• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH TEATER SERIBOE DJENDELA 1997-2017

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah

Oleh :

Charles Advendi Kurniawan NIM: 144314002

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2018

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

Motto

Percaya

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur dan percaya kepada segala sesuatu yang ada di bumi baik yang terlihat maupun tak terlihat. Skripsi yang mengisi hari-hari saya selama setahun belakangan ini saya persembahkan yang pertama kepada alam semesta karena masih memperbolehkan saya ada untuk menulis skripsi ini. Kedua saya persembahkan kepada orang tua.

Skripsi ini secara istimewa saya persembahkan kepada keluarga besar Teater Seriboe Djendela, yang menjadi alasan saya untuk bertahan di Universitas ini, yang banyak membuka kepribadian dan kemampuan saya untuk berkarya. Skripsi ini juga sebagai salam perpisahan dan permohonan maaf saya, karena belum bisa memberikan kemampuan terbaik selama berada di TSD. Terutama untuk para anggota yang pernah menjadi aktor saya.

(7)

vii

(8)

viii

ABSTRAK

Sejarah Teater Seriboe Djendela 1997-2017

Kebudayaan yang ada dalam masyarakat disalurkan melalui berbagai aktifitas kesenian. Teater merupakan salah satu jenis kesenian yang banyak mengangkat cerita atau peristiwa didalam masyarakat sekitarnya. Salah satu unsur masyrakat yang paling menonjol di kota Yogyakarta ialah mahasiswa, mahasiswa juga aktif dalam dunia teater sejak tahun 1960an. Fungsi teater bagi mahasiswa sendiri ialah sebagai wadah dalam menuangkan opini dan pandangan mereka terhadap situasi yang terjadi pada saat itu.

Salah satu satu Universitas yang ada di Yogyakarta ialah Sanata Dharma yang lahir pada 20 oktober 1955 dan masih bernama PTPG (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru). Hingga pada tahun 1993 mengalami banyak perubahan nama FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) 1958-1965, IKIP (Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan) 1965–1993, dan Universitas Sanata Dharma mulai 1993 hingga sekarang. Kegiatan seni pertunjukan di Sanata Dharma dulu belum berbasis teater melainkan ketoprak yang bernama Ketoprak Sadhar Budaya. Hingga berkembang dan memiliki cabang yakni Teater Seriboe Djendela (TSD). Dengan adanya lembaga pendidikan yang menauingi teater adakah perbedaanya dengan teater- teater pada umumnya?. Apa yang sebenarnya bisa membuat TSD bisa bertahan hingga sekarang?. Wawancara menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk mendapat jawaban atas pertanyaan –pertanyaan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan adanya sebuah siklus yang menjadi garis besar dari tahun 1999 hingga 2017. TSD selalu mengikuti perkembangan jaman yang ada, tetapi tidak pernah lepas dari pengaruh Universitas dan sejarahnya sendiri.

Explorasi menjadi sebuah keharusan jika ingin tetap eksis didunia teater, hal ini dilakukan TSD setiap waktu dan membuatnya bisa bertahan hingga sekarang.

Seiring berjalanya waktu TSD tentu pernah mengalami krisis dan perubahan, yang nantinya juga akan mempengaruhi sifat anggotanya.

(9)

ix

ABSTRACT

The History of Teater Seriboe Djendela 1997-2017

Culture in society is being expressed through many of artistic activities.

Theatre is one of the art platform that closely affected by stories, legends and social events happened in society. University students are a major part of Yogyakarta society, and they are actively involved in theatrical activity since 1960. Theater becomes a mean to express their opinion and vision towards socialm, cultural, educational and even political issues arround them.

Sanata Dharma is one of private university in Yogyakarta. Sanata Dharma is estabilished since 20th October 1955. Sanata Dharma University went through a lot of name changes througout the time. At the beginning of its estabilishment, it was called PTPG (Perguruan Tinggi Pendidikan Guru); and changed into FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) during 1958-1965; IKIP (Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan) during 1965-1993; and finally it changed into Sanata Dharma University heretofore. Ketoprak Sadhar Budaya was the pioneer of theatrical art platform in Sanata Dharma, later Ketoprak Sadhar Budaya turned into Teater Seriboe Djendela (TSD). Is there any significant diferences between theatre with education back up and any other theathres? What makes TSD survived?

Interview was deeply used in anwering those questions.

The results of the research shows that there was a cycle happened between 1999 up until now. TSD follows the current developments without detaching itself from Sanata Dharma and its own history influence. Exploration is key of any existances in theatrical industry, TSD explore new things to survive the changes.

As time goes by, TSD experiences crisist and changes, which will affect the characteristics of its member.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Skripsi yang memiliki cakupan waktu yang cukup panjang ternyata menjadi salah satu hambatan dalam proses pembuatan. Skripsi dengan judul “Sejarah Teater Seriboe Djendela 1997-2017” ini akhirnya dapat selesai dengan waktu yang sudah ditargetkan. Skripsi ini sendiri nantinya diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi mahasiswa untuk tidak melupakan sejarah. Mulai dari sejarah tempatnya beraktifitas dan menghasilkan suatu karya, sehingga output atau karya yang dihasilkan bisa menggambarkan karakteristik kelompok tersebut.

Dibuatnya skripsi ini juga bertujuan agar Teater Seriboe Djendela memiliki arsip yang bisa diteruskan kesetiap generasi tanpa mengubah nilai sejarahnya.

Banyaknya anggota yang tidak tau sejarah Teater Seriboe Djendela bukanlah masalah yang sederhana, karena sebagai seorang mahasiswa sudah selayaknya kepekaan dan kesadaran menjadi batu loncatan untuk memperbaiki mental bangsa.

Kesadaran akan banyaknya kekurangan dalam skripsi ini pun harap bisa diterima, karena keterbatasan di beberapa sumber dan ke tidak teletian kerap ditemukan dalam hari-hari pengerjaan.

Pada kesempatan yang penuh senyum ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Semesta dan Tuhan Yesus kristus

2. Kedua orang tua, P.M. Sariman, dan Rita Yuliandari selaku sepasangan kekasih yang terus menarik dan mendorong penulis untuk mendapatkan gelar sarjana, terutama secara finansial.

3. Keluarga besar Teater Seriboe Djendela yang banyak membantu selama proses penulisan, terutama untuk para alumni dan anggota yang bersedia saya wawancarai.

4. Dosen pembimbing Yerry Wirawan yang sangat sabar

(11)

xi

5. Keluarga besar sejarah USD, terutama teman-teman angkatan 2014 Berang, Omi, Rosma, Tiur, Edut, Ara, Fajar, Bimo, Ageng, Gerard, Gustan, Katon, yang menjadi lawan sekaligus motivator dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen sejarah Bapak Hery Santosa, Bapak Hieronymus Purwanta, Bapak Sandiwan Suharso, Pak Yerry Wirawan, Pak Silverio RL Aji Sampurno, Mas Heri Priyatmoko, Romo Baskara T. Wardaya SJ, dan Ibu Lucia Juningsih (almh) atas sumbangsih besarnya dalam memahami ilmu sejarah secara mendalam.

7. Yustinus 18 yang sudah bersedia menjadi saudara, terutama Andreas, Matheus, Moko, Billy, Gilang, Wily, Putra, Dama, Ricky, Ivan, dan Jugas yang hidup bersama-sama selama di Yogyakarta.

8. Kepada keluarga besar penulis yang selalu mendukung dan haus akan pembuktian serta penghargaan.

9. Festivalist yang selalu menemani dan membentuk pandangan penulis terhadap dunia

(12)

xii

DAFTAR ISI

SEJARAH TEATER SERIBOE DJENDELA... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN KARYA ...iv

Motto ... v

PERSEMBAHAN ...vi

HALAMAN PERSETUJAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Tinjauan Pustaka ... 9

1.5 Kerangka Teori ... 9

1.6 Metode Penelitian ... 12

1.7 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II AWAL MULA PENDIRIAN TEATER SERIBOE DJENDELA 1990an ... 15

2.1 Sanata Dharma ... 15

2.2 Ketoprak ... 16

2.3 Dari Ketoprak Sadhar Budaya ke Teater Seriboe Djendela... 19

BAB III MEMASUKI ERA AWAL TEATER SERIBOE DJENDELA 2000-2017... 27

(13)

xiii

3.1 Menemukan Jati Diri ... 27

3.2 Mencoba Dunia Luar ... 30

3.3 Merasakan Krisis ... 36

BAB IV ZONA AMAN TEATER SERIBOE DJENDELA 2008-2017 ... 44

4.1 Perubahan Secara Besar-Besaran ... 44

4.2 Pemantapan ... 47

4.3 Sesaknya Kegiatan dan Explorasi ... 54

4.4 Perbaruan Sejarah yang Singgah Kembali ... 73

BAB V KESIMPULAN ... 76

Daftar Pustaka ... 81

LAMPIRAN ... 84

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Secara garis besar, teater terbagi menjadi dua yakni teater tradisional dan teater modern. Masing-masing jenis teater ini mempunyai perbedaan yang sangat signifikan mulai dari pandangan antara kedua kurun waktu teater yang berbeda.

Secara ringkas dapat dikatakan teater tradisional merupakan seni pertunjukan yang berasal dari budaya masyarakat setempat, yang biasanya merupakan bagian dari upacara keagamaan atau ritual-ritual masyarakat seperti ritual memanggil hujan atau menyembuhkan penyakit. Sebaliknya pada teater modern sudah memiliki stuktur dan sistem yang jelas dalam prosesnya. Biasanya teater modern memiliki ciri-ciri seperti dilakukan di tempat yang khusus dengan beberapa pementasan penonton harus membayar, berfungsi untuk hiburan, sudah memakai idiom-idiom modern, sudah mulai menggunakan bahasa Melayu Pasar dan adanya pegangan cerita tertulis.

Pementasan teater memiliki fungsi untuk menyadarkan kita akan situasi yang terjadi dalam kehidupan keseharian.1 Teater juga dapat dilihat sebagai seni yang obyektif karena seni teater menghadirkan pengalaman-pengalaman batin dan

1 Max arifin. Teater Sebuah Perkenalan Dasar. (Ende: Nusa Indah. 1980); hlmn 9.

(15)

2 pengalaman indra melalui ucapan dan laku.2 Teater merupakan bagian dari kesusastraan atau kesenian dramatis melalui penulisan dan juga pelakonan dari drama terutama kalau berhubungan dengan pengarang, drama, masa, dan lain-lain.3

Perkembangan teater Indonesia dapat dikatakan melanjutkan perkembangan teater yang ada di Yunani sebagai asal mula teater saat itu.4 Jika kita amati teater tersebut lahir dari suatu kebudayaan yang dilandasi atas suatu kebutuhan manusia akan alam. Di Indonesia kekayaan alam dan budaya melahirkan keberagaman kehidupan seni dan budaya.

Bentuk-bentuk teater daerah sendiri terdiri dari beberapa bentuk yang menghiasi dunia seni Indonesia hingga saat ini, yang pertama ialah teater bertutur.

Bentuk teater daerah yang dekat dengan satra ini memiliki beberapa bentuk yang sampai sekarang masih bisa ditemui yakni sinrilik, kenterung, jemblung, bakaba, cakepung.5 Bentuk-bentuk tersebut memiliki daerah perkembanganya sendiri sendiri yang masih bertahan di kala terhimpit dengan teater lokal lain serta perkembangan teater modern sekarang ini.

Teater modern tentu saja tidak sama dengan teater tradisional. Dalam teater modern semuanya akan terlihat lebih rumit dan lebih memperhatikan proses

2 Max arifin. Teater Sebuah Perkenalan Dasar. (Ende: Nusa Indah. 1980); hlmn 9.

3 ibid., hlmn. 12

4 Teater berasal dari bahasa Yunani Theatron, artinya tempat atau gedung pertunjukan, dalam perkembangannya teater memiliki arti yang luas dan diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Max arifin. Teater Sebuah Perkenalan Dasar. (Ende: Nusa Indah. 1980); hlmn 9.

5 Jakob Sumarjo. Perkembangan Tearter Moderen dan Sastra Drama Indonesia.

(Bandung: PT Citra Adtya Bakti. 1992). Hlmn 38-45.

(16)

3 berjalannya sebuah pementasan. Dalam teater modern pula semua benar-benar diperhatikan mulai dari pelaku, suara, naskah, aksi, emosinalitas, tataruang, dan masih banyak lagi cabang yang nantinya menuntun kita dalam pembuatan teater modern yang benar-benar bisa dinikmati.6 Fungsi pokok dari teater modern ialah hiburan dan pendidikan walaupun masih ada lima unsur pokok yang dapat dirangkum dalam teater modern yakni ruangan, naskah tertulis atau drama, aksi, suara, adegan dan suasana.7

Teater modern yang tertua di Indonesia ialah Komedie stamboel yang masuk pada tahun 1891 di Surabaya. Beberapa orang mengikuti teater tersebut sehingga terbentuklah stamboel sebagai pionir teater modern Indonesia.8

Komedie Stamboel mementaskan lakon-lakon lokal dan juga asing. Masa kejayaan teater ini tidak bertahan lama setelah ditinggal oleh pendirinya August Mahieu (1830-1902), kelompok ini pun bubar pada 1906. Komedie Stamboel memicu banyak kelompok teater bermunculan, keuntungan yang cukup besar ternyata mengundang kelompok Tionghoa peranakan terjun ke dalam bisnis teater ini.

Beberapa tahun kemudian muncul dua kelompok teater yang banyak mencuri perhatian yakni Miss Riboet’s Orion dan Dardanella. Miss Riboet’s Orion dan Dardanella melakukan beberapa perubahan yang menguatkan jati diri mereka

6 C, Akwan. Beberapa Aspek Teater Tradisional. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

1984); hlmn. 36-37.

7 ibid., hlmn. 40.

8 Jakob Sumarjo. Perkembangan Tearter Moderen dan Sastra Drama Indonesia.

(Bandung: PT Citra Adtya Bakti. 1992); hlmn. 107-110.

(17)

4 sebagai teater modern. Pembagian episode yang mulai diperingkas, dihilangkannya selingan di tengah pementasan, dan adegan perkenalan tokoh serta pentas yang diselesaikan dalam satu malam saja. Hal-hal tersebut merupakan beberapa perubahan yang dilakukan yang membuat jarak antara teater tradisional dan modern semakin jauh.

Miss Riboet’s Orion didirikan oleh Tio Tik Djien yang merupakan seorang terpelajar yang memiliki modal atas kelompok ini, perubahan-perubahan di atas sebagian besar di prakasai oleh kelompok yang lahir pada tahun 1925 ini. Miss Riboet’s sendiri sebenarnya merupakan sebuah aktor yang menjadi andalan kelompok ini. Kelompok Dardanella didirikan pada 21 juni 1926 oleh A. Piedro (Willy Klimanoff) di Sidoarjo. Didirikannya kelompok ini salah satu tujuannya guna menyaingi kelompok Orion, dan tujuan mereka tercapai dengan adanya perpindahan beberapa aktor dari Orion ke Dardanella. Keberhasilan mereka juga dapat dilihat dari pementasan yang tidak hanya dilakukan di Asia saja melainkan sampai ke Eropa dan Amerika.

Keberhasilan beberapa kelompok teater yang terukir dalam sejarah Indonesia tidak lepas dari naskah yang ditulis, naskah yang bermunculan pada saat itu mampu memberi kesan pada penonton seperti naskah legendaris milik Rustam Effendi berjudul “Bebasari”. Begitu juga dengan kelompok teater daerah seperti Miss Tjitjih dan Sri Asih, serta beberapa teater amatir yang bermunculan.

Masa perkembangan teater modern di Indonesia kemudian berlanjut pada masa Jepang yang menjajah Indonesia sekitar 3 setengah tahun lamanya. Meskipun kekuasan militer Jepang telah dimulai sejak tahun 1942 akan tetapi aspek budaya

(18)

5 dan kesenian baru dapat dirasakan pada akhir tahun. Jepang yang hanya fokus pada bidang militer mengabaikan kegiatan kegiatan politik dan kebudayaan. Akan tetapi setelah mereka terdesak oleh perang Asia Pasifik, teater tradisional dimanfaatkan oleh Jepang untuk melakukan propaganda dan menggalang dana yang nantinya membantu biaya perang mereka.9

Setelah perginya Jepang dari Indonesia pada tahun 1945, aktivitas tulis menulis sangatlah gencar dan banyak buku-buku serta surat kabar yang membahas semangat kemerdekaan. Saat itu teater menjadi media utama dalam mengadakan pertunjukan-pertunjukan yang bertemakan perjuangan bangsa pada saat itu.

Pada masa ini juga lahir Teater Maya yang dibentuk oleh Usmar Ismail dan Abu Hanifah. Menurut Usmar Ismail kelompok ini bisa dibilang sebagai

“avantgarde theatre” atau pendobrak teater Indonesia. Kesuksesan Usmar Ismail

dalam dunia perteateran berlanjut dengan didirikannya ATNI atau Akademi Teater Nasional Indonesia pada 1955 di Jakarta. Sebelumnya sudah ada Akademi Seni Drama Dan Perfileman Indonesia (ASDRAFI) pada 1954 di Yogyakarta.

Kemunculan organisasi akademi ini tentu menjadi pendorong besar dunia perteateran Indonesia karena teater sudah merambah ke dunia pendidikan.

Pada tahun 1960-an pementasan-pemantasan yang diadakan semakin tambah banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Di kampus-kampus, para mahasiswa dan masing masing organisasi teater yang ada melakukan pementasan setiap tahunnya. Guna menampung banyaknya pementasan yang ada maka dibuatlah

9 Jakob Sumarjo. Perkembangan Tearter Moderen dan Sastra Drama Indonesia.

(Bandung: PT Citra Adtya Bakti. 1992); hlmn. 134-137.

(19)

6 festival teater yang diselenggarakan sejak 1950-an akan tetapi mulai tahun 1960-an festival yang diadakan lebih besar dengan diikuti banyak peserta dari berbagai organisasi teater.10

Di Yogyakarta dikeluarkan surat keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0156/U/1978 tentang konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Hal ini sebabkan karena adanya beberapa demostrasi atau protes terhadap pemerintahan masa orde baru oleh beberapa kampus di Indonesia dan banyaknya gerakan mahasiswa yang berbau politik. Guna meminimalisir hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan NKK untuk mengembalikan kampus sebagai lembaga ke ilmuan. Dilarangnya kegiatan politik mengakibatkan peningkatan kegiatan- kegiatan kesenian di kampus.

Tidak lama kemudian Institut Seni (ISI) Indonesia berdiri di Yogyakarta pada 23 juli 1984. Kampus ISI sendiri terbentuk atas gabungan beberapa lembaga kesenian yakni ASTI (Akademi Seni Tari Indonesia), ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia), AMI (Akademi Musik Indonesia). Sekolah seni ASDRAFI menyatakan tidak ikut untuk bersatu karena tidak ingin berada di bawah payung manapun.

Suara teater yang berada dalam lembaga pendidikan di Yogyakarta semakin keras setelah peristiwa reformasi pada 1998. Suatu kejadian besar yang mendorong mahasiswa untuk bersuara dengan berbagai cara, salah satunya melalui seni pertunjukan. Teater berfungsi sebagai alat atau wadah penampung situasi, apakah dalam masyarakat akan memiliki guna yang sama jika berada dalam suatu lembaga

10 Jakob Sumarjo. Perkembangan Tearter Moderen dan Sastra Drama Indonesia.

(Bandung: PT Citra Adtya Bakti. 1992); hlmn. 167.

(20)

7 pendidikan terutama di Universitas Sanata Dharma (USD), yang memiliki unit kegiatan mahasiswa bernama Tater Seriboe Djendela (TSD).

Menyatunya teater dengan rakyat tentunya lebih menguatkan teater sebagai media masyarakat dalam menyampaikan apa yang di rasakan dan diinginkan. Hal ini juga akan berpengaruh dengan yang disenangi masyarakat, dan teater pun menyesuaikanya. Proses dalam teater tidak lah mudah, perlu ada interaksi dengan kasus atau masalah yang dituangkan dalam pertunjukan..

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi masalah

TSD merupakan salah satu teater yang berciri teater modern, akan tetapi sejarah TSD dimulai sejak adanya ketoprak Sadhar Budaya di Universitas Sanata Dharma. Perubahan terjadi saat ketoprak menuju teater modern. TSD sendiri dalam beberapa pementasanya memadukan unsur nilai tradisional yang dimiliki baik dalam naskah ataupun pementasan yang dibawakan sendiri.

2. Rumusan masalah

Pembatasan mengambil rentan waktu mulai dari proses lahirnya TSD karena sebagai pintu untuk memasuki masalah apa yang timbul sehingga membuat mahasiswa membuat unit kegiatan Teater di kampus. Seiring dengan perkembangan waktu kemudian TSD mulai berkembang dan banyak mengalami perubahan baik secara intern yang ada di dalam TSD sendiri,

(21)

8 maupun ekstern karena berada di bawah naungan Universitas Sanata Dharma. Perubahan itu akan dibatasi hingga periode 2017 karena ditahun tersebut dilakukan pementasan yang membawakan naskah tradisional tetapi dipentaskan secara modern. Hal ini bisa dikatakan bahwa TSD mulai menggabungkan antara teater tradisional dan teater modern.

Pertanyaan yang kami rumuskan dalam tiga pertayaan utama.

1. Bagaimana proses terbentuknya TSD?

2. Bagaimana perkembangan TSD hingga 2017?

3. Mengapa TSD bisa bertahan hingga sekarang?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Mendokumentasikan perkembangan dalam TSD sebagai teater yang berada di bawah naungan Universitas Sanata Dharma.

Merenkronstruksi perubahan sosial yang ada pada anggota TSD yang nantinya akan mempengaruhi kinerja TSD sendiri.

2. Manfaat

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjadi sumber refleksi bagi anggota TSD sendiri. Bagi masyarakat luas terutama mahasiswa dan mahasiswi Universitas Sanata Dharma dengan penelitian ini diharapkan bisa mengenal TSD secara lebih dekat.

(22)

9

1.4 Tinjauan Pustaka

Buku sosial dan teater modern menjadi hal penting karena teater memang tidak bisa lepas dari dampak sosial yang ada disekitarnya karena dari sanalah muncul ide dan gagasan dalam membuat sebuah pertunjukan. Dalam studi kasus TSD sendiri sudah ada yang menulisnya dalam skripsi yang berjudul Humanisme Sartre dan Aplikasi Di Dalam Proses Teater yang di tulis oleh Yohanes Padmo Adi

Nugroho yang juga merupakan lulusan Universitas Sanata Dharma dan juga sebagai anggota TSD angkatan 1999-2017

Dalam tulisan beliau TSD hanya di jadikan sebagai salah satu obyek penelitianya dengan sasaran utamanya ialah anggota TSD sendiri dalam studi kasus pemikiran, akan tetapi beliau tidak memaparkan sejarah dan perkembangan TSD.

Disni beliau hanya menyinggung tetang pentas yang dilakukan pada tahun 2012 yang berjudul “Pada Malam yang Itu” dengan melihat menggunakan kacamata seorang tokoh yang bernama Sartre, dan hal yang paling banyak disinggung ialah masalah keaktoran. Hal ini tentunya berbeda dengan apa yang akan di tulis nanti mengenai perkembangan TSD sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak bagian di dalamnya.

1.5 Kerangka Teori

Terbaginya dua konsep teater tradisonal dan juga teater modern membuat munculnya sebuah kerangka dan konsep yang perlu dipaparkan. Teater modern memiliki dua fungsi sebagai hiburan dan juga pendidikan dan memiliki 6 unsur yakni ruangan, naskah tertulis, aksi, suara, adegan, suasana, dan drama, sedangkan

(23)

10 teater tradisional memiliki 5 unsur yakni tarian dan musik, sihir, topeng, upacara, suasana. 11

Menurut KasimAhmad dua pengertian ini sering digunakan secara salah karena hanya dikaji melalui pendekatan lahiriah dan eksakta tidak secara sumber dan dasar. Teater tradisional hendaknya diartikan sebagai bentuk teater yang sumber, berakar, bermula dan berpijak di bumi Indonesia dengan segala aspek kehidupan yang mengelilingi itu, dan bertolak pada inti, sumber dan dasar penciptaannya.12

Menurut I Made Bandem dan Sal Murgiyanto teater tradisional tergolong lebih santai, karena penonton datang bukan dengan aturan yang mengikat mulai dari aturan tempat duduk hingga bebas pulang kapan saja. Walaupun tergolong santai tapi dalam teater daerah mencakup empat hal yang bersifat emosional, fisikal, spiritual, dan intelektual.13 Teater barat atau modern lebih cenderung menggambarkan kehidupan manusia yang senyatanya sedangkan teater daerah memiliki tingkat pengindahan yang banyak karena yang sering dilakukan berupa tarian serta nyanyian.

Peran teater daerah atau teater tradisonal yakni sebagai sarana upacara yang dipersembahkan untuk leluhur. Sebagai sarana hiburan tidak dimiliki oleh teater

11 C, Akwan. Beberapa Aspek Teater Tradisional. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. 1984); hlmn 36-47.

12 Max arifin. Teater Sebuah Perkenalan Dasar. (Ende: Nusa Indah. 1980); hlmn 56.

13 I made Bandem dan Sal Murgiyanto (ed.). Teater Daerah Indonesia. (Denpasar:

Pustaka Budaya. 1996); hlmn 13-32.

(24)

11 modern saja melainkan juga teater tradisional, hal ini akan didapatkan penonton ketika menikmati teater yang mirip dengan upacara adat dengan wujud akting, gerak yang teratur, teater ini dapat memberikan kepuasan dan kesenangan kepada para penonton, salah satunya nyanyian nyanyian yang biasanya dilontarkan.

Media komunikasi juga menjadi salah satu peranan bagi teater daerah, hal ini karena teater memiliki sifat “peran serta komunal” di mana teater tidak mungkin terjadi tanpa peran penonton. Teater sebagai media komunikasi di harapkan oleh beberapa pihak mulai dari kelompok teater yang berharap masyarakat dapat mengerti apa yang mereka sajikan, sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dari apa yang mereka tonton, dan pihak sponsor agar ide-ide atau gagasan mereka sampai kepada penonton. Yang tak kalah penting yakni peranan teater daerah sebagai pengucapan sejarah, yang mengajak masyarakat untuk mengenal sejarah bangsa, leluhur, raja, dan pimpinan lainnya. Dengan diselenggarakanya teater daerah yang mengangkat cerita rakyat maka masyarakat akan lebih mudah memahami isi dan pesan yang terkandung dalam cerita dengan waktu yang lebih cepat.

Teater modern sendiri menurut Tato Nuryanto dipentaskan bedasarkan naskah tertulis, yang diangkat dari suatu hasil karya sastra serta diikat oleh pengertian dan hukum dramaturgi, dan secara pengolahannya didasarkan pada teater barat.14 Yang diutamakan adalah masalah, konflik, tokoh serta wataknya bukan lagi jalan cerita, sehingga sangat jarang ada tarian atau nyanyian.

14 Nuryanto Tato. Apresiasi Drama. (Depok: Rajawali Pres. 2017); hlmn 43.

(25)

12

1.6 Metode Penelitian

Rancangan data dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan pendekatan deskriptif naratif dan analisis. Acuan sumber yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara dengan pendiri TSD ditahun- tahun awal berdirinya dan juga beberapa Lurah (sebutan untuk pemimpin TSD) dibeberapa angkatan serta beberapa anggota TSD hingga tahun 2017 sebagai sumber primer. Walaupun dalam prosesnya tak banyak dari mereka yang bisa dihubungi dan diwawancarai. Guna mengatasi hal tersebut maka dilakukan juga melalui media sosial mengingat jarak para tetua yang cukup jauh dengan Yogyakarta. Sumber primer lainnya adalah beberapa arsip yang sangat masih bisa ditemukan.

Naskah dan beberapa notulensi juga menjadi sumber refrensi yang digunakan dalam mengumpulkan dan mengolah data. Dalam pengumpulan juga dilakukan penyusunan sekaligus merapikan beberapa arsip yang tidak begitu tertata, sehingga nantinya akan lebih mudah ditemukan saat dibutuhkan.

Untuk sumber sekunder, kami melakukan studi pustaka. Dalam studi pustaka yang dilakukan tidak hanya menggunakan buku-buku sejarah saja melainkan juga buku-buku ilmu bantu seperti sosial dan juga kesenian terutama seni pertunjukan.

Setelah semua data terkumpul maka dilakukan verifikasi sumber atau kritik sumber dan dilanjutkan dengan analisis.

Dalam kritiki sumber sendiri, penulis menemukan beberapa kebingungan saat berhadapan dengan sumber yang berbeda. Untuk menyikapi al tersebut maka

(26)

13 dilakukan penggalian sumber lebih mendalam dan memastikan sumber mana yang paling bisa dipercaya. Dalam masalah ini terdapat sumber dari narasumber dan notulensi, akhirnya penulis akan lebih memilih notulensi karena untuk nara sumber sendiri tidak luput dari namanya lupa.

Tahap berikutnya ialah memadukan antara data primer, sekunder, dan juga fakta-fakta yang didapat dilapangan. Kegiatan ini juga digunakan untuk memeriksa kembali kelengkapan dan jumlah data yang dibutuhkan, agar lebih menghemat waktu.

Tahap interpretasi juga digunakan dalam menanggapi masalah-masalah yang timbul. Hal ini dilakukan untuk memberikan tanggapan dan pandangan pribadi terhadap suatu kegiatan, dengan cara melihat hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan tahap historiografi yang melihat kembali sejarah melalui beberapa tulisan TSD yang masih ada. Serta berkaitan dengan tujuan dalam penulisan skripsi ini yakni menulis sejarah TSD.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan nantinya akan diawali dari Bab I yang berisi pendahuluan yang berisi latar belakang, indentifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, dan metode yag digunakan dalam penelitian. Bab II akan membicarakan tentang proses terbentuknya TSD 1997-1999. Bab III akan membahas tentang proses perkembangan serta masalah-masalah yang ada di dalam TSD 2000-2007. Bab IV

(27)

14 juga akan membahas tentangproses perkembangan serta masalah-masalah yang ada di dalam TSD 2008-2017. Sedangkan dibab V berisi kesimpulan.

(28)

15

BAB II

AWAL MULA PENDIRIAN

TEATER SERIBOE DJENDELA 1990-an

Teater Seriboe Djendela (TSD) memiliki sejarah sejak tahun 1997. Dimulai dari suatu perkumpulan mahasiswa USD yang mengikuti perlombaan ketoprak, dan kemudian mengubah stutusnya menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berbasis teater. Tumbuh dan berkembangnya TSD sendiri tentu tidak lepas dari peran Sanata Dharma, Universitas ini pun memiliki sejarah yang cukup panjang yang perlu kita lihat, agar nantinya dapat menjadi cara pandang baru untuk melihat TSD dari sisi yang berbeda.

2.1 Sanata Dharma

Nama awal dari Sanata Dharma ialah Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang dikelola oleh Ordo Serikat Jesus atau yang sekarang lebih kita kenal dengan sebutan S.J. PTPG Sanata Dharma ini lahir pada 20 oktober 1955. PTPG Sanata Dharma saat itu memiliki beberapa jurusan diantaranya ada Bahasa Inggris, Sejarah, IPA, dan Ilmu Mendidik. Ketentuan pemerintah saat itu berbeda dengan mengubah PTPG menjadi FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan), yang di tentukan oleh kementrian pendidikan, pengajaran dan kebudayaan. FKIP (1958- 1965) ini merupakan bagian dari Universitas Katholik Indonesia cabang Yogyakarta. Untuk mengatasi kerancuan yang muncul entah menjadi bagian dari Universitas Katholik Indonesia cabang Yogyakarta atau FKIP Sanata Dharma, sebagai sebuah intuisi pendidikan maka namanya berubah lagi menjadi IKIP (1965

(29)

16 – 1993). Hingga pada akhirnya untuk menyesuaikan kebutuhan masyrakat dan perkembangan jaman yang ada maka, IKIP Sanata Dharma dikembangkan menjadi Universitas Sanata Dharma mulai dari 1993 hingga sekarang.

Di Universitas Sanata Dharma sendiri terdapat sejumlah kegiatan kesenian, mulai dari tingkat jurusan terutama Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), yang dimasukkan kedalam salah satu mata kuliah. Dilanjutkan ditingkat fakultas, dan yang paling besar di tingkat Universitas yang lebih sering dikenal dengan nama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Kegiatan kesenian di Universitas Sanata Dharma antara lain Teater Seriboe Djendela (teater), Grisadha (tari modern), (karawitan),Tutu Club (balet), Sexen (band), Lens Club (fotografi). Keberadaan UKM seni di Universitas Sanata Dharma ini tidak terlepas dari dukungan rektorat seperti terungkap dalam pernyataan Wakil rektor 4 F.X. Ouda Teda Ena M.Pd., Ed.D. yang mengatakan bahwa walaupun USD tidak memiliki fakultas di bidang seni tapi kesenian berkembang baik di sini, dan beliau juga mengatakan bahwa pentingnya kesenian bagi mahasiswa ialah sebagai sarana untuk menjadi lebih berkemanusiaaan.15

2.2 Ketoprak

Kesenian ketoprak lahir dari seorang pegawai istana atau yang saat itu lebih dikenal dengan nama abdi dalem kerajaan, yang bernama R.M. Weksadiningrat.

Beliau saat itu sedang bertugas di bawah kepemimpinan Pakubuwana IX, kemudian pada suatu hari R.M. Weksadiningrat melihat banyak wanita yang sedang

15 https://www.usd.ac.id/deskripsi.php?idt=usd_berita&noid=3319.

(30)

17 menumbuk padi sambil berirama.16 Suasana yang sangat mendukung itulah yang kemudian membuat Weksadiningrat menambahkan banyak instrument musik lain seperti gendang dan seruling, hal ini jelas mengundang banyak penonton saat itu karena mereka menganggap itu merupakan suatu yang menyenangkan dan menghibur untuk disaksikan. Mulai saat itu dia menamakan sebuah pertunjukan itu sebagai ketoprak yang berasal dari bahasa Jawa yakni “ketok” yang berakti memukul.

Pada masa perkembangannya kemudian ketoprak menjadi suatu yang digemari, bahkan sudah memiliki beberapa kelompok yang ikut meramaikan kasanah seni pertunjukan di Indonesia. Pada tahun 1920 banyak rombongan amtir dan juga profesi ketoprak yang sudah terbentuk di beberapa daerah di pulau Jawa.

Kota yang menjadi pusat seniman ketoprak ialah Surakarta dan juga Yogyakarta berhubungan dengan masa itu yang sangat kental dengan budaya Jawa dan cerita legenda yang ada. Maka seni ketoprak ini cenderung membawakan cerita cerita dari kerajaan Mataram yang pernah mengalami masa kejayaaannya di pulau Jawa, cerita tentang Mataram ini biasanya dibawakan oleh para kelompok ketoprak yang berasal dari Yogyakarta.

Pada tahun 1925 jumlah kelompok ketoprak yang ada di Surakarta maupun Yogyakata hampir melebihi empat ratus kelompok.17 Perbedaan yang di dapat dari kedua kelompok ini yakni ketoprak Yogyakarta lebih menonjolkan dialog yang ada

16 Brandon James. Jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara. (Bandung: P4ST UPI.

2003). Hlmn. 71.

17 ibid.,. hlmn. 73.

(31)

18 dalam setiap pertujukan mereka, sedangkan jika kelompok yang berasal dari Surakarta mereka lebih menonjolkan tari yang ada di pertunjukan mereka. Ketoprak memang hampir sama dengan beberapa seni pertunjukan lainya, yang di dalamnya terdapat beberapa unsur seni lain seperti musik, tata pangung, tata rias, bahkan pencak silat atau adegan laga.

Musik dalam ketoprak berasal dari salah satu cabang seni musik di Indonesia yakni gamelan yang juga memang kental di Jawa pada saat itu. Unsur lain yang ada di dalam seni pertunjukan ini ialah tata pakaian dan tata rias, dalam unsur ini jelas yang dibawakan ialah pakaian dengan nuasa-nuasa kerajaan dan masyrakat Jawa pada saat itu. Serta masih banyak elemen lain yang ada diadalamnya seperti pemain, sutradara, dan dekorasi properti.18 Seni pertunjukan tentu juga akan ikut berkembang dalam menemani perkembangan jaman yang semakin pesat maka demikian pula dengan ketoprak yang lama kelamaan ikut berkembang dalam masyarakat. Perkembangan yang timbul ini bisa dilihat dari bagaimana cara pementasan ketoprak tersebut ditampilkan. Seni ketoprak biasanya ditampilkan di sebuah pangung pertunjukan, akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman maka seni ketoprak kini sudah bisa kita nikmati melalui radio dan televisi.19

Ketoprak sendiri memiliki tujuan yang berbeda beda yang biasanya terbagi atas dua yakni ketoprak komersial dan ketoprak non komersial. Jika ketoprak

18 Setyadi. Tuntunan Seni Ketoprak. (Yogyakarta :Proyek Pengembangan Kesenian) hlmn. 17-38.

19 ibid., 39-44.

(32)

19 komersial adalah ketoprak yang dimainkan dengan mempertunjukan sebuah penampilan dengan memungut biaya. Ketoprak non kemersial ialah kelompok ketoprak yang diundang kedalam suatu hajatan atau acara tanpa harus membayar.

2.3 Dari Ketoprak Sadhar Budaya ke Teater Seriboe Djendela

Teater dan ketoprak keduanya merupakan salah cabang seni pertunjukan yang mempunyai karekteristiknya masing-masing. Di Indonesia, teater modern datang dari luar dan tentunya butuh penyesuaian saat masuk ke masyarakat.

Berbeda dengan ketoprak yang asli kebudayaan Jawa yang hanya mengikuti perkembangan jaman yang ada.

Teater dan ketoprak sudah banyak disinggung diawal, maka dalam pembahasan kali ini akan disinggung mengenai TSD dan juga ketoprak milik Universitas Sanata Dharma yang bernama Ketoprak Sadhar Budaya (KSB). Teater Seriboe Djendela merupakan cabang dari Ketoprak Sadhar Budaya, keduanya memang memiliki kesamaan yakni berada di bawah naungan lembaga pendidikan yakni Universitas Sanata Dharma.20

Ketoprak yang pada saat itu menjadi salah satu bagian dari kesenian rakyat yang cukup digemari di Yogyakarta menjadi salah satu media bagi masyrakat dalam menyampaikan aspirasi, juga menjadi wadah bagi mereka untuk menyampaikan

20 Selain TSD di kampus Sanata Dharma juga terdapat 5 teater mahasiswa lainnya a) Teater Ingsun milik Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, b) Teater Delapan milik fakultas Psikologi, c) Bengkel Sastra milik Sastra Indonesia,d) Teater Rakyat milik IPPAK, e) Teater Jaran Iman milik fakultas Teologi Kentungan.

(33)

20 opini dan berekspresi. Hal inipun juga dialami bagi seluruh orang yang berada di Universitas Sanata Dharma.

Pada saat itu Ketoprak Sadhar Budaya ini berisikan para karyawan, dan beberapa staf lainya yang berada di Universitas Sanata Dharma ini sebagai sarana hiburan. Hal ini tentu menjadi salah satu keputusan USD yang patut diancungi jempol, karena tidak hanya mengembangkan mahasiswanya melainkan juga karyawan yang ada didalamnya.

Sejarah TSD semula bermula dari tahun 1997 saat diadakan festival ketoprak bernama Festival Ketoprak Bahasa Indonesia Antar Perguruan Tinggi se- Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam festival bertaraf Universitas ini mewajibkan pesertanya berasal dari mahasiswa sedangkan pada saat itu anggota dari KSB sendiri adalah karyawan dan staff USD. Untuk dapat memenuhi undangan yang ada di tunjuklah kegiatan mahasiswa berbasis teater yang tersebar di beberapa jurusan dan fakultas yang ada di USD, seperti yang dikatakan Januarius G. Bamabang Hendrianto, mahasiswa sastra inggris angkatan 1996 sebagai salah satu peserta pada saat itu.

“Pada saat itu kelompok teater yang lebih dulu ada berasal dari jurusan maupun fakultas, seperti teater milik fakultas sastra, teater milik fakultas Psikologi yang, teater milik jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, dan teater milik jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, kalau untuk nama-namanya saya lupa”.21

Pada akhirnya keempat organisasi teater ini dikumpulkan dan mengikuti festival tersebut. Dalam pementasan tersebut mereka membawakan naskah yang berjudul “Dredah Sotyabawana”.

21 Wawancara, Januarius G. Bamabang Hendrianto, 20 Mei 2018; Yogyakarta.

(34)

21 Dalam perkembanganya kelompok ini banyak terkait dengan peristiwa Reformasi tahun 1998 yang membawa semangat kebebasan ekspresi dalam penyampaian opini. Mengingat mahasiswa merupakan bagian penting di peristiwa itu maka, mahasiswa Sanata Dharma juga memegang peran penting dalam hal tersebut. Semangat kebebasan ekspresi itu ternyata masuk hingga kedalam kelompok teater ini yang merupakan salah satu media bagi mahasiswa yang bisa digunakan dalam merespon apa yang terjadi pada saat itu.

Seusai reformasi pada Mei 1998 ternyata tidak membuat kelompok ini bubar, melainkan mereka sering mengadakan latihan bersama, serta berdiskusi tentang hal yang mereka sukai tersebut. Tempat yang sering digunakan pada saat itu masih berada di lantai dasar aula USD yang sama dengan gudang. Kebersamaan ini juga didukung oleh peraturan kampus yang pada saat itu masih memperbolehkan mahasiswa untuk menginap di kampus. Kebersamaan yang dibangun kemudian terfasilitasi dengan digelarnya beberapa pementasan sebelum menyambut festival ketoprak yang sama pada tahun 1998. Pementasan tersebut diantaranya,

“Pementasan “Manusia-Manusia Tikus”, karya Didiek Julianto, April 1998 di Aula USD, dengan nama Sadhar Budaya. Pentas bareng Teater Sangkar (Univ.

Pembangunan Nasional, Yk.), dan Teater Uwajeye (Univ. Atma Jaya, Yk.), mengangkat “Cek-Cok”, karya Didiek Julianto September 1998 di Auditorium UPN.”22

Setelah menjalani dua pementasan tersebut kelompok ini disibukkan kembali dengan acara festival ketoprak yang sama di tahun sebelumnya, keikutsertaan mereka kembali dalam festival ini justru menambah ikatan

22 Poster pementasan “Misi:B4”

(35)

22 kebersamaan tersebut makin kuat. Pada pementasan ditahun 1998 mereka membawakan naskah yang berjudul “Nyala Api Kemerdekaan Di Jantung Tanah Mataram”, tidak hanya berhenti disitu melainkan pada Desember 1998 TSD menyelenggarakan pementasan lagi berjudul “Terbuang Membusuk”.

Masalah baru yang dihadapi para anggota kelompok teater ini adalah sebuah ruangan yang layak untuk berkumpul seperti UKM lainnya. Memang sudah ada pemikiran dan ide tentang UKM Teater yang ada di USD, hal ini sudah diajukan sejak tahun 1998.

Masalah ruangan tidak membuat kelompok ini berhenti berkarya, dan kali ini mengisi acara Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi) se-Indonesia pada tanggal 26 Februari 1999 di PPPG Kesenian. Naskah atau cerita yang dibawakan saat itu merupakan naskah yang pernah dibawakan pada festival ketoprak 1998 yakni “Nyala Api Kemerdekaan Di Jantung Tanah Mataram”. 23

Pada tahun 1999 ke empat kelompok teater ini mengadakan latihan alam yang dilakukan di Pantai Ngobaran Gunung Kidul pada tanggal 14 Mei, diusulkanlah nama Teater Seriboe Djendela sebagai UKM teater milik USD. Nama teater itu pun diberikan sesuai dengan bangunan Universitas Sanata Dharma yang ada yakni Teater Seriboe Djendela yang artinya seribu jendela atau banyak jendela, karena jika kita melihat bangunan dari Sanata Dharma sendiri memiliki banyak jendela.

23 Nantinya seiring perkembangannya naskah ini kembali dibawakan pada tahun 2017 dengan judul “1551”.

(36)

23 Berdirinya TSD sebagai UKM pada saat itu mendorong timbul UKM seni pertunjukan yang lain seperti Grisadha, karena pada saat itu semua seni pertunjukan berada dalam satu ruang UKM yang bernama SEXEN. Terlebih pada saat tu TSD mendapat ruang UKM seperti yang dikatakan Januarius G. Bambang Hendrianto.

“Alhasil pada tahun 1999 akhirnya TSD mendapat ruang dan resmi menjadi UKM teater milik USD pada saat itu dibantu oleh pembantu rektor 3 yang juga senang berdiskusi tetang hal-hal seputar teater.”24

Teater yang hadir dengan konsep modernya dan banyaknya naskah menjadi hal yang mulai banyak diperhatikan saat itu. Teater menjadi suatu peluang baru dalam menyampaikan opini serta ekspresi mahasiswa.

Dalam perkembangannya di tahun pertama, struktur pengorganisasian dan racangan kegiatan pertahunnya disusun secara perlahan. Lurah TSD di tahun pertamanya ialah Januarius G. Bambang Hendrianto yang mengikuti sejak pertama kali empat kelompok teater ini berkumpul menjadi satu, dan sekarang masih aktif didunia seni pertunjukan khususnya ketoprak.25

Dengan terbentuknya UKM ini tentu memacu semangat anggotanya dalam membuat suatu karya tak lain dan tak bukan ialah sebuah pementasan, pementasan pertama setelah resmi terbentuk berjudul “Oedipus Rex”, pementasan pertama yang di adakan pada Agustus 1998 di Auditorium UPN ini dipersembahakan dengan konsep teater modern.

24 Wawancara, Januarius G. Bamabang Hendrianto, 20 Mei 2018; Yogyakarta

25 Januarius G. Bambang Hendrianto adalah lurah TSD yang pertama yang sekarang masih menggeluti dunia panggung dan mengamati perkembangan TSD.

(37)

24 Di bulan November TSD menunjukkan kemampuan lainnya dalam lingkup teater, tidak hanya membuat sebuah pementasan saja melainkan juga sebagai koreografi, hal ini dilakukan pada acara Konser Indonesia Manise (UKM Paduan Suara Mahasiswa) yang diadakan pada 25 November 1998 di Hotel Melia Purwosani.

Festival ketoprak yang dulunya diikuti selama dua tahun berturut turut ditutup seiring dengan jatuhnya Soeharto, akan tetapi wadah mereka dalam menampilkan teater yang bertemakan tradisional tidak hilang begitu saja.

Pementasan kedua mereka berjudul “Kangsa Adu Jago”, pementasan ini juga berkonsep ketoprak yang dipenuhi dengan adegan yang mengundang tawa penonton.

Kepengurusan pertama hanya berjalan selama 8 bulan yang dipegang oleh Januarius G. Bambang Hendrianto berpindah ke Yanuar Susanto (lurah kedua). Hal ini disebabkan oleh mendesaknya kewajiban utama mahasiswa untuk kuliah.

Adanya kedua kegiatan di Universitas Sanata Dharma ini justru meramaikan dunia pertunjukan di kampus. Dalam sejarah perkembangannya TSD memiliki beberapa jenis pentas yang ditampilkan diantaranya

1. Pentas Besar, biasanya diselenggarakan setiap setahun sekali atau dua tahun sekali dengan banyak elemen dan faktor pendukung yang berperan di dalamnya. Pentas besar memerlukan persiapan hingga 6-8 bulan mulai dari pembentukan panitia

2. Pentas kecil merupakan pentas yang memiliki skala tidak terlalu besar dan tempat yang digunakan bisa berupa ruang kelas atau

(38)

25 bahkan kantin. Pentas ini diselanggarakan untuk mengisi waktu longgar dan sebagai salah satu media pembelajaran serta eksplorasi bagi anggota TSD sendiri

3. Pentas Anak Baru, pentas ini dipersembahakan untuk anggota baru yang akan masuk. Metode dari PAB sendiri berbeda-beda berdasarkan keputusan yang diambil pengurus. Pentas ini diselanggaran setiap ada anak baru yang masuk.

4. Pentas eksplorasi di lakukan ketika ingin mengisi acara disuatu kegiatan baik itu diluar maupun didalam kampus pentas ini juga biasanya digunakan sebagai ajang belajar dan eksplorasi anggota TSD.

5. Pentas festival, pentas yang dipersembahkan TSD untuk mengikuti acara festifal teater yang ada yang sebagian besar berbasis perlombaan. Dalam pementasan ini memiliki bagiannya sendiri baik itu beberapa orang yang ikuti komunitas lain atau murni dari TSD sendiri.

6. Pentas bersama, jenis pentas ini merupakan pentas yang ada sejak awal berdirinya TSD hingga pada era tahun 2006-2007, pentas ini dilaksanakan tiap bulan sekali jika memang tidak ada kegiatan yang menyita banyak waktu dan tenaga.

(39)

26

(40)

27

BAB III

MEMASUKI ERA AWAL

TEATER SERIBOE DJENDELA 2000-2007

3.1 Menemukan Jati Diri

Pada saat itu TSD masih belajar mengeksplorasi dan mencari beberapa pementasan yang memiliki konsep modern, walaupun tahun 2000 pertengahan TSD masih menampilkan pementasan yang sangat kental dengan nuasa tradisional.

Usaha-usaha yang dilakukan guna mengembangkan wawasan mereka dalam memasuki dunia teater modern pun beragam, mulai dari workshop, penambahan inventaris, dan pembenahan struktur organisasi.

TSD mengawali tahun 2000 ini dengan mengadakan kerjasama dengan UKM Penalaran yang mementaskan “Wanita-Wanita Perkasa” pada 25 Maret 2000 di lantai 3 perpustakaan USD. Pentas kerjasama ini juga bertujuan meningkatkan relasi yang baik sesama UKM, tidak hanya UKM yang berbasis pertunjukan saja melainkan dengan semua UKM yang ada di USD bahkan dengan kegiatan yang dibuat USD. Salah satu kegiatan yang di buat USD pada saat itu ialah Happening Art Paskah, sesuai dengan statusnya sebagai Universitas swasta Katholik, acara ini

diadakan pada bulan April 2000 di USD.

Guna mengisi kegiatan selanjutnya di tahun 2000 TSD menyelenggarakan acara ulang tahun TSD yang pertama kalinya. Acara ulang tahun ini diadakan di taman sastra di kampus satu USD, acara ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan yang diadakan TSD dalam menyambut hari lahir TSD yang terdiri dari

(41)

28 selamatan, pentas bersama, workshop makeup, dan pentas BET (Bali Eksperimental Teater).26

Pentas bersama menjadi kegiatan yang selanjutnya dilaksanakan dibulan yang sama. Tujuan dari pentas bersama yakni mempererat kebersamaan dan menambah kreatifitas selaku anak teater. Nantinya pentas bersama ini akan menjadi agenda yang paling sering dilaksanakan, karena pada saat itu mahasiswa mempunyai jenjang waktu kuliah yang panjang dan memiliki banyak waktu luang.

Proses dalam pembuatan pentas bersama tidaklah memakan waktu yang lama dan tidak begitu menguras tenaga sehingga pentas bersama bisa menjadi kegiatan yang sesuai disela sela jadwal TSD yang lainnya.

Rangkaian kegiatan lainnya yakni workshop makeup, yang dilakukan di senthong. Kegiatan yang dilakukan dibulan yang sama ini bertujuan untuk memperdalam ketrampilan dibidang makeup terutama untuk para aktor yang setidaknya bisa menggunakan bedak sebagai dasar dalam makeup. Peralatan makeup yang sedikit pada waktu itu juga menjadi alasan kenapa workshop ini harus

diadakan, supaya setiap anggota TSD bisa mengerti dan mengatur pemakaiannya agar tidak cepat habis.

Rangkaian acara penutupnya ialah sebuah pementasan BET (Bali Experimental Teater) yang diselenggarakan di aula. Dengan adanya teater dari luar yang ikut serta dalam acara ini tentunya membuat anggota TSD bisa bertukar pengalaman, dan banyak ilmu teater yang didapat sehingga menambah wawasan

26 Laporan pertanggungjawaban Dalam Rangka Menyambut HUT TSD 1

(42)

29 dan pengetahuan anggota TSD dalam dunia teater modern. Gambaran cerdas dan humanis yang dimiliki USD terpaparkan di kegiatan TSD kali ini, salah satunya humanis.

Pementasan BET yang modern ternyata memberi dampak pada anggota TSD yang kemudian membuat Jogja Eksperimental Teater (JET). Akan tetapi JET tidak bertahan lama, karya yang dihasilkan JET pun tidak ada. Di sini dapat dilihat dengan jelas gejolak TSD yang mengebu-gebu ketika melihat teater modern, walaupun tidak bertahan untuk waktu yang lama.

Rutinitas latihan alam tidak dilupakan begitu saja oleh TSD, para anggotanya di tahun 2000 masih aktif melakukan kegiatan tersebut. Selain untuk berlatih, diadakannya latihan alam juga untuk mengingat kembali peristiwa pembentukan nama dan lahirnya TSD.

Masih di tahun 2000, TSD juga perlu menjaga keanggotaannya agar program yang dibuat bisa terus berjalan. Salah satu caranya ialah menarik mahasiswa baru dalam expo yang diadakan setiap tahun oleh USD dipertengahan tahun. Acara ini diikuti oleh semua UKM dengan konsep yang dibuat semenarik mungkin untuk menjaga regenerasi masing-masing UKM. TSD mengikuti expo mulai dari tahun 2000 hingga sekarang. Bagi mahasiswa yang berminat maka akan mengisi formulir pendaftaran dan akan mendapat proses seleksi. Dalam proses ini mahasiswa biasanya akan didandani semenarik mungkin dan akan disebar di tengah-tengah keramaian kampus sambil membaca sebuah dialog.

Di tahun yang sama TSD kembali menjalin kerjasama, kali ini bukan dengan UKM melainkan fakultas Psikologi USD. Dalam kerjasama ini diadakan sebuah

(43)

30 pementasan koreografi dan musik yakni “Psikosenthong Kolaboraekspolro Mania”, pentas ini dilakukan dalam acara PsikoEtnika yang diadakan pada bulan November 2000 di Fakultas Psikologi USD.

3.2 Mencoba Dunia Luar

Di pertengahan tahun 2001 TSD mengadakan pergantian pengurus yang diselenggarakan di tahun. Saat itu lurah, Yanuar Susanto sebagai lurah kedua digantikan oleh Theodorus Christanto (lurah ketiga, mahasiswa ekonomi akuntasi angkatan 1998).

Agenda pentas akhir tahun 2001 merupakan sebuah pentas keliling yang diadakan di Muntilan, Magelang serta Yogyakarta sendiri. Pentas kali ini berjudul

“Misi:B4”, yang bercerita tentang sekelompok pasukan yang sedang latihan baris berbaris dengan melakukan hal yang diulang ulang dan tiba-tiba mendapat kepungan dari musuh. Pentas besar yang dimainkan secara realis surealis sangat kental dengan teater modern, dan memiliki pesan kritikan politis yang dilontarkan.27

Pentas keliling ini bertujuan membawa nama USD lebih dikenal dikalangan anak anak SMA karena melihat dua tempat yang digunakan sebagai panggung berada dikawasan sekolah. Seperti yang tertera dalam proposal acara yang menyebutkan pementasan keliling ini dimulai dari SMA Kolese DeBritto Yogyakarta pada 6 September 2001. Dalam dua hari kemudian pementasan kembali

27 Minimnya sumber dan ketidak terbukaan narasumber menjadi salah satu hambatan untuk menggali isi lebih dalam pementasan ini.

(44)

31 diadakan di SMA Vanlith Muntilan pada 8 September 2001. Dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu satu minggu lebih kemudian giliran pementasan diadakan di Gedung Wanita Magelang pada 21 September 2001.28 TSD hanya melakukan pentas keliling di wilayah yang tidak begitu jauh dari Yogyakarta, hal ini bertjuan untuk mencoba mendekatkan diri terhadap sekitar sebelum nantinya melalukan pementasan ketempat yang lebih jauh.

Pentas “Misi:B4” mempunyai konsep realis surealis yang penyampaiannya sangat kuat dengan kritikan politik. Maka secara tidak langsung bisa dikatakan mulai dari “Misi:B4” TSD sudah fokus dengan pentas teater modern yang mempunyai wadah eksplorasi lebih luas.

Masuknya TSD ke ranah teater modern tidak membuat TSD diam di tempat, melainkan masih menjalankan kegiatan pentas bersama di akhir tahun 2001 yang dilakukan pada bulan November. Ini merupakan tanda bahwa kreatifitas dan semangat dalam hal membuat sebuah karya yang dimiliki anggota TSD terus berkembang.

Pada tahun ajaran baru 2002 TSD mengikuti acara malam kolaborasi di bulan februari, akan tetapi karena kekurangan sumber kegiatan ini tidak bisa dilihat secara lebih rinci. Proses besar lainnya dilakukan sebanyak dua kali dan dilakukan secara beruturut turut pada tanggal 26 dan 27 Mei, tempat pementasannya sendiri berada di panggung Realino kampus 2 USD. Bisa dikatakan pementasan ini sebagai

28 Proposal pentas “Misi:B4”

(45)

32 pementasan yang diselenggarakan untuk para senior tahun 1998 sampai 2000, hal ini didukung karena sebagian besar pemain merupakan angkatan lawas.

Para senior yang pada masanya masih memiliki konsep tradisonal yang kental, mencoba menghadirkan sebuah pementasan yang memiliki konsep teater modern. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa senior mendukung penuh adanya perkembangan teater modern yang dilakukan oleh TSD pada saat itu.

Setelah melakukan pentas besar TSD tidak lupa menjalankan pergantian pengurus. Di tahun pertengahan 2002 ini terdapat pergantian lurah dari Theodorus Christanto kepada Nonik (merupakan nama panggilan akrab, sebagai lurah keempat).

Di akhir tahun 2002 pada 14 desember, TSD berpartisipasi dalam pementasan “Aku Adalah Pahlawan”. Hal semacam ini tentu saja merupakan salah satu bentuk keterbukaan dan kepedulian TSD terhadap pahlawan di Indonesia, sebagai mahasiswa dan juga sebagai warga Negara Indonesia.

Mengawali kegiatan di awal tahun 2003 TSD mengikuti sebuah acara bernama Pekan Ekspresi Mahasiswa yang pada saat itu diselenggarakan oleh USD pada 27 dan 31 Januari 2003. Seperti yang dikatakan Sugeng Utomo (lurah keenam, mahasiswa sastra inggris angkatan 2001) yang saat itu ikut mengisi acara

“Dalam kegiatan ini terbagi menjadi beberapa acara, sedangkan yang diikuti oleh TSD hanya satu acara saja yakni ekspres zone. Di sini para peserta bebas mengekspresikan apapun yang mereka ingin lakukan. TSD menjadi pengisi acara pada saat itu, dan tak hanya TSD saja melainkan UKM pertunjukan lain juga turut ambil bagian di dalamnya. Pertunjukan yang dibawakan TSD pada saat itu merupakan pertunjukan yang pernah dibawakan mereka dalam pentas bersama, sehingga tidak ada persiapan yang begitu serius pada saat itu.”29

29 Wawancara, Sugeng Utomo, 14 Juli 2018; Yogyakarta

(46)

33 Pertunjukan yang dibawakan lebih dari satu kali tentunya memiliki alasan, salah satunya karena jadwal yang padat sehingga tidak sempat untuk membuat karya baru yang akan ditampilkan. Dalam hal seperti ini seharusnya pihak panitia sudah memberitahu jauh-jauh hari, panitia juga harus sudah tau tentang jadwal kegiatan yang dimiliki UKM agar persiapan bisa dilakukan. Terkadang pihak USD sering memberatkan UKM dengan berbagai macam tuntutan sehingga dapat dikatakan institusi USD terkadang menjadi penunjang atau penghambat berkembangnya TSD.

Di awal tahun 2003 pada tanggal 13 mei TSD merayakan ulang tahunnya yang ke-5 secara sederhana, sekedar berkumpul mengadakan tumpengan dan pentas kecil. Akan tetapi ulang tahun kali ini tidak bersifat intern saja, melainkan mengadakan kunjungan dan bakti sosial. Pada acara bakti sosial TSD mengunjungi sebuah panti asuhan yang berada di Kaliurang. Di sini TSD ingin membagikan kebahagian kepada sesama terlebih mereka yang membutuhkan.

Pergantian pengurus di pertengahan tahun 2003 ini membuat Nonik digantikan dengan Pendi Eslamat (lurah kelima ). Dari hasil kinerja yang dilakukan oleh seorang perempuan ternya tidak berbeda jauh dengan laki-laki, sehingga gender dalam kepemimpinan TSD tidak berpengaruh besar.

Pentas bersama tetap menjadi agenda pada tahun ini, akan tetapi kehadiran pentas bersama kali ini sedikit terganggu karena adanya proses pementasan besar yang berjudul “Mangir”. Pentas bersama pada tahun ini dilakukan sebanyak tiga kali akan tetapi semua tenaga dititik beratkan pada proses pentas besar.

(47)

34 Proses pentas besar sudah dimulai sejak bulan Februari, naskah yang diadaptasi merupakan tulisan Pramoedya tentang “Mangir”. Naskah ini terpilih karena sudah siap dahulu dari pada naskah lainnya.

Pentas besar kali ini TSD tidak hanya bermain di kawasan Yogyakarta pada 2 dan 10 Oktober 2003, melainkan sampai ke luar kota. Dalam perencanaannya pentas ini akan ditampilkan di Surabaya pada 22 September 2003, dan Solo pada 24 dan 25 September 2003. Karena persiapan yang cukup rumit maka dilakukanlah survei tempat pertunjukan di Surabaya tepatnya di Universitas Widya Mataram. Di sini TSD mengalami beberapa kendala mengenai tempat pementasan, hal ini disebakan karena tempat yang ditawarkan oleh pihak Widya Mataram tidak sesuai dengan kebutuhan pangung. Pencarian tempat lainpun dilakukan, akan tetapi karena tidak menemukan tempat yang sesuai dengan pementas “Mangir” maka dengan sangat terpakasa pementasan di Surabaya dibatalkan.

Dalam pementasan ini sendiri tentu aktor harus lebih berusaha keras guna membangun kedekatan dengan peran yang akan mereka mainkan, maka sang sutradara mengajak para aktor melakukan kegiatan observasi yang dilakukan di beberapa tempat, khususnya makam yang berkaitan dengan cerita “Mangir”. Usaha yang lebih jelas akan dilakukan oleh aktor yang memerankan “Mangir”, hal-hal seperti berpuasa menjadi syarat yang harus dilakukan untuk menunjang lancarnya pementasan. Hal semacam ini memang kerap kali dialami dalam proses naskah tradisional yang masih kental dengan hal hal spiritual.

Melihat semua usaha yang dilakukan, tentu tidak lepas dari cerita yang akan dibawakan. Seperti yang dikatakan Utomo sebagai pemeran utama:

(48)

35

“Sisi pandang cerita Perdikan “Mangir” yang dipimpin Wanabaya tidak tunduk kepada Mataram. Untuk menaklukan Wanabaya, Mataram menggunakan siasat penyamaran putri raja sebagai penari untuk memikat Wanabaya. Siasat berhasil meski terbongkar siasat penyamarannya. Mataram menang dengan licik ketika Wanabaya dating menghadap Raja bersama putri Raja. Wanabaya datang tanpa perlindungan Baru Klinting-senjata tombak yang ditokohkan dalam versi pementasan sebagai pelindung Wanabaya.”30

Pementasan di Solo dan Yogyakarta ini melibatkan banyak orang yang terlibat didalamnya. Banyak dari para anggota TSD angkatan lama berkumpul dan membantu segala proses pementasan, mulai dari produksi hingga artistik.

Pementasan yang diselenggrakan diluar kota ini bertujuan menjalin silahturami dan berkenalan dengan beberapa penggiat teater. Tujuan lainnya membawa nama USD ke ruang lingkup yang lebih luas.

Dalam pementasan ini juga menyinggung sejarah Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi daerah yang dikhianati oleh Mangir, dan menurut versi Keraton sendiri Mangir adalah seorang penghianat. Ini berbanding terbalik dengan apa yang dibawakan oleh TSD yang mengadaptasi tulisan Pramoedya, sehingga tentu saja menjadi tantangan bagi TSD untuk membawakan cerita yang prinsipnya berbeda dengan cerita tempat pentasnya nanti diselenggarakan. Seperti dikatakan oleh Utomo:

“Waktu pentas “Mangir” TSD dalam upaya membentuk jati diri yang berani.

Keuntungan lainnya bisa dikatakan belajar menyatakan protes melalui sebuah pertunjukan.”31

30 Wawancara, Sugeng Utomo, 14 Juli 2018; Yogyakarta

31 Wawancara, Sugeng Utomo, 14 Juli 2018; Yogyakarta

(49)

36 Setelah pementasan “Mangir” TSD kembali kedalam agenda rutin akhir tahun ialah pentas bersama pada 8 dan 20 november 2003, kemudian diikuti latihan alam dan juga workshop pada 19 dan 20 Desember 2003. Pentas bersama kali ini diadakan di aula USD, kali ini TSD menjadikan 2 pementasan di dalam satu bulan.

Hal ini dipicu adanya kekawatiran sibuknya anggota saat menghadapi UAS, yang dilaksanakan pada awal Desember.

Semangat TSD untuk pentas ternyata tidak dapat dihentikan semudah itu, dengan diadakanya latihan alam dan workshop sebagai kegiatan penutup tahun.

Workshop yang diberikan ada dua bagian Pertama tentang keaktoran yang

dinarasumberi oleh Nanang Arizona yang pada saat itu bekerja sebagai dosen di Institut Seni Indonesia di Yogyakarta, materi yang disampaikan bukanlah dalam hal olah tubuh, rasa ataupun vokal akan tetapi lebih pada proses diskusi tentang keaktoran sendiri. Bagian kedua adalah mengenai makeup yang dinarasumberi oleh seorang dari teater garasi, belajar mengenai ilmu makeup dan praktek langsung agar lebih mudah dimengerti.

3.3 Merasakan Krisis

Aktifitas TSD yang berjalan ternyata memicu adanya krisis yang timbul, seperti yang dikatakan Aloysius Danu Fratomo (lurah kedelapan, mahasiswa ekonomi management angkatan 2004):

“Tahun 2004 merupakan krisis pertama yang dialami oleh TSD, yakni berkurangnya sumber daya manusia yang dimiliki TSD pada saat itu. Kekurangan

(50)

37 anggota pada saat itu disebabkan setelah proses “Mangir”, bisa dikatakan bahwa pentas “Mangir” menjadi salah satu penyebabnya.”32

Hal yang menjadi penyebab timbulnya pemasalahan ini ialah, berat dan lamanya proses “Mangir” yang dijalani pada saat itu. Waktu proses yang hampir mencapai Sembilan bulan ini telah melewati dua kali ujian akhir semester, hal ini jelas membuat anggota yang terlibat harus kembali memikirkan perkuliahan mereka. Karena proses yang berat menyita banyak tenaga, terlibih pada saat itu juga dijalankan ageda rutin yang semakin memberatkan mereka. Akibatnya anggota yang aktif di senthong hanya tiga orang.

Banyak program yang tidak berjalan, disamping ide yang tumpul dan juga kurangnya tenaga untuk melaksanakan kegiatan. Guna mengatasi krisis tersebut maka TSD menaruh harapan pada expo ditahun 2004 ini utuk menarik anggota baru sebanyak banyaknya.

Berhubungan dengan sedikitnya anggota dan krisis yangsedang dialami maka TSD mengadakan pergantian pengurus. Pergantian pengurus ini dilakukan pada pertengahan tahun 2004, Pendi Eslamat digantikan dengan Sugeng Utomo (lurah keenam).

Di expo tahun 2004 TSD menyuguhkan teater boneka, yang diadakan di hall depan kampus 1 USD. Pertunjukan boneka ini tidak mengenakan suara melainkan hanya menyampaikan pesan melalui gerak tubuh sang boneka yang digerakkan oleh anak TSD, pertunjukan boneka itu saat ini mirip dengan pertunjukan teater boneka milik kelompok teater papermoon. Pertunjukan yang berdurasi 45 menit ini

32 Wawancara, Aloysius Danu Fratomo, 5 Juli 2018; Yogyakarta

Gambar

Gambar 1: Salah satu tokoh dalam pementasan “Nyala Api Kemerdekaan Di  Jantung Tanah Mataram” pada tahun 1998 (sumber: arsip TSD)
Gambar 3: Pembentukan nama Teater Seriboe Djendela tahun 1999  (sumber: arsip TSD)
Gambar 5: Usai pementasan “ Kangsa Adu Jago” tahun 1999 (suber: arsip TSD)
Gambar 7: salah satu bentuk proses seleksi masuknya anggota baru  tahun 2000-2007 (sumber: arsip TSD)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukan bahwa: (1) Tingkat kepentingan mahasiswa Sanata Dharma Yogyakarta tergolong dalam kategori melebihi harapan perpustakaan Sanata Dharma

Penggolongan skor item tingkat kemampuan komunikasi interpersonal pada mahasiswa semester tiga Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sanata Dharma,

Penggolongan skor item tingkat kemampuan komunikasi interpersonal pada mahasiswa semester tiga Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sanata Dharma,

Berdasarkan hasil penelitian butir item menunjukkan kreativitas mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

ABSTRAK ANALISIS PERSEPSI ETIS MAHASISWA MENGENAI ETIKA DALAM BISNIS Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Gede Raka Lanang Udyatmika NIM:

Ciputra Albalenta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan kampus III Universitas Sanata

vii ABSTRAK ANALISIS SIKAP KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN 5S DI LINGKUNGAN KERJA Studi Pada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Hendri Kurnianto UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Bahan Magang PPIC Universitas Sanata Dharma beserta