• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

H. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dengan perekonomian yang terus berkembang dan jumlah penduduk yang banyak membuat Indonesia membuka diri terhadap pelaksanaan penanaman modal. Negara Kesatuan Indonesia Republik (selanjutnya disebut NKRI) juga memiliki posisi geografis yang strategis dalam kegiatan perdagangan dunia serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang beragam yang memberikan keuntungan tersendiri dalam kegiatan penanaman modal baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan adanya posisi strategis dan kekayaan sumber daya alam dimiliki menjadikan Indonesia sulit menghindari interaksi masyarakat internasional dalam lingkup global termasuk di dalamnya kegiatan penanaman modal.1

Pada kenyataannya modal-modal ini digunakan untuk memperluas lapangan pekerjaan, mengembangkan subtitusi impor, menumbuh kembangkan ekspor, alih teknologi, membangun prasarana dan sarana serta mengembangkan daerah tertinggal. Akan tetapi peningkatan pertumbuhan ekonomi merupakan alasan utama Indonesia mengundang para investor terutama investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.2

1

Hasim Purba, Kawasan Ekonomi Khusus Fenomena Global : Suatu Kajian Aspek

Hukum, Jurnal Equality, Vol. 11 No. 2 Agustus 2006, hlm 123-130 2

Tuntutan dan tantangan pembangunan di masa yang akan datang, perlu segera diantisipasi. Pertumbuhan ekonomi dan penyerapakan tenaga kerja yang telah membaik perlu segera di jaga dan ditingkatkan kembali. Potensi daerah yang dimiliki perlu dipersiapkan sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mensejahterakan penduduk.

Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta. Keadaan yang ideal, dari segi nasionalisme adalah apabila kebutuhan akan modal tersebut sepenuhnya dapat disediakan oleh kemampuan modal dalam negeri sendiri, apakah itu oleh dana pemeritah atau dunia usaha swasta dalam negeri. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian sebab pada umumnya negara-negara berkembang dalam hal ketersediaan modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan secara menyeluruh mengalami berbagai kesulitan yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain; tingkat tabungan masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan yang belum memadai serta tingkat teknologi yang belum modern. Kendala-kendala ini umumnya oleh negara-negara berkembang dicoba untuk diatasi dengan berbagai macam cara dan alternatif di antaranya melalui bantuan untuk melengkapi modal dalam negeri yang dapat segera dikerahkan.3

Pemerintah memberikan kemudahan ini dimaksudkan agar investor, terutama investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Manfaat adanya

3

investasi itu adalah menggerakkan ekonomi masyarakat, menampung tenaga kerja, meningkatnya kualitas masyarakat yang berada di daerah investasi. Sebagai bentuk implementasi upaya peningkatan investasi tersebut, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan Kawasan Ekonomi Khusus (selanjutnya disebut KEK) di berbagai daerah yang berpotensi yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (selanjutnya Undang-undang No. 39 Tahun 2009. Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007) juga telah disisipkan satu pasal mengenai KEK yakni Pasal 31 yang menjadi cikal bakal lahirnya peraturan khusus yang mengatur KEK. Kesigapan pemerintah dalam menyediakan dasar hukum KEK menunjukkan sikap optimis dari pemerintah bahwa melalui KEK yang dibentuk penanaman modal secara langsung dapat mengalir deras ke Indonesia. Optimisme ini tidak berlebihan mengingat banyak negara yang sukses meningkatkan pertumbuhan penanaman modal di negaranya melalui KEK yang dibentuk.4

Hadirnya KEK mempunyai peran yang baik dalam bidang menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kegiatan ekonomi daerah dan daya saing produk unggulan daerah di dunia internasional. Pembentukan KEK ini, diharapkan dapat menggali potensi ekonomi daerah. Secara teoritis, pusat pertumbuhan juga

Atas anamat dari Undang-Undang No 25 Tahun 2007 pada Pasal 31 ayat (3), maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2009 yang berguna untuk memantapkan keberadaan KEK.

4

bertumpu pada kepercayaan terhadap kekuatan pasar bebas yang akan mempengaruhi terjadinya dampak ke bawah dan menciptakan dampak penyebaran pertumbuhan ekonomi dari pusat-pusat pertumbuhan ke wilayah lainnya.5

Pembentukan KEK merupakan fenomena global yang sulit dihindari, karena KEK merupakan salah satu bentuk baru kerjasama internasional dalam bidang perdagangan sebagai konsekuensi masuknya Indonesia menjadi anggota berbagai organisasi perjanjian perdagangan internasional baik GATT/WTO, APEC, AFTA maupun IMT-GT.6 KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu7

Selain itu juga dilihat tentang tata cara pendirian KEK yang tertuang dalam Pasal 5 angka (1) Undang-Undang No 39 tahun 2009 yaitu pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh Badan Usaha, Pemerintah Kabupaten/Kota, atau Pemerintah Provinsi. Hal ini juga tertuang pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Pasal 4 angka (2) syarat administratif adanya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD) kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi induk dan gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Tentu saja antara Undang-Undang No 23 . KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi aktivitas investasi, ekspor dan perdagangan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

5

Triyono Utomo dan Ragimun, “Kawasan Ekonomi Khusus Tidak Cukup Dengan Insentf

Fiskal”, http//www.fiskal.depkeu.go.id/2010/default.asp (diakses tanggal 28 Desember 2016). 6

Hasim Purba, Loc.Cit 7

Tahun 2014 harus ada hubungan yang sinkron dengan Undang-Undang No 39 Tahun 2009 mengingat pelaksanaan KEK diserahkan oleh Dewan Kawasan yang bertanggung jawab kepada Dewan Nasional. Dewan Nasional adalah dewan yang dibentuk di tingkat nasional untuk menyelenggarakan KEK diketuai oleh menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang perekonomian dan beranggotakan menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementrian. Sedangkan Dewan Kawasan terdiri atas Gubernur, Bupati/walikota, dan anggota. Dewan Kawasan disebut juga sebagai pemerintah daerah.

Menurut Undang-Undang No 23 tahun 2014, yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Terkait dengan pelaksanaan dan pengelolaan KEK yang dilakukan oleh pemerintah daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya tidaklah sesuai, dikarenakan masih ada batasan sejauh mana pemerintah daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap KEK. Pemantauan, evaluasi serta rekomendasi langkah tindak lanjut hasil evaluasi tetap ada pada kewenangan pemerintah pusat.

Sebagai dasar hukum dari pembentukan KEK Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2014, karena terdapat heirarki dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, dalam kedua

undang-undang tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum tertinggi yaitu UUD 1945.

Pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan keputusan politik untuk menjalankan otonomi daerah diatur melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Sedangkan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2014 mengklasifikasikan urusan pemerintahan yang terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pasal 9 ayat (4) menyatakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.

Penetapan KEK diyakini mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Penetapan KEK ini akan diikuti dengan penetapan fasilitas pajak oleh Dewan Nasional KEK. Fasilitas pajak yang akan ditetapkan mengacu kepada fasilitas pajak di sejumlah KEK di luar negeri dengan harapan fasilitas ini dapat bersaing untuk menarik investor. Fasilitas pajak yang diberikan dalam KEK adalah pembebasan bea masuk sesuai sektornya dan insentif lainnya yang berlaku umum, tetapi diberi kelonggaran

tertentu. Sampai dengan tahun 2015, telah terdapat 8 (delapan) wilayah KEK di Indonesia, berturut-turut berdasarkan penetapannya yaitu di Tanjung Lesung, Sei Mangkei, Palu, Bitung, Morotai, Tanjung Api-Api, Mandalika, dan Maloy Batuta.8

Peranan pemerintah daerah dalam KEK, yaitu penyediaan lahan, penataan ruang, dan infrastruktur; Sistem perijinan/pelayanan terpadu; Peraturan daerah yang kondusif bagi investasi. Dukungan terhadap keamanan dan ketertiban.

9

8

www.palu.bpk.go.id/.../ Tulisan-Hukum-Pembentukan-Kawasan-Ekonomi-Khusus-Palu (1).docx (diakses tanggal 28 Desember 2016).

Pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah daerah sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana kewenangan pengendalian sudah diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai dengan prinsip desentralisasi. Berdasarkan pada asas-asas tersebut, maka tidak semua urusan pemerintahan diselenggarakan sendiri oleh pemerintah pusat.

Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian melalui penelitian dan evaluasi pada KEK dalam hal pemberian fasilitas dan kemudahan dalam upaya menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Pemerintah bertanggungjawab dalam memberikan kenyamanan berinvestasi kepada para investor dengan menggunakan aturan yang jelas.

Sehubungan dengan latar belakang di atas maka penulis penulis mengangkat judul skripsi Analisis Yuridis Atas Pengawasan Pemerintah Daerah pada Kawasan Ekonomi Khusus Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

9

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasikan permasalahnnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus dalam peraturan perundang-undangan?

2. Bagaimanakah kedudukan dan peran pemerintah daerah dalam Kawasan Ekonomi Khusus?

3. Bagaimanakah pengawasan Pemerintah Daerah terhadap Kawasan Ekonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014?

Dokumen terkait