• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORI

4. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain

a. Birrul Walidain yang Masih Hidup

Birrul walidain (berbakti kepada orang tua) adalah kewajiban setiap anak. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk berbakti kepada orang tua, diantaranya adalah:

1) Menaati Perintah Orangtua

Taat kepada orangtua merupakan salah satu wujud ketaatan kepada Allah Swt. Semua perintah orangtua yang tidak melanggar perintah Allah wajib ditaati. Adapun jika orang tua memerintahkan kepada kemaksiatan kita boleh menolaknya.29

2) Berbicara Lemah Lembut kepada Orangtua

Berbicara dengan sopan, lemah lembut, dan mempergunakan kata-kata mulia adalah kewajiban anak kepada orangtuanya.30 Hal ini terdapat dalam al-Qur`ân surat Al-Isra ayat 23 yang berbunyi:













 









































Artinya: “dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”(Al -Isra [17]: 23)31

29

Mahmud Asy-Syafrowi, Orang Tuaku Pintu Surgaku, (Bandung: Mizania, 2015), h. 97.

30

A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), h. 170.

31

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), h. 284.

Dari ayat tersebut, anak berkewajiban berbuat baik kepada orang tuanya yaitu dengan cara berkata dengan lemah lembut dan tidak boleh berkata dengan perkataan yang menyinggung hati orangtuanya.

Lemah lembut harus mencakup tiga hal yaitu pilihan kata, intonasi dan ekspresi. Kata yang disampaikan berupa perkataan yang mulia, intonasi penyampaiannya tidak menyentak, dan disampaikan dengan ekspresi yang baik.32

3) Menafkahi Orangtua

Orangtua berjasa besar bagi anaknya, karena sejak kecil orangtua yang menanggung kebutuhan anaknya. Adapun anak merupakan orang yang paling dekat dengan orangtuanya, maka diantara bentuk birrul walidain adalah dengan menafkahi orangtua.

Harta yang dimiliki anak adalah harta orangtua. Jadi, jika mereka mengambil harta anaknya diperbolehkan.

Rasulullah Saw. didatangi seorang lelaki, lalu berkata, „Wahai

Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Sedangkan ayahku

membutuhkan hartaku itu.” Lalu Nabi bersabda, “Kamu dan hartamu

adalah milik ayahmu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah termasuk hasil usahamu yang terbaik, maka dari itu makanlah dari penghasilan anak-anakmu. (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)33

4) Meminta Izin dan Restu Orangtua

Anak yang berbakti adalah anak yang selalu meminta restu orangtuanya dan meminta izin kedua orangtuanya dalam hal apapun. Dalam berjihad seorang anak juga harus meminta izin kepada orang tuanya. Jika orangtua mengizinkan, maka boleh dilaksanakan. Tapi, jika

32

Mahmud Asy-Syafrowi, Orang Tuaku Pintu Surgaku, (Bandung: Mizania, 2015), h. 112.

33

tidak, maka jangan dikerjakan. Hendaknya anak ikhlas menerima keputusan orangtuanya yang tidak memberi izin. Sebab, kepatuhannya mendatagkan pahala yang besar dan bisa jadi hal itulah yang terbaik bagi anak.

5) Mendoakan Orangtua

Mendoakan orangtua merupakan suatu perbuatan baik. Karena doa yang dilantunkan seorang anak, esensinya berupa harapan yang diharapkan oleh sang anak, yaitu sebuah harapan baik agar selalu menyertai orangtuanya.

Doa yang kita panjatkan dapat berupa doa lantunan kasih sayang. Sebaiknya memanjatkan doa memohon kasih sayang kepada Allah Swt. untuk orangtua setiap saat.34

6) Menjaga Adab kepada Orangtua

Perkara-perkara yang berkaitan dengan adab/etika dengan orangtua sangat penting untuk diperhatikan. Sebab hal kecil/ ringan yang diperlakukan kepada orangtua akan menjadi besar karena kedudukan mereka, baik berupa pahala ataupun dosanya. Kesopanan anak kepada orangtuanya dapat membuat mereka ridha, sehingga bisa menjadi penyebab ia masuk surga. Ketidaksopanan anak kepada orang tua yang membuat hati mereka terluka bisa menjadi penyebab ia masuk neraka.35 7) Mengutamakan Kepentingan Orangtua daripada Kepetingan Sendiri

dan Orang Lain

Hak terhadap orangtua harus didahulukan karena keridhaan Allah Swt. terletak pada keridhaan orangtua, dan kemurkaan Allah Swt juga terletak pada kemurkaan orangtua. Jika anak masih sering mengabaikan

34

Syaifullah, op. cit., h.129.

35

kepentingan orangtua dari pada kepentingan diri sendiri dan juga orang lain maka anak tersebut belum dikatakan patuh.36

Dalam sebuah hadis juga menegaskan bahwa hak orang tua harus didahulukan dibandingkan dengan hak orang lain, termasuk istri dan anak-anaknya. Bahz bin Hakim meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah saya harus lebih dulu berbakti?” beliau menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya lagi, “Lalu kepada siapa lagi. beliau menjawab: "Ibumu!" dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Kemudian Ibumu!" dia bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dijawab: "Kemudian bapakmu!" (HR. Bukhari, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dan Baihaqi).

b. Birrul Walidain yang Sudah Meninggal

Perintah untuk berbakti kepada orangtua bukan hanya semasa hidupnya, tetapi setelah orangtua meninggal pun anak tetap diperintahkan untuk berbakti kepada orangtua. Berikut ini beberapa bakti yang dapat dilakukan untuk orangtua yang sudah meninggal:

1) Berdo‟a dan Memohon Ampun untuk Orangtua

Doa adalah intisari ibadah. Tidak ada yang lebih dibutuhkan oleh siapa yang telah meninggal dunia melebihi doa yang tulus, karena itu doa merupakan persembahan bakti anak terhadap orangtua yang telah wafat.37

2) Menunaikan Janji atau Wasiat Orangtua

Kalau semasa hidup ada janji yang belum dilaksanakan orangtua, maka janji itu bisa dilaksanakan oleh anak, misalnya ibadah haji yang

36

Syaifullah, op. cit., h.86.

37

belum dilaksanakan, maka anak bisa menghajikan orang tuanya yang telah meninggal.38

3) Membebaskan Hutang Orang Tua

Hutang merupakan tanggung jawab berat yang tidak akan bisa lepas sampai hari kiamat sebelum hutang tersebut dilunasi. Seorang anak hendaknya segera membebaskan orangtua yang sudah wafat dari tanggungan hutang, agar dimudahkan jalannya, dilapangkan kuburnya, dan diberi nikmat sampai datangnya hari kiamat.39

4) Menjalin Silaturahim dengan Kerabat Orang Tua

Manusia yang baik adalah manusia yang menjaga hubungan persahabatan dengan orang lain. Allah memerintahkan umat-Nya untuk menjaga hubungan baik dengan kerabat dan keluarga. Salah satu cara bakti kepada orangtua setelah mereka wafat adalah dengan menjalin silaturrahim dengan kerabat dan sahabat terdekatnya, seperti yang ditunjukkan hadis Nabi Saw. :

Dari Usaid ra., ia berkata “Kami ada di sisi Nabi Saw, lalu seorang lelaki berkata, „Wahai Rasulullah, masih tersisakah untukku suatu bakti yang

aku berikan kepada ibu bapakku setelah keduanya meninggal?‟ Beliau

menjawab, „Ya, ada empat perkara: mendoakan dan memohonkan

ampunan untuk mereka, melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan menjalin persaudaraan yang tidak ada

persaudaraan bagimu kecuali dari arah keduanya‟.”(H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah)40

38

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), h. 84.

39

Asy-Syafrowi, op. cit., h. 119-120.

40

5) Bersedekah untuk Orangtua

Kebaktian anak kepada orangtua yang telah meninggal dapat dilakukan dengan sedekah untuk mereka. Sedekah yang dilakukan untuk orangtua yang telah meninggal memberi manfaat untuk mereka, mendatangkan pahala, dan dan dapat menghapus dosa mereka.41

Ibnu Abbas ra. Menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Saw dan mengatakan bahwa ibunya telah meninggal dunia, lantas apakah ibunya akan mendapatkan manfaat jika

dia bersedekah atas namanya? Saat itu Rasulullah Saw menjawab, “Ya

(bermanfaat baginya).” Kemudian lelaki itu menyedekahkan kebunnya

atas nama ibunya dengan disaksikan oleh Rasulullah Saw.(H.R. Bukhari, Tirmidzi, Abu Daud, Ahmad)

Dokumen terkait