• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI HUKUM ISLAM

B. Bentuk-Bentuk Ijma pada Masa Kini

Berdasarkan data pendapat ulama dan proses atau prosedur lahirnya pendapat ulama di berbagai negara saat ini dalam beberapa masalah agama dalam kaitannya dengan ijma, penulis mengidentifikasi adanya yang dapat disebut Ijma Dairah, Ijma Qaumi dan Ijma Dauli.

1. Ijma Dairah( ُةَرئِاَّدلا ُعاَمْجِْلَْأ: Ijma Lokal )

Ijma dairah ialah ijma para ulama dalam satu daerah atau wilayah tertentu tentang suatu masalah yang hanya berlaku untuk daerah tertentu bersangkutan.

79

Misalnya pada tahun 2010 di Manado (di Masjid Cordoba), Majelis Tarjih Muhammadiyah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Manado mengadakan Sidang Tarjih tentang Hukum Orang Kristen di Manado Masuk Masjid, dengan mengundang ulama dan budayawan se Kota Manado. Peserta Sidang Tarjih (K. H. Abdul Qadir Abraham, K. H. Fauzie Nurani, Drs. K. H. Abd. Rahman Latukau, Lc, H. Sulaiman Mappiasse, Lc, MA, Drs. Ikrar, MHI. Dr. M. Nasri Hamang, M.Ag., Dr. Nasruddin Yusuf, M.Ag., Drs. Hanafi. Dr. Taufiq Passiak dan Drs. Reiner Omyet Ointoe) ijma, bahwa orang Kristen di Manado haram hukumnya masuk masjid.

Ijma tersebut disebut ijma dairah, karena diberlakukan khusus dalam daerah Manado atau wilayah Sulawesi Utara. Ijma tersebut tidak berkaku di luar daerah Manado atau wilayah Sulawesi Utara. Apabila misalnya para ulama di satu daerah atau wilayah yang lain, tidak menyetujuinya dan tidak akan memberlakukannya di daerah atau wilayahnya, maka itu tidak menjadi masalah. Biarkanlah para ulama di setiap daerah berijma menurut pendapatnya masing-masing. Ijma dairah sekarang banyak terdapat di Daerah Istimewa Aceh, yang tentu saja tidak mutlak dapat berlaku atau diikuiti daerah lainnya.

80

Ijma qaumi ialah ijma para ulama dalam satu negara tertentu tentang suatu masalah yang hanya berlaku untuk negara tertentu bersangkutan. Misalnya ijma para ulama di Indonesia atas dua masalah, yaitu sbb:

a. Nikah Muslim dengan Non-Muslim.

Ulama Indonesia ijma (sebagaimana yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam), bahwa seorang laki-laki muslim tidak boleh menikahi seorang wanita non-muslim; dan seorang wanita muslim tidak boleh menikah dengan seorang laki-laki non-muslim.57

b. Ahli Waris Pengganti

Ulama Indonesia ijma, bahwa seorang anak yang terlebih dahulu meninggal dari bapak atau ibunya, ia menggantikan kedudukan bapak atau ibunya, sehingga kedudukannya naik sekedudukan dengan paman dan bibinya dengan mendapatkan bagian warisan sebagaimana bagian paman atau bibinya.58 Ijma ini membatalkan ketentuan atau pendapat mayoritas ulama sebelumnya yang menetapkan seorang anak

57

Lihat Mahkamah Agung Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam; Jakarta: Proyek Diklat MA-RI, 2003, Buku I - Hukum Perkawinan, Bab VI, Pasal 40, Ayat c dan Pasal 44, h. 11-12.

58

Lihat Mahkamah Agung Republik Indonesia, ibid., Buku II - Hukum Kewarisan, Bab III, Pasal 185, Ayat 1 dan 2, h. 55.

81

yang meninggal bapak atau ibunya, ia tidak mempuyai hak waris dari kakek atau neneknya.

Kedua macam ijma ulama Indonesia tersebut, khusus berlaku di Indonesia, dalam arti tidak berlaku di negara lain. Sebgaimana yang teridentifikasi, bahwa umumnya negara-negara lain dalam hal nikah antara muslim dengan non-muslim, memperpegangi ketentuan, yaitu seorang laki-laki muslim boleh menikah dengan seorang wanita non-muslim; yang tidak boleh ialah seorang wanita muslim menikah dengan seorang laki-laki non-muslim. Demikian juga dalam hal kedudukan waris anak yang telah meninggal bapak atau ibunya memperpegangi ketentuan, yaitu seorang anak yang telah meninggal bapak atau ibunya, ia tidak mendapat bagian warisan. Di Indonesia, orang sering menyebutnya, ia patah titian, yang karena itu, ia tidak mempunyai hak bagian waris dari kakek atau neneknya.

3. Ijma Dauli ( ى ْو ِل َّدلا ُعا َم ْج ِْلْ َأ: Ijma Internasional)

Ijma dauli ialah ijma para ulama di seluruh dunia, baik dalam bentuk qauli (ikut memberikan pendapat) maupun bentuk sukuti (diam; tidak ikut memberikan pendapat) yang berlaku di seluruh dunia. Istilah Ijma

dauli didasarkan pada kenyataan, yaitu berdirinya Bank Islam, baik di negara muslim maupun di negara-negara non muslim seperti di negara-negara-negara-negara Eropa.

82

Berdirinya Bank Islam adalah dilatarbelakangi suatu pemahaman syariat, yaitu Bank-Bank Konvensional yang beroperasi selama ini, menjalankan praktik bunga yang menurut mayoritas ulama tergolong riba, yang menurut syariat, hukumnya haram. Berdirinya Bank-Bank Islam merupakan sebuah alternatif bagi umat Islam untuk dalam menggunakan jasa perbankan yang bebas bunga (riba).

Sebagaimana yang terlaporkan, berdirinya Bank Islam di berbagai negara di mana terdapat komunitas muslim, menunjukkan secara kuat bahwa ulama di seluruh dunia telah ijma akan keharaman paraktik model bunga yang dijalankan Bank Konvensional selama ini. Selain itu, berarti hanya membolehkan umat Islam menggunakan jasa Bank Islam.

84 VIII. IJTIHAD (MAKSIMALISASI INTELEKTUALITAS)

A. Pengertian Ijtihad

Istilah ijtihad ( داَهِتْجِإ) secara etimologis berasal dari kata jahada - yajhudu - juhdun ( دْهُج - ُدُهْجَي - َدَهَج ) yang berarti kemampuan, tenaga atau menguras seluruh tenaga untuk melakukan suatu perbuatan yang berat atau susah; misalnya menguras tenaga untuk mengangkat sesuatu yang besar atau berat, seperti batu besar, pohon besar, meja besar dan sebagainya.59 Istilah ijtihad hanya berlaku untuk suatu upaya yang berat dan susah melahirkan suatu hasil.

Sedangkan secara terminologis, fukaha merumuskan, ijtihad ialah mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan untuk mengkaji suatu masalah keagamaan yang bersifat bukan pokok atau akidah (ashl)

melainkan yang bersifat cabang atau perbuatan (furu’)

yang tidak akan berakibat ketercelaan di dalamnya. Sementara ulama Ushul Fiqh merumuskan, ijtihad ialah mengerahkan seluruh tenaga untuk memperoleh sebuah

59

85

hukum syariat melalui proses istinbath dari sumber-sumbernya.60

Ijtihad merupakan sebuah kerja intelektual yang beroperasi dalam wilayah perbuatan orang-orang mukalaf untuk memperoleh sebuah kedudukan hukum. Dengan ijtihad, sebuah perbuatan yang dilakukan seorang mukalaf dapat diketahui dan diapstikan kedudukan hukumnya, apakah ia halal, haram, sunah makruh ataukah mubah.

B. Penerapan Ijtihad Bayani, Ijtihad Qiyasi dan Ijtihad