DAFTAR LAMPIRAN
1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka meningkatkan efisiensi manajemen pada proses produksi dan mendukung pengambilan keputusan pada setiap tahapan proses diperlukan informasi-informasi di bidang pertanian yang dapat dengan mudah dan cepat tersedia bagi masyarakat yang membutuhkan informasi tersebut. Selama ini ketersediaan informasi untuk bidang pertanian masih sangat terbatas dan masyarakat masih sulit untuk mengakses informasi tersebut. Untuk mendayagunakan informasi yang sudah tersedia dan mengembangkan alternatif sarana penyedia informasi tersebut, pembangunan sistem informasi pertanian berbasis web patut dilakukan.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih cukup tinggi, meskipun program nasional Keluarga Berencana telah mengalami kesuksesan. Jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia (1971-2003) Tahun Jumlah penduduk (juta) Tingkat pertumbuhan per tahun (%)
1971 119,21 -
1980 146,94 2,32
1990 178,50 1,97
2000 205,84 1,49
2003 215,28 1,51
Sumber : Sensus penduduk dan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan (P4B) 2003.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 sudah mencapai 205,84 juta jiwa yang menempatkan Indonesia sebagai negara yang berpenduduk terbanyak keempat di dunia. Kemudian pada tahun 2003 jumlah penduduk Indonesia bertambah menjadi 215,28 juta jiwa dan diperkirakan jumlah penduduk bertambah setiap tahun.
Jumlah penduduk yang selalu bertambah ini menyebabkan peningkatan perluasan lahan untuk industri dan perumahan. Ini berarti lahan untuk pertanian menjadi berkurang sementara jumlah penduduk terus bertambah. Hal ini juga berakibat pada meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap komoditas sayuran baik kebutuhan dalam negeri maupun permintaan untuk
ekspor. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas per unit lahan.
Tabel 2. Perkembangan ekspor dan impor produk sayuran Indonesia tahun 1997-2001
Tahun Ekspor Impor
Volume (kg) Nilai (US $) Volume (kg) Nilai (US $) 1997 45.480.093 7.289.201 7.526.175 14.252.906
1998 28.667.103 3.870.799 346.856 369.879
1999 30.839.759 4.733.961 399.248 352.81
2000 33.700.727 4.604.036 865.685 335.574
2001 27.992.626 3.571.364 226.518 219.861
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1997-2001.
Pada tabel menunjukkan jumlah volume dan nilai ekspor dan impor produk sayuran Indonesia yang meliputi tomat, kubis dan selada kepala selama periode 1997-2001. Perkembangan ekspor dan impor produk sayuran ini cenderung mengalami peningkatan pada tahun 1998-2000. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan produk sayuran belum mampu dipenuhi baik dalam negeri maupun luar negeri. Volume ekspor dan impor produk sayuran yang bertambah memberikan peluang terbuka bagi pengusaha-pengusaha pertanian Indonesia untuk meningkatkan produktivitas.
Selain komoditas sayuran, tanaman hortikultura lain yang menjadi perhatian masyarakat adalah tanaman hias. Perhatian masyarakat ini berdampak positif pada produksi tanaman hias yang semakin meningkat.
Tabel 3. Perkembangan ekspor dan impor tanaman anggrek (seedling) Indonesia tahun 1997-2001
Tahun Ekspor Impor
Volume (kg) Nilai (US $) Volume (kg) Nilai (US $)
1997 29 2.874 20.498 93.102
1998 5.112 53.4 34.738 260.887
1999 214.044 173.107 15.803 49.288
2000 153.787 318.569 30.050 291.372
2001 313.187 253.904 23.699 227.875
Sumber : Badan Pusat Statistik, 1997-2001.
Perkembangan ekspor tanaman anggrek pada Tabel 3 menunjukkan volume ekspor yang bertambah dari tahun 2000 ke tahun 2001 sebesar
159.300 kg. Hal ini menjadikan peluang ekspor masih terbuka lebar bagi pengusaha-pengusaha tanaman hias di Indonesia.
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai dengan syarat optimum pertumbuhan tanaman. Salah satu cara pengendalian untuk pertumbuhan diantaranya dengan penggunaan greenhouse (rumah kaca) untuk budidaya tanaman.
Di dalam greenhouse kondisi lingkungan optimum untuk pertumbuhan tanaman dapat dikendalikan, melindungi tanaman dari siraman hujan secara langsung dan intensitas cahaya yang berlebihan serta mengurangi serangan hama dan penyakit yang umumnya banyak menyerang pertanaman hortikultura di negara tropis, seperti Indonesia.
Untuk mendapatkan hasil tanaman yang diinginkan, informasi teknik budidaya tanaman harus dapat diketahui secara benar. Oleh karena itu, pembangunan sistem informasi budidaya tanaman di dalam greenhouse menjadi penting agar dapat diakses oleh pihak–pihak yang memerlukan pengetahuan tersebut seperti pengusaha pertanian, pengusaha greenhouse, peneliti, mahasiswa dan sebagainya.
2. TUJUAN
Tujuan pengkajian masalah khusus ini adalah :
2.1.Merancang bangun sistem informasi budidaya tanaman dalam greenhouse berbasis web.
2.2.Membuat prototipe sistem informasi budidaya tanaman dalam greenhouse.
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. TANAMAN
Berdasarkan kegunaannya, tanaman hortikultura dibagi menjadi dua yaitu tanaman pangan yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan dan tanaman hias. Sayuran dibedakan lagi menjadi dua yaitu sayuran daun seperti sawi, selada, kangkung dan bayam serta sayuran buah seperti tomat dan paprika (Harjadi 1989). Sistem informasi ini menyajikan informasi tentang budidaya tanaman hortikultura yaitu sayuran daun (selada dan sawi), sayuran buah (paprika dan tomat), dan tanaman hias (bunga anggrek dan krisan).
Pemilihan jenis tanaman dalam sistem ini karena jenis tanaman ini bernilai ekonomi tinggi, dan kebutuhan akan sayuran dan tanaman hias terus meningkat. Di Indonesia jenis tanaman dalam sistem informasi ini banyak dibudidayakan dalam greenhouse oleh pengusaha dan petani. Saung Mirwan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri, memilih menanam cabai, tomat dan paprika karena bernilai ekonomi tinggi (Trubus, 1995). Budidaya tanaman di kebun secara tradisional telah lama dikenal oleh masyarakat, namun pada masa-masa tertentu beberapa tanaman tidak dapat diproduksi karena kondisi iklim tidak mendukung untuk produksi. Untuk meningkatkan produksi tanaman diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai dengan syarat pertumbuhan tanaman.
1.1. Tanaman Tomat
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan genus
Lycopersicon yang berasal dari benua Amerika. Menurut Harjadi (1989), tanaman tomat sangat peka terhadap faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Tomat dapat ditanam langsung bila persaingan gulma dapat dikendalikan, namun lebih sering disemai dan dipindah-tanam (transplant) untuk tujuan produksi dan mutu yang baik.
Tanaman tomat memerlukan sinar matahari minimal 8 jam per hari dan curah hujan pada kisaran 750 mm–1.250 mm/tahun (Rukmana, 1994).
Menurut Tugiyono (2002), suhu terbaik bagi pertumbuhan tomat adalah 23
0C pada siang hari dan 17 0C pada malam hari, selisihnya adalah 6 0C serta kadar keasaman (pH) antara 5-6.
1.2. Tanaman Paprika
Tanaman paprika atau cabai manis yang mempunyai nama ilmiah
Capsicum grossum berasal dari Amerika Tropis (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Tanaman ini termasuk satu keluarga dengan tanaman tomat dan terung, yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga seperti terompet.
Berbeda dengan tanaman cabai lainnya, tanaman paprika tumbuh lebih kompak dan rimbun. Daun umumnya berukuran lebih besar dan berwarna hijau gelap. Bentuk buah paprika sangat unik karena mirip cabai besar atau tomat tapi lebih bulat, pendek dan tampak berbentuk seperti genta dengan permukaan bergelombang besar atau bersegi-segi yang jelas.
Ketinggian yang baik untuk pertumbuhan tanaman paprika berkisar 500-1.500 m dpl dengan tingkat keasaman tanah antara 5,5-6,5. Tanaman ini tumbuh baik pada kisaran suhu antara 16-250 C. Namun demikian, paprika masih dapat tumbuh baik pada suhu sampai 300 C (Prihmantoro dan Indriani, 2003). Menurut Hendrawati (2001), paprika sangat baik jika ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl dengan suhu rata-rata 180-270 C.
1.3. Tanaman Sawi
Tanaman sawi termasuk sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Daerah asal tanaman sawi diduga dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, menyebar luas ke Filipina dan Taiwan (Rukmana, 1994). Di Indonesia dikenal tiga jenis sawi yaitu sawi putih, sawi hijau dan sawi huma.
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5-1.200 m dpl. Namun, biasanya tanaman ini dibudidayakan di daerah yang
berketinggian 100-500 m dpl. Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat keasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 6-7 (Haryanto, 2003). Kisaran suhu untuk pertumbuhan tanaman sawi ialah antara 15-250 C.
1.4. Tanaman Selada
Tanaman selada termasuk sayuran daun dari keluarga Compositae atau Asteraceae yang berasal dari daerah beriklim sedang. Tanaman selada termasuk tanaman setahun atau semusim yang banyak mengandung air (herbaceous). Batangnya pendek berbuku-buku, tempat kedudukan daun. Daun-daun selada bentuknya bulat
Haryanto (1998) menjelaskan selada termasuk jenis sayuran yang banyak digemari di Indonesia. Selada dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan dan mengandung beragam zat gizi yang penting bagi kesehatan tubuh. Selada mengandung serat yang tinggi untuk memperbaiki dan memperlancar pencernaan, mempunyai sifat mendinginkan badan yang berfungsi sebagai obat penyakit panas dalam.
Tanaman selada tumbuh baik pada tanah yang subur dan banyak mengandung humus. Derajat keasaman tanah (pH) yang ideal untuk pertumbuhan selada adalah berkisar antara 6,5-7. Daerah-daerah yang dapat ditanami selada terletak pada ketinggian antara 50-2.200 m dpl. Suhu udara optimum umtuk pertumbuhan tanaman selada adalah antara 15-200 C (Haryanto, 2003).
1.5. Tanaman Anggrek
Suatu tanaman diidentifikasikan berdasarkan bentuk daun, letak daun pada batang, batang, akar, bunga dan buah. Tiap-tiap tanaman mempunyai bagian-bagian tersebut. Pada tanaman tertentu bagian-bagian tersebut sudah dimodifikasi sesuai dengan lingkungan hidupnya. Ciri pembeda yang utama adalah bunga.
Seperti bunga lainnnya bunga anggrek terdiri dari lima bagian utama yaitu sepal (kelopak bunga), petal (mahkota bunga), benang sari, putik dan ovari (bakal buah). Pelindung bunga terluar waktu bunga masih kuncup adalah sepal. Anggrek mempunyai tiga helai sepal yang berwarna indah, berlainan dengan sepal bunga lain yang umumnya berwarna hijau. Letaknya membentuk segitiga. Pada jenis anggrek tertentu seperti Slipper Orchid, sepal yang bawah bertaut menjadi satu (Gunawan, 1998).
Faktor-faktor dalam persyaratan pertumbuhan yaitu cahaya matahari, suhu, kelembaban dan aliran udara. Menurut Setiawan (2002), setiap jenis anggrek membutuhkan cahaya matahari, suhu dan kelembaban yang berbeda. Adapun persyaratan aliran udara untuk semua jenis anggrek sama, yaitu membutuhkan udara yang bergerak terus dan dapat mengalir dengan baik.
1.6. Tanaman Krisan
Tanaman bunga krisan sering pula disebut dengan bunga seruni diklasifikasikan ke dalam family Compositae. Menurut Rismunandar (1995), bunga krisan yang banyak diusahakan di dunia saat ini adalah
Chrysanthemum indicum dan Chrysanthemum morifolium yang berasal dari daratan Cina dan Jepang. Dari cara penanamannya, krisan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu krisan yang ditanam di dalam pot sebagai bunga hias dan krisan yang diusahakan di kebun. Bila dilihat dari jenis bunganya, dikenal jenis krisan yang krisan yang berbunga banyak tetapi kecil-kecil pada suatu tangkai.
Menurut Rismunandar (1995), krisan dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 6-8 atau sediktnya berada pada pH sekitar 6.5. Daerah yang sesuai untuk tanaman krisan adalah yang memiliki temperatur pada malam hari sekitar 16 – 18 0C dan siang hari antara 25 – 35 0C (Cahyono,1999).
Tanaman krisan digolongkan ke dalam tanaman hari pendek yang berarti tanaman akan berinisiasi dan berbunga hanya bila malam (fase gelap) lebih lama dan panjang hari yang lebih pendek. Untuk menunda fase generatif dan
memacu pertumbuhan vegetatif, tanaman krisan harus mendapatkan penyinaran antara 14-16 jam (Cahyono, 1999).
Krisan termasuk tanaman yang mudah sekali penanamannya, dapat dilakukan dengan stek batang atau anakan. Cara sederhana ini dapat menghasilkan bunga dalam waktu sekitar tiga bulan. Jarak tanamnya sangat bervariasi tergantung dari situasi lokasi penanaman; tetapi penanaman Krisan tergolong sangat efisien (Soekartawi,1996).
2. GREENHOUSE
Istilah greenhouse menurut Widyastuti (1993) berasal dari kata ”green” yang berarti hijau dan ”house” yang berarti rumah. Oleh karena itu greenhouse bisa diterjemahkan sebagai rumah hijau, karena tanaman yang ditanam di dalamnya selalu tampak hijau sepanjang tahun. Pada mulanya greenhouse menggunakan kaca sebagai atap dan dindingnya sehingga di Indonesia greenhouse diistilahkan sebagai rumah kaca. Tetapi dengan perkembangan material saat ini atap dan dinding greenhouse banyak menggunakan bahan plastik, sehingga sering disebut sebagai serra. Serra dapat terbuat dari plastik, net, maupun kasa (Sutiyoso, 2004).
Fungsi greenhouse di daerah tropis berbeda dengan greenhouse di daerah subtropis. Iklim di negara–negara subtropis sangat fluktuatif, pada musim dingin sulit sekali dilakukan kegiatan pertanian dengan hasil yang optimal sehingga pertanian di negara–negara subtropis sangat tergantung pada musim. Dengan adanya greenhouse yang dilengkapi sistem pengendalian lingkungan seperti pengaturan suhu, angin, cahaya, kelembaban, dan kadar karbondioksida, maka keadaan tersebut dapat diatasi.
Fungsi greenhouse di daerah tropis seperti di Indonesia lebih ditekankan sebagai sarana pelindung tanaman terhadap iklim ekstrim, terutama mengurangi intensitas cahaya matahari, terpaan curah hujan, dan mengurangi intensitas serangan hama penyakit (Widyastuti, 1993).
Sistem pengendalian lingkungan di dalam greenhouse merupakan faktor penting dalam pemeliharaan tanaman. Hal ini dilakukan agar tanaman mendapatkan lingkungan yang sesuai di dalam greenhouse. Elemen-elemen
lingkungan di dalam greenhouse yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman meliputi cahaya, temperatur udara, kelembaban udara, kadar CO2 di dalam udara, ketersediaan air dan unsur nutrisi di dalam media tumbuh, serta kondisi keasaman tanah (Widyarti, 2001).
Konsekuensi dari diberinya perlindungan berupa greenhouse menimbulkan efek rumah kaca, yaitu suatu kondisi lingkungan di dalam greenhouse menjadi tidak optimal bagi pertumbuhan tanaman, terutama temperatur udara yang terlalu tinggi. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian terhadap lingkungan di dalam greenhouse (Widyarti, 2001).
Indonesia yang beriklim panas dan lembab mempunyai kebutuhan yang berbeda untuk budidaya tanaman. Masalah utama yang terjadi adalah tingginya suhu udara di dalam bangunan sehingga perbedaan suhu antara di dalam dan luar bangunan menjadi besar sehingga terkadang melebihi interval yang diizinkan untuk pertumbuhan tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut greenhouse di Indonesia harus mempunyai sistem ventilasi yang baik dan mempergunakan penutup atap yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Di Indonesia dibutuhkan greenhouse untuk kondisi spesifik. Greenhouse
tinggi dengan keadaan terbuka, sesuai untuk area beriklim hangat, di daerah berangin kuat greenhouse rendah lebih sesuai, di daerah berawan diperlukan
greenhouse yang sedikit mungkin menutupi sinar agar tanaman mendapat cahaya yang optimal, dan untuk daerah beriklim dingin sebaiknya membangun
greenhouse tertutup (Serhalawan, 2004).
Ada beberapa model rumah plastik, diantaranya model terowongan, multispan, tusuk gigi, dan piggy back system. Berdasarkan pengalaman pekebun hidroponik, model yang sesuai di Indoensia adalah piggy back system. Udara panas bisa keluar dari keempat sisi dan atap (Untung, 2004).