i
ABSTRAK Nama : Siska Wulandari
NIM : 109011000256
Judul : Konsep Manusia dan implementasinya dalam perumusan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari.
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, konsep manusia bermakna untuk mengenal dan beriman kepada Allah, ditandai dengan adanya qalbu dan akal didalam dirinya. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan manusia untuk membantu mengembangkan kemampuannya. Melalui akal dan qalbu yang telah diberikan oleh Allah dan dengan pendidikan yang diterima manusia akan mampu bersosialisasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Namun dalam Islam, pendidikan diberikan dengan tujuan terwujudnya manusia sebagai hamba yang menghambakan diri kepada Allah dengan cara beribadah kepada Allah. Berdasarkan konteks tersebut, maka tujuan tulisan ini adalahuntuk mengetahui bagaimana konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari? Dan pertanyaan turunannya adalah bagaimana hubungan konsep manusia dengan tujuan pendidikan menurut Murtadha Muthahhari?
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dan kajian pustaka. Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Proses analisa dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian data tersebut dianalisis dan dipelajari secara cermat dan dideskripsikan yang selanjutnya memberikan gambaran dan penjelasan serta uaraian.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karna berkat Taufiq
dan HidayahNya penyusunan skripsi dengan judul “Konsep Manusia dan
Implementasinya dalam Perumusan Tujuan Pendidikan Islam menurut Murthadha Muthahhari” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada Nabi akhir zaman Nabi besar Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini merupakan proses yang panjang. Diawali dengan niat
dan tekat serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat selesai.
Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai
pihak yang membantu baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kepada kedua orang tua ku Bapak Murhasan H. Muhammad dan Ibu Sri
Hartati yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta do‟a restunya kepada penulis.
2. Kepada kakak dan adikku tercinta terimakasih atas dukungannya sehingga
saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
3. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr. Abdul Majid Khon,
M.Ag dan Sekertaris jurusan ibu Marhamah Saleh, Lc., M.A.
5. Bapak Prof. Dr. H. Abuddin Nata. MA, Dosen Pembimbing sekaligus
dosen penasehat akademik yang telah tulus ikhlas memberikan petunjuk
dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh bapak dan Ibu dosen civitas akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan yang dengan penuh kesabaran dan ke ikhlasan memberikan
iii
7. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa PAI angkatan 2009
khususnya kelas G yang telah menemani penulis belajar di kampus selama
4 tahun.
8. Dan kepada sahabatku Maulisa Sudrajat S.Kom.I dan Siti Syifa Fauziah
S.Pd.I yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Jazakumullahu Lakum Kahiran Khatsir.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT juala penulis berharap dan berdoa
semoga amal baik mereka yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi ini mendapat balasan pahala yang berlipat ganda Allah SWT. Amin ya
Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 9 Mei 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK……… i
KATA PENGANTAR………. ii
DAFTAR ISI……… iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1
B. Identifikasi Masalah………... 9
C. Pembatasan Masalah……….. 10
D. PerumusanMasalah………... 10
E. Tujuan Penelitian……… 10
F. Manfaat Penelitian………. 10
BAB II KAJIAN TEORI KONSEP MANUSIA DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam ……….. 12
B. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ……… 16
C. Tujuan Pendidikan Islam ………. 21
D. Fungsi Pendidikan Islam ………. 29
E. Konsep Manusia ……….. 32
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan waktu Penelitian ………..……….. 43
B. Sumber Data ……… 44
C. Teknik Pengumpulan Data ………. 44
D. Teknik Analisa Data ……….. 45
E. Metode Penelitian ………... 46
F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data …… 46
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN MENURUT MURTHADHA MUTHAHHARI A. Biografi Murthadha Muthahhari ………. 47
B. Latar Belakang Murthadha Muthahhari ……….. 51
C. Karya-karya Murthadha Muthahhari ………... 54
D. Impelementasi Konsep Manusia dalam Perumusan Pendidikan Islam…………... 57
1. Konsep Manusia dan Hubungannya dengan Tujuan Pendidikan Islam……… 60
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………... 70
B. Implikasi ……….. 72
C. Saran……… 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia menuntut kemajuan dan kehidupan, maka sejak itu timbul
gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan
melalui pendidikan. Untuk itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat,
pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan
kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakat.1
Menurut keyakinan, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga
Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di
muka bumi ini. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses pendidikan
umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan
untuk mempertahankan hidupnya.2
Menurut Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati,
“Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan
untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang
1 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (IPI) untuk IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung : CV Pustaka Setia,1997), h. 9
2
yang sedang dididik.”3 Yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh seorang guru
untuk menciptakan tingkah laku yang baik kepada anak didik sehingga mencapai
pada tujuan pendidikan.
Dikatakan lebih lanjut bahwa tujuan pendidikan itu penting, disebabkan
karena secara implisit dan eksplisit di dalamnya terkandung hal-hal yang sangat
asasi, yaitu pandangan hidup dan filsafat hidup pendidikan, lembaga
penyelenggaraan pendidikan, dan Negara dimana pendidikan itu dilaksanakan.4
Tujuan pendidikan Islam Murtadha Muthahhari terdapat pada tujuan
pendidikam Islam yang universal. Yang mana didalam bukunya Murthadha
Muthahhari, Manusia Sempurna, menjelaskan “Pengenalan manusia sempurna ini
tidak hanya berguna secara teoritis. Pengetahuan ini juga harus kita gunakan
untuk mengikuti jalan Islam guna menjadi Muslim yang sebenarnya dan
menjadikan masyarakat sungguh-sungguh Islami. Dengan begitu, jalan tersebut
menjadi terang dan hasilnya jelas.5
Manusia adalah objek material yang dengan berbagai potensi yang dimiliki
untuk ditumbuh-kembangkan sebagai subjek-objek didik menuju ketingkat
kemajuan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam. Subyek obyek didik dalam
pandangan Islam ialah manusia yang sudah memiliki potensi, dan oleh karena itu
merupakan sasaran obyek untuk ditumbuh kembangkan agar menjadi manusia
yang sempurna sesuai dengan ajaran Islam.6
Pendidikan juga pembangunan sosok makhluk hidup yang yang mewadahi
serta memfasilitasi perkembangan potensi-potensi mereka. Berkaitan dengan
pendidikan manusia, disana terdapat kekhususan-kekhususan. Sebagai contoh,
3 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Group, 2012), h. 28
4 Muhammad „Ammarah, Al-Imam Muhammad „Abduh, Al-Imam Muhammad „Abduh: Mujaddid
al-Islam (Beirut: Al-Muassassah al-Islamiyyah li al-Dirasah wa al-Nasyr, 1981), h.207.
5
Murthadha Muthahhari, Mnausia Sempurna, (Jakarta : Lentera, 1994), h. 1
kita tidak dapat mengembangkan potensi-potensi tertentu pada tumbuhan,
sebagaimana juga tidak dapat membekukan potensi-potensi yang sudah menjadi
keharusannya. Namun pada manusia, yang demikian dapat terjadi, dimana
sebagian potensinya berkembang sementara sebagian lagi potensinya membeku.
Dan inilah yang menjadi sabab terjadinya ketidak seimbangan pada diri manusia.
Oleh karena itu, dalam pendidikan manusia sangat diperlukan pengembangan
seluruh potensi-potensinya secara seimbang.7
Al-Qur‟an benar-benar telah tampil sebagai “Kitab Pendidikan”. Al-qur‟an selain berisi ajaran-ajaran tentang pendidikan terutama dalam bidang akhlak, juga
telah memberi isyarat dan inspirasi bagi lahirnya konsep pendidikan. Namun
demikian sungguh kita dapat mengemukakan argumentasi secara meyakinkan
bahwa Al-qur‟an sebagai “Kitab Pendidikan Islam”, kita tidak dapat mengatakan
bahwa antara Al-qur‟an dan kitab pendidikan itu sama keduanya tetap berbeda.
Al-qur‟an berasal dari Allah, bersifat mutlak, berlaku sepanjang zaman dan pasti benar. Sedangkan kitab pendidikan berasal dari hasil ijtihad manusia, memiiliki
kebatasan, dapat berubah setiap zaman, dan dapat mendung kesalahan. Kitab pendidikan, yakni Kitab Pendidikan Islam adalah hasil ijtihad manusia yang
berdasarkan Al-qur‟an.8
Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat
penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka akan di temukan beberapa
prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk
dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada
beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan
pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah man
7 Muthadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Pendidikan Islam. (Jakarta : Sadra Internasional Instutite, 2011), h. 51-52
4
usia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara
keperluan sosial masyarakat.
Dengan pengetahuan dan pendidikan, manusia menjadi manusia yang
berkebudayaan dan berperadaban. Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran,
manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang serat dengan nilai kebenaran baik
yang universal, abstrak, teoritis, maupun praktis. Nilai kebenaran ini selanjutnya
mendorong terbentuknya sikap dan prilaku yang arif dan berkeadilan. Sikap yang
demikian itu selanjtunya menjadi modal bagi manusia untuk membangun
kebudayaan dan peradaban. Kebudayaan baik yang bersifat material maupun yang
bersifat spiritual, adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun
hubungan berimbang baik secara horizontal, maupun vertical. 9
Pada dimensi dialektika horizontal, pendidikan Islam hendaknya mampu
mengembangkan realitas kehidupan, baik yang menyangkut dengan dirinya,
masyarakat, maupun alam semesta berserta segala isinya. Sementara dalam
dimensi ketundudkan vertikal mengisyaratkan bahwa, pendidikan Islam selain
sebagai alat untuk memelihara, memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya
alam, juga hendaknya menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri
kehidupan dalam upayanya mencapai hubungan yang abadi dengan Khaliqnya.10
Hakikat manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu
keharusan agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga
keaslian budaya kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek
moyang kita dahulu. Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia
yang menggunakan kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah
tahu kalau banyak dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh
9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: 2011), h. 53
kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus
globalisasi yang sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari
luar yang bebas keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita
sedikit terpengaruh.
Manusia menurut Al-Qur‟an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan
mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang
memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal
tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas.
Allah berfirman :11
Artinya: “Kamu hanya di beri pengetahuan yang sedikit”. (QS. Al-Isra‟ :85)
Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh
lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang yang dituju dalam
pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang
mulia. Dan tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “orang mukmin yang paling sempurna imannya,
adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya” (Hadits), yang juga
merupakan tujuan pembentukan kepribadian muslim.12
Muthahhari adalah seorang tokoh intelektual Iran yang terkenal sangat
produktif dalam mengeluarkan pemikiran-pemikiran baru mengenai ajaran Islam
lewat karya-karyanya. Bisa dikatakan, bahwa beliau adalah kampiun bagi
kebangkitan tradisi intellektual dan rasional di dunia Muslim. Namun, di sisi lain,
belum di jumpai sebuah karya khusus dari beliau mengenai pendidikan.
11 Quraish Shihab, Wawasan Al-qur‟an, (Bandung: Mizan,2000) Cet ke-XI, h.435-436.s
6
Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan keduanya
akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan mengakibatkan
fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan
digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi, penindasan,
perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islamlah
satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).13
Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak dapat
dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar tujuan pendidikan Muthahhari.
Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa kewajiban
menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.
Banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu
wajib hukumnya bagi setiap muslim”.14
Arti dari hadis ini adalah bahwa salah
satu kewajiban Islam, yang sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah
mencari dan menuntut ilmu. Mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap
orang muslim; tidak hanya dikhususkan bagi satu kelompok dan tidak bagi
kelompok yang lain.15
Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya Islam,
sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa mencari
ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa mencari ilmu
adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu bukan hanya
dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam menganggapnya sebagai
tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban
sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.
13 Murtadha Muthahhari, Man and Universe (Qum: Ansariyan Publication, 1401 H) Cet. Ke-1, h. 11.
14 Ushul al-Kafi, Jld. I, h. 30.
15 Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,
Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban
intelektual yang tidak ternilai harganya, menyebar hampir seluruh dunia.
Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui kehebatan
imperium Romawi 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban intelektualnya
yaitu:16
Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari ilmu,
mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun kehidupan,
adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut menjadi kunci
penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10, dan 11M.17
Kedua, semangat pencarian ilmu tersebut menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta
fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang
berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.18
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun
perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu,
sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke liang kubur”
(Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan
kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban menuntut ilmu
juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina”. Artinya
bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan menuntut ilmu
dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan pengajarnya tetapi
16 Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, (Jakarta: Lentera Hati, 2007) Cet. Ke-1, h. 71-72.
8
mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini selalu berteman dengan
kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan karena sesungguhnya
perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda saat ini.
Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi
pada satu golongan tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul saw, “Hikmah
adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali sebagaimana
dikutip Murtadha Muthahhari. “Hikmah adalah barang orang mukmin yang
hilang, maka ambillah hikmah itu meskipun dari orang munafik”.19
Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan akhlak
Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan apa yang
diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang dari sisi sebuah
kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka pembentukan
kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga dan menghormati
kesejatian Individu dan masyarakat.20
Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu manusia yang
baik, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam
yaitu manusia yang berakhlak mulia,21 Munir Mursih menghendaki tujuan
pendidikan Islam yaitu manusia sempurna,22 Ahmad D Marimba berpendapat
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian
muslim. 23
19
Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,
(Jakarta: Lentera, 1999) Cet. Ke-1, h.158.
20
Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Sadra International Institute, 2011), Cet ke-1, h.2.
21
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. (terj). Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan bintang, 1974), h. 15
22
Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, (Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997), h. 18
23
Menurut Paulo Freire sebagaimana dikutip oleh Nurul Zainab “Pendidikan merupakan yang dijalankan bersama-sama oleh pendidik dan peserta didik
sehingga peserta didik tidak menjadi cawan kosong yang diisi oleh pendidik yang
mana hal tersebut merupakan penindasan terhadap potensi dan fitrah peserta
didik. Sedangkan pendidikan manusiawi dalam pandangan Murtadha Muthahhari
dalam konteks pendidikan kritis adalah pendidikan yang mengembangkan potensi
berpikir kreatif pada diri peserta didik serta membekali mereka dengan semangat
kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berpikir. Tujuan pendidikan
Freire adalah menumbuhkan kesadaran kritis, sedangkan tujuan pendidikan
Muthahhari adalah menumbuhkan kemampuan blerpikir kritis. Karakteristik
utama pendidikan Freire adalah konsientisasi, sedangkan karakteristik pendidikan
Muthahhari adalah sosialisasi dan berpikir kritis. Pendidikan Freire diterapkan
dengan pola praxis, kemanunggalan antara aksi dan refleksi yang berjalan terus
menerus, sedangkan metode penerapan pendidikan Muthahhari tidak terbatas
pada aksi dan refleksi semata tetapi mencakup muhasabah, muraqabah dan amal.
Persamaan antara pemikiran Paulo Freire dengan Murtadha Muthahhari yaitu
fitrah, humanisme dan pembebasan dalam pendidikan.”24
Berdasarkan pada pemikiran tersebut diatas, penulis skripsi akan meneliti
lebih dalam lagi mengenai “Konsep Manusia Dan Implemenatsinya dalam
Perumusan Tujuan Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan indentifikasi masalah sebagai
berikut :
24
10
1. Manusia membutuhkan ilmu untuk mengetahui Tuhannya dan menjadi
manusia beriman
2. Menuntut ilmu suatu kewajiban yang tidak bisa tergantikan menurut
Murtadha Mutahhari
3. Bagusnya pendidikan seseorang berpengaruh dengan karakteristik seseorang
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penulilsan skripsi ini dibatasi
hanya pada konsep manusia dan hubungannya dengan pendidikan Islam menurut
Murtadha Muthahari dan menurut pendapat para tokoh yang terkait dengan
konsep manusia dan hubungannya dengan pendidikan Islam.
D. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penulis skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari?
2. Bagaimana hubungan antara konsep manusia dan tujuan pendidikan Islam
menurut Murtadha Muthahhari ?
E. Tujuan Penelitian
Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari.
2. Untuk mengetahui hubungan antara konsep manusia dan tujuan pendidikan
Islam menurut Murthadha Mutahhari
F. Manfaat Penelitian
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan,
pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar di
bidang pendidikan.
2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang
akan meneliti lebih lanjut mengenai tujuan pendidikan Murtadha Muthahhari.
3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai
keunggulan dan originalitas tujuan pendidikan Muthahhari, yang nantinya
12
BAB II
KAJIAN TEORI
KONSEP MANUSIA DAN IMPLEMENTASINYA PADA
PERUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam arti sempit yaitu bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak
didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam arti luas
pendidikan adalah menyangkut seluruh pengalaman.1
Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah pengembangan
pribadi dalam semua aspeknya, dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh
orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati”.2
Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin
perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan
juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin
1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) Cet. Ke-7, h.24-25
2
kepribadian masyarakatnya.3 Begitu pula dengan ilmu yang
dikembangkan dalam pendidikan haruslah berorientasi pada nilai-nilai
Islami.
Bila kita di fahami pengertian pendidikan dari segi bahasa, kata “pendidikan” yang umum di gunakan sekarang dalam bahasa Arabnya
adalah “tarbiyah” dengan asal kerjanya “rabba”.4 Sedangkan menurut
epistimologi kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” yang mendapat
awal pe dan akhiran an yang artinya “pemeliharaan, asuhan, pimpinan,
atau bimbingan.5 Kata “pengajaran” itu sendiri dalam bahasa Arabnya
“ta‟lim” dengan kata kerjanya “allama” jadi mengenai kata pendidikan
dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiya wa ta‟lim”.
Sedangkan pengertian pendidikan secara istilah adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh orang dewasa yang bertanggung jawab dalam
memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik, dalam
perkembangan jasmani dan rohani. Agar mereka mencapai
kedewasaannya dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai kholifah di
bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri
sendiri.
Van Cleve Morris sebagaimana dikutip oleh Nuruhbiyati
menyatakan “secara ringkas kita mengatakan pendidikan adalah studi
filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat sosial. Sementara untuk
mengarahkan secara hidup secara mengarah kepada setiap generasi,
tetapi ia menjadi agen yang melayani masa depan yang lebih baik.6
Mortimer J. Adler sebagaimana dikutip oleh Nuruhbiyati mengartikan
“Pendidikan adalah proses dengan mana segenap kemampuan manusia
yang dapat dipengaruhi oleh siapapun untuk membantu orang lain, atau
3
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. Ke-1, h.27
4
Zakiyah Drajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, Tahun,2004), h. 25
5
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1984), cet ke-7, h. 250
6
14
dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang
baik”. 7
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan
sebagai sebuah proses dengan metode - metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang
sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan
representative (mewakili/mencerminkan segala segi), pendidikan ialah …the total process of developing human abilities and behaviors
drawing on almost all life‟s experiences. (seluruh tahapan
pengembangan kemampuan–kemampuan dan prilaku–prilaku manusia
dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan).8
Menurut Ibrahim Amini, “Pendidikan adalah memilih tindakan
dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan
kesempurnaan yang diharapkan.”9
Dengan demikian Pendidikan Agama Islam dapat juga sebagai
sebuah proses individu supaya hidup secara sempurna (kamil) dalam
memahami ajaran Islam melalui persiapan fisik atau jasmani, akal dan
rohani, sehingga dapat diharapkan menjadi anggota masyarakat yang
bermanfaat untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain.
Menurut Muhaimin, bahwa “Pendidikan agama Islam merupakan
salah satu bagian dari pendidikan Islam. Istilah “Pendidikan Islam” dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu :
Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam
dan atau system pendidikan yang Islami, adalah pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai–nilai
7
Nurbiyanti, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia), h. 56
8
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakary, 2007), h. 10
9
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur‟an dan as Sunnah/Hadits. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama
Islam, adalah upaya mendidik tentang agama Islam atau ajaran Islam
dan nilai – nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap
hidup) seseorang.
Pendidikan merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan
manusia yang terus menerus dalam bentuk generasi tua mengajarkan
kepada generasi yang lebih muda berbagai hasil pelajaran dan
pengalaman kepada mereka dan orang-orang terdahulu dari mereka.
Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai
dimensinya secara umum merupakan akibat dari pendidikan dan
pengajaran.10
Pendidikan dalam Islam, adalah proses dan praktek penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat
Islam. Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan umatnya,
baik Islam sebagai agama, ajaran maupun system budaya dan peradaban,
sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. 11
Menurut penulis, “Terlepas dari pengertian pendidikan secara luas
ataupun sempit, pendidikan merupakan interaksi yang terjadi antara
seseorang dengan lingkungan sekitarnya dan berlangsung sepanjang
hayat. Pendidikan juga merupakan latihan mental, moral dan fisik yang
menghasilkan manusia (peserta didik) yang berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya dalam
masyarakat selaku hamba Allah. Dan usaha kependidikan bagi manusia
menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi
pertumbuhan manusia supaya tumbuh sebagai makhluk yang sehat
fisiknya (jasmaniah) dan mentalnya (rohaniah). Dari sisnilah maka
10
Ibrahim Amini, Asupan Ilahi, (Jakarta : Al-huda, 2011), h.12
11
16
pendidikan sebagai vitamin dan nutrisi bagi kehidupan sangat penting
diperhatikan”.
B. Dasar – Dasar Pendidikan Agama Islam
Yang di maksud dengan dasar pendidikan Agama Islam di sini
adalah acuan atau landasan yang di pergunakan dalam pendidikan
agama. Setiap usaha atau kegiatan tindakan yang disengaja untuk
mencapai tujuan haruslah mempunyai dasar tempat berpijak yang kuat
dan baik. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang
menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai
kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah
pencapaian pendidikan.12 Mengenai dasar pendidikan agama dapat di
tinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Dasar Relejius
Menurut Zuhairini dkk, yang di maksud dengan dasar religious adalah “dasar – dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam merupakan dari Allah dan
merupakan ibadah kepada-Nya”. 13
Menetapkan al-Qur‟an dan Hadits sebagai dasar pendidikan
Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan
pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang
terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar
manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman
kemanusiaan.14
12
Al-Rasyidin, MA, Dr.H.Samsul Nizar,M.A, Filsafat PEndidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 34
13
Zuhairini et al. Metodik Khusus Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke-8, h. 27
14
Dalam al-Qur‟an ayat–ayat yang menunjukan adanya perintah tersebut antara lain sebagai berikut :
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagiaanmu dari (keni‟matan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat
kerusakan”. (Q.S Al-Qashas : 28:77)
Menurut Quraish Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbah
menjelaskan bahwa “Kehidupan dunia tidaklah seimbang dengan
kehidupan akhirat. Larangan melakukan perusakan, setalah
sebelumnya telah diperintahkan berbuat baik, merupakan peringatan
agar tidak mempercampur adukan antara kebaikan dan keburukan.
Perusakan dimaksud menyangkut banyak hal. Di dalam al-Qur‟an
ditemukan contoh-contohnya. Puncaknya adalah merusak fitrah
kesucian manusia, yakni tidak memelihara tauhid yang telah Allah
anugerahkan kepada setiap insan. Di bawah peringkat itu ditemukan
keengganan menerima kebenaran dan pengorbanan nilai-nilai
agama, seperti pembunuhan, perampokan, pengurangan takaran dan
timbangan, berfoya-foya, pemborosan gangguan terhadap kelestarian
lingkungan, dan lain-lain”. 15
Al-hasan dan Qatadah mengatakan dalam kitab tafsir al-Qurtubi
bahwa maknanya adalah “Jangan kau habiskan umurmu hanya untuk
bersenang-senang dan mencari kehidupan dunia semata”. Ucapan ini
mengandung nasehat dan anjuran untuk memperbaiki diri dan tidak
15
18
lupa dengan tujuan hidup yang hakiki, sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnu Athiyyah. Ibnu Al Arabi berkata, “Banyak pendapat dalam
masalah ini, namun dapat disimpulkan bahwa hendaknya kita
mempergunakan seluruh nikmat yang Allah berikan untuk
menambah ketaatan kita kepadaNya. Sementara Imam Malik
mengatakan “Makan dan minumlah tanpa berlebih-lebihan”.
Menurutku, Imam Malik mengatakan demikian untuk membatah
orang-oranng yang berlebihan dalam beribadah.16
Dari pendapat dua ulama diatas maka saya dapat simpulkan
bahwa perusakan didunia yang dilakukakan oleh manusia itu bisa
dicegah dengan cara mendidik manusia dengan nilai-nilai agama
untuk taat kepada Tuhannya dan beribadah kepadaNya sehingga
tebentuk manusia yang selalu menyebarkan kebaikan di muka bumi
ini. Nilai-nilai pendidikan yang tercantum dalam tafsir ini
pendidikan akhlak dan pendidikan karakteristik manusia, karena
kemajuan Negara itu diliahat dari pendidik untuk mengubah karakter
dan akhlak anak bangsanya.
Selain ayat di atas, ada juga hadits yang menyebutkan tentang
pendidikan, diantaranya sebagai berikut :
Artinya : “dari Abu Hurairah, menceritakan : “Sesungguhnya
Nabi SAW, bersabda : Anak yang baru lahir, adalah suci bersih, maka ibu bapaknya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan
majusi”. (H.R. Bukhari)17
Ayat dan hadits di atas, menunjukan hal yang jelas tentang
perintah memberikan pendidikan agama Islam kepada semua
manusia terlebih lagi kepada keluarga (anak dan istri) baik dalam
pendidikan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
16
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), h. 800-802
17
2. Dasar Yuridis Formal
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah: 18
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5410);
c. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun
2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
141);
d. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009
mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 5/P Tahun 2013;
18
20
f. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian
Agama;
g. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun
2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan
Menengah;
h. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun
2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun
2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
j. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun
2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
k. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
l. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
m. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
n. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A
Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Sekolah
/Madrasah
C. Tujuan Pendidikan Islam
Karena pendidikan adalah suatu proses, maka proses tersebut akan
berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang
hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu
perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia
Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip dalam undang-undang Republik
Indonesia nomor 20 mengatakan: “Sesungguhnya tujuan pendidikan
yang bersumber dari al Qur‟an adalah untuk mencapai tujuan akhlak karimah melalui jalan agama yang diturunkan untuk mendidik jiwa
manusia serta menegakan akhlak yang membangkitkan kepada perbuatan yang baik.”19
Tujuan pendidikan Islam secara umum menurut beberapa pakar
pendidikan adalah sebagai berikut :
Athiyah Al Abrasy sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung
menyimpulkan tujuan umum pendidikan Islam menjadi lima yaitu :
1. Untuk pembentukan akhlak yang mulia. Kaum muslimin dari
dahulu kala sampai sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak
adalah inti pendidikan Islam, dan bahwa mencapai akhlak yang
sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Pendidikan Islam bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan
saja, atau pada keduniaan saja, tetapi pada kedua – duanya.
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat,
atau yang lebih dikenal sekarang ini dengan nama tujuan – tujuan
vokasional dan profesional.
4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan
keinginan tahu (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu
demi ilmu itu sendiri.
5. Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknikal dan
pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan
keterampilan pekerjaan tertentu agar ia dapat mencari rezeki dalam
hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. 20
19
Departemen Dalam Negeri, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : PT. Kloang Klede Putra Timur, 2003), h. 10 dan 17
20
22
Menurut Abdul Fatah Jalal sebagaimana dikutip oleh Hasan
Langgulung, tujuan umum pendidikan Islam ialah “Terwujudnya
manusia sebagai hamba Allah”. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah
menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang
dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan
tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan
hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti
dalam surat Adzariyat ayat 56 :
“ Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada-Ku”.
Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah mengatakan
bahwa Hakikat ibadah adalah “Menempatka diri seseorang dalam
kedudukan kerendahan dan ketundukan serta mengarahkannya kearah
maqam Tuhannya”. Dan tentu saja anda telah memahami apa yang
dimaksud dengan tujuan oleh ulama ini, yakni bertujuan member
kesempurnaan bagi pencipta, bukan bagi sang pencipta.21
Jadi ibadah itu manfaatnya tidak hanya untuk Tuhannya melainkan
untuk diri sendiri seperti perintahnya untuk beribadah, ibadah itu bisa
didapat melalui pendidikan dan dengan pendidikan manusia akan
menjadi manusia yang bermartabat dan itulah yang membedakan
manusia dengan hewan, hewan adalah makhluk Allah yang beribadah
tetapi tidak berpendidikan, sedangkan manuisa mencakup keduanya.
Jalal menyatakan bahwa “Sebagian orang mengira ibadah itu
terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan,
mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat”. Tetapi
sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan
21
yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah
merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat
mengamalkannya dengan cara yang benar.22
Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, penulis berkesimpulan
bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah “Mengadakan perubahan –
perubahan manusia dengan mengembangkan potensi – potensi yang di
anugrahkan oleh Allah swt. Supaya manusia mencapai tujuan
kekhalifahannya dimuka bumi ini”.
Pendidikan Islam juga memiliki tujuan khusus. Tujuan khusus
pendidikan Islam dalam penumbuhan semangat agama dan akhlak
adalah:
1. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dasar–
dasarnya, asal usul ibadat, dari cara – cara melaksanakannya dengan
betul, dengan membiasakan mereka berhati – hati mematuhi akidah
– akidah agama den menjalankan dan menghormati syiar – syiar
agama.
2. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap
agama termasuk prinsip–prinsip dan dasar–dasar akhlak yang mulia.
3. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, dan kepada
malaikat, rasul–rasul, kitab–kitab dan hari akhir berdasar pada
kesadaran dan perasaan.
4. Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasud, iri hati, benci,
kekasaran, perpecahan dan perselisihan.
Tujuan khusus ini yang dapat saya simpulkan semua yang kita
lakukan di dunia ini didasarkan dengan ibadah kepada Allah serta
menamkan dasar agama yang mendalam pada diri manusia (peserta
didik) sehingga tertanam akhlak yang mulia dan beranfaat utnuk dunia
dan akhirat.
22
24
Ibnu Khaldun sebagaimana dikuti oleh Hasan Langgulung yaitu Ibnu
Khaldun seorang pemikir terakihr dari zama keemasan generasi Islam
yang banyak menulis mengenai pendidikan, menyebutkan tujuan khusus
pendidikan Islam sebagai berikut;
1. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan yaitu
mengajarkannya syiar–syiar agama menurut al Qur‟an dan as Sunna,
sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana
halnya dengan poteni – potensi lain yang jika telah mendarah daging
maka itu seakan akan menjadi fitrah.
2. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.
3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
Dikatakannya bahwa mencari dan menegakan hidupnya mencari
pekerjaan, sebagaimana ditegaskannya pentingnya pekerjaan
sepanjang amal manusia, sedang pengajaran atau pendidikan
dianggapnya termasuk diantara keterampilan – keterampilan itu.
5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan
pemikiranlah seseorang itu dapat memegang berbagai pekerjaan dan
pertukangan tertentu.
6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, disini termasuklah musik,
syiar, khat, seni bina, dan lain – lain.23
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan akhir
dari pendidikan Islam adalah “Mengembangkan empat aspek potensi
manusia yakni fitrah, roh, kemauan yang bebas dan akal, supaya dapat
menempati kedudukan sebagai kholifah Allah dimuka bumi ini, manusia
memakmurkan alam semesta melalui ketaatan dan penghambaannya
kepada Allah SWT”.
Sedangkan tujuan umum dalam pendidikan Islam menurut Ali Khalil
Abu al-Aynaim adalah “Membentuk pribadi yang beribadah kepada
23
Allah. Sifat tujuan umum ini tetap, berlaku di sepanjang tempat, waktu
dan keadaan. Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam di tetepkan
berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan
geografi, ekonomi, dan lain–lain yang ada di tempat itu. Tujuan khusus
ini dapat di rumuskan berdasarkan ijtihad para ahli di tempat itu”.24
pendapat ini ada dua unsur kontan dan unsur fleksibelitas dalam tujuan
pendidikan Islam. Pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat umum
terkandung unsur konstan, tetap berlaku sepanjangn zaman, tempat, dan
keadaan, tidak akan mengalami perubahan serta pergantian sepanjang
zaman. Sedangkan pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat khusus
terkandung unsur fleksibelitas. Tujuan khusus ini dapat dirumuskan
sesuai dengan keadaan zaman, tempat dan waktu namun tetap tidak
bertentangan dengan tujuan yang lebih tinggi yaitu tujuan akhir atau
tujuan umum.
Uraian mengenai tujuan pendidikan Islam tersebut memperlihatkan
dengan jelas keterlibatan fungsional mengenai gambaran ideal dari
manusia yang ingin di bentuk oleh kegiatan pendidikan. Perumusan
pendidikan Islam itu pada hakikatnya adalah pekerjaan para filosof di
bidang pendidikan yang merupakan rumusan filosof tentang manusia
yang ideal dengan berdasarkan pada ajaran Islam sebagai sumber acuan
utamanya yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits.25
Perlu diingat bahwa pengalaman nyata orang tua sebagai pendidik
akan membawanya kepada kesadaran akan nilai – nilai budi pekerti
luhur lainnya yang lebih relavan untuk perkembangan anak. Dengan
demikian faktor eksperimentasi (percobaan) yang disertai dengan niat
yang tulus dan kejujuran ketika memandang suatu masalah dikatakan
sangat penting dalam usaha menemukan dan mengembangkan agenda –
agenda pendidikan keagamaan untuk perbaikan moral anak dalam rumah
tangga maupun bermasyarakat. Hal itu tidak lain adalah demi
24
Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi Qur‟an al-Karim, (Mesir: Dar al-Fikr al-„Arabiyah, 1980), h. 153-217
25
26
terciptanya tujuan pendidikan Islam baik secara umum maupun secara
khusus.
Menurut pandangan Islam manusia itu satu hakikat tetapi
mempunyai tiga dimensi wujud, yaitu; wujud jasmani (fisik), wujud
hewani, dan wujud insani.26 Dari sisi sebagai jasmani manusia
mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat
tumbuh dan berketurunan. Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh
terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat
perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan
perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi
individu yang sehat, kuat dan seimbang.
Sementara itu Zakiah Derajat mengatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah “Menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri
dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan
mengajarkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan
sesamanya”.27
Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan Islam sebagai berikut.
Education should aim at the balanced growth of total personality of man trough the training of man‟s spirit, intellect the rational self, felling and bodly sanse, educational should therefore cater for the growth of man in
all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific,
linguistic, both individual and collectively, and , motivate all these
aspects towrd,goodness and attainment of perfaction. The ultimate aim
of education lies in the realization of complete submission to Allah on
the level individual, the community and humanity at large. 28
26
Ibrahim Amini, Asupan Ilahi, h.98
27
Zakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara 1992) h. 30
28
Pendapat tersebut diatas menunjukan bahwa pendidikan harus di
tunjukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian
manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal, pikiran,
perasaan, dan fisik manuisa.dengan demikian, pendidikan harus
mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat
spiritual, intelektual daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun
bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong
tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya
pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan,
kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.
Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan dari
berbagai pendapat para pakar pendidikan, seperti Al-Attas, Athiyah
al-Abrasi, Munir Mursi, Ahmad D. Marimba.
Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu
“Manuisa yang baik”, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki
tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Manusia yang berakhlak mulia”,29
Munir Mursih menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu “Manusia
sempurna”,30 Ahmad D Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah “Terbentuknya orang yang berkepribadian muslim”. 31
Tujuan pendidikan yang universal tersebut memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:32
Pertama, mengandung prinsip universal (syumuliah) antara aspek
akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, keseimbangan dan
kesederhanaan (tawazun dan iqtisyadiyah) antara aspek pribadi,
29
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. (terj). Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan bintang, 1974), h. 15
30
Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, (Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997), h. 18
31
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟rif, 1989), h. 39
32
28
komunitas dan kebudayaan, kejelasan (tabayyun), terhadap aspek
kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu)dan hokum setiap
masalah kesesuaian atau tidak bertentangan antara berbagai unsur dan
cara pelaksanaannya, realism dan dapat dilaksanakan, tidak
berlebih-lebihan, praktis, realistic, sesuai dengan fitrah dan kondisi
sosioekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada sesuai dengan
perubahanyang diinginkan, baik pada aspek rohaniah dan nafsaniyah,
serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep
pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap perserta didik untuk mencapai
dinamisasi kesempurnaan kependidikan, menjaga perbedaan individu,
secara prinsip, dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan
yang terjadi pada pelaku pendidikan serta lingkungan dimana
pendidikan itu dilaksanakan. Kedua, mengandung keinginan untuk
mewujudkan manusia yang sempurna, (insane Kamil) yang di dalamnya
memiliki wawasan kafah agar mampu menjelaskan tugas-tugas
kehambaan, kekhalifaan, dan pewaris Nabi.
Tujuan pendidikan Islam Murtadha Muthahhari terdapat pada tujuan
pendidikam Islam yang universal. Yang mana didalam bukunya
Murthadha Muthahhari, Manusia Sempurna, menjelaskan “Pengenalan
manusia sempurna ini tidak hanya berguna secara teoritis”. Pengetahuan
ini juga harus kita gunakan untuk mengikuti jalan Islam guna menjadi
Muslim yang sebenarnya dan menjadikan masyarakat sungguh-sungguh
Islami. Dengan begitu, jalan tersebut menjadi terang dan hasilnya jelas.33
C. Fungsi Pendidikan Islam
Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal
ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat.
33
Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki
sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang
secara dinamis, mulai dari kandungan hingga akhir hayat.34
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap
ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.
Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat
memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.35
Untuk menjamin terlaksnanya tugas pendidikan Islam secara baik,
hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan yang
bernuansa elastic, dinamis, dan kondusif, yang memungkinkan bagi
pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam
dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara structural
maupun institusional.36
Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan
tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat
dan nasional. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi
ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga
manusian (peserta didik) yang produkti dalam menemukan perimbangan
perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.37
Kondisi fisikal Indonesia dengan sumber alam yang melimpah ruah,
iklim tropic yang mendukung kesuburan tanah, serta kondisi
geo-ekonomi dan geo-politik yang strategis, sangat wajar untuk mengklaim
kelemahan ekonomi rakyatnya, akibat kurangnya investasi sumber daya
34
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), h. 32
35
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: BIna Aksara, 1987), h. 33-34
36
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, h. 33
37
30
manusia.38 Dalam konteks ini, pendidikan Islam tidak saja menyiapkan
tenaga terdidik untuk kepentingan ekonomi dan politik, tetapi justru membina “totalitas manusia” yang mampu membangun dunia dengan segala dimensinya, sesuai dengan komitmen imannya terhadap Allah
SWT.
Membina manusia dengan segala aspek psikologinya, antara lain
menyangkut dimensi keimanan, ketaqwaan, rasa tannggung jawab, sikap
musyawarah dan kebersamaan antara manusia, keahlian dan
keterampilan kualitatif dalam melaksanakan tugas kepemimpinan,
perencanaan pelaksanaan, serta pembangunan sarana fisik bagi
kehidupan ekonomi, sosial, politik, pertahanan, pendidikan, dan dimensi
hidup lainya.
Atas dasar itu, rekayasa pendidikan Islam di Indonesia secara
fungsional, hendaknya dapat diarahkan pada program - program strategi
dengan pendekatan – pendekatan:39
1. Makro (Universal)
Penjabaran program yang terhimpun dalam kurikulum. Untuk
memantapkan proses internalisasi nilai universal dalam diri peserta
didik. Program ini merupakan konsekuensi komitmen imannya
terhadap Allah, yang dimanifestasikan dalam ketaatan beribadah dan
menjalankan instruksiNya, serta kewajiban berbuat baik terhadap
makhluk Allah.
2. Messo (Sosial)
Suatu program pendidikan dengan kurikulum yang mengandung
berbagai informasi dan kompetensi sebagai peserta didik dalam
membangun umat dan bangsanya, sekaligus membina rasa tanggung
jawab terhadap Negara dan lingkunganya. Dan pendekatan ini
38
Abd Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 25
39
mengupayakan terbentuknya konstruksi sosial yang dinamis melalui
program pendidikan.
3. Ekso (Kultural)
Suatu program pendidikan yang berupaya membudayakan nilai –
nilai Islami melalui analisa sinkronik dan perbandingan diakronik,
mengenai deskripsi sifat, peraan, akibat, serta prognosa berbagi
kemungkina. Program ini juga member petunjuk dan kompetensi
bagi peserta didik untuk menyerap nilai–nilai kontemporer yang
menunjang nilai–nilai sakral, dalam rangka proses
symbiosa-kulturalis bagi Pembina akhlak (budaya berfikir, merasa, bersikap dan berbuat) bangsa Indonesia yang tinggi dan dinamis.
Pembudayaan (enculturation) akhlak Islami, memerlukan
pembinaan ide dan konsep, pula prilaku dan eko-teknik, serta produk
budaya yang parallel dengan konsep dasar Islam (Al-Qur‟an dan As
-Sunnah), baik yang bersifat psikologik maupun pisik-material
melalui jalur pendidikan.
4. Mikro (Individual)
Suatu program pendidikan yang membina kecakapan seseorang
sebagai tenaga professional, yang mampu mengamalkan ilmu, teori
dan informasi yang diperoleh, sekligus terlatih dalam memecahkan
problema yang dihadapi. Program ini merupakan konkretisasi
peningkatan status, peranan, dan kualitas hidup individual, seperti
tertera pada tujuan instruksional khusus suatu sillabus (Feisal,
1979:11-12)40
Keempat fungsi (pendekatan dan program) diatas menunjukan
keluasan peranan dan bidang garapan pendidikan Islam di Indonesia.
Dilihat dari sudut pendidikan Nasioanal Indonesia yang berfungsi “untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
40
32
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan Nasional” (UU No. 2 / 1989 Bab II Pasal 3), maka fungsi pendidikan Islam merupakan prototype yang lengkap
dari fungsi pendidikan Nasional Indonesia yang pantas untuk
diaktualisasikan. 41
G. Konsep Manusia
Dalam al-Quran, secara terminologi manusia dipandangkan dengan
kata al-Ihsan, al-Nas dan Basyar, yang menurut Jamali ketiganya
menunjukkan pada substansi makna yang sama yakni unsur pensifatan
yang inheren dalam diri makhluk yang tertinggi. Kata al-Ihsan memiliki
makna melihat, mengetahui dan minta izin. Kata al-Nas menunjukkan
hubungan antara manusia, mengetahui, berfikir, dan memahami.
Demikian pula kata Insan dari asalnya nasiyah yang artinya lupa dan
jika dilihat dari kata dasarnya yaitu al-Uns yang berarti jinak.
Kata Basyar dipakai untuk menyebutkan semua makhluk baik laki-laki
maupun perempuan, baik plural, maupun jamak (kolektif).
Kata Basyar dalam Al-Quran seluruhnya menunjukkan pengertian pada
bani Adam yang dapat makan, minum, berjalan dan bertemu
dipasar-pasar sebagaimana yang lain. Dengan ketiga kata tersebut, Al-Quran
menjelaskan manusia secara multidimensi, dimana kata al-insan (al-Nas)
memberikan konteks ideal, fitrah, dan potensial, atau dapat juga
disimpulkan dengan manusia sebagai makhluk rasional, makhluk
pembentuk kebudayaan. Sedangkan kata Basyar menunjukkan pada
manusia sebagai diri yang berjiwa dan berbadan kasar (jasmaniah),
manusia yang berkebutuhan fisik, religious dan sosial.42
Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu
kisah tersendiri. Di dalamnya, manusia tidak semata-mata digambarkan
sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku, pipih, berjalan dengan dua
41
Ibid, h. 29
42
kaki, dan pandai bicara, lebih dari itu, menurut Al-Qur‟an, manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.
Dalam Al-Qur‟an, manusia berulang kali diangkat derajatnya,
berulang-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli
alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang
sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk
dan binatang jahanam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib
akhir mereka sendiri.43
Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang
berilmu itu terbuktii dalam Al-qur‟an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang
berbunyi:44
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat….(Q.S. Al-Mujadalah 11).
Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah
mengatakan, “Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu
agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat”. Ini menunjukan bahwa
ilmu dalam pandangan al-Qur‟an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain
itu juga menunjukan bahwa ilmu haruslah menghasilkan rasa takut dan kagum kepada Allah,yang pada gilirannya mendorong yang berilmu
untukmengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan
makhluk. 45
43
Murthadha muthahhari, Perspektif Al-Qur‟an Tentang Manusia Dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992), h. 117
44
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 167
45
34
Jadi, apapun ilmu yang kita cari jika itu bermanfaat untuk diri sendiri
dan orang lain dan dengan ilmu itu kita kagum kepada sang khalik serta
taqwa kepadaNya maka Allah akan meninggikan derajat orang-orang
yang berilmu tersebut. Tidak hanya derajat disisi Allah melainkan disisi
manusia pula derajat manusia di angkat oleh Allah, sepertihalnya,
Ulama, Profesor, doctor, dan lain sebagainya.
Manusia adalah khalifah Tuhan dimuka bumi
Dan ingantlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di bumi.”
(Q.S 2:30).
Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Mishbah, Adalah
“Logis bila melanggar ketentuan atau syarat yang disepakati dikenai
sanksi, baik sanksi