dan orang tua menjadi fasilitator agar proses pendidikan alamiah tersebut memiliki tujuan jelas dan berlangsung efektif. Dengan pemahaman semacam ini, proses pembelajaran bisa menjadi luas dan terbuka, tidak sebatas ruang kelas dan ceramah guru. Metode permainan adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui berbagai permainan (Diknas, 2003). Subana (2008) menyatakan bahwa “Permainan adalah suatu bentuk rekreasi yang memberikan kesenangan.” Metode ini dapat memberikan pengalaman yang menarik bagi siswa dalam memahami konsep, menguatkan konsep yang dipahami, atau memecahkan masalah. Metode ini dapat bermanfaat karena dapat mengembangkan motivasi intrinsik, memberikan kesempatan untuk berlatih mengambil keputusan, dan mengembangkan pengendalian emosi bila menang atau kalah, serta lebih menarik dan menyenangkan sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan pelajaran yang disajikan.

Nurgiyantoro (2001:276) mengungkapkan pengertian berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan

(13)

bunyi dan akhirnya mampu untuk berbicara. Jika ingin berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. Sejalan dengan hal tersebut, Purwo (1989:166) juga menjelaskan bahwa pada dasarnya mekanisme berbicara adalah sebuah proses produksi lafal perkataan oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru.

Setiawan (2003:7) menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai perluasan dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan kelihatan

(visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh

manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikomunikasikan.

Simpulan dari teori kemampuan berbicara adalah bahwa kemampuan berbicara diajarkan kepada siswa sebagai bahan ajar untuk membantu mengembangkan kemampuan berbicara siswa. Kemampuan berbicara merupakan keterampilan yang berguna bahkan ketika nanti siswa terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Alasan tersebut menjadikan keterampilan berbicara sangat penting untuk dibina sejak siswa duduk di Sekolah Dasar maupun di sekolah lanjutan.

Syafi`ie (1993:37-41) menjelasakan mengenai bentuk-bentuk pembelajaran kemampuan berbicara yang dapat diajarkan kepada siswa, antara lain: diskusi, pidato maupun wawancara. Diskusi adalah suatu bentuk berbicara dalam sebuah kelompok yang membahas suatu masalah untuk memperoleh alternasi-alternasi pemecahan masalah tersebut. Beberapa macam diskusi antara lain diskusi informal dan diskusi formal. Diskusi formal antara lain diskusi kelompok, diskusi panel, dialog, dan seminar.

Nurgiyantoro (2001:278-291) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai bentuk tugas kemampuan berbicara. Bentuk-bentuk tugas kemampuan berbicara tersebut, antara lain: (1) pembicaraan berdasarkan gambar; (2) wawancara; (3) bercerita; (4) pidato; (5) diskusi. Beberapa bentuk berbicara tersebut akan berguna bagi siswa sampai pada kehidupan sosial di lingkungan tempat tinggalnya ketika mereka terjun di masyarakat nanti.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk berbicara yang dapat dilakukan oleh siswa Sekolah Dasar adalah bertanya, bercerita, memberi tanggapan, wawancara, dan pidato. Selain itu, siswa dapat diajari diskusi

(14)

kelompok dan berdialog. Berbagai bentuk tugas berbicara yang diajarkan tersebut akan menunjang kemampuan berbicara seseorang agar lebih terampil.

Setiawan (2003:38) mengungkapkan bahwa sesuai dengan tujuan pengajaran bahasa Indonesia, dapat dikemukakan bahwa tujuan pembelajaran keterampilan berbicara agar para siswa mampu memilih dan menata gagasan dengan penalaran yang logis dan sistematis, mampu menuangkannya ke dalam bentuk-bentuk tuturan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, mampu mengucapkannya dengan jelas dan lancar, serta mampu memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan konteks komunikasi.

Zuchdi (2001:8) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai jenis kegiatan proses pembelajaran berbicara, antaranya percakapan, berbicara estetik (mendongeng), berbicara menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi dan kegiatan dramatik. Berbagai jenis berbicara tersebut dapat diajarkan ketika selama kegiatan belajar-mengajar.

Selanjutnya, Nurgiyantoro (2001:289) juga menjelaskan bahwa kemampuan bercerita merupakan salah satu cara untuk menggungkapkan. Keterampilan bercerita secara pragmatis meliputi dua hal yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur apa yang diceritakan oleh siswa itu sendiri.

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang utama dalam memenuhi kebutuhan komunikasi dengan masyarakat pembelajaran serta masyarakat umum di mana kita berada. Dengan keterampilan berbicara maka komunikasi akan berjalan efektif dan efisien. Jika memiliki kemampuan berbicara yang memadai akan mudah bagi kita dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Keterampilan berbicara bukan merupakan keterampilan yang didapat sejak lahir, melainkan harus dipelajari dan diasah.

Pemahaman yang paling tinggi tingkatannya dalam membaca pemahaman yaitu pemahaman kreatif. Artinya, pembaca tidak hanya menangkap makna tersurat (reading the

lines), makna antarbaris (reading between the Lines), dan makna

di balik baris (reading beyound the lines), tetapi juga mampu secara kreatif menerapakan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-harinya. Beberapa keterampilan membaca kreatif yang perlu dilatihkan antara lain keterampilan: 1) mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya, 2) membuat resensi buku, 3) memecahkan masalh sehari-hari melalui teori yang disajikan dalam buku, 4) mengubah buku cerita menjadi bentuk naskah drama dan sandiwara radio, 5) mengubah puisi menjadi prosa. Dan adapun tujuan dari membaca pemahaman secara umum adalah (1) mengajukan pertanyaan atau menjawab

(15)

pertanyaan sesuai topik bacaan, (2) menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri, (3) meringkas bacaan, (4) mengemukakan gagasan utama, (5) menentukan bagian yang menarik dalam cerita, (6) mengemukakan pesan cerita dan sifat pelaku, (7) memberi tanggapan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Jadi seorang dikatakan memahami bacaan secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) kemampuan menangkap arti kata dan ungkapan yang digunakan oleh penulis, (2) kemampuan menangkap makna tersurat dan makna tersirat, dan (3) kemampuan membuat kesimpulan.

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

1. Fokus Penelitian

Fokus dapat dijabarkan sebagai pusat perhatian yang dapat dijadikan titik tolak perhatian. Adapun fokus penelitian ini adalah interferensi bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kualitatif. Saksano dan Sarwono ( dalam Asdar, 1996:15 ) menyatakan bahwa desain kualitatif merupakan salah satu bentuk desain yang mengambil data secara langsung pada latar alamiah. Selain itu, desain ini juga bersifat deskriptif, yakni mendeskripsikan atau menguraikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Makassar dalam atau tuturan lisan siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bisappu.

Fokus penelitian memuat rincian pernyataan tentang cakupan atau topik-topik pokok yang akan diungkap dalam penelitian. Penetapan fokus yang jelas, peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dibutuhkan dan data mana yang tidak dibutuhkan. Setiap fokus penelitian dideskripsikan supaya jelas cakupan dari fokus penelitian itu. Fokus penelitian berfungsi untuk membatasi masalah, membangun kriteria inklusif atau eksklusif dalam penelitian, dan memudahkan proses kerja yang efektif. Olehnya itu penelitian kali ini, fokus meneliti masalah interferensi Bahasa Makassar dalam penggunaan Bahasa Indonesia Lisan, hanya meneliti bidang Sintaksisnya saja, dan penelitian ini diprioritaskan untuk SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng.

B. Batasan Istilah

Batasan istilah ini merupakan tempat bagi peneliti memberikan kejelasan kepada pembaca tentang hal-hal yang berkenaan dengan

(16)

kegiatan penelitiannya. Tujuan dari batasan istilah ini untuk persamaan persepsi antara pembaca (orang yang berkepentingan pada penelitian) dengan peneliti tentang kegiatan penelitian, sehingga dengan batasan istilah yang jelas, peneliti tetap memiliki pedoman kepada arah yang dituju dalam penelitian. Menurut Arikunto, batasan istilah kurang tepat digunakan karena menyebabkan banyak dari peneliti (terutama dari kalangan mahasiswa) keliru dalam menafsirkan maksud dari batasan istilah ini.

C. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diambil dari informan yang merupakan sampel yang ditarik berdasarkan teknik purposif-sampling. Dalam hal ini dilakukan pemilihan obyek dari populasi yang memiliki karakteristik tertentu ( Achsin, 1993:29 ). Jadi, sampel dalam penelitian ini ditarik berdasarkan kebutuhan saja. Sehubungan dengan hal ini Samarin ( dalam Huda, 1981:11 ) mengatakan bahwa jumlah informasi yang diperlikan dalam penelitian semacam ini tidak ada batasan yang pasti, sesungguhnya, satu orang pun informan yang baik itu sudah cukup.

Informan dalam penelitian ini berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menguasai bahasa Makassar

2. Pernah atau sedang mempelajari bahasa Indonesia

3. Bersikap terbuka, ramah-tamah dan tidak mudah tersinggung D. Instrumen Penelitian

Instrument dalam penelitian ini adalah manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Moleong bahwa hal seperti ini lazim di lakukan dalam penelitian kualitatif. Dengan alasan penelitian ini lebih banyak mengandalkan interpretasi peneliti atas obyek penelitian (1991:45). Dalam hal ini instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri serta menggunakan tape recorder sebagai alat bantu.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Observasi, wawancara dan elisitasi.Observasi Observasi ini dilakukan pada tempat yang telah ditentukan yaitu di SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap informan yang terpilih. Dalam hal ini penulis menggunakan wawancara pembicaraan informal. Pertanyaan yang dilakukan sangat bergantung kepada peneliti dan dilakukan pada latar alamiah. Hubungan antara pewawancara dengan informan adalah suasana yang wajar dan biasa ( Moleong, 1991:136 ).

(17)

Teknik elisitasi merupakan bentuk pembicaraan yang sengaja memancing pembicara untuk menemukan data interferensi dalam pembicaraan itu.

F. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisi data dalam penelitian ini yaitu data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan percakapan, ditranskripsi. Setelah itu dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis kontrastif. Analisis data ini bertujuan menemukan bentuk-bentuk interferensi sintaksis, lalu dimasukkan kedalam pola-pola sintaksis. G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data, maka dilakukan teknik trianggulasi penyelidik, yaitu dengan cara memanfaatkan peneliti lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Trianggulator dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti. Selain itu pemeriksaan keabsahan data dilakukan melalui diskusi bersama rekan sejawat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyajian Hasil Penelitian

1. Beberapa Gejala Interferensi Sintaksis

Ada beberapa gejala interferensi sintaksis bahasa Makassar siswa SMP Negeri 3 Bissappu Bantaeng dalam tuturan lisan adalah (1) penanggalan subjek, (2) urutan kata, (3) penggunaan kata ganti yang berlebihan, (4) penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif oleh, (5) penggunaan partikel sama untuk menyatakan kepada, (6) penggunaan partikel sama untuk menyatakan dengan, (7) penggunaan partikel proposisi di untuk menggantikan patikel preposisi ke. (8) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi pada, (9) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi dari, (10) penanggalan partikel pada untuk menytakan waktu, (11) penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat, (12) penanggalan preposisi oleh dalam kalimat pasif yang bersifat wajib, (13) pengingkaran di awal kalimat. (14) pemakaian kata ganti.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, maka setiap komponen tersebut akan disajikan dalam bentuk contoh-contoh data.

a. Penanggalan Subjek

Gejala penanggalan subyek hanya terlihat dalam kalimat pemberitaan aktif, sedangkan dalam kalimat pemberitaan pasif gejala ini tidak ditemukan. Contoh data interferensi sebagai berikut :

1) Bapak menyuruh membuat karangan. 2) Mungkin tidak membayar juga..

(18)

3) Mengajar juga di Tsanawiyah, dua tempatnya mengajar. Analisis :

a. Dalam bahasa Indonesia, pola konstruksi posesif seperti di atas kurang tepat. Konstruksi posesif yang dimaksudkan adalah kata benda tambah morfem terikat-nya ditambah dengan kata benda. Konstruksi posesif yang unsure-unsurnya memiliki hubungan posesif tidak menggunakan imbuhan morfem terikat –nya. Melainkan diperkirakan dengan kaaidah formal B Ø B atau cukup dengan B B saja. Dengan demikian maka data di atas seharusnya :

1. Apakah anda mau melihat ketua OSIS ? 2. Perjuangan untuk menarik simpatik rakyat. 3. Apakah penghasilan utama penduduk di sana ? 4. sambutan masyarakat waktu pertama datang kesana. 5. Keluarga rahman berada di Palu sekarang.

6. Mereka memncing emosi keamanan.

7. Ia mengatakan bahwa banyak juga urusan di

ampungnya.

b. Dalam bahasa Makassar konstruksi posesif semacam itu dinyatakan dengan pola. Dengan demikian maka dapatlah ditemukan bentuk antara lain:

1. Ballakna pammarenta. 1. Rumahnya pemerintah

2. Sepatunna anak sikola e 2. Sepatunya anak sekolah

c. Bentuk kontruksi posesif seperti di atas terjadi akibat interferensi kontruksi posesif bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia, bagi dwibahasawan Makassar - Indonesia.

1. Penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif oleh pada kalimat pasif.

Contoh data interferensi:

(a) Ia dibantu sama temannya yang bernama sanusia. (b) Ada dijjual sama Bu Yuli.

(c) Hal ini tidak sempat diketahui sama samua desa. Analisis:

a. Kalimat pasif dalam bahasa Indonesia oleh slamet mulyana dibentuk dengan rumus sebagai berikut:

Gatra pangkal + kata kerja dengan awalan di-, atau didahului oleh kau, ku, dan yang sederajat dengan itu. (Slamet Mulyana dalam kamaruddin, dkk, 1978:82). Berdasarkan rumusan tersebut di atas, dapat

dikemukakan contoh antara lain:

(1) Rumah itu selalu dibersihkan oleh Andi. (2) Anak kecil itu dtabrak mobil kemarin.

(19)

(3) Saya dipukul oleh ibu guru kemarin.

Pemakaian partikel agentif oleh dalam kalimat pasif B1 bersifat mana suka, kecuali kalau pelaku difokuskan atau pelaku disela oleh keterangan atau kata lain dengan predikat pemakainnya bersifat wajib. Contoh:

(1) Pesananmu telah dipenuhi oleh ibuku. (2) Tugas itu telah selesai dikerjakan oleh adik.

Dengan demikian, partikel sama pada data di atas seharusnya dinyatakan dengan partikel agentif oleh. b. Rumusan kalimat pasif bahasa Makassar dapat

dianalogikan dengan rumusan kalimat pasif bahasa Indonesia dari Slamet Maulyana (dalam Kamaruddin, 1978:83) sebagai berikut:

(Gatral pangkal) + (sufiks KG) + (partikel agentif ri- + pelaku).

Apabila pelaku dinyatakan maka pemakaian partikel agentif ri bersifat wajib asal kata kerjanya juga berimbuhan ri. Bentuk agentif ri tersebut merupakan bentuk partikel agentif yang satu-satunya dalam nahasa Makassar. Contoh:

1. Ni jakkoki I Mellong ri Polisia.

*ditangkap ia La Mellong oleh polisi itu. (La Mellong ditangkap oleh polisi itu). 2. Rilellungngi La Baso rinenekna.

*Dikejar ia La Baso oleh neneknya. (La Baso dikejar oleh neneknya) 3. Poko loka ku lamung.

*Pisang saya tanam (Pisang saya tanam)

4. Poko taipa na takbang I Beddu. *Pohon mangga ditebang La Beddu.

(Pohon mangga ditebang (oleh) La Beddu).

Sebagai prtikel direktif, ri (BB) berpadanan dengan di, ke, dari, kepada, pada (BI). Kata pada (BI) sering diganti dengan sama pada pemakaian sehari-hari. Umpamanya: Buku itu ada sama kakak.

*(Buku itu ada pada kakak).

5. Penggunaan partikel sama untuk menyatakan kepada (ke). Contoh data interferensi.

(a) Tetapi tidak ada yang mereka lakukan sebagai wujud sumbangsihnya sama bangsa dan Negara.

(b) Dia membawa daging, tetapi kita pulang kampung semua, akhirnya daging itu diberikan sama orang lain. (c) Akhirnya, kita kayak jengkel sama mereka.

(d) Sering menghadap sama pembimbing. (e) Hal itu kta serahkan saja sama Allah.

(20)

6. Penggunaan artikel sama untuk menyatakan dengan. Contoh data interferensi:

(a) Apakah ibu desa tidak cemburu kalau kita dekat sama pak desa ?

(b) Hal itu berawal karena persoalan sedikit sama korcam. (c) Ia, karena dosenku belum datang, pak…. Sama pak …… (d) Saya mendapat banyak judul, tetapi judul lagu sama

judul sinetron. Analisis :

a. Dari contoh data interferensi yang tertuliskan pada data 5 dan 6 diatas, ditemukan penggunan kata sama untuk menyatakan kepada dan dengan. Dalam bahasa Indonesia dengan merupakan preposisi yang berfungsi menandai hubugan kesertaan atau cara, sedangkan

kepada merupakan preposisi gabungan yang berfungsi

menandai hubungan arah ke suatu tempat.

b. Karena partikel ri- dalam bahasa Makassar cenderung mengalami over-differentiation dengan partikel dengan dan sama, serta kepada dalam bahasa Indonesia.

c. Kepada partikel ri- dalam bahasa Makassar selain sebagai partikel direktif juga sebagai partikel agentif (yang dalam bahasa Indonesia dibedakan dan di nyatakan dengan oleh), maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung tidak membedakan kedua partikel tersebut, sehingga partikel agentif oleh dalam bahasa Indonesia sering diganti dengan partikel konektif dengan atau sama.

7. Penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi ke Contoh data interferensi :

(a) Setelah itu, kita jalan-jalan di maros. (b) Tidak lagi pernah pergi di sana.

(c) Karena mahasiswa itu, menyuruhnya untuk mengantar pergi di mana-mana.

(d) Mobil yang di pakai pergi di sungguminasa. (e) Teman itu datang di rumah dulu.

(f) Saya, kalau pergi di sekolah, ….

(g) Kalau dulu, saya bias pergi di organisasi. (h) ….. pergi di tempat-tempat lain.

(i) ….., saya mendingan saja pulang di rumah tidur. (j) Ada tadi teman, tetapi sudah kembali lagi di ruangan. (k) Orang pergi di sana turut meramaikan saja.

(l) Saya malu pergi di situ bertanya. Analisis :

b. Dalam bahasa Indonesia dikenal beberapa partikel preposisi direktif, antara lain di, dan ke. pemakaian kedua partikel preposisi tersebut dibedakan dengan asas

(21)

bahwa di gunakan untuk menyatakan sebuah tempat dan ke digunakan untuk menyatakan arah sesuatu. Contoh preposisi di :

1. Kursi baru itu diletakkan di kamar tamu.

2. Andi sedang berada di sekolah, ketika bapak mulai sakit. 3. Andha bersembunyi di bawah kolong ranjang.

4. Di mana ada gula di situ ada semut.

5. Saya tidak pernah mengingat di mana saya berada ketika itu.

Contoh preposisi ke:

1. Ia berangkat ke sekolah tepat pukul tujuh. 2. Bersediakan anda pergi ke Bantimurung ? 3. Ke mana saja rencana perjalanan Anda ? 4. Saya tidak jadi berangkat ke Jakarta.

5. Silahkan pergi ke pasar berbelanja sekarang juga. Jika kita memperhatikan contoh data di atas maka data tersebut dapat digolongkan menurut kata verbal yang konteksnya menunjukkan pertanyaan arah, seperti: jalan-jalan, pergi, datang, pulang, kembali. Menurut konteksnya dalam pemakaian B1, kata-kata verbal yang menurut pernyataan arah tersebut menuntut

penggunaan partikel preposisi ke yang dinyatakan oleh dwibahasawan Makassar-Indonesia dengan di.

c. Dalam bahasa Makassar dikenal preposisi ri- yang mempunyai persesuaian (korespondensi) bentuk di dalam B1. Preposisi ri- dalam BB berfungsi baik untuk menyatakan tempat maupun untuk menyatakan arah. Contoh:

Preposisi (kata depan)ri- yang menyatakan arah : 1. Aklampa ri sikolayya e.

*pergi dia ke sekolah. (Dia pergi ke sekolah). 2. Aklampai ri masigika.

*Pergi mereka ke mesjid sembahyang. (Mereka pergi ke Masjid sembahyang). 3. Caritannu tangtama ri akkalakku.

*Ceritamu tak masuk ke akalku. (Ceritamu tidak masuk ke akalku). 4. Antamaakki ri balla.

*Masuk anda ke rumah. (Masuk ke rumah)

Preposisi ri yang menyatakan tempat: 1. Kupapakeangi cincing berunna ri limanna.

*Kupasangkan cincing barunya di tangannya. (saya memasangkan cincing baru di tangannya)

(22)

2. Tengah malam nakunampa battu di Bulukumba. *Tengah malam baru aku sampai di Bulukumba. (Tengah malam aku sampai di Bulukumba) 3. Janganko main-main ri tangngana jalanangnga.

*Jangan kamu bermain di tengahnya jalanan. (Jangan kamu bermain di tengan jalanan).

Ternyata kata-kata Verbal yang menyatakan arah dalam hal tertentu cenderung dibantu dengan kata pergi.

d. Dalam bahasa Makassar partikel ri dapat berfungsi untuk menyatakan tempat dan arah. Bentuk preposisi ri ini mempunyai korespondensi bentuk di dalam Bahasa Indonesia. Sementara bentuk di dalam BI mempunyai fungsi untuk menyatakan tempat saja. Kenyataan ini menyebabkan dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung mengidentifikasi ri dengan di sehingga timbullah intenferensi penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi ke (under differentiation).

8. Penggunaan partikel preposisi di untuk menggantikan partikel preposisi pada Contoh data interferensi :

…. Yang penting kita banyak konsultasi di pembimbing. 9. Penggunaan artikel preposisi di untuk menggantikan

partikel preposisi dari contoh data interferensi:

Jangan sampai kita menggebrak di luar dan ada juga yang menggebrak di dalam.

Analisis:

a. Sebagaimana yang telah dinyatakan pada poin (6) dan (7) atas bawah B1 mengenal differensiasi partikel preposisi yang menyatakan tempat dan arah. Partikel tersebut ialah di, ke, dari, pada, kepada yang digunakan menurut konteksnya masing-masing.

b. Dalam poin itu pula ditegaskan bahwa BB hanya mengenal partikel ri untuk menyatakan tempat dan arah. Dalam bahasa Indonesia, hal demikian itu dibedakan dengan menggunakan partikel tertentu untuk menyatakan arah dan tempat.

c. Karena BB hanya mengenal partikel preposisi ri- untuk menyatakan tempat dan arah, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung membaurkan penggunaan partikel preposisi yang bermacam-macam dalam pembicaraannya ketika mempergunakan bahasa Indonesia.

10. Penanggalan partikel pada untuk menyatakan waktu. Contoh data interferensi:

(23)

(2) …., kalau kepemimpinan islam hari jumat sampai hari Sabtu.

(3) Kalau Muballigat hari Ahad.

(4) Kegiatan hari jum’at apa namanya ? Analisis :

a. Dalam BI terutama pemakaian BI yang baku umumnya dituntut pernyataan pada secara eksplisit di depan kata yang menyatakan waktu.

Misalnya:

(a) Pada hari Sabtu.

(b) Pada tanggal 21 April 2015. (c) Pada bulan Mei.

(d) Pada masa itu.

(e) Pada pukul lima pagi.

Kalau data di atas diperhatikan maka waktu dalam data itu menyatakan hari. Penggolongan waktu masih ada beberapa antara lain waktu yang menyatakan tanggal dan yang menyatakan pukul. Dengan demikian di depan kata kata yang menyatakan waktu itu

seharusnya digunakan partikel pada sehingga penggunaan B1 (yang baku) dapat dimantapkan terutama untuk menghindari salah tafsir yang mungkin terjadi.

b. Dalam Bahasa Makassar partikel penunjuk waktu di depan kata-kata yang dinyatakan dalam poin (a) di atas, tidak lazim. Contoh:

1. Erokki lampa ri Makassar I Sinar tanggalak 21 April. *Mau ke Makassar si Sinar pada tanggal 21 April. (Si Sinar mau ke Makassar pada tanggal 21 April). 2. Ujiammi kelas tallua tanggalak 5 to?.

*Ujian kelas 3 pada tanggal 5 ya?.

(Siswa kelas 3 sudah ujian pada tanggal 5 ya?). 3. Kerja baktiki beng allona Minggu.

*Kerja bakti kita pada hari.

(Pada hari Minggu kita bekerja akti).

c. Dalam bahasa Makassar penggunaan partikel pada yang menunjukkan waktu tidak lazim di pergunakan hal yang demikian inilah yang menyebabkan dwibahasawan Makassar-Indonesia sering menanggalkan partikel pada (petunjuk waktu) Ketika mereka berbahasa Indonesia. 11. Penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat.

Contoh Data interferensi :

(1) Baru ada juga yang biasa masa bodoh saja. (2) Baru ada juga yang mau terima beres.

(3) Baru setelah itu, kita bias jalan-jalan ke Maros. (4) Baru orientasi kita itu bukan karena horornya.

(24)

(5) Baru pelajar harus kompak dengan rakyat. Analisis :

a. Slamet Mulyana (dalam Kamaruddin, 1978:101) mengatakan bahwa kata tumpuan kalimat ialah kata-kata yang pada hakekatnya dalam pembentukan kalimat tidak memegang peranan atau tugas, tetapi hanya digunakan untuk memulai kalimat. Kata-kata semacam ini sebagian besar hanya terdapat dalam kesusasteraan Melayu kuno. Hanya bebrapa saja yang dijumpai dalam kesusasteraan modern, misalnya: maka, ada pun dan

akan. Akan tetapi kata itu pun sudah berubah fungsi

karena kata-kata tersebut telah mempunyai tugas penuh dalam pembentukan kalimat. Dalam B1 kata-kata baru tidak lazim berfungsi sebagai kata tumpuan kalimat. Dengan demikian, baru pada awal kalimat data di atas seharusnya ditanggalkan.

b. Dalam BB digunakan na-(inappa) sebagai tumpuan kalimat. Contoh:

(1) Nainappa rekko purani malewekkik jokka ri Maros. *Baru jika selesai biasanya kita pergi ke Maros. (Jika selesai, biasanya kita pergi ke Maros).

(2) Nainappa maega tau deksiseng naelo makkareso. *Baru banyak orang yang sama sekali tidak mau bekerja keras.

(Banyak orang yang sama sekali tidak mau bekerja keras).

Dari contoh di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

nainappa dalam BB sebagai tumpuan kalimat dapat

dikorelasikan dengan baru dalam BI.

c. Karena na(inappa) dalam BB digunakan sebagai tumpuan kalimat, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung menggunakan salinan na(inappa) tersebut yaitu baru sebagai kata tumpuan kalimat dalam berbahasa Indonesia.

12. Penanggalan preposisi oleh pada kalimat pasif yang tergolong kategori wajib.

Contoh data interferensi:

Apa judul karangan yang disurukan ibu guru ?

Analisis:

a. Dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam kalimat pasif jika verba predikat yang tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (mantan S kalimat aktif), maka bentuk oleh wajib hadir. Atas dasar itulah maka kalimat tersebut

(25)

di atas seharusnya menjadi: “ Apa judul karangan yang disuruhkan oleh guru?”

b. Dalam struktur BB, unsur kalimat bentuk pasif yang berfungsi sebagai subyek dikenai perbuatan atau tindakan yang dinyatakan oleh unsure yang berfungsi sebagai predikat. Dengan demikian subyek kalimat pasif berperan sebagai penderita. Contoh:

(1) Apa nasurukanko gurunnu ?

(Apa yang disuruhkan oleh gurumu ?) (2) Salahki anjo kalau begitu jawabannu.

*Salah itu kalau begitu jawabanmu. (Kalau begitu jawaban kamu salah).

Sebagai pengaruh struktur kalimat pasif BB, seperti pada contoh di atas, maka dwibahasawan Makassar-Indonesia cenderung membentuk susunan kalimat pasif bahasa Indonesia, dengan melihat struktur kalimat pasif BB, sehingga dengan cara itulah interferensi dapat terjadi.

V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat di tarik adalah sebagai berikut: 1. Dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng yang berbahasa pertama bahasa Makassar, terdapat interferensi sintaksis dengan frekuensi yang tinggi.

2. Bentuk-bentuk inteferensi sinteksis dalam penelitian ini adalah (1) penanggalan subjek, (2) urutan kata, (3) penggunaan kata ganti yang berlebihan, (4) penggunaan partikel agentif sama untuk menggantikan partikel agentif oleh, (5) penggunaan partikel sama untuk menyatakan kepada, (6) penggunaan partikel sama untuk menyatakan dengan, (7) penggunaan partikel proposisi di untuk menggantikan patikel preposisi ke. (8) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi pada, (9) penggunaan partikel preposisi di untuk menyatakan partikel preposisi dari, (10) penanggalan partikel pada untuk menytakan waktu, (11) penggunaan kata baru sebagai kata tumpuan kalimat, (12) penanggalan preposisi oleh dalam kalimat pasif yang bersifat wajib, (13) pengingkaran di awal kalimat. (14) pemakaian kata ganti.

B. Saran

Ada beberapa saran yang perlu dikemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini antara lain.

1. Guru atau calon guru bahasa perlu mengetahui kemungkinan kemungkinan interferensi serta bentuk-bentuk interferensi bahasa pertama dalam penggunaan bahasa kedua sehingga dapat merencanakan program pengajaran bahasa yang tepat.

(26)

2. Dalam percakapan sehari-hari jangan menggunakan bahasa Indonesia, perlu ada upaya untuk memperkecil atau menghindari kemungkinan interferensi antara bahasa pertama dengan bahasa kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Achsin, Amir. 1993. Mari Menyusun Skripsi. Ujungpandang: C.V. Putra Maspul. Alwasilah, Hashim. 1993. Psikolinguistik: PengantarPemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.

Alwi, Hasan, dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia. Arikunto, Suharsimi. 1981. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer dan Agustina. 2003. Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Graha Pres. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Dasih, Nur Sari. 2002. Prosedur Penelitian Teori dan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Dasimnti, Vismaia. 2006. Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandung: Pusat Studi Literasi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI.

Diknas. 2003. Menjadi Dwibahasawan. Yogyakarta: Graha Pres.

Djajasudarma, T. Fatimah. 2001. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat

dalam Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Huda Nuril, dkk. 1981. Interferensi Gramatikal Bahasa Madura Terhadap Bahasa Indonesia Tulis Murid Kelas VI SD Jawa Timur. (Laporan Penelitian). Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ibrahim, Maulana. 1995. Analisis Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 18 Bulan. Skripsi. FB Universitas Negeri Malang.

Jos Daniel. 1988. Sintaksis. Jakarta : Gramedia.

Kamaruddin, dkk. 1978. Interferensi Gramatikal Bahasa Makassar Murid dalam Pemakaian Bahasa Indonesia (laporan Penelitian). Ujungpandang Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Sulawesi Selatan. Keraf, Gorys. 1991. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa.

Flores: Nusa Indah.

(27)

Kusumaningrat. 2009. Semantik, Teori, dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Nababan. 1993. Bahasa dan Masyarakat. Jakarta: Erlangga.

Neumann. 1988. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Solo: CV Aneka Nurhadi, 1985. Tata Bahasa Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang Press. Nurgiantoro. 2001. Bahasa dan Berbahasa. Jakarta: Erlangga.

Mantra, dkk. 1981. Komposisi Bahasa. Bandung: Sanjaya Cetak.

Moleong, J. Lexy. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mustakim, dkk. 1994. Interferensi Bahasa Jawa dalam Surat Kabar Berbahasa Indonesia. Jakarta. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ohoiwutun, Paul. 2007. Language and Power: Exploring Political Cultures

in Indonesia. London: Cornel University Pres.

Oktavianus, 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa. Yogyakarta: Andalas University Press.Parawansa, Patudangi. 1981. Kajian Interferensi Morfologi pada Dwibahasawan Anak SD di Daerah Kabupaten Gowa Sul-Sel. (Disertasi). Malang IKIP Malang.

Parawansa, Sudjiman.2006, Serba-serbi Semiotika, Jakarta: Gramedia Pustaka.

Pateda, Mansoer. 1990. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Parawansa, Patudangi. 1981. Kajian Interferensi Morfologi pada Dwibahasawan Anak SD di Daerah Kabupaten Gowa Sul-Sel. (Disertasi). Malang IKIP Malang.

Pelenkahu, H. Noldy. 2011. Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Kembar Usia Dua Tahun Delapan Bulan. Tesis. FB Universitas Haluleo Kendari.

Purwo. 1989. Sintaksis. Jakarta: Erlangga

Rosmini. 1994. Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Tulis Siswa Kelas I SMPN 2 Bantaeng. (Skripsi) Ujungpandang: FPBS IKIP Ujungpandang.

Sasangka, 2000. Adjektiva dan Adverbia dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Sihombing, P. 2003. Penelitian Pendidikan. Medan: Unimed. Simanjuntak, Julianto. 1982. Teori Bahasa. Semarang: Citra

Almamater.

Sitaresmi, Nunung dan Mahmud Fasya. 2011. Pengantar Semantik

(28)

Slametmuljana. 1962. Tata Makna (Semantik). Jakarta: Gramedia. Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik ke arah Memahami Metode Linguistik.

Yokyakarta : Gadja Mada University Pres.

Supriadi. 2013. Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Mahasiswa Unismuh Makassar. (Skripsi) Unismuh Makassar.

Sumarsono. 2004. Otonomi Bahasa: Tujuh Strategi Tulis Pragmatik bagi

Praktisi Bisnis dan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Syaodih, Nana. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suwito, 1988. Sosiolinguistik. Pengantar Awal. Surakarta : Henary Offset. Taha, Zainuddin. 1985. Satu Wacana Dua Bahasa. Pengantar Awal. Surakarta :

Henary Offset.

Taringan, HG & Jago Tarigan. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

(29)

JURNAL TESIS

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MAKASSAR

DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA

KELAS VIII SMPN 3 BISSAPPU

KABUPATEN BANTAENG

Disusun dan Diajukan oleh:

ZULFITRIAH

Nomor Induk Mahasiswa: 04.08.935.2013

PROGRAM PASCASARJANA

(30)

TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa diucapkan oleh penulis sebagai ungkapan syukur atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal tesis yang berjudul “Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMPN 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng”. Penulisan jurnal tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Banyak kendala yang penulis hadapi selama menyusun jurnal tesis ini. Namun, berkat bantuan dan bimbingan yang tulus dari berbagai pihak, semua masalah dapat teratasi dengan baik. Sehubungan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak atas segala bantuan, bimbingan, dan arahan yang tulus ikhlas dan kemurahan hati membantu penulis.

Penulis juga berterima kasih kepada teman dan sahabat yang senantiasa mendoakan penulis untuk meraih kesuksesan. Semoga doa, bantuan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dapat bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Amin Ya Rabbal Alamin

Makassar, 11 Agustus 2015 Penulis

(31)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iii ABSTRAK ... 1 I PENDAHULUAN ... 2 A. Latar Belakang ... 2 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 3 A. Tinjauan Pustaka ... 3 B. Kerangka Pikir ... 5 III. METODE PENELITIAN... 10

A. Jenis Penelitian ... 10 B. Batasan Istilah... 10 C. Data dan Sumber Data ... 11 D. Teknik Pengumpulan Data ... 11 E. Teknik Analisis Data ... 12 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 12

A. Penyajian Hasil Penelitian ... 12 B. Pembahasan ... 16 V. SIMPULAN DAN SARAN………... 20 A. Simpulan ... 20 B. Saran ... 20 DAFTAR PUSTAKA ... 21

(32)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa diucapkan oleh penulis sebagai ungkapan syukur atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Interferensi Sintaksis Bahasa Makassar dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMPN 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Banyak kendala yang penulis hadapi selama menyusun tesis ini. Namun, berkat bantuan dan bimbingan yang tulus dari berbagai pihak, semua masalah dapat teratasi dengan baik. Sehubungan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. A. Sukri Syamsuri, M.Hum., dosen pembimbing I, dan Dr. A. Rahman Rahim, M.Hum., dosen pembimbing II. atas segala bantuan, bimbingan, dan arahan yang tulus ikhlas dan kemurahan hati membantu penulis.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. H. M. Ide Said, DM., M. Pd. Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar dan Dr. A. Rahman Rhim, M.Hum. Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar.

(33)

vi

Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh tenaga pengajar pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan. Ucapan terima kasih kepada seluruh karyawan, yang telah memberikan pelayanan administrasi kepada penulis selama proses perkuliahan.

Penulis juga berterima kasih kepada teman dan sahabat yang senantiasa mendoakan penulis untuk meraih kesuksesan. Semoga doa, bantuan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, penulis berharap semoga segala bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak dapat bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Amin Ya Rabbal Alamin

Makassar, Mei 2015

(34)

viii DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ... iii PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv SURAT IZIN PENELITIAN ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR ISI ... viii ABSTRAK ... x ABSTRACT ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Manfaat Penelitian ... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR... 7 A. Tinjauan Pustaka ... 7 1. Hakikat Kedwibahasaan ... 7 2. Pengertian Sosiolinguistik ... 9 3. Pengertian interferensi ... 14 4. Interferensi Sintaksis ... 18

(35)

viii

5. Analisis Kontrastif dalam Hubungannya dengan Interferensi 20 6. Pemakaian Bahasa Lisan ... 23 7. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Interferensi 25 BAB III. METODE PENELITIAN... 56

A. Jenis Penelitian ... 56 B. Batasan Istilah ... 57 C. Sumber Data ... 58 D. Instrumen Penelitian ... 59 E. Teknik Pengumpulan Data ... 59 F. Teknik Analisis Data ... 60 G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 60 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 61

A. Beberapa Gejala Interferensi Sintaksis ... 61 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN………... 85

A. Simpulan ... 85 B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA ... 87 RIWAYAT HIDUP

(36)
(37)

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia memiliki alat komunikasi dan interaksi yaitu sebuah bahasa. Sebenarnya manusia juga dapat menggunakan alat komunikasi lain selain bahasa. Namun, tampaknya bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik, paling sempurna dibandingkan dengan alat komunikasi lain, seperti alat komunikasi yang dipakai hewan. Dalam setiap komunikasi, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung agar terjadi interaksi yang baik antara masyarakat.

Masyarakat yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya yang jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, maka masyarakat tutur ini akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain tentu akan mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa adalah apa yang di dalam sosiolingistik disebut bilingualisme dan diglosia.

(38)

2

1

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ragam bahasa yang sangat banyak. Sehingga menyebabkan banyaknya suku-suku bangsa di Indonesia yang memiliki bahasa yang berbeda-beda, inilah yang memungkinkan masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan lebih dari satu bahasa. Penggunaan lebih dari satu bahasa ini disebut dengan bilingualisme dan pengguna bahasa lebih dari satu bahasa disebut bilingual. Meskipun demikian, Indonesia hanya memiliki satu bahasa yang kemudian dijadikan bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia salah satu mata pelajaran wajib dari jenjang sekolah dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi. Hal ini berkembang terus-menerus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagai alat komunikasi, pemakaian bahasa Indonesia semakin meluas. Pada umumnya, di Indonesia bahasa ini dijadikan sebagai bahasa kedua.

Di Sulawesi Selatan, selain bahasa Indonesia, terdapat pula bahasa daerah yang juga berfungsi sebagai alat komunikasi. Salah satunya adalah bahasa daerah Makassar. Dengan demikian, masyarakat Sulawesi Selatan juga merupakan masyarakat Dwibahasawan. Dalam komunikasinya, masyarakat ini senantiasa menggunakan kedua bahasa tersebut secara bergantian. Dalam proses inilah, persentuhan atau kontak di antara keduanya dapat terjadi.

(39)

3

1

Kontak antara dua bahasa menyebabkan hal yang dapat menguntungkan bahasa masing-masing, yaitu peminjaman yang saling memperkaya unsur-unsurnya. Selain itu, kontak bahasa dapat pula menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan bahasa masing-masing, yaitu berupa penyimpangan kaidah bahasa yang umum sehingga dapat berakibat negatif kepada usaha menetapkan corak suatu bahasa standar yang perlu bagi pembinaan bahasa. Kontak bahasa yang demikian itulah yang disebut interferensi.

Di kalangan siswa, khususnya SMP Negeri 3 Bisappu, terkadang tidak dapat membedakan batas-batas penggunaan antara bahasa daerah Makassar dengan bahasa Indonesia, sebagai bahasa yang dipergunakan secara bergantian, terutama dalam komunikasi lisan. Kebiasaan seperti di atas dapat menimbulkan kecenderungan untuk memasukkan unsur-unsur bahasa Makassar atau menerapkan pola-pola bahasa Makassar dalam mengunakan bahasa Indonesia, sehingga terjadilah penyimpangan atau interferensi.

Siswa sebagai generasi penerus, yang senantiasa mempelajari bahasa Indonesia, khususnya siswa dituntut untuk menunjukkan sikap positif. Sikap positif itu berupa kecenderungan untuk tidak mencampuradukkan unsur-unsur bahasa daerah saat menggunakan bahasa Indonesia, kecuali jika unsur itu berperan dalam pembinaan bahasa Indonesia. Jika masalah seperti di atas tidak ditangani secara serius maka akan menjadi masalah yang berlarut-larut, karena

(40)

4

1

diketahui bahwa siswa harus menjadi contoh yang tepat dalam hal pemakaian bahasa khususnya bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk meneliti interferensi bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng yang dipokuskan dalam bidang sintaksis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng?

2. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi sintaksis bahasa Makassar dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi sintaksis dalam tuturan lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng

(41)

5

1

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian bahasa Indonesia, sekaligus menjadi acuan dalam upaya meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya di kalangan SMP Negeri 3 Bissappu Kabupaten Bantaeng.

(42)

6

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kedwibahasaan

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau bahasa ibu sebagai B1. Mereka menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal dan menguasai BI sebagai bahasa kedua. Keadaan seperti ini oleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa. Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada permulaan abad ke-20. “Kedwibahasaan sebagai penguasaan dua bahasa seperti penutur aslinya” (Bloomfield dalam Mustakim dkk, 1994: 10). Selain itu, “kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge

of two languages)” (Haugen dalam Suwito, 1985: 49). Dalam

kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara pisitif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2. Nababan, et all, berpendapat bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan memakai dua bahasa atau lebih dan pemakaian bahasa itu secara bergantian (1993: 7).

Referensi

Dokumen terkait

Lingkup pekerjaan : Melakukan inventarisasi data infrastruktur industri pengguna energi panas bumi, melakukan evaluasi terhadap data yang terkumpul dan selanjutnya

Adanya variasi waktu penahanan yang diberikan pada briket batok kelapa muda pada proses pirolisis fluidisasi bed menggunakan media gas argon, mampu memperbaiki

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi

Tugas Akhir ini mengambil judul “ Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi Plastik Injeksi pada Front bumper Spoiler Dengan Menggunakan Metode Failure Mode and

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan

1) Fokus sasaran: balita pada rumahtangga miskin, terutama balita laki-laki berusia 1- 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, dengan tetap tidak mengabaikan balita perempuan. 2)

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa