• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Hasil Belajar

1. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar 1. Belajar a. Definisi belajar

1) Definisi belajar menurut bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha memeperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya (Baharuddin dan Wahyuni, 2007: 13).

2) Definisi belajar menurut para ahli

Definisi belajar menurut para ahli antara lain sebagai berikut:

a) Menurut R. Gagne (1989) dalam Susanto (2013: 1), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Bagi Gegne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

b) Menurut W.S. Winkel (2002) dalam Susanto (2013: 4), belajar

adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif atara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,

keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.

c) Menurut Susanto (2013: 4), belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar

untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau

pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang

terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.

d) Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2007: 11), belajar adalah proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap.

e) Menurut Riyanto (2010: 6), belajar adalah suatu proses untuk mengubah performasi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi seperti skill, persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku melalui pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Ciri-ciri Belajar

Dari definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan adanya beberapa ciri-ciri belajar yang dikutip oleh Baharuddin dan Wahyuni (2017: 15), yaitu:

1) Belajar di tandai dengan adanya perunahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil.

2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa

perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi, perubahan tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup.

3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.

5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkua itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

c. Prinsip-prinsip Belajar

Menurut Seokamto dan Winataputra (1997) dalam Baharuddin dan Wahyuni (2007: 16) di dalam tugas melaksanakan proses belajar mengajar, seorang guru perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar sebagai berikut:

1) Apa pun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang harus bertindak aktif.

2) Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.

3) Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar.

4) Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.

5) Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

Prinsip-prinsip belajar dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya, maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/pengalaman, pengulangan,

tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual (Dimyati & Mudjiono: 42)

2. Hasil Belajar a. Hasil Belajar

Berdasarkan uraian tentang konsep belajar di atas, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Definisi hasil belajar di atas dipertegas lagi oleh Bukhori, (2003: 178) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai atau ditunjukkan oleh murid sebagai hasil belajarnya, baik itu berupa angka, huruf, atau tindakan mencerminkan hasil belajar yang dicapai oleh masing-masing anak dalam periode tertentu.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi, sebagaimana dikemukakan oleh Sudijono (2011: 8) evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai, sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Kemajuan prestasi belaja siswa tidak hanya diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian, penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami proses pembelajaran dan dapat diukur melalui pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis yang diraih siswa dan merupakan tingkat penguasaan setelah menerima pengalaman belajar. Adapun hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dalam hal ini yang dimaksud hasil belajar IPA materi cara manusia dalam memelihara dan melestarikan alam adalah kemampuan yang dimiliki setiap siswa mengenai pengetahuan, pemahaman tentang materi tersebut yang ditandai dengan adanya perubahan hasil belajar siswa secara berkelanjutan baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, serta tercapainya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dengan nilai KKM yaitu 70.

Dalam penelitian ini, setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika memperoleh nilai  70, dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut  85% siswa yang telah tuntas belajarnya. Berdasarkan ketuntasan KTSP penentuan ketuntasan belajar ditentukan oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan istilah kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang berbeda dengan sekolah lain (Trianto, 2012: 241).

b. Macam-macam hasil belajar

Hasil belajar sebagaimana dijelaskan di atas meliputi pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotorik), dan sikap siswa (aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom dalam Susanto (2013: 6) diartikan sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.

Menurut Dorothy J. Skeel dalam Susanto (2013: 8) konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran, gagasan, atau suatu pengertian. Jadi konsep ini merupakan sesuatu yang telah melekat dalam hati seseorang dan tergambar dalam pikiran, gagasan, atau suatu pengertian.

Untuk mengukur hasil belajar siswa yang berupa pemahaman konsep, guru dapat melakukan evaluasi produk. W.S.

Winkel dalam Susanto (2013: 8) menyatakan bahwa melalui produk dapat diselidiki apakah dan sampai berapa jauh suatu tujuan instruksional telah tercapai; semua tujuan itu merupakan hasil belajar yang seharusnya diperoleh siswa. Berdasakan pandangan Winkel, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa erat hubungannya dengan tujuan instruksional (pembelajaran) yang telah dirancang guru sebelum melaksanakan proses belajar

mengajar. Evaluasi produk dapat dilaksanakan dengan

mengadakan berbagai macam tes, baik secara lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati dalam Susanto (2013: 9)

mengemukakan bahwa keterampilan proses merupakan

keterampilan yang mengarah kepada pembangunan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Indrawati dalam Susanto (2013: 9-10) merumuskan bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kogitif, maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, atau untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi).

Indrawati menyebutkan bahwa ada enam aspek keterampilan proses, yang meliputi: observasi, klasifikasi, pengukuran, mengkomunikasikan, memberikan penjelasan atau

interpretasi terhadap suatu pengamatan, dan melakukan

eksperimen. Kemudian Indrawati membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan, yaitu: keterampilan proses tingkat dasar

(meliputi: observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran,

prediksi, dan interference), dan keterampilan proses terpadu (meliputi: menentukan, variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis, menentukan variabel secara

operasional, merencanakan penyelidikan, dan melakukan

(eksperimen).

3) Sikap

Menurut Sudirman dalam Susanto (2013: 11) sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseorang.

Dalam hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih di arahkan pada pengertian pemahaman konsep. Dalam pemahaman konsep, maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.

c. Indikator Hasil Belajar

Menurut pendapat Benjamin S. Bloom yang dikutip oleh Sudijono (2011: 49), hasil belajar mencakup tiga ranah yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

1) Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang tersebut meliputi:

a) Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk

mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenal kembali tentang nama, istilah, ide, gejala-gejala, rumus-rumus, dan

sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk

menggunakannya.

b) Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang

untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Pemahaman digolongkan menjadi tiga, yaitu: menerjemahkan, menafsirkan, dan mengeksplorasi (memperluas wawasan).

c) Penerapan (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara

ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret.

d) Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk

merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.

e) Sintesis (synthesis) merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru.

f) Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) merupakan

kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide berdasarkan kriteria yang dipakainya, misalnya; baik-buruk, benar-salah, kuat-lemah dan sebagainya (Sudijono, 2011: 49-52).

2) Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif ini oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang. Kelima jenjang tersebut meliputi:

a) Menerima atau memperhatikan (receiving atau attending)

(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.

b) Menanggapi (responding) adalah kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.

c) Menilai (valuing) adalah memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan.

d) Mengatur (organization) adalah pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hunungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e) Karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai

(Characterization by a Value or Value Complex) adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang memepengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya (Sudijono, 2011: 54-56).

3) Ranah psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang

menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah ini meliputi: Persepsi (cara pandang).

a) Gerakan refleks yaitu keterampilan pada gerakan yang tidak sadar.

b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

c) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan

visual, auditif, motoris, dan lain-lain.

d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan,

keharmonisan.

e) Gerakan-gerakan skill dari yang sederhana sampai pada

keterampilan yang kompleks (Sudijono, 2011: 57-58). d. Pengukuran Hasil Belajar

Kegiatan penilaian dan pengujian pendidikan merupakan salah satu mata rantai yang menyatu terjalin di dalam proses pembelajaran siswa. Azwar (2004: 8) berpendapat tes sebagai pengukur prestasi sebagaimana oleh namanya, tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar.

Penilaian atau tes berfungsi untuk memperoleh umpan balik yang selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Penilaian juga dapat berfungsi untuk mendapatkan informasi sampai mana prestasi atau penguasaan dan pencapaian

belajar siswa yang selanjutnya diperuntukkan bagi penentuan lulus tidaknya seorang siswa (Azwar, 2004: 11-12).

Dilihat dari segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes. Tes ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan) ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, ada tes tulisan (menuntut jawaban dalam bentuk tulisan), tes ini ada yang disusun secara obyektif dan uraian, dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Non tes sebagai alat penilaiannya mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala sosiometri, dan studi kasus (Sudjana, 2000: 5).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa, meliputi: a) Faktor jasmani (fisiologis)

Kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi

dan pengetahuan. Khususnya yang disajikan di kelas (Muhibbin Syah, 2010: 130).

b) Faktor rohani (psikologis)

Faktor rohani siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut:

(1) Inteligensi siswa

Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) siswa tidak

dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat

keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses (Muhibbin Syah, 2010: 131).

(2) Sikap siswa

Sikap (attitude) siswa yang positif kepada guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan awal yang baik bagi proses belajar siswa. sebaliknya sikap siswa yang negatif kepada guru dan mata pelajaran apalagi diiringi kebencian kepada guru atau mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa (Muhibbin Syah, 2010: 132).

(3) Bakat siswa

Menurut Chaplin, bakat (aptitude) adalah

kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing (Muhibbin Syah, 2010: 133).

(4) Minat siswa

Menurut Reber, minat (interest) minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Muhibbin Syah, 2010: 133). (5) Motivasi siswa

Menurut Gleitaman, motivasi ialah keadaan internal organisme manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah (Muhibbin Syah, 2010: 134).

2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa menurut Purwanto (2004: 104), meliputi:

a) Faktor sosial

Faktor sosial, meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga memegang peranan penting karena keluarga adalah sekolah pertama. Dalam keluargalah seseorang

dapat membina kebiasaan, cara berpikir, sikap, dan cita-cita yang mendasari kepribadiannya. Lingkungan sosual inilah yang dapat mempengaruhi minat karena kebiasaan yang telah ada pada lingkungan-lingkungan tersebut.

b) Faktor non sosial

Faktor non sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, tempat tinggal dan letaknya, keadaan belajar, waktu belajar dan sebagainya. Hal ini terkait dengan sarana dan fasilitas yang menunjang minat seseorang.

Dokumen terkait