• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan aspek penting bagi suatu negara.

Perdagangan internasional memiliki peran penting karena suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri dikarenakan keterbatasan sumber daya. Suatu negara akan kesulitan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa menjalin kerjasama dengan negara lain. Perdagangan internasional diartikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang terdapat ekspor dan impor didalamnya (Tambunan, 2001). Perdagangan internasional seperti ekspor dan impor telah menjadi kegiatan ekonomi yang sangat penting dalam perekonomian negara.

Hampir semua negara pernah melakukan perdagangan internasional, tanpa terkecuali Indonesia. Cara yang dilakukan yaitu melakukan pertukaran barang dan jasa melalui kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor terjadi ketika sebuah negara memilki sumber daya yang melimpah, sedangkan kegiatan impor terjadi ketika kebutuhan negara belum tercukupi. Semakin berkembangnya ekspor dan impor merupakan bentuk dari meluasnya perdagangan bebas.

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil pangan di dunia, akan tetapi hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan. Apalagi dilihat dari sejarah gula di Indonesia menunjukan bahwa negara Indonesia merupakan negara pengekspor gula. Jika dilihat dari

sejarah perkembangannya, industri gula di Indonesia diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke 19 untuk tujuan ekspor (Mubyanto, 1984).

Gula merupakan salah satu komoditi penting dan strategis bagi masyarakat.

Pentingnya gula tidak hanya dirasakan bagi konsumen sebagai pengguna akhir namun juga bagi kalangan industri sebagai produsen yang mengolah komoditi gula menjadi produk dengan nilai tambah (value added) tersendiri. Kedudukan gula sebagai bahan pemanis utama di Indonesia belum dapat digantikan oleh bahan pemanis lainnya yang digunakan baik oleh rumah tangga maupun industri makanan dan minuman.

Indonesia terutama Jawa pernah mengalami jaman keemasan dalam produksi gula tebu pada tahun 1928. Dalam tahun 1928 ini industri gula menghasilkan tiga perempat dari ekspor Jawa keseluruhan dan industri ini telah menyumbang seperempat dari seluruh penerimaan pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat 178 pabrik gula yang mengusahakan perkebunan di Jawa dengan luas areal tebu yang dipanen kira-kira 200.000 hektar dengan produktivitas 14,8 persen dan rendeman mencapai 11-13,8 persen telah menghasilkan hampir 3 juta ton gula dimana hampir separohnya diekspor. Ketika itu jawa merupakan eksportir gula kedua terbesar di dunia yang hanya kalah oleh Kuba (Mubyanto, 1984).

Adanya kebijakan impor gula menimbulkan kekhawatiran pemerintah akan impor gula pasir yang tinggi, yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemandirian pangan (Churmen, 2001). Kebijakan pemerintah dalam meregulasi industri pergulaan tidak mengembalikan posisi Indonesia seperti pada masa-masa

3

keemasannya. Produksi total dan produktivitas industri gula yang terus menurun yang tidak seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan gula mengakibatkan ekspor gula berhenti sama sekali pada tahun 1966 (Mubyanto,1984). Indonesia menjadi negara importir gula hingga saat ini.

Ketergantungan impor yang tinggi terjadi karena inefisiensi pada industri gula yang menjadi kendala utama belum bisa teratasi meskipun berbagai upaya telah ditempuh (Sapuan, 1998).

Luas areal tebu dan produksi gula di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1:

Tabel 1.1 Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produksi Tebu Tahun 2000-2018

Tahun

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu 2017-2019

Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Negara (PN) dan Perkebunan Swasta (PS) tebu tersebar hampir di sebagian besar Provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan. Luas areal PR terluas di Indonesia pada tahun 2018 adalah Provinsi Jawa Timur yaitu 167.933 hektar atau 67,74% dari total luas areal PR tebu di Indonesia. Luas areal PN terluas di Indonesia pada tahun 2018 adalah

Provinsi Jawa Timur yaitu 18.526 hektar atau 26,57% dari total luas areal PN tebu Indonesia. Luas areal PS terluas di Indonesia pada tahun 2018 adalah Provinsi Lampung yaitu 95.278 hektar atau 85,2% dari luas areal PS karet Indonesia (Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu 2017-2019, 2017).

Tabel 1.1 menunjukkan luas areal perkebunan tebu serta produksi gula dari tahun 2009-2018. Luas areal perkebunan tebu dan produksi gula mengalami fluktuasi.

Luas areal perkebunan tebu yang terbesar adalah Perkebunan Rakyat, diikuti oleh Perkebunan Swasta dan Perkebunan Negara. Produksi tebu terbesar juga dikuasai oleh Perkebunan Rakyat, kemudian diikuti oleh Perkebunan Swasta dan Perkebunan Negara.

Tabel 1.1 menunjukkan luas areal dan produksi tebu Indonesia mengalami fluktuasi. Luas areal perkebunan terbesar terdapat pada tahun 2014 yaitu 478.108 hektar dan semakin menurun hingga pada tahun 2018 menjadi 417.576 hektar.

Penurunan luas areal ini tentu akan berpengaruh terhadap produksi tebu. Dari Tabel 1.1 dapat diketahui produksi tebu terbesar terdapat pada tahun 2014 yaitu 2.579.173 ton dan jumlah produksi terkecil terdapat pada tahun 2017 yaitu 2.121.671 ton.

5

Dengan menurunnya jumlah produksi tebu, tentu akan mempengaruhi jumlah produksi gula. Berikut merupakan data jumlah produksi gula Indonesia dari tahun 2000-2018.

Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Produksi Gula Indonesia Tahun 2000-2018 Tahun Jumlah Produksi Perkembangan (%)

2000 1780130

Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan jumlah produksi gula Indonesia dari tahun 2000-2018. Dilihat dari perkembangan jumlah produksi tahun 2000-2018 pada Tabel 1.2, Indonesia mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Peningkatan jumlah produksi gula di Indonesia terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 25,73%, lalu terbesar kedua terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 16,31%.

Sedangkan untuk penurunan volume impor gula di Indonesia terbesar pertama terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -14,17%, lalu terbesar kedua terjadi pada

tahun 2016 yaitu sebesar -11,01%. Total jumlah produksi gula Indonesia dari tahun 2000-2018 adalah sebesar 42.523.442 ton dengan rata-rata produksi sebanyak 2.238.076 ton. Total persentase perkembangan jumlah prodksi gula indonesia tahun 2000-2018 adalah sebesar 27,11% dengan rata-rata persentase perkembangan sebesar 1,43%.

Faktor penyebab rendahnya produktivitas gula per hektar diantaranya :

1. Pabrik gula kurang pasukan tebu yang bermutu sehingga banyak diantaranya yang harus ditutup karena krisis bahan baku sebagai akibat penurunan luas aeal tebu.

2. Pabrik gula tidak dapat melakukan investasi besar-besaran untuk meningkatkan efisiensi pabrik dengan peralatan modern yang lebih canggih dikarenakan margin keuntungan yang diterima pabrik rendah.

Namun berbeda dengan jumlah produksi yang cenderung fluktuatif, peningkatan jumlah penduduk cenderung semakin meningkat pada tahun 2009-2018. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan akan gula juga akan meningkat. Dengan jumlah produksi gula indonesia yang sedikit maka tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia. Impor gula merupakan solusi untuk mengatasi defisit atau lambatnya pertumbuhan gula domestik, jika dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi gula (produksi jauh lebih kecil daripada konsumsi), akibatnya impor gula terus meningkat.

7

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.3 :

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk dan Konsumsi Gula Perkapita Indonesia Tahun 2009-2018

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun)

2009 231.370.000 7,90

2010 238.519.000 7,69

2011 241.991.000 7,38

2012 245.425.000 6,48

2013 248.818.000 6,65

2014 252.165.000 6,41

2015 255.462.000 6,81

2016 285.700.000 7,47

2017 261.900.000 6,95

2018 265.015.300 6,83

Sumber : Statistik Indonesia 2019

Tabel 1.3 menunjukkan jumlah penduduk semakin meningkat setiap tahunnya.

Dan pada tahun 2018, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 265.015.300 jiwa. Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka konsumsi gula juga akan meningkat. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi gula, maka hasil produksi tebu di Indonesia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gula penduduk Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan akan gula, maka pemerintah akan melakukan impor gula dari negara-negara pengekspor gula.

Perkembangan volume impor gula Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.4 : Tabel 1.4 Perkembangan Volume Impor Gula Indonesia Tahun 1979-2018

Tahun Volume Impor Gula Indonesia (Ton)

Total 52.042.055 5.909,08

Rata-rata 1.301.051 147,73

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 2017-2019

9

Tabel 1.4 menunjukkan perkembangan volume impor gula Indonesia dari tahun 1979-2018. Dilihat dari perkembangan volume impor Tahun 1979-2018 pada Tabel 1.4, Indonesia mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Peningkatan volume impor gula di Indonesia terbesar terjadi pada tahun 1995 yaitu sebesar 3.479,27%, lalu terbesar kedua terjadi pada tahun 1986 yaitu sebesar 1.713,75%, lalu terbesar ketiga terjadi pada tahun 1992 yaitu sebesar 297,68%.

Sedangkan untuk penurunan volume impor gula di Indonesia terbesar pertama terjadi pada tahun 1984 yaitu sebesar -98,26%, lalu terbesar kedua terjadi pada tahun 1994 yaitu sebesar -90,95%, lalu terbesar ketiga terjadi pada tahun 1983 yaitu sebesar -75,54%. Total volume impor gula Indonesia adalah sebesar 52.042.055 ton dengan rata-rata impor sebanyak 1.301.051 ton. Total persentase perkembangan volume impor gula indonesia tahun 1979-2018 adalah sebesar 5.909,08% dengan rata-rata persentase perkembangan sebesar 147,73%.

Karena terjadinya peningkatan volume impor gula di Indonesia dari tahun ke tahun maka maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan volume impor gula dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Gula di Indonesia (1978-2018)".

Dokumen terkait