• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bekerja Keras Agar Dapat Memberi Lebih Banyak

Dalam dokumen DUA JENIS ORANG KRISTEN DIDALAM GEREJA (Halaman 48-50)

bukan bersikap sebagai pemiliknya.

5. Bekerja Keras Agar Dapat Memberi Lebih Banyak

Sikap hidup mencukupkan diri tidak bertujuan agar orang percaya pasrah dan malas bekerja. Bukan demikian. Sikap seperti itu adalah sikap hamba yang pemalas dan egois. Tuhan justru berkehendak agar kita bekerja dengan giat sama seperti Dia (Yoh. 5:17, 6:27, 9:4). Bahkan orang-orang percaya haruslah dikenal karena bekerja lebih dari orang-orang kebanyakan, karena pengawasnya adalah Tuhan sendiri (Kol. 3:22-23). Namun tujuannya bukan lagi untuk dinikmati bagi diri sendiri dan keluarga, tetapi supaya dapat memberi semakin banyak. Dengan demikian kita terus melatih sifat kasih kita yang implikasinya kekal.

Agar didapat suatu perbandingan yang jelas antara perbedaan sikap yang alkitabiah dengan sikap pengajaran kemakmuran, lihat sketsa berikut:

Gbr. 3. Perbedaan Konsep Antara Pengajaran Teologi Kemakmuran dengan Pengajaran Alkitab

Dari pembahasan & gambar 3 diatas, kita dapat menegaskan disini begitu bertolak belakangnya SIKAP Teologi Kemakmuran terhadap kekayaan dengan ajaran Alkitab. Sekalipun ajaran itu selalu memakai Firman Tuhan, tetapi Firman Tuhan dipakai dengan arti yang salah untuk tujuan yang salah, persis seperti gurunya, yaitu iblis sendiri. Iblis selalu mencatut Firman Tuhan untuk menyesatkan manusia (“...tentulah Allah berfirman” – Kej. 3:1, atau “...sebab ada tertulis” – Mat. 4:6). Perbedaan ini antara Timur dan Barat, antara Ketamakan dengan Kecukupan.

4.

Cara Memperoleh Kekayaan Materi

:

“Menabur” atau Ora et labora?

Teologi Kemakmuran menekankan bahwa kekayaan materi (yang mereka percayai sebagai “berkat Tuhan”) diperoleh dengan setia memberi persepuluhan sebagai “persembahan wajib,” ditambah dengan persembahan-persembahan lain. Persepuluhan didalam Perjanjian Lama yang sudah usang dipakai sebagai

Oleh S. Christian Robirosa S.,- BTBP, 2013 Page 49 senjata untuk memperoleh keuntungan dari jemaat (band. 2Pet. 2:3). Mereka tidak mengerti (atau sengaja tidak mau mengerti) bahwa didalam zaman anugerah Perjanjian Baru, semua tuntutan ritual dan sistem imamat Perjanjian Lama sudah dibatalkan karena telah digenapi oleh Mesias (Ef. 2:15; Gal. 3:25; Rom. 7:6). Karena itu kita tidak mendapati ajaran tentang persembahan persepuluhan yang berlaku didalam Perjanjian Baru, kecuali 2 ayat yang sering dianggap sebagai ajaran tentang berlakunya persepuluhan didalam PB. Yang satu didalam Mat. 23:23, dan yang satu lagi didalam Ibr. 7:8. Jika dilihat konteks keduanya, maka kedua ayat bukan sedang mengajar tentang berlakunya persepuluhan didalam Perjanjian Baru, tetapi masih berhubungan dengan Perjanjian Lama. Yang pertama (Mat. 23:23) adalah kecaman Tuhan kepada orang- orang Farisi yang mengutamakan tindakan agamawi diluar (memberi persepuluhan) sementara hatinya tidak memiliki kasih dan keadilan. Lalu Tuhan berkata ”Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” Artinya, pada saat itu Tuhan belum meniadakan persepuluhan karena seluruh hidupnya haruslah taat kepada Hukum Taurat agar dapat menggenapinya (Gal. 4:4, Mat. 5:17-18). Namun setelah karya penebusan Kristus selesai (Hukum Taurat telah digenapi oleh pekerjaan penebusan Kristus), segala perintah dan ketentuannya (sistimnya) telah dibatalkan sehingga kita tidak tunduk lagi didalamnya (Ef. 2:15; Gal. 3:25; Rom. 7:6). Karena itu TIDAK SATUPUN surat-surat penggembalaan para rasul yang menyinggung (apalagi mewajibkan) tentang persepuluhan karena sistim persembahan didalam PB sudah sama sekali berbeda dengan PL.

Ayat kedua yang sering dikutip tentang persepuluhan adalah Ibr. 7:8 (”Dan di sini manusia-manusia fana menerima persepuluhan, dan di sana Ia, yang tentang Dia diberi kesaksian, bahwa Ia hidup”). Ayat ini lalu dikatakan bahwa didunia ini para hamba Tuhan masih menerima persepuluhan. Penafsiran ini salah kaprah karena memaksakan konsep sendiri kedalam arti ayat (penafsiran eisegese, sebagai lawan dari eksegese yang benar). Lihat konteksnya (seluruh pasal 7). Ayat ini sedang membandingkan para imam lewi yang menerima persepuluhan dimasa lalu dan Imam Besar menurut imamat Melkisedek, yaitu Kristus sendiri. Jadi ayat itu tidak sedang berkata para hamba Tuhan dalam PB yang boleh menerima persepuluhan. Ingat bahwa sistim imamat didalam PB sudah berubah karena Kristus sudah menggenapi Hukum Taurat. Tidak ada bangunan Bait Allah lagi, diganti/digenapi dengan tinggalnya Roh Allah didalam orang-orang percaya. Merekalah Bait Allah itu. Karena itu tidak ada lagi yang disebut ”rumah perbendaharaan Bait Allah” tempat bangsa Israel memberikan persepuluhannya. Kemudian tidak ada imam-imam lagi yang berhak mendapatkan persepuluhan, karena semua orang percaya adalah imam-imam yang memiliki akses langsung kepada Tuhan (1Pet. 2:9). Para hamba Tuhan zaman kini BUKANLAH imam yang berhak menerima persepuluhan, dan GEREJA bukanlah Bait Allah sebagai tempat pengumpulan Bait Allah. Kalau demikian, bagaimanakah sistem persembahan didalam PB? Dan siapakah objek pemberian didalam PB? Semua ini akan kita bahas dalam bagian selanjutnya. Namun sekarang kita kembali kepada pertanyaan bagaimana cara memperoleh kekayaan materi itu sesuai dengan bahasan bagian ini.

Jadi seperti sudah kita bahas sepintas diatas, untuk mendukung sifat serakahnya, para guru palsu yang membangun teologi kemakmuran itu telah membangun sistim persembahan yang salah. Orang akan diberkati jika mereka memberi (istilah mereka ”menabur”) persepuluhan kepada ”gereja” atau kepada ”Tuhan” (Gereja dan Tuhan hanya sebagai kamuflase dan kambing hitam untuk menerima persembahan itu, karena kenyataannya uang persembahan yang besar itu kemudian menjadi milik pribadi gembalanya atau kelompoknya untuk memperkaya diri dan membangun kerajaannya. Sikap demikian menjijikkan Tuhan – Mat. 7:23, dan hukuman yang berat telah menanti mereka – 2Pet. 2:3). Bahkan teologi ini telah menciptakan istilah baru untuk memberi. Istilah populernya ”menabur.” Istilah ini diambil dari 2Kor. 9:6 ”Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Jika dipelajari konteksnya dengan teliti dengan memakai sistim penafsiran yang benar, ayat ini tidak sedang mengatakan ”barang siapa memberi banyak uang kepada pendeta atau gereja, mereka akan mendapat berkat lebih banyak daripada mereka yang memberi sedikit kepada pendeta atau gereja,” tetapi tentang pengajaran Paulus bagi jemaat Korintus untuk belajar memberi dengan rela hati. Semakin rela mereka memberi, berkat Tuhan semakin besar. Bukan berkat materi, tetapi rohani: Tuhan akan semakin memberi rasa berkecukupan dan sifat kebajikan (suka memberi - ay. 8), semakin bertumbuhnya buah-buah kebenaran (ay. 10), semakin kaya dalam kemurahan hati, yang hasil akhirnya adalah pujian bagi Tuhan (ay. 11). Banyak ayat-ayat lain yang memakai istilah ”menabur” yang dipaksakan artinya sebagai ”memberi kepada Tuhan.” Satu ayat yang terkenal adalah Kej. 26:12-13 ”Maka menaburlah Ishak di tanah itu dan

Oleh S. Christian Robirosa S.,- BTBP, 2013 Page 50 dalam tahun itu juga ia mendapat hasil seratus kali lipat; sebab ia diberkati TUHAN. Dan orang itu menjadi kaya, bahkan kian lama kian kaya, sehingga ia menjadi sangat kaya.” Inilah yang sering disebut sebagai ”berkat seratus kali ganda.” Anehnya, ayat tersebut dipakai sebagai alat dengan pengertian ”jika engkau memberi kepada gembala atau gereja, maka usahamu akan diberkati seratus kali ganda,” padahal tidak ada sangkut pautnya antara arti ayat tersebut dengan memberi kepada gembala atau gereja. Arti ayat itu adalah bahwa Ishak BEKERJA dengan menabur benih makanan (apakah gandum/wheat, barley, atau jagung tidak jelas), dan Tuhan memberkati hasil pekerjaannya dengan sangat. Jadi cara yang ditunjukkan Alkitab untuk diberkati Tuhan adalah dengan bekerja. Tentu saja sambil berdoa memohon berkat Tuhan akan hasil pekerjaannya. Konsep inilah yang benar yang diperkenalkan oleh para reformator sebagai ”Ora et labora” (berdoa dan bekerja). Inilah cara yang alkitabiah untuk mendapat berkat Tuhan.

Bekerja adalah sifat Allah dan Kristus sendiri (Yoh. 5:17). Paulus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan rombongannya agar (1) tidak menjadi beban kepada jemaat, dan (2) agar dapat membantu mereka yang berkekurangan (Kis. 20:34-35, 2Kor. 11:27, 1Tes. 2:9). Dengan demikian ia dapat menjadi teladan (2Tes. 3:7-10). Setiap orang juga harus bekerja, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi juga agar dapat memberi kepada mereka yang kekurangan (1Tes. 4:11, Ef. 4:28, Kis. 20:35). Barangsiapa yang tidak mau bekerja, jangan ia makan (2Tes. 3:10-11). Jadi tujuan dari bekerja bukan supaya dipakai untuk diri sendiri seperti yang diajarkan oleh teologi kemakmuran (band. Luk. 12:13-21). Tujuan dari bekerja, selain untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya, adalah agar dapat membantu mereka yang berkekurangan (Kis. 20:34-35, Ef. 4:28).

Inilah ajaran Alkitab tentang sumber berkat: bekerja dengan giat sambil memohon berkat Tuhan untuk hasil pekerjaannya. Bukan dengan cara ”menabur” ketempat yang salah, tetapi memberi ketempat yang tepat (lihat poin 4.5. dibawah ini).

Dalam dokumen DUA JENIS ORANG KRISTEN DIDALAM GEREJA (Halaman 48-50)