• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Ketoprak Sadhar Budaya ke Teater Seriboe Djendela

BAB II AWAL MULA PENDIRIAN TEATER SERIBOE DJENDELA 1990an

2.3 Dari Ketoprak Sadhar Budaya ke Teater Seriboe Djendela

Teater dan ketoprak keduanya merupakan salah cabang seni pertunjukan yang mempunyai karekteristiknya masing-masing. Di Indonesia, teater modern datang dari luar dan tentunya butuh penyesuaian saat masuk ke masyarakat.

Berbeda dengan ketoprak yang asli kebudayaan Jawa yang hanya mengikuti perkembangan jaman yang ada.

Teater dan ketoprak sudah banyak disinggung diawal, maka dalam pembahasan kali ini akan disinggung mengenai TSD dan juga ketoprak milik Universitas Sanata Dharma yang bernama Ketoprak Sadhar Budaya (KSB). Teater Seriboe Djendela merupakan cabang dari Ketoprak Sadhar Budaya, keduanya memang memiliki kesamaan yakni berada di bawah naungan lembaga pendidikan yakni Universitas Sanata Dharma.20

Ketoprak yang pada saat itu menjadi salah satu bagian dari kesenian rakyat yang cukup digemari di Yogyakarta menjadi salah satu media bagi masyrakat dalam menyampaikan aspirasi, juga menjadi wadah bagi mereka untuk menyampaikan

20 Selain TSD di kampus Sanata Dharma juga terdapat 5 teater mahasiswa lainnya a) Teater Ingsun milik Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, b) Teater Delapan milik fakultas Psikologi, c) Bengkel Sastra milik Sastra Indonesia,d) Teater Rakyat milik IPPAK, e) Teater Jaran Iman milik fakultas Teologi Kentungan.

20 opini dan berekspresi. Hal inipun juga dialami bagi seluruh orang yang berada di Universitas Sanata Dharma.

Pada saat itu Ketoprak Sadhar Budaya ini berisikan para karyawan, dan beberapa staf lainya yang berada di Universitas Sanata Dharma ini sebagai sarana hiburan. Hal ini tentu menjadi salah satu keputusan USD yang patut diancungi jempol, karena tidak hanya mengembangkan mahasiswanya melainkan juga karyawan yang ada didalamnya.

Sejarah TSD semula bermula dari tahun 1997 saat diadakan festival ketoprak bernama Festival Ketoprak Bahasa Indonesia Antar Perguruan Tinggi se-Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam festival bertaraf Universitas ini mewajibkan pesertanya berasal dari mahasiswa sedangkan pada saat itu anggota dari KSB sendiri adalah karyawan dan staff USD. Untuk dapat memenuhi undangan yang ada di tunjuklah kegiatan mahasiswa berbasis teater yang tersebar di beberapa jurusan dan fakultas yang ada di USD, seperti yang dikatakan Januarius G. Bamabang Hendrianto, mahasiswa sastra inggris angkatan 1996 sebagai salah satu peserta pada saat itu.

“Pada saat itu kelompok teater yang lebih dulu ada berasal dari jurusan maupun fakultas, seperti teater milik fakultas sastra, teater milik fakultas Psikologi yang, teater milik jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, dan teater milik jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, kalau untuk nama-namanya saya lupa”.21

Pada akhirnya keempat organisasi teater ini dikumpulkan dan mengikuti festival tersebut. Dalam pementasan tersebut mereka membawakan naskah yang berjudul “Dredah Sotyabawana”.

21 Wawancara, Januarius G. Bamabang Hendrianto, 20 Mei 2018; Yogyakarta.

21 Dalam perkembanganya kelompok ini banyak terkait dengan peristiwa Reformasi tahun 1998 yang membawa semangat kebebasan ekspresi dalam penyampaian opini. Mengingat mahasiswa merupakan bagian penting di peristiwa itu maka, mahasiswa Sanata Dharma juga memegang peran penting dalam hal tersebut. Semangat kebebasan ekspresi itu ternyata masuk hingga kedalam kelompok teater ini yang merupakan salah satu media bagi mahasiswa yang bisa digunakan dalam merespon apa yang terjadi pada saat itu.

Seusai reformasi pada Mei 1998 ternyata tidak membuat kelompok ini bubar, melainkan mereka sering mengadakan latihan bersama, serta berdiskusi tentang hal yang mereka sukai tersebut. Tempat yang sering digunakan pada saat itu masih berada di lantai dasar aula USD yang sama dengan gudang. Kebersamaan ini juga didukung oleh peraturan kampus yang pada saat itu masih memperbolehkan mahasiswa untuk menginap di kampus. Kebersamaan yang dibangun kemudian terfasilitasi dengan digelarnya beberapa pementasan sebelum menyambut festival ketoprak yang sama pada tahun 1998. Pementasan tersebut diantaranya,

“Pementasan “Manusia-Manusia Tikus”, karya Didiek Julianto, April 1998 di Aula USD, dengan nama Sadhar Budaya. Pentas bareng Teater Sangkar (Univ.

Pembangunan Nasional, Yk.), dan Teater Uwajeye (Univ. Atma Jaya, Yk.), mengangkat “Cek-Cok”, karya Didiek Julianto September 1998 di Auditorium UPN.”22

Setelah menjalani dua pementasan tersebut kelompok ini disibukkan kembali dengan acara festival ketoprak yang sama di tahun sebelumnya, keikutsertaan mereka kembali dalam festival ini justru menambah ikatan

22 Poster pementasan “Misi:B4”

22 kebersamaan tersebut makin kuat. Pada pementasan ditahun 1998 mereka membawakan naskah yang berjudul “Nyala Api Kemerdekaan Di Jantung Tanah Mataram”, tidak hanya berhenti disitu melainkan pada Desember 1998 TSD menyelenggarakan pementasan lagi berjudul “Terbuang Membusuk”.

Masalah baru yang dihadapi para anggota kelompok teater ini adalah sebuah ruangan yang layak untuk berkumpul seperti UKM lainnya. Memang sudah ada pemikiran dan ide tentang UKM Teater yang ada di USD, hal ini sudah diajukan sejak tahun 1998.

Masalah ruangan tidak membuat kelompok ini berhenti berkarya, dan kali ini mengisi acara Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi) se-Indonesia pada tanggal 26 Februari 1999 di PPPG Kesenian. Naskah atau cerita yang dibawakan saat itu merupakan naskah yang pernah dibawakan pada festival ketoprak 1998 yakni “Nyala Api Kemerdekaan Di Jantung Tanah Mataram”. 23

Pada tahun 1999 ke empat kelompok teater ini mengadakan latihan alam yang dilakukan di Pantai Ngobaran Gunung Kidul pada tanggal 14 Mei, diusulkanlah nama Teater Seriboe Djendela sebagai UKM teater milik USD. Nama teater itu pun diberikan sesuai dengan bangunan Universitas Sanata Dharma yang ada yakni Teater Seriboe Djendela yang artinya seribu jendela atau banyak jendela, karena jika kita melihat bangunan dari Sanata Dharma sendiri memiliki banyak jendela.

23 Nantinya seiring perkembangannya naskah ini kembali dibawakan pada tahun 2017 dengan judul “1551”.

23 Berdirinya TSD sebagai UKM pada saat itu mendorong timbul UKM seni pertunjukan yang lain seperti Grisadha, karena pada saat itu semua seni pertunjukan berada dalam satu ruang UKM yang bernama SEXEN. Terlebih pada saat tu TSD mendapat ruang UKM seperti yang dikatakan Januarius G. Bambang Hendrianto.

“Alhasil pada tahun 1999 akhirnya TSD mendapat ruang dan resmi menjadi UKM teater milik USD pada saat itu dibantu oleh pembantu rektor 3 yang juga senang berdiskusi tetang hal-hal seputar teater.”24

Teater yang hadir dengan konsep modernya dan banyaknya naskah menjadi hal yang mulai banyak diperhatikan saat itu. Teater menjadi suatu peluang baru dalam menyampaikan opini serta ekspresi mahasiswa.

Dalam perkembangannya di tahun pertama, struktur pengorganisasian dan racangan kegiatan pertahunnya disusun secara perlahan. Lurah TSD di tahun pertamanya ialah Januarius G. Bambang Hendrianto yang mengikuti sejak pertama kali empat kelompok teater ini berkumpul menjadi satu, dan sekarang masih aktif didunia seni pertunjukan khususnya ketoprak.25

Dengan terbentuknya UKM ini tentu memacu semangat anggotanya dalam membuat suatu karya tak lain dan tak bukan ialah sebuah pementasan, pementasan pertama setelah resmi terbentuk berjudul “Oedipus Rex”, pementasan pertama yang di adakan pada Agustus 1998 di Auditorium UPN ini dipersembahakan dengan konsep teater modern.

24 Wawancara, Januarius G. Bamabang Hendrianto, 20 Mei 2018; Yogyakarta

25 Januarius G. Bambang Hendrianto adalah lurah TSD yang pertama yang sekarang masih menggeluti dunia panggung dan mengamati perkembangan TSD.

24 Di bulan November TSD menunjukkan kemampuan lainnya dalam lingkup teater, tidak hanya membuat sebuah pementasan saja melainkan juga sebagai koreografi, hal ini dilakukan pada acara Konser Indonesia Manise (UKM Paduan Suara Mahasiswa) yang diadakan pada 25 November 1998 di Hotel Melia Purwosani.

Festival ketoprak yang dulunya diikuti selama dua tahun berturut turut ditutup seiring dengan jatuhnya Soeharto, akan tetapi wadah mereka dalam menampilkan teater yang bertemakan tradisional tidak hilang begitu saja.

Pementasan kedua mereka berjudul “Kangsa Adu Jago”, pementasan ini juga berkonsep ketoprak yang dipenuhi dengan adegan yang mengundang tawa penonton.

Kepengurusan pertama hanya berjalan selama 8 bulan yang dipegang oleh Januarius G. Bambang Hendrianto berpindah ke Yanuar Susanto (lurah kedua). Hal ini disebabkan oleh mendesaknya kewajiban utama mahasiswa untuk kuliah.

Adanya kedua kegiatan di Universitas Sanata Dharma ini justru meramaikan dunia pertunjukan di kampus. Dalam sejarah perkembangannya TSD memiliki beberapa jenis pentas yang ditampilkan diantaranya

1. Pentas Besar, biasanya diselenggarakan setiap setahun sekali atau dua tahun sekali dengan banyak elemen dan faktor pendukung yang berperan di dalamnya. Pentas besar memerlukan persiapan hingga 6-8 bulan mulai dari pembentukan panitia

2. Pentas kecil merupakan pentas yang memiliki skala tidak terlalu besar dan tempat yang digunakan bisa berupa ruang kelas atau

25 bahkan kantin. Pentas ini diselanggarakan untuk mengisi waktu longgar dan sebagai salah satu media pembelajaran serta eksplorasi bagi anggota TSD sendiri

3. Pentas Anak Baru, pentas ini dipersembahakan untuk anggota baru yang akan masuk. Metode dari PAB sendiri berbeda-beda berdasarkan keputusan yang diambil pengurus. Pentas ini diselanggaran setiap ada anak baru yang masuk.

4. Pentas eksplorasi di lakukan ketika ingin mengisi acara disuatu kegiatan baik itu diluar maupun didalam kampus pentas ini juga biasanya digunakan sebagai ajang belajar dan eksplorasi anggota TSD.

5. Pentas festival, pentas yang dipersembahkan TSD untuk mengikuti acara festifal teater yang ada yang sebagian besar berbasis perlombaan. Dalam pementasan ini memiliki bagiannya sendiri baik itu beberapa orang yang ikuti komunitas lain atau murni dari TSD sendiri.

6. Pentas bersama, jenis pentas ini merupakan pentas yang ada sejak awal berdirinya TSD hingga pada era tahun 2006-2007, pentas ini dilaksanakan tiap bulan sekali jika memang tidak ada kegiatan yang menyita banyak waktu dan tenaga.

26

27

BAB III

MEMASUKI ERA AWAL

TEATER SERIBOE DJENDELA 2000-2007

3.1 Menemukan Jati Diri

Pada saat itu TSD masih belajar mengeksplorasi dan mencari beberapa pementasan yang memiliki konsep modern, walaupun tahun 2000 pertengahan TSD masih menampilkan pementasan yang sangat kental dengan nuasa tradisional.

Usaha-usaha yang dilakukan guna mengembangkan wawasan mereka dalam memasuki dunia teater modern pun beragam, mulai dari workshop, penambahan inventaris, dan pembenahan struktur organisasi.

TSD mengawali tahun 2000 ini dengan mengadakan kerjasama dengan UKM Penalaran yang mementaskan “Wanita-Wanita Perkasa” pada 25 Maret 2000 di lantai 3 perpustakaan USD. Pentas kerjasama ini juga bertujuan meningkatkan relasi yang baik sesama UKM, tidak hanya UKM yang berbasis pertunjukan saja melainkan dengan semua UKM yang ada di USD bahkan dengan kegiatan yang dibuat USD. Salah satu kegiatan yang di buat USD pada saat itu ialah Happening Art Paskah, sesuai dengan statusnya sebagai Universitas swasta Katholik, acara ini

diadakan pada bulan April 2000 di USD.

Guna mengisi kegiatan selanjutnya di tahun 2000 TSD menyelenggarakan acara ulang tahun TSD yang pertama kalinya. Acara ulang tahun ini diadakan di taman sastra di kampus satu USD, acara ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang diadakan TSD dalam menyambut hari lahir TSD yang terdiri dari

28 selamatan, pentas bersama, workshop makeup, dan pentas BET (Bali Eksperimental Teater).26

Pentas bersama menjadi kegiatan yang selanjutnya dilaksanakan dibulan yang sama. Tujuan dari pentas bersama yakni mempererat kebersamaan dan menambah kreatifitas selaku anak teater. Nantinya pentas bersama ini akan menjadi agenda yang paling sering dilaksanakan, karena pada saat itu mahasiswa mempunyai jenjang waktu kuliah yang panjang dan memiliki banyak waktu luang.

Proses dalam pembuatan pentas bersama tidaklah memakan waktu yang lama dan tidak begitu menguras tenaga sehingga pentas bersama bisa menjadi kegiatan yang sesuai disela sela jadwal TSD yang lainnya.

Rangkaian kegiatan lainnya yakni workshop makeup, yang dilakukan di senthong. Kegiatan yang dilakukan dibulan yang sama ini bertujuan untuk memperdalam ketrampilan dibidang makeup terutama untuk para aktor yang setidaknya bisa menggunakan bedak sebagai dasar dalam makeup. Peralatan makeup yang sedikit pada waktu itu juga menjadi alasan kenapa workshop ini harus

diadakan, supaya setiap anggota TSD bisa mengerti dan mengatur pemakaiannya agar tidak cepat habis.

Rangkaian acara penutupnya ialah sebuah pementasan BET (Bali Experimental Teater) yang diselenggarakan di aula. Dengan adanya teater dari luar yang ikut serta dalam acara ini tentunya membuat anggota TSD bisa bertukar pengalaman, dan banyak ilmu teater yang didapat sehingga menambah wawasan

26 Laporan pertanggungjawaban Dalam Rangka Menyambut HUT TSD 1

29 dan pengetahuan anggota TSD dalam dunia teater modern. Gambaran cerdas dan humanis yang dimiliki USD terpaparkan di kegiatan TSD kali ini, salah satunya humanis.

Pementasan BET yang modern ternyata memberi dampak pada anggota TSD yang kemudian membuat Jogja Eksperimental Teater (JET). Akan tetapi JET tidak bertahan lama, karya yang dihasilkan JET pun tidak ada. Di sini dapat dilihat dengan jelas gejolak TSD yang mengebu-gebu ketika melihat teater modern, walaupun tidak bertahan untuk waktu yang lama.

Rutinitas latihan alam tidak dilupakan begitu saja oleh TSD, para anggotanya di tahun 2000 masih aktif melakukan kegiatan tersebut. Selain untuk berlatih, diadakannya latihan alam juga untuk mengingat kembali peristiwa pembentukan nama dan lahirnya TSD.

Masih di tahun 2000, TSD juga perlu menjaga keanggotaannya agar program yang dibuat bisa terus berjalan. Salah satu caranya ialah menarik mahasiswa baru dalam expo yang diadakan setiap tahun oleh USD dipertengahan tahun. Acara ini diikuti oleh semua UKM dengan konsep yang dibuat semenarik mungkin untuk menjaga regenerasi masing-masing UKM. TSD mengikuti expo mulai dari tahun 2000 hingga sekarang. Bagi mahasiswa yang berminat maka akan mengisi formulir pendaftaran dan akan mendapat proses seleksi. Dalam proses ini mahasiswa biasanya akan didandani semenarik mungkin dan akan disebar di tengah-tengah keramaian kampus sambil membaca sebuah dialog.

Di tahun yang sama TSD kembali menjalin kerjasama, kali ini bukan dengan UKM melainkan fakultas Psikologi USD. Dalam kerjasama ini diadakan sebuah

30 pementasan koreografi dan musik yakni “Psikosenthong Kolaboraekspolro Mania”, pentas ini dilakukan dalam acara PsikoEtnika yang diadakan pada bulan November 2000 di Fakultas Psikologi USD.

3.2 Mencoba Dunia Luar

Di pertengahan tahun 2001 TSD mengadakan pergantian pengurus yang diselenggarakan di tahun. Saat itu lurah, Yanuar Susanto sebagai lurah kedua digantikan oleh Theodorus Christanto (lurah ketiga, mahasiswa ekonomi akuntasi angkatan 1998).

Agenda pentas akhir tahun 2001 merupakan sebuah pentas keliling yang diadakan di Muntilan, Magelang serta Yogyakarta sendiri. Pentas kali ini berjudul

“Misi:B4”, yang bercerita tentang sekelompok pasukan yang sedang latihan baris berbaris dengan melakukan hal yang diulang ulang dan tiba-tiba mendapat kepungan dari musuh. Pentas besar yang dimainkan secara realis surealis sangat kental dengan teater modern, dan memiliki pesan kritikan politis yang dilontarkan.27

Pentas keliling ini bertujuan membawa nama USD lebih dikenal dikalangan anak anak SMA karena melihat dua tempat yang digunakan sebagai panggung berada dikawasan sekolah. Seperti yang tertera dalam proposal acara yang menyebutkan pementasan keliling ini dimulai dari SMA Kolese DeBritto Yogyakarta pada 6 September 2001. Dalam dua hari kemudian pementasan kembali

27 Minimnya sumber dan ketidak terbukaan narasumber menjadi salah satu hambatan untuk menggali isi lebih dalam pementasan ini.

31 diadakan di SMA Vanlith Muntilan pada 8 September 2001. Dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu satu minggu lebih kemudian giliran pementasan diadakan di Gedung Wanita Magelang pada 21 September 2001.28 TSD hanya melakukan pentas keliling di wilayah yang tidak begitu jauh dari Yogyakarta, hal ini bertjuan untuk mencoba mendekatkan diri terhadap sekitar sebelum nantinya melalukan pementasan ketempat yang lebih jauh.

Pentas “Misi:B4” mempunyai konsep realis surealis yang penyampaiannya sangat kuat dengan kritikan politik. Maka secara tidak langsung bisa dikatakan mulai dari “Misi:B4” TSD sudah fokus dengan pentas teater modern yang mempunyai wadah eksplorasi lebih luas.

Masuknya TSD ke ranah teater modern tidak membuat TSD diam di tempat, melainkan masih menjalankan kegiatan pentas bersama di akhir tahun 2001 yang dilakukan pada bulan November. Ini merupakan tanda bahwa kreatifitas dan semangat dalam hal membuat sebuah karya yang dimiliki anggota TSD terus berkembang.

Pada tahun ajaran baru 2002 TSD mengikuti acara malam kolaborasi di bulan februari, akan tetapi karena kekurangan sumber kegiatan ini tidak bisa dilihat secara lebih rinci. Proses besar lainnya dilakukan sebanyak dua kali dan dilakukan secara beruturut turut pada tanggal 26 dan 27 Mei, tempat pementasannya sendiri berada di panggung Realino kampus 2 USD. Bisa dikatakan pementasan ini sebagai

28 Proposal pentas “Misi:B4”

32 pementasan yang diselenggarakan untuk para senior tahun 1998 sampai 2000, hal ini didukung karena sebagian besar pemain merupakan angkatan lawas.

Para senior yang pada masanya masih memiliki konsep tradisonal yang kental, mencoba menghadirkan sebuah pementasan yang memiliki konsep teater modern. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa senior mendukung penuh adanya perkembangan teater modern yang dilakukan oleh TSD pada saat itu.

Setelah melakukan pentas besar TSD tidak lupa menjalankan pergantian pengurus. Di tahun pertengahan 2002 ini terdapat pergantian lurah dari Theodorus Christanto kepada Nonik (merupakan nama panggilan akrab, sebagai lurah keempat).

Di akhir tahun 2002 pada 14 desember, TSD berpartisipasi dalam pementasan “Aku Adalah Pahlawan”. Hal semacam ini tentu saja merupakan salah satu bentuk keterbukaan dan kepedulian TSD terhadap pahlawan di Indonesia, sebagai mahasiswa dan juga sebagai warga Negara Indonesia.

Mengawali kegiatan di awal tahun 2003 TSD mengikuti sebuah acara bernama Pekan Ekspresi Mahasiswa yang pada saat itu diselenggarakan oleh USD pada 27 dan 31 Januari 2003. Seperti yang dikatakan Sugeng Utomo (lurah keenam, mahasiswa sastra inggris angkatan 2001) yang saat itu ikut mengisi acara

“Dalam kegiatan ini terbagi menjadi beberapa acara, sedangkan yang diikuti oleh TSD hanya satu acara saja yakni ekspres zone. Di sini para peserta bebas mengekspresikan apapun yang mereka ingin lakukan. TSD menjadi pengisi acara pada saat itu, dan tak hanya TSD saja melainkan UKM pertunjukan lain juga turut ambil bagian di dalamnya. Pertunjukan yang dibawakan TSD pada saat itu merupakan pertunjukan yang pernah dibawakan mereka dalam pentas bersama, sehingga tidak ada persiapan yang begitu serius pada saat itu.”29

29 Wawancara, Sugeng Utomo, 14 Juli 2018; Yogyakarta

33 Pertunjukan yang dibawakan lebih dari satu kali tentunya memiliki alasan, salah satunya karena jadwal yang padat sehingga tidak sempat untuk membuat karya baru yang akan ditampilkan. Dalam hal seperti ini seharusnya pihak panitia sudah memberitahu jauh-jauh hari, panitia juga harus sudah tau tentang jadwal kegiatan yang dimiliki UKM agar persiapan bisa dilakukan. Terkadang pihak USD sering memberatkan UKM dengan berbagai macam tuntutan sehingga dapat dikatakan institusi USD terkadang menjadi penunjang atau penghambat berkembangnya TSD.

Di awal tahun 2003 pada tanggal 13 mei TSD merayakan ulang tahunnya yang ke-5 secara sederhana, sekedar berkumpul mengadakan tumpengan dan pentas kecil. Akan tetapi ulang tahun kali ini tidak bersifat intern saja, melainkan mengadakan kunjungan dan bakti sosial. Pada acara bakti sosial TSD mengunjungi sebuah panti asuhan yang berada di Kaliurang. Di sini TSD ingin membagikan kebahagian kepada sesama terlebih mereka yang membutuhkan.

Pergantian pengurus di pertengahan tahun 2003 ini membuat Nonik digantikan dengan Pendi Eslamat (lurah kelima ). Dari hasil kinerja yang dilakukan oleh seorang perempuan ternya tidak berbeda jauh dengan laki-laki, sehingga gender dalam kepemimpinan TSD tidak berpengaruh besar.

Pentas bersama tetap menjadi agenda pada tahun ini, akan tetapi kehadiran pentas bersama kali ini sedikit terganggu karena adanya proses pementasan besar yang berjudul “Mangir”. Pentas bersama pada tahun ini dilakukan sebanyak tiga kali akan tetapi semua tenaga dititik beratkan pada proses pentas besar.

34 Proses pentas besar sudah dimulai sejak bulan Februari, naskah yang diadaptasi merupakan tulisan Pramoedya tentang “Mangir”. Naskah ini terpilih karena sudah siap dahulu dari pada naskah lainnya.

Pentas besar kali ini TSD tidak hanya bermain di kawasan Yogyakarta pada 2 dan 10 Oktober 2003, melainkan sampai ke luar kota. Dalam perencanaannya pentas ini akan ditampilkan di Surabaya pada 22 September 2003, dan Solo pada 24 dan 25 September 2003. Karena persiapan yang cukup rumit maka dilakukanlah survei tempat pertunjukan di Surabaya tepatnya di Universitas Widya Mataram. Di sini TSD mengalami beberapa kendala mengenai tempat pementasan, hal ini disebakan karena tempat yang ditawarkan oleh pihak Widya Mataram tidak sesuai dengan kebutuhan pangung. Pencarian tempat lainpun dilakukan, akan tetapi karena tidak menemukan tempat yang sesuai dengan pementas “Mangir” maka dengan sangat terpakasa pementasan di Surabaya dibatalkan.

Dalam pementasan ini sendiri tentu aktor harus lebih berusaha keras guna membangun kedekatan dengan peran yang akan mereka mainkan, maka sang sutradara mengajak para aktor melakukan kegiatan observasi yang dilakukan di beberapa tempat, khususnya makam yang berkaitan dengan cerita “Mangir”. Usaha yang lebih jelas akan dilakukan oleh aktor yang memerankan “Mangir”, hal-hal seperti berpuasa menjadi syarat yang harus dilakukan untuk menunjang lancarnya pementasan. Hal semacam ini memang kerap kali dialami dalam proses naskah

Dalam pementasan ini sendiri tentu aktor harus lebih berusaha keras guna membangun kedekatan dengan peran yang akan mereka mainkan, maka sang sutradara mengajak para aktor melakukan kegiatan observasi yang dilakukan di beberapa tempat, khususnya makam yang berkaitan dengan cerita “Mangir”. Usaha yang lebih jelas akan dilakukan oleh aktor yang memerankan “Mangir”, hal-hal seperti berpuasa menjadi syarat yang harus dilakukan untuk menunjang lancarnya pementasan. Hal semacam ini memang kerap kali dialami dalam proses naskah

Dokumen terkait