• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI

1. Belajar

A.Kajian Teori

Kajian teori adalah uraian sistematis tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan subjek yang diteliti.1 Beberapa teori yang yang dibahas dalam penelitian ini antara lain belajar, pembelajaran, pembelajaran kooperatif, dan perbedaan pembelajaran kooperatif, kolaboratif, dan kelompok belajar tradisional.

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Hilgard dalam Wina Sanjaya “belajar itu adalah proses perubahan

melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah”.2

Sedangkan menurut Gagne yang dikutip oleh 1 Masitoh dan Laksmi Dewi, “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme

berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.3

Adapun Nana Syaodih dalam Masitoh dan Laksmi Dewi menyebutkan, “belajar adalah segala perubahan

tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman”.4

Robert dan Davies menyatakan belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.5 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu dari segi kognitif, afektif dan psikomotor. Proses perubahan terjadi karena kegiatan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 89.

2

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 112.

3

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 3.

4 Ibid. 5

b. Ciri-Ciri Belajar

Ciri-ciri kegiatan belajar yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri adalah: Pertama, belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual maupun potensial. Kedua, perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Ketiga, perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).6 Ciri-ciri umum belajar dapat diamati pada Tabel 2.1.7

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Umum Belajar

Unsur-Unsur Belajar

1) Pelaku Peserta didik yang bertindak belajar atau pebelajar 2) Tujuan Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup 3) Proses Internal pada diri pebelajar

4) Tempat Sembarang tempat

5) Lama Waktu Sepanjang Hayat 6) Syarat Terjadi Motivasi belajar kuat 7) Ukuran

Keberhasilan

Dapat memecahkan masalah

8) Faedah Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi 9) Hasil Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan

pengiring

c. Tujuan Belajar

Tujuan belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang dialami seseorang sebagai hasil belajar. Menurut Winarno Surachmad dalam Alisuf Sabri, tujuan belajar di sekolah adalah untuk mencapai: Pertama, pengumpulan pengetahuan. Kedua, penanaman konsep dan kecekatan atau keterampilan. Ketiga, pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar menurut Taksonomi Bloom

6

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 56.

7

yaitu “tujuan belajar diarahkan untuk mencapai ketiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik”.8

Tujuan belajar di ranah kognitif adalah untuk memperoleh pengetahuan fakta, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan belajar di ranah afektif adalah untuk memperoleh sikap, apresiasi dan karakterisasi. Tujuan belajar di ranah psikomotorik adalah untuk memperoleh keterampilan fisik.9

d. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Tutorial atau bantuan yang diberikan oleh teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.10

Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.11

Anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka, ketika mereka terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas yang tidak bisa mereka kerjakan sendiri tetapi mereka dapat kerjakan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa.12

Orang dewasa dapat memberikan bimbingan (scaffolding) yaitu memberikan bantuan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk memecahkan persoalan, kemudian secara bertahap guru mengurangi memberikan bantuan

8

Alisuf Sabri, op. cit., h. 58.

9

Ibid., h. 59.

10

Dwi Priyo Utomo, Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan Prakteknya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2013, h. 5, (http://ejournal.umm.ac.id/).

11 Ibid. 12

Robert E. Slavin, Educational Psychology Theory and Practice, 7/E, 2013, h. 258, (http://www.pearsonhighered.com).

kepada peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawabnya.13

e. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme menurut Yusida Gloriani merupakan “landasan berpikir

(filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong”.14

Adapun menurut Slavin dalam Trianto, teori konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri informasinya dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya jika aturan-aturan lama tersebut relevan lagi.15

Menurut teori ini guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Namun peserta didik harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam proses membangun pengetahuannya dengan cara memberikan peserta didik kesempatan untuk menemukan ide-idenya sendiri.16

Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa indera seseorang merupakan satu-satunya alat yang tersedia untuk mengetahui sesuatu. Seseorang berinteraksi dengan objek dengan cara melihat, mendengar, mencium, dan merabanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan itu lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri.17

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari pikiran satu orang ke orang lain. Jika guru ingin mentransfer konsep kepada siswa, maka pemindahan itu harus dikonstruksikan sendiri oleh siswa melalui pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang guru ajarkan kepadanya

13

Ibid, h. 262.

14

Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah Dasar, Equilibrium, 2, 2008, h. 97.

15

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 74.

16 Ibid. 17

membuktikan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja, melainkan siswa sendiri yang harus mengkonstruksikannya.18

Teori konstruktivisme mempunyai prinsip. Pertama, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara aktif baik melalui proses personal maupun sosial. Kedua, pengetahuan tidak dapat dipindahkan maknanya dari guru kepada siswa. Ketiga, siswa membangun pengetahuan-nya terus-menerus sehingga terjadi perubahan konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmiah.19

Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik sedikit demi sedikit melalui pengalaman-pengalamannya. Peserta didik harus menemukan sendiri informasi dengan memanfaatkan indera dan mengkontruksikan informasi yang didapatkan. Guru hanya bertindak sebagai fasilititator dan siswa sendiri harus membangun pengetahuannya.

2. Pembelajaran

Menurut Corey dalam Masitoh dan Laksmi Dewi, “pembelajaran adalah

suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu”.20

Sedangkan menurut

UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”21

. Adapun menurut Mohammad Surya dalam 1 Masitoh dan Laksmi Dewi, “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.22

Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan

18

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 20.

19

Yusida Gloriani, op.cit., h. 96.

20

Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 8.

21

Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, 2012, h. 3, (http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id).

22

tertentu dengan cara mengupayakan kondisi lingkungan sehingga memungkinkan kegiatan belajar. Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh perubahan perilaku peserta didik melalui proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar.

Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut:23 a. Motivasi

Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Jika motivasi tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi. Apabila motivasi lemah dampaknya aktivitas yang terjadi akan lemah juga. Motivasi belajar peserta didik berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik. Jika peserta didik menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna bagi dirinya maka dalam diri peserta didik akan muncul motivasi untuk belajar yang kuat. Motivasi tersebut merupakan motivasi intrinsik. Sebaliknya motivasi eksternal merupakan motivasi yang muncul untuk mencapai tujuan yang berada di luar tujuan pembelajaran yang peserta didik pelajari.

b. Perhatian

Perhatian berkaitan erat dengan motivasi. Guru harus mengupayakan agar perhatian peserta didik terpusat pada pembelajaran sehingga proses pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dihasilkan semakin baik. Perhatian seseorang muncul dapat disebabkan karena beberapa hal. Pertama, karena peserta didik merasa objek tersebut berkaitan dengan dirinya, misalnya dengan kebutuhan, cita-cita maupun minat peserta didik. Kedua, karena objek tersebut unik, memiliki sesuatu yang lain dari yang lain atau berbeda dari yang umumnya muncul.

c. Aktivitas

Belajar merupakan suatu aktivitas mental dan emosional. Dalam kegiatan pembelajaran terkandung aktivitas yang berbeda-beda. Kegiatan peserta didik untuk mendengarkan guru memberikan penjelasan sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Namun kadarnya perlu ditingkatkan dengan dengan memanfaatkan berbagai metode mengajar.

23

d. Umpan Balik

Umpan balik diperlukan peserta didik agar peserta didik mengetahui apa yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau tugas yang peserta didik kerjakan sudah benar atau salah. Umpan balik sangat penting dalam memperbaiki kesalahan yang dilakukan peserta didik.

e. Perbedaan Individual

Peserta didik di dalam suatu kelas tentunya berbeda-beda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya. Guru yang bijaksana akan memperlakukan peserta didik sesuai hakikat masing-masing peserta didik. Guru tersebut tidak menyamaratakan peserta didik, menganggap dan memperlakukan peserta didik sama. Dalam menggunakan metode mengajar, variasi dalam penggunaan metode mengajar sangat penting. Karena peserta didik memiliki tipe belajar yang berbeda-beda.

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suyatno “Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri”.24

Pembelajaran kooperatif menyebar secara luas melalui program persiapan guru, penataran pengembangan profesi, dan publikasi yang dilakukan oleh praktisi. Salah satu kekuatan dari pembelajaran kooperatif adalah beragamnya cara untuk mengoperasionalkannya.25 Sedangkan menurut Slavin yang dikutip oleh Zulfiani

“pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam

kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran,

24

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h 51.

25

David W. Johnson dan Roger T. Johnson, Cooperative Learning Methods – A Meta Analysis. Journal of Research in Education Fall, 12, 2002, h. 5.

memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan

mencapai prestasi belajar tertinggi”.26

Adapun menurut Sri Sulastri “pembelajaran kooperatif adalah suatu kondisi pembelajaran yang dengan segala upaya setiap individu dan didukung individu lainnya dalam pencapaian tujuan, siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut”.27 Johnson & Johnson yang dikutip oleh Karim Nakil menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yaitu kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran”.28 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok dan mengutamakan kerjasama antar peserta didik di dalam kelompoknya untuk saling membantu dalam memahami suatu materi atau menjawab permasalahan sehingga tujuan pembelajan tercapai. Peserta didik di dalam kelompok pembelajaran kooperatif saling mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan pembelajaran karena peserta didik akan mencapai tujuan pembelajaran jika peserta didik lainnya mencapai tujuan pembelajaran juga.

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Sri Sulastri, ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.29

1) Saling Ketergantungan Positif

Setiap anggota kelompok memiliki tugasnya sendiri-sendiri yang saling ketergantungan secara positif dengan teman satu kelompoknya. Sehingga peserta didik memiliki rasa kesatuan sebagai satu kelompok.

26

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta , 2009), h. 130.

27

Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan, 2012, h. 20-21, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id).

28

Karim Nakil, Model-model Pembelajaran, 2012, h. 4, (http://journal.ung.ac.id).

29

2) Tanggung jawab Perseorangan

Setiap peserta didik memiliki tanggung jawab individual demi mencapai tujuan bersama. Sehingga siswa tidak membebankan satu orang saja dalam kelompoknya melainkan setiap peserta didik memiliki peran yang berarti dalam kelompoknya dan bertanggung jawab atas tugasnya.

3) Tatap Muka

Peserta didik berinteraksi secara langsung, berdiskusi antar anggota untuk mencari solusi dari suatu permasalahan.

4) Komunikasi antar Anggota

Peserta didik mengerti saat harus berperan sebagai pembicara atau menjadi pendengar yang baik. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan sikap saling menghargai pendapat.

5) Evaluasi Proses

Evaluasi proses perlu dilakukan untuk menilai jalannya proses pembelajaran.

c. Karakterisitik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain: Pertama, peserta didik berusaha untuk menguasai materi akademis dengan cara bekerja sama dalam kelompok-kelompok. Kedua, setiap anggota kelompok terdiri dari anggota yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Ketiga, setiap anggota kelompok terdiri dari dari suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda. Keempat, lebih mengutamakan penghargaan untuk kelompok daripada untuk individu.30

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, setiap anggota mempunyai peran. Kedua, terjadi interaksi langsung diantara siswa. Ketiga, setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. Keempat, peran guru adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan

30

keterampilan-keterampilan interpersonal peserta didik. Kelima, guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.31

e. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif antara lain:32

1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara kelompoknya. 5). Siswa akan diberikan hadiah/evaluasi yang dikenakan pada anggota kelompok. 6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

f. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, yaitu:33

1) Prestasi Akademik

Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik. Peserta didik yang memiliki prestasi tinggi dapat membantu peserta didik yang memiliki prestasi lebih rendah untuk memahami materi pelajaran yang diajarkan.

2) Penerimaan akan Keanekaragaman

Peserta didik dapat lebih menghargai dan menerima perbedaan agama, latar belakang, ras, dan budaya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif memberikan peserta didik kesempatan untuk bekerja sama dengan peserta didik yang memiliki latar belakang yang berbeda.

31

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 132.

32

Sujarwo, Implementasi Pembelajaran Kooperatif dalam Membantu Mengembangakan Kecerdasan Emosional, Majalah Ilmiah Pembelajaran, 6, 2010, h. 198.

33

3) Pengembangan Keterampilan Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat mengembangan keterampilan kooperatif peserta didik. Karena pembelajaran kooperatif mengajarkan peserta didik keterampilan bekerjasama antarpeserta didik dan ini adalah keterampilan yang sangat penting untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat sekitar.

g. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembelajaran.

1) Tahap Persiapan34

Tahap persiapan dilakukan oleh guru sebelum dilaksanakannya tahap pembelajaran. Tahap persiapan menurut Slavin dalam Sri Sulastri terdiri dari beberapa langkah yaitu materi pembelajaran, menetapkan siswa dala kelompok, menentukan skor awal, dan menyiapkan pembelajaran.

a) Materi Pembelajaran

Materi pelajaran kooperatif dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Guru terlebih dahulu menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa yang akan dipelajari oleh peserta didik dalam kelompok.

b) Menetapkan Siswa dalam Kelompok

Kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari peserta didik yang memiliki prestasi tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan anggota kelompok juga mempertimbangkan kriteria heterogitas lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan, dan lain-lain.

c) Menentukan Skor Awal

Penentuan skor awal dilakukan dengan cara menghitung skor rata-rata secara individu pada tes sebelumnya atau nilai akhir peserta didik secara individual pada semester sebelumnya.

34

d) Menyiapkan Pembelajaran (Prestasi pelajaran)

Guru membimbing latihan kerjasama kelompok sebelum memulai kegiatan pembelajaran kooperatif. Guru juga memperkenalkan keterampilan kooperatif kepada peserta didik.

2) Tahap Pembelajaran

Namun Arends dalam Sri Sulastri menambahkan langkah-langkah dalam tahap pembelajaran. Enam langkah utama dalam pembelajara kooperatif menurut Arends antara lain: guru mempelajari tujuan-tujuan dari pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru kemudian menyampaikan materi pelajaran. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Peserta didik bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas atau LKS di bawah bimbingan guru. Langkah terakhir adalah penyajian dari produk akhir kelompok atau mengetes (mengevaluasi) materi yang dipelajari peserta didik.35

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif disederhanakan Sujarwo menjadi tiga tahapan yaitu:36

a. Persiapan (preparation)

1) menyediakan informasi dengan cara yang paling efektif,

2) menyiapkan siswa untuk ikut serta dalam kerja kelompok sehingga mereka dapat menguasai informasi.

b. Penyampaian (delivery)

1) menentukan tujuan kelompok (set the team goals),

2) menyiapkan siswa kerja kelompok (prepare students for teamwork), 3) memberikan penugasan kelompok (give the teams the assignment), 4) memonitor kerja kelompok ( monitor the teams),

5) pemberian dan penilaian quis pada siswa (Quiz the students and score), 6) pengumuman prestasi (recognize team accomplishment).

c. Penutup (closure) 35 Ibid., h. 24-25. 36 Sujarwo, op.cit., h. 197.

1) ingatkan siswa apa yang telah dipelajari,

2) informasi baru harus berkaitan dengan apa yang sudah mereka pelajari atau apa yang akan dipelajari,

3) sediakan kesempatan untuk menerapkan atau menggunakan informasi yang mereka dapat.

h. Kendala-Kendala dalam Pembelajaran Kooperatif

Slavin mengidentifikasi kendala-kendala utama dalam pembelajaran kooperatif antara lain:37

1) Free Rider

Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan free rider jika tidak dirancang dengan baik. Free rider adalah beberapa peserta didik yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya. Free rider hanya mengandalkan teman sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas. Sementara free rider tidak berkontribusi dalam kelompoknya.

2) Diffusion of Responsibility

Diffusion of responsibility merupakan suatu kondisi ketika beberapa anggota yang dianggap tidak mampu diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”. Contoh, saat kelompok tersebut mendapatkan tugas berhitung, maka

peserta didik yang dianggap kurang mampu berhitung akan diabaikan oleh teman-teman sekelompoknya.

3) Learning a Part of Task Specialization

Dalam metode pembelajaran jigsaw, setiap kelompok memiliki tugas untuk mempelajari materi yang berbeda. Hal ini menyebabkan peserta didik hanya fokus untuk menguasai materi yang ditugaskan di kelompoknya, sedangkan materi lainnya cenderung dihiraukan.

37

Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan,

i. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif 1) Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan pembelajaran kooperatif lainnya antara lain:38

1. Jika dilihat dari sarana kelas, maka dalam pembentukan kelompok mengalami kendala dalam mengatur dan mengangkat tempat duduk. Karena tempat duduk terlalu berat untuk dipindah-pindahkan.

2. Guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian mengingat jumlah peserta didik yang cukup banyak.

3. Guru dituntut untuk menyelesaikan tugasnya secara cepat seperti mengoreksi pekerjaan peserta didik siswa dan menentukan perubahan kelompok belajar. 4. Persiapan dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu dan

biaya yang banyak.

Kekurangan pembelajaran kooperatif antara lain:39

a) Dalam kelompok dengan keahlian kurang, seringkali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

b) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar.

c) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

Guru terkadang mengalami kendala dalam mengaplikasikan pembelajaran kooperatif di kelas. Kendala-kendala lainnya yang sering timbul dalam pembelajaran kooperatif di mata pelajaran sains dan matematika adalah sebagai berikut:40

a) perlu untuk mempersiapkan materi tambahan yang akan digunakan di kelas, b) ketakutan kehilangan cakupan konten, c) tidak mempercayai siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri, d) guru

38 Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam

Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 6, 2008, h. 49.

39

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 136-137.

40

Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3, 2007, h. 38.

tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran kooperatif, dan e) siswa tidak memiliki keterampilan untuk bekerja dalam kelompok.

2) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Penelitian yang dilakukan Webb menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, sikap dan perilaku peserta didik berkembang ke arah

Baca selengkapnya

Dokumen terkait