• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kedwibahasaan

Dalam dokumen ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 42-64)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kedwibahasaan

Masyarakat Indonesia mengenal bahasa daerah atau bahasa ibu sebagai B1. Mereka menggunakan B1 sebagai bahasa pengantar dalam berkomunikasi, sebelum mengenal dan menguasai BI sebagai bahasa kedua. Keadaan seperti ini oleh para sosiolinguis lazim disebut dengan masyarakat yang bilingual atau masyarakat yang berdwibahasa. Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada permulaan abad ke-20. “Kedwibahasaan sebagai penguasaan dua bahasa seperti penutur aslinya” (Bloomfield dalam Mustakim dkk, 1994: 10). Selain itu, “kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge

of two languages)” (Haugen dalam Suwito, 1985: 49). Dalam

kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara pisitif dua bahasa. Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa, yaitu BI dan B2. Nababan, et all, berpendapat bahwa kedwibahasaan adalah kemampuan memakai dua bahasa atau lebih dan pemakaian bahasa itu secara bergantian (1993: 7).

7

6

Seorang dwibahasawan dapat berganti dari satu bahasa ke bahasa lain. Misalnya, seseorang sedang menggunakan bahasa A tetapi unsur yang dipakai ialah struktur atau unsur bahasa B atau sebaliknya, Kejadian seperti ini disebut dengan istilah interferensi. “Interferensi dapat dikatakan sebagai pengacauan apabila kemampuan dan kebiasaan seseorang dalam bahasa utama (bahasa sumber) berpengaruh atas penggunaannya dari bahasa kedua (bahasa sasaran)” (Nababan, 1993:32). “Kedwibahasaan selalu berkembang cenderung meluas karena istilah kedwibahasaan itu bersifat nisbi (relatif)” (Suwito, 1988:48). Jarang sekali orang benar-benar dapat menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Selanjutnya batasan pengertian kedwibahasaan dikemukakan oleh Nababan bahwa satu daerah atau masyarakat tempat dua bahasa berada disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa. Orang yang menggunakan dua bahasa disebut Dwibahasawan (Nababan, 1993:27).

Dari beberapa pendapat pakar bahasa di atas, dapat disimpulkan bahwakedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian, baik secara lisan maupun tertulis oleh satu individu atau kelompok masyarakat. Kedwibahasaan dapat terjadi apabila ada dua bahasa atau lebih dalam masyarakat. Keadaan seperti ini terdapat pula di negara kita, di samping bahasa Indonesia terdapat juga bahasa daerah. Istilah penting yang berhubungan dengan kedwibahasaan antara lain adalah dwibahasawan. Dwibahasawan adalah seseorang yang yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa secara berganti-ganti. Wojowasito

8

6

menjelaskan bahwa seorang dwibahasawan tidak harus menguasai kedua bahasa yang dimilikinya sama fasih, tetapi cukup apabila ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa tersebut atau dapat memahami apa yang dikatakan atau ditulis dalam bahasa itu (dalam Mustakim, 1994: 11). Suwito menjelaskan bahwa hampir setiap warga negara Indonesia dapat menguasai bahasa Indonesia secara baik di samping bahasa daerahnya masingmasing. Walaupun mereka menguasai kedua bahasa itu secara baik, mereka tidak dapat menggunakan kedua bahasa itu secara sembarangan (Nababan, 1988: 52). Maksudnya, mereka menggunakan bahasa tersebut tidak pada sembarang tempat, sembarang situasi, dan sembarang keperluan. Penggunaan bahasa harus disesuaikan dengan fungsi dan peranan bahasa tersebut. Di Indonesia disamping BI digunakan pula bahasa daerah dan bahasa asing. Penggunaan bahasa-bahasa tersebut harus sesuai dengan pola pemakaian bahasa-bahasa yang sesuai dengan fungsi kemasyarakatan, situasi serta konteksnya. Setiap bahasa mempunyai fungsi dan peranan masing-masing. Poedjoesoedarmo menjelaskan bahwa bahasa daerah lazim digunakan dalam situasi pembicaraan yang tidak resmi, kekeluargaan, kedaerahan, dan tradisional, bahasa Indonesia atau bahasa nasional digunakan dalam situasi pembicaraan yang bersifat kenegaraan, kedinasan, keilmuan, kenasionalan, dan modern (dalam Mustakim, 1994: 12). Situasi kebahasaan seperti ini memungkinkan terjadinya penggunaan bahasa yang tumpang tindih karena adanya kontak bahasa. Jadi, dapat

9

6

disimpulkan bahwa dwibahasawan adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Akibat dari masyarakat yang bilingual ditambah dengan adanya kontak bahasa, muncul berbagai peristiwa bahasa antara lain berupa peminjama unsur kebahasaan, peminjaman dengan pengubahan, alih kode dan campur kode, serta interferensi baik sccara lisan maupun secara tertulis. Dari beberapa pengertian tentang dwibahasawan, maka penggunaan BI dalam bidang pendidikan formal dan bahasa daerah dalam pergaulan merupakan salah satu bukti bahwa Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Satra Indonesia FKIP Unismuh Makassar adalah dwibahasawan.

2. Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik bersasal dari kata “sosio” dan “ linguistic”. Sosio sama dengan kata sosial yaitu berhubungan dengan masyarakat. Linguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur- unsur bahasa dan antara unsur- unsur itu.Jadi, sosiolinguistik adalah kajian yang menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa. Berdasarkan pengertian sebelumnya, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek–aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor- faktor kemasyarakatan ( Nababan 1993:2).

10

6

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik tidak hanya mempelajari tentang bahasa tetapi juga mempelajari tentang aspek-aspek bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dengan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan erat. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sosiologi berusaha mengetahui bagaimana masyarakat itu terjadi, berlangsung, dan tetap ada. Dengan mempelajari lembaga- lembaga, proses social dan segala masalah social di dalam masyarakat, akan diketahui cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bagaimana mereka bersosialisasi, dan menempatkan diri dalam tempatnya masing- masing di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari tentang bahasa, atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu dalam masyarakat (Chaer dan Agustina 2003: 2). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah antardisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan tersebut. Selain sosiolinguistik ada juga digunakan istilah sosiologi bahasa. Banyak yang menganggap kedua istilah itu sama, tetapi ada pula yang menganggapnya berbeda. Ada yang mengatakan

11

6

digunakannya istilah sosiolinguistik karena penelitiannya dimasukii dari bidang linguistik, sedangkan sosiologi bahasa digunakan kalau penelitian itu dimasuki dari bidang sosiologi.

Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2003: 5) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif.Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian- perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topic, latar pembicaraan. Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan system komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi konkrit. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik berarti mempelajari tentang bahasa yang digunakan dalam daerah tertentu atau dialek tertentu. Ditinjau dari nama, sosiolingustik menyangkut sosiologi dan linguistik, karena itu sosiolinguistik mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kedua kajian tersebut. Sosio adalah masyarakat, dan linguistik adalah kajian bahasa.Jadi kajian sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan (Sumarsono 2004:1). Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik berarti ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi masyarakat tertentu.

12

6

Sosiolinguistik cenderung memfokuskan diri pada kelompok sosial serta variabel linguistik yang digunakan dalam kelompok itu sambil berusaha mengkorelasikan variabel tersebut dengan unit- unit demografik tradisional pada ilmu-ilmu sosial, yaitu umur, jenis kelamin, kelas sosio- ekonomi, pengelompokan regioanal, status dan lain- lain. Bahkan pada akhir-akhir ini juga diusahakan korelasi antara bentuk-bentuk linguistik dan fungsi-fungsi sosial dalam interaksi intra-kelompok untuk tingkat mikronya, serta korelasi antara pemilihan bahasa dan fungsi sosialnya dalam skala besar untuk tingkat makronya (Ibrahim, 1995:4). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa yang memfokuskan diri pada kelompok sosial serta variabel linguistik.

Alwasilah (1993:3-5) menjelaskan bahwa secara garis besar yang diselidiki oleh sosiolingustik ada lima yaitu macam-macam kebiasaan (convention) dalam mengorganisasi ujaran dengan berorientasi pada tujuan-tujuan social studi bagaimana norma- norma dan nilai- nilai sosial mempengaruhi perilaku linguistik. Variasi dan aneka ragam dihubungkan dengan kerangka social dari para penuturnya, pemanfaatan sumber-sumber linguistik secara politis dan aspek- aspek sosial secara bilingualisme.

Sosiolinguistik menyoroti keseluruhan masalah yang berhubungan dengan organisasi sosial perilaku bahasa, tidak hanya mencakup perilaku bahasa saja, melainkan juga sikap-sikap bahasa, perilaku terhadap

13

6

bahasa dan pemakaian bahasa.Dalam sosiolingustik ada kemungkinan orang memulai dari masalah kemasyarakatan kemudian mengaitkan dengan bahasa, tetapi bisa juga berlaku sebaliknya mulai dari bahasa kemudian mengaitkan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.

Sosiolinguistik dapat mengacu pada pemakian data kebahasaan dan menganalisis kedalam ilmu-ilmu lain yang menyangkut kehidupan sosial, dan sebaliknya mengacu kepada data kemasyarakatan dan menganalisis ke dalam linguistik. Misalnya orang bisa melihat dulu adanya dua ragam bahasa yang berbeda dalam satu bahasa kemudian mengaitkan dengan gejala sosial seperti perbedaan jenis kelamin sehingga bisa disimpulkan, misalnya ragam (A) didukung oleh wanita ragam (B) didikung oleh pria dalam masyarakat itu. Atau sebaliknya, orang bisa memulai dengan memilah masyarakat berdasarkan jenis kelamin menjadi pria- wanita, kemudian menganalisis bahasa atau tutur yang bisa dipakai wanita atau tutur yang bisa dipakai pria.

Trudgill (dalam Sumarsono 2004: 3) mengungkapkan sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik yang berkaitan dengan bahasa sebagai gejala social dan gejala kebudayaan.Bahasa bukan hanya dianggap sebagai gejala social melainkan juga gejala kebudayaan.Implikasinya adalah bahasa dikaitkan dengan kebudayaan masih menjadi cakupan sosiolinguistik, dan ini dapat dimengerti karena setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan tertentu. Sebagai anggota masyarakat sosiolinguistik terikat oleh nilai-nilai budaya masyarakat,

14

6

termasuk nilai-nilai ketika dia menggunakan bahasa. Nilai selalu terkait dengan apa yang baik dan apa yang tidak baik, dan ini diwujudkan dalam kaidah - kaidah yang sebagian besar tidak tertulis tapi dipatuhi oleh warga masyarakat. Apa pun warna batasan itu, sosiolinguistik itu meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasadan masyarakat.

Berdasarkan batasan-batasan tentang sosiolinguistik di atas dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik itu meliputi tiga hal, yakni bahasa, masyarakat, dan hubungan antara bahasa dengan masyarakat. Sosiolinguistik membahas atau mengkaji bahasa sehubungan dengan penutur ,bahasa sebagai anggota asyarakat. Bagaimana bahasa itu digunakan untuk berkomunikasi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya untuk saling bertukar pendapat da berinteraksi antara individu satu dengan lainnya.

3. Pengertian interferensi

Secara leksikologis istilah interferensi berasal dari bahasa inggris yaitu interference yang berarti “campur tangan” atau gangguan dari pihak yang satu kepihak yang lain. Secara terminologis, istilah interferensi berarti penyimpangan atau deviasi yang terjadi pada setiap bahasa sebagai akibat kontak bahasa pada diri penutur bahasa tersebut.

Sehubungan dengan itu, Samsuri (dalam Parawansa, 1981:51) menekankan bahwa penguasa bahasa lebih dari satu mempunyai sifat yang khas. Terdapat kecenderungan bahwa unsure bahasa yang satu

15

6

pindah ke bahasa yang lain. Hal ini yang disebut transfer ( pemindahan ) yang merupakan gangguan (interferensi). Interferensi ini dapat terjadi pada semua aspek kebahasaan, yaitu ucapan, fonologi, sintaksis dan sematik. Weinreich ( dalam tarigan, 1989:51 ) memandang interferensi sebagai penyimpangan norma bahasa yang terjadi di dalam ujaran dwibahasawan, karena keakrabannya lebih dari satu bahasa yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa.

Demikian pula Haugen (dalam Tarigan, 1988:15 ) dengan tegas menyatakan bahwa interferensi merupakan difusi linguistik atau peminjaman yang merupakan usaha pembicara menggunakan pola-pola yang telah dipelajarinya dalam menggunakan bahasa lainnya. Selanjutnya, Baradja (dalam Rosmini, 1994:14 ) menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan interferensi adalah adanya tuturan seseorang yang menyimpang dari norma-norma bahasa pertama kedalam bahasa kedua sebagai akibat dari kuatnya daya tarik dari pola-pola yang terdapat pada bahasa pertama.

Kridalaksana (1991:84) mendefenisikan interferensi sebagai penggunaan unsur-unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa, cirri bahasa lain itu masih kentara. Dalam konteks pengajaran bahasa ia mendefenisikan interferensi sebagai kesalahan berbahasa berupa unsur bahasa sendiri yang dibawa kedalam bahasa yang dipelajari.

16

6

Interferensi dikatakan sebagai peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain yang terjadi pada segala tingkat unsur kebahasaan, yaitu cara mengungkapkan kata dan kalimat, cara membentuk frasa dan kalimat, cara membentuk kata dan ungkapan, dan cara memberikan arti kata-kata tertentu (Suwito, 1988:64). “Interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individu dalam suatu bahasa, ciri-ciri bahasa lain itu masih kentara” (Kridalaksana, 1984:84). Richards berpendapat bahwa Interferensi sebagai transfer negatif yaitu penggunaan suatu aturan bahasa asli yang mengarah ke suatu kesalahan yang tidak tepat pada bahasa target (dalam Dasih, 2002:14).

Nababan (1993:35) mengemukakan beberapa istilah mengenai interferensi. la menyebut adanya interferensi perlakuan (performance

interference) dan interferensi sistemik (systemic interference). Interferensi

perlakuan sering terjadi pada seorang dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua. Interferensi sistemik akan terlihat dalam bentuk perubahan satu bahasa dengan unsur-unsur atau struktur bahasa yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa interferensi sistemik menunjukkan gejala perubahan sistem sebuah bahasa akibat pengaruh bahasa lain.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interferensi merupakan penggunaan sistem bahasa pertama ( B1) dalam penggunaan bahasa kedua ( B2 ) sedangkan sistem kedua bahasa tersebut berbeda.

17

6

Kontak bahasa yang terjadi dalam diri dwibahasawan menimbulkan salin pengaruh antara B1 dan bahasa kedua. Kontak bahasa ini terjadi pada diri individu yang menggunakan kedua bahasa tersebut secara bergantian pada umumnya bahasa yang paling dikuasai oleh seorang dwibahasaan akan berpengaruh besar terhadap pemerolehan bahasa berikutnya ( Tarigan, 1984:15).

Pengaruh B1 terhadap B2 atau sebaliknya, pengaruh B2 terhadap B1 dapat terjadi pada setiap sistem atau unsure bahasa karena pembicara memakai sistem atau unsure B1 dalam menggunakan B2 atau sebaliknya. Sistem bahasa yang digunakan dapat berupa sistem fonologi, morfologi dan sintaksis penggunaan sistem bahasa tertentu pada bahasa lain disebut transfer. Transfer yang dimaksud dapat berupa transfer positif dan transfer negatif. Transfer negatif inilah yang disebut interferensi. Transfer inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan berbahasa ( Tarigan dan Tarigan, 1988:12 ).

Dalam proses interferensi terdapat tiga unsur yang memegan peran penting yaitu (1) bahasa sumber ( bahasa donor ), (2) bahasa penyerap ( resipien ), dan (3) unsur serapan/inportase. Dalam peristiwa kontak bahasa mungkin pada suatu peristiwa suatu bahasa merupakan bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa merupakan bahasa resipien. Saling serap merupakan peristiwa umum dalam kontak bahasa ( Swito, 1983:54 ). Bahasa sumber adalah bahasa yang menjadi sumber dari unsur sarapan. Jika unsure serapan itu masuk kedalam suatu

18

6

bahasa, maka bahasa yang dimaksudnya disebut bahasa penyerap ( resipien ). Dalam peristiwa masuknya unsur-unsur bahasa Makassar ke dalam penggunaan bahasa Indonesia disebut juga interferensi.

4. Interferensi Sintaksis

Sebelum jauh membicarakan interferensi sintaksis, penulis lebih ahulu memberikan definisi sintaksis itu sendiri. Harimurti Kridalaksana ( 1993:199 ) menyatakan bahwa sintaksis merupakan pengatura dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar dalam bahasa itu. Satuan yang lebih kecil dalam bidang ini adalah kata.

Definisi sintaksis yang lain dikemukakan oleh Nurhadi ( 1995:70 ) bahwa:

“Sintaksis merupakan pembahasan tentang tata kalimat. Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Sintaksis merupakan kajian tentang bagaimana kata-kata disusun untuk mendapatkan kaitan-kaitan kakna dalam kalimat. Sintaksis berusaha memperjelas pola-pola dan aturan-aturan yang mendasari satuan-satuan sintaksis serta bagian-bagian yang membentuk satuan-satuan itu”.

Selanjutnya, Verhaar ( 1995:70 ) menyatakan bahwa sintaksis menyelidiki semua hubungan antar kata dan antar kolompok kata jadi sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang disebut kalimat.

Ramlan ( dalam Henri Guntur Tarigan, 1984:5 ) menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frasa dan kalimat.

19

6

Dalam pembicaraan tentang sintaksis biasanya diangkat pemilihan teori linguistik sebagai kerangka acuan. Karena teori inilah yang dianggap relevan dengan masalah yang akan diteliti.

Sehubungan dengan hal di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa sintaksis merupakan salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur kalimat, klausa dan frase.

Sehubungan dengan masalah interferensi, maka interferensi sintaksis dapat terjadi dalam suatu bahasa jika hal-hal tersebut seperti yang di atas yaitu frase, klausa dan kalimat diserap dari bahasa lain. Misalnya dalam bahasa Indonesia terdapat struktur kalimat sebagai berikut :

1. Motor dicuci Ibeng.

2. Roti bakar itu dimakan oleh saya.

3. Sepatu Irfan yang paling baru di kelas ini.

Dalam struktur ketiga kalimat di atas, terserap struktur bahasa lain padanan struktur kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia adalah :

1. Motor Ibeng cuci.

2. Makanan itu telah saya makan.

3. Sepatunya Irfan yang paling baru di kelas ini.

Penyimpangan struktur seperti di atas, terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak dengan bahasa yang sedang depelajarinya dengan bahasa yang telah dikuasainya ( Suwito, 1993:56 ).

20

6

Dari beberapa contoh kalimat di atas, dapatlah dikatakan bahwa interferensi sintaksis bahasa Makassar kedalam bahasa Indonesia berarti percampuran struktur bahasa Makassar kedalam penggunaan bahasa Indonesia. Masalah interferensi dapat terjadi dalam bahasa lisan dan tulisan. Dalam penelitian ini masalah interferensi difokuskan pada interferensi sintaksis yang terjadi pada penggunaan bahasa Indonesia lisan siswa SMP Negeri 3 Bissappu Kab. Bantaeng.

5. Analisis Kontrastif dalam Hubungannya dengan Interferensi

Dasar psikologo analisis kontrastif adalah teori transfer yang diuraikan dan diformulasikan dalam suatu teori psikologi stimulus-respon kaum behavioris James Henri Guntur ( dalam Tarigan, 1992:3 ).

Menurut faham teori ini, kesalahan berbahasa karena transfer negatif. Maksudnya, kita menggunakan sistem B1 dan ber-B2, sedangkan sistem itu berbeda dalam B2. Perbedaan itu dapat diidentifikasi melalui B1 dengan B2. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan cara menanamkan kesalahan ber-B2 melalui latihan penguatan dan pengulangan.

Anakon merupakan komparasi sistem linguistik dua bahasa, misalnya sistem bunyi atau sistem gramatikal. Anakon yang mulai dikembangkan sekitar tahun 1950-an dan 1960-an merupakan aplikasi linguistik structural dalam pengajaran bahasa.

Selanjutnya, Kasihani Hasbolah ( dalam Nurhadi, 1995:337 ) mengatakan bahwa dalam anakon orang mencari persamaan atau perbedaan antara dua bahasa yaitu bahasa pertama dan bahasa target.

21

6

Melalui analisis kontrastif atau anakon kesulitan-kesulitan yang ditemukan oleh pembelajaran dapat diramalkan, sehingga dapat memberikan pandangan atau jalan keluar untuk menanggulangi kesulitan sehingga tujuan pengajaran bahasa dapat dicapai.

Lado sebagai peletak dasar anakon modern menyatakan bahwa kita dapat meramalkan dan menguraikan struktur bahasa kedua yang akan menyebabkan kesukarang pembelajar dalam belajar bahasa dan struktur yang akan memudahkan belajar dengan jalan membandingkan secara sistematis struktur bahasa dan budaya bahasa kedua dengan struktur bahasa dan budaya bahasa pertama pembelajar. Dalam perbandingan antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Unsur yang sama atau mirip akan memudahkan bagi pembelajar, sedangkan unsur-unsur yang berlainan atau berbeda akan menyulitkan pembelajaran, ( Subyakto dalam Nurhadi, 1995:239 ).

Menurut Lado dalam teorinya, bahwa perlu ada perbandingan yang sistematis antara bahasa yang berkontak didasarkan pada asumsi sebagai beikut:

a. Materi pengajaran yang paling efektif adalah materi yang didasarkan pada pemberian ilmiah bahasa yang diajarkan secara baik dan paralel dengan pemberian bahasa pertama. b. Perbandingan antara B1 dan B2 adalah kunci kemudahan dan

22

6

c. Banyak penyimpangan linguistik yang terdengar di antara para dwibahasawan berhubungan dengan perbedaan yang dapat digambarkan pada bahasa yang terlihat.

d. Riset psikologi belajar bahasa dalam psikologi pendidikan menunjukkan bahwa asumsi-asumsi tentang pentingnya kebiasaan-kebiasaan B1 dalam B2 belum diterapkan secara sistematis dan sadar.

e. Individu-individu cenderung memindahkan bentuk-bentuk dan makna-makna serta distribusi bentuk-bentuk dan makna-makna bahasa dan budaya B1-nya kedalam bahasa dan kebudayaan bahasa yang dipelajarinya, baik pada waktu mencoba berbicara dan bertindak maupun pada waktu mencoba menangkap dan mengerti bahasa dan kebudayaan B2.

Berdasarkan asumsi di atas, Lado perpendapat bahwa perbandingan yang sistematis antara B1 dengan B2 mempunyai arti yang sangat besar bagi pengajaran bahasa, pembuatan tes bahasa, penelitian bahasa dan pemahaman umum terhadap bahasa ( Lado dalam Parawansa, 1981:75-76 ).

Sehubungan dengan perbandingan antara dua struktur bahasa Lado mengemukakan dua prosodur kerja sebagai berikut :

1. Prosedur umum yang dimulai dengan sebuah analisis struktur terhadap bahasa kedua dan membandingkannya dengan struktur

23

6

bahasa pertama. Bagi masing-masing struktur perlu diketahui jika ada struktur pada B1 yang :

a. Memberikan tanda dengan cara yang sama yakni dengan siasat formal yang sama,

b. Mempunyai makna yang sama, dan c. Memiliki distribusi yang sama.

2. Prosedur yang lebih spesifik, yang menggunakan beberapa tahap analisis,

a. Langkah pertama, melokalisasikan pemberian strukturan yang terbaik pada bahasa yang terlibat.

b. Langkah kedua, meringkaskan semua struktur dalam bentuk garis yang padat.

c. Langkah ketiga, membuat perbandingan yang aktual kedua struktur bahasa secara pola demi pola. ( Lado dalam Zainuddin Taha, 1985:77-78).

Dalam kaitannya dengan referensi bahasa Makassar dalam

Baca selengkapnya

Dalam dokumen ZULFITHRIAH Nomor Induk Mahasiswa: (Halaman 42-64)

Dokumen terkait