• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Fungsi pendidikan adalah untuk membimbing anak ke arah tujuan yang dinilai tinggi, yaitu agar anak tersebut bertambah pengetahuan dan keterampilan serta memiliki sikap yang benar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pembelajaran sains sebagai bagian dari pendidikan, umumnya memiliki peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan sains. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut termasuk ilmu kimia membawa dampak pemilihan materi, model, dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat agar dapat

meningkatkan pengetahuan siswa serta dapat bersaing dalam perkembangan sains tersebut. Dewasa ini pembejaran kimia masih didominasi dengan penggunaan metode ceramah dan kegiatan lebih berpusat pada guru. Siswa hanya sebatas mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Belajar sains hanya sebatas produk dan sedikit proses. Salah satu penyebab yang menjadikan alasan adalah padatnya materi yang harus dibahas dan diselesaikan berdasaran kurikulum yang berlaku.

Permasalahan lain dalam pembelajaran kimia adalah bahan ajar yang diberikan di sekolah masih terasa lepas dengan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Padahal seharusnya kimia dapat dijadikan sebagai wahana untuk me- ningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Kimia berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis sehingga kimia bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu pembelajaran kimia diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya sehingga dapat bermanfaat di dalam kehidupan bermasyarakat.

Penguasaan ilmu kimia melalui pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreatifitas siswa dalam menguasai keterampilan proses sains. Ada tiga karakteristik kimia yaitu kimia sebagai poses, produk, dan sikap. Oleh karena itu untuk mencapai produk pembelajaran kimia yang optimal siswa perlu menguasai keterampilan proses sains. Dalam KTSP disebutkan bahwa kete- rampilan proses sains diangkat sebagai materi pelajaran yang penyampaiannya

terintegrasi pada materi pokok yang lain. Ini berarti keterampilan proses sains sama pentingnya dengan konsep kimia. Sehingga pembelajaran kimia perlu me- nekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung dengan mengem- bangkan keterampilan proses sains. Selain itu penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah dalam pembelajaran kimia bertujuan agar mampu memahami konsep-konsep dan mampu memecahkan masalah kimia dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk dapat meningkatkan keterampilan proses sains maka perlu adanya pengem- bangan model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Model pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya adalah

problem solving. Model problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran

dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau di- selesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Seperti pada topik asam-basa misalnya, banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihu- bungkan dengan materi ini; misalnya rasa asam pada buah-buahan, pemanfaatan senyawa basa dalam mengobati sakit maag, pemanfaatan kapur untuk menetralkan tanah pertanian yang asam, dan lain sebagainya. Dengan adanya masalah yang dihadapkan kepada siswa dalam pembelajaran ini, siswa diharuskan melakukan penyelidikan otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberi- kan.

Model problem solving terdiri dari 5 tahapan. Tahap 1 yaitu mengorientasikan siswa pada masalah, tahap 2 yaitu mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, tahap 3 yaitu menetapkan jawaban

sementara dari masalah, tahap 4 yaitu menguji kebenaran jawaban sementara, dan tahap 5 yaitu menarik kesimpulan (Depdiknas, 2008).

Pada tahap 4 model problem solving siswa diminta untuk menguji kebenaran jawaban sementara, upaya yang dilakukan untuk menguji kebenaran jawaban sementara ini salah satunya adalah melalui pengamatan langsung. Melalui pengamatan langsung yang dilakukan pada materi asam- basa misalnya, siswa dituntut agar mampu mencatat setiap hasil pengamatan; mencari perbedaan serta persamaan (membandingkan) data hasil pengamatan; mengontraskan ciri-ciri dari data-data yang didapat; serta mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Kemampuan-kemampuan ini merupakan indikator keterampilan mengelom- pokkan (mengidentifikasi). Selain itu dalam pengamatan langsung ini juga siswa dituntut agar mampu menjelaskan hasil percobaan; menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel/diagram; membaca dan mengkompilasi informasi dalam grafik atau diagram; menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan indikator keterampilan mengkomunikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa dimungkinkan pembelajaran

problem solving mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa yaitu

keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan.

Keterampilan mengkomunikasikan penting bagi siswa dalam upaya menyelesai- kan masalah-masalah yang kelak mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan keterampilan mengelompokkan, terampil mengelompokkan sekilas bukanlah keterampilan yang begitu penting untuk dikuasai siswa, namun sebaliknya keterampilan inilah yang harus menjadi dasar dalam pengamatan

langsung yang mereka lakukan terhadap suatu permasalahan; serta prospek kerja yang mungkin akan dijalani mereka di esok hari yang sangat memerlukan kete- rampilan ini; laboran dan apoteker misalnya, pengelompokan bahan-bahan atau obat-obatan yang memiliki sifat sejenis sangatlah diperlukan untuk mempermudah dan menghindarkan bahan-bahan tersebut dari pencampuran yang dapat

membahayakan.

Hasil penelitian Ajij (2008) menunjukkan bahwa kemandirian dan prestasi belajar biologi siswa kelas X MA Wahid Hasyim Sleman Yogyakarta dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan demikian juga tanggapan terhadap proses pem- belajaran dengan pendekatan problem solving. Penelitian lainnya adalah Purwani (2009), yang dilakukan pada siswa SMA kelas X di SMAN 1 Jombang, menun- jukkan bahwa pembelajaran dengan melalui strategi problem solving memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Maka dipandang perlu mengadakan penelitian guna melihat efektivitas model pembela- jaran problem solving dalam upaya meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan mengkomunikasikan khususnya pada materi asam-basa.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah penelitian ini dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving pada Materi Asam-Basa Dalam Meningkatkan Keterampilan Mengelompokkan dan Mengkomunikasikan”.

Dokumen terkait