• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Kebiasaan merokok sudah meluas pada hampir semua kelompok masyarakat di dunia. Semakin banyaknya orang yang mengonsumsi rokok telah menjadi masalah yang cukup serius. Merokok dapat menimbulkan risiko timbulnya berbagai gangguan kesehatan di kalangan masyarakat, bahkan rokok telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia.1,2 Hal ini bukan hanya terjadi pada perokok itu sendiri, tetapi juga pada orang lain di sekitarnya yang tidak merokok.1

Rokok menimbulkan risiko yang cukup serius bagi kesehatan tubuh. Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan lebih dari 5 juta orang meninggal dunia setiap tahunnya karena berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat merokok, lebih dari 6 ratus ribu orang diantaranya hanya terpapar asap rokok di lingkungan sekitar.2,3,4 Hal tersebut menunjukkan satu dari 10 orang di seluruh dunia mengalami kematian karena banyaknya penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi rokok. Namun demikian, prevalensi perokok tidak kunjung mengalami penurunan. Pada tahun 2012, tercatat 21% dari populasi dunia berusia diatas 15 tahun mengonsumsi rokok.3 Kebiasaan merokok pada umumnya terjadi di negara-negara berkembang, namun saat ini wabah merokok juga telah terjadi pada negara-negara maju.1,4

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat produksi dan konsumsi rokok yang tinggi. Jumlah perokok di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya, terutama di kalangan anak dan remaja.1 Pada tahun 2007, tercatat 34,2% penduduk Indonesia mengonsumsi rokok. Pada tahun 2010, persentase perokok di Indonesia meningkat menjadi 34,7%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi perokok di Indonesia saat ini mencapai 36,3% dengan rerata 12,3 batang rokok yang dikonsumsi setiap harinya. Data tersebut meliputi perokok aktif dan pasif. Global Youth Tobacco Survey tahun 2009 menyebutkan bahwa persentase perokok aktif di Indonesia adalah 20,3% dan perokok

pasif sebesar 68,8%, sedangkan menurut RISKESDAS tahun 2007; 40,5% dari populasi penduduk Indonesia merupakan perokok pasif.5

Perokok adalah seseorang yang merokok sedikitnya satu batang per hari selama sekurang-kurangnya satu tahun.6 Sitepoe berpendapat bahwa seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok.7

Perokok dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu perokok aktif dan pasif. Perokok aktif adalah perokok yang membakar rokok dan menghisapnya langsung sehingga asap rokok tersebut langsung masuk ke paru-paru penderita. Perokok pasif adalah orang yang terhirup asap rokok melalui paparan asap rokok yang ada di lingkungan sekitar.8

Kebiasaan merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin.7

Merokok merupakan faktor risiko yang sangat mendominasi dalam menyebabkan berbagai penyakit di dunia, hal ini dapat terjadi pada perokok aktif maupun pasif.9 Merokok dapat menimbulkan berbagai penyakit kronis seperti kanker, kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah, penyakit paru-paru, dan penyakit kardiovaskular.10,11 Selain menimbulkan berbagai penyakit sistemik, kebiasaan merokok juga sering dihubungkan dengan berbagai penyakit di rongga mulut seperti kanker mulut, kelainan kongenital seperti celah bibir dan celah palatum pada anak yang lahir dari ibu yang merokok selama kehamilan, dan penyakit periodontal. 4,10

Salah satu kelainan rongga mulut yang sering timbul akibat merokok adalah penyakit periodontal. Keterlibatan faktor risiko merokok memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya penyakit periodontal,13,14 bahkan merokok menjadi faktor risiko utama terhadap meningkatnya prevalensi dan kerusakan jaringan periodontal.2,11,15

Merokok merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap perkembangan penyakit periodontal.16 Rajali dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko penyakit periodontal. Manifestasi penyakit periodontal terbukti lebih banyak ditemukan pada perokok, diantaranya tingginya resorpsi tulang alveolar dan kedalaman poket dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok.17 Grossi dkk cited Abu dalam penelitiannya tentang efek merokok terhadap perlekatan jaringan periodontal dan ketinggian tulang alveolar juga menyebutkan bahwa perokok memiliki rasio kehilangan perlekatan dan tulang alveolar yang lebih besar jika dibandingkan dengan bukan perokok.18 Keparahan kehilangan perlekatan yang terjadi tergantung pada dosis atau paparan asap rokok yang diterima oleh perokok dimana perokok ringan memiliki skor kehilangan perlekatan 2,05 mm dan perokok berat dengan skor 4,75 mm.18

Penelitian yang sama dilakukan oleh Bergstorm dkk yang menunjukkan bahwa perokok mempunyai potensi yang lebih tinggi dalam menyebabkan penyakit dibandingkan dengan bukan perokok. Beliau juga menyebutkan bahwa secara signifikan perokok memiliki frekuensi lebih besar untuk terkena penyakit periodontal dan mengalami penurunan ketinggian tulang alveolar dibandingkan dengan bukan perokok. Peneliti juga menyebutkan perokok berat memiliki risiko penyakit yang lebih berat dibandingkan perokok ringan.19

Tomar dan Asma mengamati perokok memiliki prevalensi periodontitis empat kali lebih banyak dibandingkan dengan bukan perokok dan perokok berat berpotensi dua kali lebih besar terhadap terjadinya periodontitis. Selain itu, peneliti juga menyebutkan adanya hubungan antara jumlah rokok yang dikonsumsi setiap harinya dengan rasio terjadinya periodontitis.20

Penelitian lain dilakukan oleh Erdemir dkk menjelaskan bahwa bukan hanya orang yang mengonsumsi rokok saja yang memiliki masalah dengan penyakit periodontal, tetapi orang sekitar yang terpapar asap rokok atau perokok pasif juga sering dihubungkan dengan penyakit periodontal. Peneliti telah melakukan evaluasi pada 109 anak, 51 orang diantaranya merupakan anak yang pernah terpapar asap rokok dan 58 orang yang tidak pernah terpapar asap rokok. Hasilnya memperlihatkan

level nikotin dan kehilangan perlekatan yang lebih tinggi pada anak yang pernah terpapar asap rokok dibandingkan dengan anak yang tidak pernah terpapar asap rokok.19

Pada dasarnya, dampak merokok terhadap status periodontal pada suatu populasi sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada besarnya frekuensi paparan rokok yang dikonsumsi.16,22 Ramon dan Echeverria cited Shetty menyatakan bahwa merokok dianggap sebagai faktor risiko yang signifikan terhadap terjadinya penyakit periodontal dan kondisi klinis serta status kesehatan periodontal tersebut tergantung dari jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi setiap harinya serta lamanya waktu yang digunakan untuk merokok.23 Sreedevi dkk juga menyebutkan bahwa status periodontal pada perokok tergantung pada tiga hal yaitu jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari, frekuensi merokok, serta berapa lama waktu seseorang mengonsumsi rokok.24

Teori dan hasil penelitian tersebut telah menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan status periodontal seseorang, baik pada perokok berat maupun ringan. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan status periodontal pada perokok di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dokumen terkait