• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Unsur Intrinsik

Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna yang mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagai alur, penokohan, sudut pandang, latar, dan lain-lain akan berkaitan dan bersinergi mendukung eksistensi tema.

Adapun tema yang diangkat dalam novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora adalah berbakti kepada orangtua.

b. Latar 1) Waktu

Latar waktu dalam novel Ada Surga di Rumahmu tidak ditunjukkan secara jelas, dalam arti tidak menekankan waktu sejarah yang pasti seperti terjadi pada kurun tahun sekian hingga tahun sekian. Latar waktu yang terdapat dalam novel ini lebih terpusat pada waktu harian, seperti pagi, siang, sore, dan malam. Berikut akan dipaparkan latar waktu yang terdapat dalam novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora.

a) Pagi

Raniah, si sulung, kakak perempuan mereka yang pendiam, akan berdiri saja di anjungan rumah memperhatikan mereka. Sepagi ini, apalagi ini hari libur, ia pasti baru selesai menjemur baju yang Shubuh tadi dicucikan umi. Ia tersenyum kecil memperhatikan polah adik-adiknya yang saling menyengkelit berebut bola, lalu meneruskan pekerjaannya, mengelap perabot rumah.1

1

b) Siang

Lantai rumah itu berkeriut-keriut ketika Ramadhan berlarian di atasnya. Sinar matahari siang merembes masuk lewat celah-celah dinding kayu. Bayangan Ramadhan, anak lelaki berusia sepuluh tahun yang bertubuh sedikit kecil untuk anak seusianya, terseret-seret di lantai kayu yang tak pernah dipulas pernis. Bila kayunya yang sudah tua terlihat semakin kusam saat memantulan sinar.2

c) Sore

Pada sore pertama mereka di rumah itu, umi merayakannya dengan menyiapkan sepiring ubi rebus.piring itu masih mengepul saat disorongkan ke depan Abuya yang sedang duduk bersila di lantai. Umi lalu memanggil anak-anaknya untuk berkumpul. Raniah muncul dari arah belakang rumah, membawa seteko teh hangat. 3

d) Malam

Malam itu, mata Ramadhan tak kunjung bisa terpejam. Udara memang lembab dan gerah, kemungkinan besar akan hujan lagi. Burung malam sesekali memekik pendek. Mata Ramadhan nyalang menatap langit-langit kamar, mempertanyakan janji Allah yang tak terbukti. Sudahlah, pikirnya. Benar kata umi. Kalau belum rezeki, yang sudah di depan mata saja bisa diambil lagi oleh Allah, apalagi yang belum di depan mata.4

2) Tempat

Novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora secara garis besar banyak mengambil tempat di dua kota, yaitu Palembang dan Jakarta. Berikut secara spesifik akan dipaparkan lokasi-lokasi kejadian dalam novel tersebut.

a) Rumah

Esoknya, pagi-pagi sekali, seseorang mengetuk pintu rumah Abuya. Ramadhan membuka pintu dengan perasaan tak enak. Kedatangan tamu sepagi ini membuat resah. Jangan-jangan, ini 2 Ibid, h. 1. 3 Ibid, h. 30. 4 Ibid, h. 108-109.

salah satu dari para penagih hutang itu. Tapi, ternyata yang berdiri di depan pintu adalah Pak Dokter. Parasnya memampang rasa bersalah5.

b) Musi

Pada suatu pagi, Ramadhan, Umi, dan Abuya tiba di tepian Musi siap menyeberang ke Foerqanoel Moeis dengan getek. Di dalam getek berkapasitas enam orang itu, Ramadhan dan Abuya duduk di sisi yang berbeda. Ramadhan di kanan dan Abuya di kiri, sementara Umi duduk di tengah getek. Pengaturan posisi duduk ituuntuk menjaga keseimbangan getek.6

c) Masjid

“Ibu Naya berkali-kali menyeka sudut-sudut matanya.

Bersimpuh di lantai Masjid, ia menunduk terus. “Saya idak tahu

musti cerita ke siapa, Ustadz. Saya benar-benar idak tahu.”Si

ibu terisak lirih. Ramadhan menatap mereka berdua dengan

prihatin, “Tolong dinikahi saja, Ustadz. Saya mohon.””7

d) Kelas

“Tanpa banyak kata, Ramadhan langsung berdiri dan menuju bangku kedua paling belakang di kelas itu. Dengan enggan, ia duduki bangku itu. Ah, payah ini. Bahkan, pada hari pertamanya ia sudah melanggar janjinya kepada Abuya.”8

e) Rumah Sakit

““Assalamu’alaikum, Rio. Umi sakit. Sekarang aku ke rumah sakit. Maafkan. Maafkan,” aku tergagap. Kosakataku lenyap.”9

5 Ibid, h.109. 6 Ibid, h. 41. 7 Ibid, h. 162. 8 Ibid, h. 46. 9 Ibid, h. 208.

f) Pasar

“Kami lalu pamit pada Buya Athar dan Umi Aisya, lalu berjalan menuju pasar yang tak jauh dari sana. Pasar sempit ini diapit pasar di kanan dan kirinya, kios kopi Abuya ada di tepi jalan.setelah mendapatkan setengah kilogram gula untuk oleh-oleh bagi Umi, kami mampir ke kios Abuya.”10

g) Sekolah

Setibanya mereka di sekolah kelima, mereka melangkah melintasi gerobak pedagang es krim yang sedang dirubung anak-anak sekolah. Tanpa bisa ditahan, Ramadhan dan Raniah melirik kerumunan itu. Si pedagang es krim sedang berkeringat, kewalahan meladeni permintaan dari kanan dan kiri. Umi menangkap lirikan mereka ini dan mengeratkan genggaman tangannya.11

h) Palembang

“Ustadz Karim melongok sekilas ke depan dari bilik panggung.

Sepertinya seluruh penduduk Palembang tumpah-ruah di lokasi acara. Bahkan Ramadhan pun belum pernah melihat orang

sebanyak ini di Palembang.”12

i) Jakarta

“Ia diarahkan ke sebuah gedung bertingkat di Jakarta Selatan, tempat sebuah stasiun televisi besar bermarkas. Dahsyat. Hanya satu kata itu yang pertama muncul di benak Ramadhan. Ia melangkah melintasi lantai granit mengkilap yang membentang dari ujung ke ujung. Wajah Ramadhan tertimpa cahaya dari lampu-lampu besar dengan sudut pendar dramatis yang diatur sedemikian rupa. Ia tiba di depan sebuah lift dan menekan tombol naik. Bahkan dengan sentuhan halus ujung jarinya saja, tombol itu langsung menyala.”13

10 Ibid, h. 34. 11 Ibid, h. 68. 12 Ibid, h. 184. 13 Ibid, h. 191.

j) Padang Arafah

“Sembilan Dzulhijjah, hari ketika semua calon haji berkumpul di

Padang Arafah. Ketika mereka semua hanya manusia yang mengenakan selembar kain putih, sama-sama tidur beralaskan bumi dan beratapkan langit. Dan ketika mereka benar-benar

hanya setitik debu di semesta Ketuhanan Yang Mahaagung.”14

k) Desa Sungsang

“Desanya bernama Sungsang, terletak di kecamatan Banyuasin. Ramadhan sedang ditugaskan oleh Foerqanoel Moeis untuk mengabdi di desa ini selama setahun. Karena jaraknya dari rumah cukup jauh, sekitar 70 km, Ramadhan memutuskan untuk pulang ke rumah Umi setiap akhir pekan.”15

3) Sosial

Latar sosial dalam novel Ada Surga di Rumahmu menggambarkan tentang kehidupan yang damai dengan adanya tolong menolong antara sesama manusia, saling memberi, saling mengingatkan dalam hal kebaikan, dan lain-lain. Berikut kalimat yang menunjukkan latar sosial dalam novel:

“Kalau kau mau kito temani cari sandal baru, besok kito izin ke Ustadz

Fadhil.” Itu suara Ardiansyah. Besok memang hari Minggu. “Aku… idak mungkin mengganti uang ini sekarang.”

Ghofur menepuk pundak Ramadhan. Kencang. “Tak perlu!” jawabnya sambil meringis. “Asal jangan kau hilangkan lagi saja sandal itu,”

membuat lainnya tergelak.16

14 Ibid, h. 227. 15 Ibid, h. 200. 16 Ibid, h. 85.

4) Ekonomi

Latar ekonomi setiap tokoh dalam novel Ada Surga di Rumahmu

berbeda-beda. Ada yang berasal dari keluarga mampu, ada yang berasal dari keluarga kurang mampu. Berikut akan dipaparkan kalimat-kaliamat yang menunjukkan latar ekonomi dari novel :

a) Keluarga mampu

Keluarga mampu yang terdapat dalam novel Ada Surga di Rumahmu adalah keluarga pengusaha pengekspor batik Palembang yang ditunjukkan dalam kalimat:

“Pak pengusaha bercerita bahwa usahanya sudah sedemikian maju sehingga ini adalah tahun kelimanya memberangkatkan karyawan-karyawannya umrah.”17

b) Keluarga kurang mampu

Keluarga kurang mampu yang terdapat dalam novel adalah keluarga Ramadhan yang ditunjukkan dalam kaimat :

Sebenarnyo kami ini kaya atau miskin, sih?

Pikirannya terus mengawang. Belum berani ia menuntut jawaban dari Umi.

“Kito hanya belum punya uang, Mad. Tapi kito idak miskin.

Jangan pernah sekali-kali berpikir begitu lagi.” Umi bangkit dari duduknya.18

5) Agama

Latar agama dalam novel Ada Surga di Rumahmu menunjukkan ajaran-ajaran Islam yang sangat banyak diantaranya: tokoh-tokoh yang taat beribadah, tolong menolong, berbakti kepada orangtua, suka memberi, jujur, dan lain-lain. Berikut kalimat yang menunjukkan ajaran agama yang ditunjukkan oleh perilaku tokoh dalam novel :

17

Ibid, h. 51.

18

“Alhamdulillah,” bisik Abuya setelah menyelesaikan tadarusnya. Dari

keriat-keriut kaki bangku, Ramadhan tahu ayahnya sedang berusaha mencari posisi tidur yang enak.

“Ngapo belum tedok, Mad?”

Ramadhan tak menjawab. Dari mana pula ayahnya bisa tahu ia belum tidur. Tapi, Abuya memang perasa sekali.

Abuya mulai menggumam zikir, bersiap menyibak tabir alam mimpi.19

c. Alur

Novel Ada Surga di Rumahmu karya Oka Aurora memiliki alur yang bersifat maju. Alinea cerita disusun berdasarkan urutan waktu yang berjalan ke depan, bukan berbalik ke masa lampau.

d. Penokohan 1) Ramadhan

Seseorang yang sangat sayang kepada keluarganya, berbakti kepada kedua orangtua, dan bercita-cita tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut :

“Baiklah, Abuya dan Umi … aku akan berusaha menggapai cita-cita

tinggi itu demi mengangkat derajat keluarga.”20

2) Umi Humairra

Wanita sederhana yang taat beribadah dan pekerja keras. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut:

Umi mengenakan kerudung abu-abu yang selalu ia pakai jika keluar rumah. Perawakan umi mungil, tapi kukuh. Kain tua warisan Nenek yang ia belitkan di pinggang tak bisa menyembunyikan pergelangan kakinya yang liat. Ia bukan wanita pendiam. Jika ia sedang bekerja,

19

Ibid, h. 143.

20

ia bersenandung kecil, atau berdzikir. Umi tak pernah duduk terlalu lama, kecuali jika sedang menisik baju-baju yang koyak.21

3) Abuya Karim

Seorang ayah yang amanah, penyayang, lembut dalam bertutur kata,dan penyemangat bagi anak-anaknya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut :

“Kau dan adik-adikmu dipercayakan Allah kepada kami. Allah pasti ingin kalian bercita-cita. Kami idak mau jadi orang yang menggagalkan cita-citamu,” ujar Abuya lembut. “Abuya tahu ,cita-citamu tinggi. Mungkin sekarang kau belum menyadarinya. Tapi, suatu saat kau pasti tahu. Jangan jadi orang yang menggagalkan cita-citamu sendiri, Mad.”22

4) Buya Athar (Paman sekaligus guru Ramadhan)

Penyabar dan percaya diri. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut ini:

“Aku sering dikhianati,” ucapnya lagi setelah terbatuk payah. “Dikhianati oleh saudaraku, temanku, guru-guru yang kuasuh, bahkan kadang oleh muridku sendiri. Tak ada satu pun pengkhianatan di dunia ini yang berhasil meruntuhkan rasa percaya

diriku.”23

5) Umi Aisya (Istri Buya Athar)

Penyabar, setia, dan penyayang. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat berikut:

“Karena kondisinya tak kunjung membaik setelah dua bulan, ia

setuju untuk diinapkan di rumah sakit. Selama dirawat, para santri

21 Ibid, h. 20. 22 Ibid, h. 43. 23 Ibid, h. 102.

bergantian mengampar di lantai rumah sakit. Istri Buya Athar, Umi Aisya, tak pernah sekali pun meninggalkannya. Karena mereka tak dikaruniai keturunan,para santrilah yang menjadi anak-anak

mereka.”24

6) Raniah (Kakak Ramadhan)

Pendiam, rajin dan berbakti kepada orangtua. Hal ini dapat dilihat dari kalimat di bawah ini :

“Raniah, si sulung, kakak perempuan mereka yang pendiam, akan

berdiri saja di anjungan rumah memperhatikan mereka. Sepagi ini, apalagi hari libur, ia pasti baru selesai menjemur baju yang Shubuh tadi dicucikan Umi. Ia tersenyum kecil memperhatikan polah adik-adiknya yang saling menyelengkit berebut bola, lalu meneruskan

pekerjaannya mengelap perabot rumah.”25

7) Rindu

Santun dan anggun. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut ini:

“Gadis misterius itu mencium tangan Umi. Kerudungnya

yangterbuat dari satin berwarna ungu muda beriak halus mengikuti geraknya yang santun tapi anggun. Lalu ia mengangguk sopan dan

tersenyum pada Ramadhan.”26

8) Kirana

Santun dan menghormati orangtua. Hal ini dapat dilihat dari kalimat berikut:

Seorang gadis dalam baju kirung keemasan bergegas mendekat. Itu Kirana! Wajah Ramadhan memanas saat melihat betapa kulit Kirana tampak semakin terang dalam bajunya. Ia lirik Umi yang menyambut Kirana sambil tersenyum santun. Ramadhan langsung tahu bahwa Umi telah jatuh hati pada Kirana. Dengan takzim, Kirana mencium tangan Umi. Umi malah menarik tubuh Kirana mendekat dan mencium kedua pipinya.27

24 Ibid, h. 99. 25 Ibid, h. 3. 26 Ibid, h. 220. 27 Ibid, h. 177.

9) Naya

Kurang sopan dan tidak menghargai ustadznya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat di bawah ini :

“Karena merasa tak punya alasan yang tepat untuk menolak permintaan Naya, Ramadhan terpaksa diam saja saat Naya naik ke sadel motornya tanpa bertanya lagi. Inilah yang Ramadhan tak terlalu suka dari murid pengajiannya yang satu ini; sebagai seorang perempuan etikanya agak kurang.”28

e. Sudut Pandang

Sudut pandang yang ditentukan oleh pengarang novel ini adalah persona

ketiga “dia”. Pengarang novel menceritakan kehidupan “dia”. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa kutipan sebagai berikut:

“Ramadhan tak tahu alasan mana yang pantas ia ajukan sebagai

keberatan. Sebagai anak lelaki tertua di keluarga ini, tak pantas rasanya mengeluhkan tinggal berjauhan dengan keluarga. Tak pantas pula mengkhawatirkan hidup mandiri. Lagi pula, ia tahu persis, pesantren milik keluarga ini akan sangat meringankan beban keuangan keluarga”29

“Mata Ramadhan juga sudah terpejam, tapi ia tak bisa tidur. Sayup,

senandung tadarus Abuya dari sudut ruangan kecil itu mendesau-desau ke

telinganya.”30

“Ramadhan diam, mendengarkan. Ia tidak tahu. Belum pernah itu diceritakan kepadanya.”31 28 Ibid, h. 133. 29 Ibid, h. 40. 30 Ibid, h. 142. 31 Ibid, h. 166.

Dokumen terkait