• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN KONSEP PENDIDIKAN MURTHADHA MUTHAHHARI

B. Latar Belakang Murtadha Muthahhari

Murtadha Muthahhari adalah salah satu figure ulama yang dapat memadukan keulamaan dan keintelektualan. Seorang tokoh yang tidak hanya menguasai dan memahami ilmu-ilmu Islam tradisional, tapi juga akrab dengan literature Barat klasik maupun modern. Ia fasih berbicara tentang mazhab-mazhab pemikiran barat mengenai: materialism, sosialisme, kapitalisme, dan humanism. Muthahhari adalah salah satu figure yang bnerjuang dengan kemampuan intelektual sekaligus melalui gerakan-gerakan politik untuk mewujudkan cita-cita politik di bawah kepemimpinan Imam Khomeini.

Karakteristik yang menonjol pada diri Muthahhari adalah kedalaman pemahamannya tentang Islam, keluasan pengetahuannya tentang filsafat dan ilmu pengetahuan modern, dan pengetahuannya terhadap keyakinan dan

ideology yang tangguh.11

Kejeniusan dan kecerdasannya tampak dari karya-karya yang dilahirkannya dalam beberapa aspek keislaman, yang meliputi masalah tasawuf, filsafat, teologi, logika, fiqh, etika, agama, social, ushul fiqh, sejarah, dan lain-lain.Walaupun pokok tulisan-tulisannya tampak sekali berlainan namun semuanya mempunyai satu tujuan, yaitu Islam.Karena menurutnya Islam sebagai sebuah agama ternyata belum banyak dikenal secara benar, banyak kebenaran-kebenaran didalamnya yang terabaikan sehingga banyak

orang yang menghindarinya.12

Muthahhari melihat fisafat bukan sekedar alat polemic atau disiplin intelektual.Filsafat merupakan suatu pola tertentu dari religiutisitas, yaitu suatu jalan untuk memahami dan merumuskan Islam.Muthahhari memang

bagian dari tradisi syi’ah yang mempunyai perhatian terhadap fisafat. Untuk

mengatakan bahwa pandangan Muthahhari mengenai Islam bersifat filosofis,

11

Murtadha Muthahhari, Pengantar Ilmu-ilmu Islam, (Jakarta: Pustaka Azzahra, 2003), cet 1, h. xxi

12

Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi; Asas Pandangan Dunia Islam, Terj: Agus Efendi, (Bnadung: Mizan, 1995), cet 2, h. 12

tidak berate bahwa dia tidak memiliki spiritualitas, atau dia menafsirkan dogma samawi secara filosofis, atau dia menerapkan terminology filosofis pada semua masalah keagamaan. Tetapi dia memandang peraihan ilmu pengetahuan dan pemahaman sebagai tujuan dan manfaat utama agama.Karena itu dia berbeda dengan banyak ulama yang menjadikan fiqh segala-galanya dari kurikulum, atau dengan kaum modernis yang memandang filsafat sebagai cermin pengacauan helenis ke dalam dunia Islam, serta dengan mereka yang semangat revolusinya membuat tidak sabar terhadap pemikiran filosofis.13

Pada tahun 1952 beliau meninggalkan Qum dan menuju Teheran, di sana ia menikah dengan putrid Ayatullah Ruhani, dan mulai mengajar filsafat di Madrasah Marvi, salah satu lembaga pengetahuan keagamaan di ibukota. Di Teheran ia menemukan suatu bidang kegiatan keagamaan, pendidikan, dan perpolitikan yang lebih luas dan memuaskan. Tahun 1954 ia mengajar teologi dan ilmu keislaman di Universitas Teheran. Ia mengajar di sana selama 22 tahun, pemgangkatannya dan promosinya ke professor tertunda oleh kecemburuan sebagian koleganya dan pertimbangan-pertimbangan politis yaitu kedekatannya dengan Imam Khomeini yang telah diketahui dengan luas.14

Karena niat untuk menyebarkan agama Islam di tengah masyarakat dan keterlibatan yang efektif para ulama dalam urusan sosial, membuatnya diangkat menjadi pimpinan kelompok ulama Teheran, dikenal dengan

“masyarakat keagamaan bulanan”.Suatu langkah serupa yang jauh lebih

penting adalah pendirian Husainiyah al-Irsyad, sebuah lembaga di Teheran Utara yang dimaksudkan untuk memperoleh kesetiaan kaum muda berpendidikan sekuler kepada Islam. Tahun 1965 Muthahhari termasuk salah satu anggota badan pengarah, ia juga memberikan kuliah di sana, juga menyunting dan menyumbang bagi beberapa karyanya. Lembaga tersebut

13

Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra, h. 30

14

54

memperoleh dukungan banyak orang.Salah satunya adalah konteks politik aktifitas-aktifitas lembaga, yang menimbukan perbedaan mengenai perlu tidaknya aktifitas lembaga masuk kedalam kancah konfrontasi politik.Sebuah masalah yang lebih radikal dimunculkan oleh adanya konsep-konsep dan interpretasi yang saling bertentangan didalam Husainiyah Irsyad mengenai Islam dan misi sosial kulturalnya.Diungkapkan secara lebih sederhana, di dalam lembaga ini ada kepribadian mencolok Ali Syariati dan

kontroversi-kontroversi yang dilahirkannya.15

Sosok Muthahhari tidak dapat dipisahkan dengan Imam Khomeini, karena kesamaan pemikiran yang mendasar yaitu menginginkan adanya revolusi di Iran, maka komitmen itu tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun untuk melawan rezim Pahlevi yang dictator.Sehingga Muthahhari sangat dipengaruhi intelektualnya dengan orientasi keinginan untuk merubah tatanan sebuah Negara yang berorientasi Islam.

Ketika Imam Khomeini diasingkan ke Turki, pada tanggal 4 November 1964, maka selama pengasingan ini Muthahhari lah yang mengambil alih kepemimpinan dan menggerakkan para ulama mujahidin bersama ulama lainnya.Selama masa ini Muthahhari tetap berhubungan dengan beliau baik secar langsung maupun tak langsung.Selama tahun-tahun yang penuh dengan pertentangan politik Muthahhari bekerja keras untuk menjelaskan ideology Islam yang otentik baik melalui khutbah di fakultas-fakultas, lembaga-lembaga Islam, di masjid-masjid maupun melalui artikel serta komentar-komentar yang disiarkan.

Kedekatan Muthahhari dengan Imam Khomeini dikukuhkan dengan ditunjuknya ia sebagai anggota Dewan Revolusi Islam, yang keberadaannya dikukuhkan pada tanggal 12 Januari 1979. Bersama anggota lainnya dengan oleh Muthahhari dan Dewan Revolusi Islam memainkan peranan penting

dalam mengorganisasikankekuatan-kekuatan revolusioner. Pengabdian

15

Muthahhari kepada Revolusi Islam dihentikan secara brutal dengan pembunuhan atas dirinya pada 1 Mei 1979 oleh kelompok Furqan, yang

menyatakan diri sebagai pendukung suatu “Islam Progresif”, yang bebas dari

apa yang mereka sebut “pengaruh menyimpang ulama”.

Pada Selasa, 1 Mei 1979, Muthahhari pergi ke rumah Dr.Yadullah Sahabi untuk berkumpul dengan para anggota lain dari Dewan Revolusi Iran. Sekitar 22:30 ia meninggalkan rumah Sahabi dan berjalan sendiri menuju sebuah gang di mana mobil yang akan mebawanya pulang di parker disitu. Muthahhari tiba-tiba mendengar suara yang tak ia kenal memanggil-manggilnya. Ia memandang sekeliling untuk melihat dari mana asal suara itu, dan sebutir peluru pun menghantam kepalanya, masuk dibawah gendang telinga kanan dan keluar diatas alis kirinya. Ia hampir wafat seketika. Walaupun ia dilarikan ke rumah sakit terdekat, tidak ada yang dapat dilakukan kecuali kabar duka cita kematiannya. Jenazahnya pertama-tama dibawa ke Universitas Teheran untuk disholatkan dan kemudian ke Qum untuk dikuburkan, bersebelahan

dengan makam Syekh Abdulkarim q.s.16 Imam Khomeini tidak

menyembunyikan tangisnya ketika Muthahhari dimakamkan dan ia

menggambarkannya sebagai “putra tercinta”, sebagai “buah hidupku”, sebagai “sebagian dagingku”. Tetapi dalam sambutan perkabungannya, Imam

Khomeini juga menunjukkan bahwa kepergiannya tidak menghilangkan

pribadinya, tidak pula mengganggu jalannya revolusi.17

Dokumen terkait