• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk – Bentuk Reasuransi Syariah

Dalam dokumen Oleh: EDVAN NIM : (Halaman 75-106)

BAB I PENDAHULUAN

C. Bentuk – Bentuk Reasuransi Syariah

Dua metode dan dua bentuk reasuransi syariah menghasilkan empat kombinasi pada reasuransi syariah yaitu proportional fakultatif, proportional treaty, non proportional fakultatif, non proportional treaty. Selanjutnya dari empat kombinasi ini diturunkan bentuk-bentuk reasuransi syariah.30

30

Reinfokus Media Informasi Asuransi dan Reasuransi, Reasuransi Syariah (Retakaful) dengan Akad Wakalah Bil Ujrah, ibid., h. 11

Gambar 3.2

Bentuk-bentuk Reasuransi Syariah31

1. Proportional Fakultatif

Ciri paling esensial dari fakultatif proportional adalah adanya penawaran sebagian risiko oleh operator asuransi syariah yang dilanjutkan dengan keputusan operator reasuransi syariah apakah dapat menerima atau menolak penawaran tersebut. Sesuai dengan namanya, fakultatif yang berarti bebas, tidak wajib. Maka, tidak ada kewajiban yang mengikat kedua pihak. Artinya, tidak ada kewajiban disisi operator asuransi syariah untuk menawarkan risiko kepada operator reasuransi syariah. Demikian pula, disisi operator reasuransi syariah, sama sekali tidak ada kewajiban untuk menerima penawaran. Bila menurut analisis dan

31

Reinfokus, Edisi Khusus Indonesia Syariah Retakaful Proportional Fakultatif Treaty Proportional Fakultatif Quota Share Surplus Non Proportional Retakaful Retakaful Non Proportional Fakultatif Excess Of Loss Stop Loss

standar underwriting operator reasuransi syariah bahwa suatu risiko dengan karakter tertentu tidak dapat diterima, maka ia bebas untuk menolaknya.

Selain itu, reasuransi syariah fakultatif adalah penanganan bisnis secara individual, risiko per risiko, mulai dari proses penawaran, negosiasi, pembayaran klaim reasuransi syariah.

Kebebasan operator reasuransi syariah untuk menerima atau menolak suatu risiko serta penanganan proses bisnis secara individual memungkinkan operator reasuransi syariah untuk mengakses semua detail fakta dan informasi seputar risiko seolah-olah ia merupakan operator asuransi syariah yang langsung berhubungan dengan peserta atau pemilik risiko. Ia diperbolehkan misalnya meminta laporan survei atas risiko tersebut. Bahkan bila dipandang perlu, operator reasuransi syariah dapat melakukan survei bersama-sama dengan operator asuransi syariah.32

Contoh reasuransi syariah proportional fakultatif, misalkan pool asuransi syariah A memiliki retensi sebesar Rp 250.000.000 untuk setiap risiko kendaraan bermotor. Suatu hari seorang pengusaha sukses ingin mengasuransikan mobil BMW dengan harga pertanggungan Rp 500.000.000. Suku kontribusi 1% dan ujrah asuransi syariah 30%. Untuk BMW ini terdapat kelebihan Rp 250.000.000 yang tidak dapat ditahan oleh pool asuransi syariah A sehingga harus ditempatkan ke pool lain, katakanlah kelebihan itu ditempatkan secara reasuransi syariah

32

dengan metode fakultatif proportional kepada pool reasuransi syariah B dengan ujrah untuk operator reasuransi syariah B sebesar 15% dari kontribusi tabarru‟ yang disesikan.

Gambar 3.3

Alokasi risiko antara pool Asuransi Syariah dan pool Reasuransi Syariah B untuk risiko kendaraan bermotor dengan harga pertanggungan Rp

500.000.00033

Harga pertanggungan = Rp 500.000.000

Retensi Pool Takaful Saham Pool Retakaful

Total kontribusi yang harus dibayar oleh pengusaha tersebut adalah sebesar Rp500.000.000 X 1% = Rp 5.000.000. Adapun aliran kontribusi diperlihatkan oleh gambar 3.4 sebagai berikut:

33

Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, ibid., h. 2 Harga Pertanggungan yang Harga Pertanggungan yang Ditahan oleh pool Asuransi Ditahan oleh pool

Syariah A Reasuransi Syariah B

50 % X Rp 500.000.000 = 50 % X Rp 500.000.000 = Rp 250.000.000 Rp 250.000.000

Gambar 3.4

Bagan aliran kontribusi untuk risiko kendaraan bermotor dengan harga pertanggungan Rp 500.000.000 yang diretakafulkan secara fakultatif proportional

Total Kontribusi

KONTRIBUSI UJRAH

TABARRU‟ TAKAFUL

70% X 5 juta 30% X 5 juta

KONTRIBUSI KONTRIBUSI UJRAH TAKAFUL setelah UJRAH RETAKAFUL TABARRU‟ TABARRU‟ dikurangi UJRAH 15% X kontribusi (RETENSI) RETAKAFUL RETAKAFUL tabarru‟ yang disesikan 50 % X 3.5 juta 50 % X 3.5 juta 1.500.000 – 262.500 = 15% X 1.750.000

Dari aliran kontribusi sebagaimana ditunjukkan oleh gambar tersebut. Kontribusi total yang dibayar oleh pengusaha sukses sebesar Rp 5.000.000 dipilah menjadi dua komponen yaitu kontribusi tabarru‟ dan ujrah takaful. Operator takaful A mengambil ujrah sebesar Rp 1.500.000 atau 30% dari kontribusi total. Uang sebesar Rp 1.500.000 tersebut harus mencukupi untuk membayar urah untuk agen, menutup biaya operasional, wakalah fee serta biaya retakaful (ujrah untuk operator retakaful).34

Proporsi kontribusi tabarru‟ yang diterima oleh setiap pool takaful / retakaful yang terlibat dalam menanggung risiko sama dengan proporsi risiko

34

Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, Ibid, h. 3

5.000.000

3.500.000 1.500.000

yang ditanggungnya. Pada contoh di atas, baik operator takaful maupun operator retakaful sama-sama menerima 50% dari kontribusi tabarru‟ karena mereka sama-sama bertanggung jawab untuk 50% risiko. Kenyataan ini tentu sangat sejalan dengan prinsip keadilan yang sangat dijunjung tinggi oleh syariat Islam. Proporsi yang adil ini tidak selalu dapat dicapai oleh mekanisme reasuransi konvensional dimana transparansi sebagaimana diuraikan dalam contoh ini, dalam sebagian besar kasus, tidak pernah terjadi.

Ujrah untuk operator reakaful hampir selalu lebih rendah dari pada ujrah untuk operator takaful karena biaya-biaya yang mereka keluarkan juga lebih kecil. Bagi operator retakaful dalam kasus ini, uang sebesar Rp 262.500 haruslah mencukupi untuk biaya operasional wakalah fee.

Besarnya ujrah takaful maupun ujrah retakaful tentu tidak harus sama untuk semua risiko. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah bagaimana risiko itu diperoleh (metode pemasaran), tingkat efisiensi operator takaful maupun operator retakaful, perlu tidaknya retrosesi serta tingkat wakalah fee. Risiko yang diperoleh melalui perantara baik agen maupun broker tentu membutuhkan biaya yang lebih tinggi dari pada risiko yang dibawa langsung oleh peserta ke kantor-kantor Operator Takaful. Semakin efisien operasional suatu operator, semakin kecil pula biaya.

Semua operator yang terlibat dalam pengelolaan suatu risiko berkewajiban untuk mengusahakan ujrah yang serendah mungkin. Dengan demikian kontribusi total yang harus dibayar peserta dapat pula ditekan. Atau bila peserta setuju

membayar kontribusi total yang sama, maka ujrah yang kecil akan memperbesar komponen kontribusi tabarru‟. Hal ini jelas memberi manfaat kepada seluruh peserta pool.35

Katakanlah suatu waktu sang pengusaha sukses menghabiskan akhir pekan bersama keluarganya di Bandung. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta tiba-tiba mobil di depan berhenti mendadak, sang pengusaha terkejut dan secara spontan menginjak rem sedalam-dalamnya. Jarak antar kendaraan terlalu dekat, dan mobil pun menghantam bagian belakang sedan didepannya.

Tidak itu saja, sang pengusaha juga harus bertanggung jawab atas kerusakan yang dialami oleh sedan didepannya. Dari kronologis kejadian, tidak bisa dibantah, sang pengusaha merupakan pihak yang bersalah karena tidak menjaga jarak aman dan memacu mobil dengan kecepatan di atas batas yang diperbolehkan oleh peraturan di jalan tol. Katakanlah total klaim kepada pool takaful A atas biaya perbaikan kedua mobil adalah Rp 80.000.000. Alokasi klaim tersebut dapat digambarkan oleh gambar 3.5.

Jadi, karena sejak awal pool takaful dan pool retakaful berbagi risiko ini dengan bagian yang sama besar, maka kerugian pun dibagi dengan proporsi yang sama besar, maka kerugian pun dibagi dengan proporsi yang sama besar, sehingga masing-masing harus bertanggung jawab sebesar Rp 40.000.000. Bagian pool

35

retakaful di transfer ke operator takaful untuk disatukan dengan bagian pool takaful dan selanjutnya dibayarkan kepada peserta.36

Gambar 3.5

Alokasi klaim antara Pool Takaful dan Pool Retakaful B Untuk kerugian sebesar Rp 80.000.000

Harga pertanggungan = Rp 500.000.000

Kerugian Rp 80 juta

Retensi Cedant Saham Pool Retakaful

2. Non – Proportional Fakultatif

Retakaful yang akad atau kontraknya terdapat adanya penawaran sebagian risiko oleh operator takaful (perusahaan asuransi syariah) yang dilanjutkan dengan keputusan operator retakaful (perusahaan reasuransi syariah) apakah dapat menerima atau menolak penawaran tersebut. Letak perbedaan dengan fakultatif proportional adalah dalam pembagian risikonya dibagi secara proportional, sedangkan pada bentuk retakaful fakultatif non proportional pembagian risikonya berdasarkan besarnya kerugian bukan berdasarkan risiko. Pool yang dikelola oleh operator takaful akan membayar klaim sampai batas tertentu dan sisanya dibayar

36

Delil Khairat, Makalah Retakaful Proportional Fakultatif, Ibid, h. 5 50% X Rp 80 Juta = 40 juta 50% X 80 Juta = 40 juta

oleh pool yang dikelola oleh operator retakaful sampai batas tertentu pula. Oleh karena itu, retakaful non proportional dikenal pula sebagai Excess Of Loss.37

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, batas besarnya kerugian yang menjadi tanggung jawab pool takaful disebut deductible atau excess point atau retention. Batas kerugian di atas deductible yang menjadi tanggung jawab pool retakaful disebut sebagai limit. Dalam kebanyakan kasus, limit dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (layer). Banyaknya layer dan lebar setiap layer disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan antara operator takaful dan operator retakaful.

Dalam Excess Of Loss, pool takaful harus siap untuk membayar semua kerugian sampai sebatas deductible. Pool retakaful layer pertama hanya akan terlihat apabila nilai kerugian telah melebihi deductible, pool retakaful layer kedua baru akan terlihat bila nilai kerugian telah melewati batas atas layer pertama, demikian seterusnya. Lihat gambar 3.1.

3. Proportional Treaty

Dengan digunakan metode ini, dibuat perjannjian antara operator asuransi syariah dan operator reasuransi syariah. Operator reasuransi syariah secara otomatis menerima tanggung jawab tertentu untuk semua risiko yang berada dalam cakupan perjanjian. Ini adalah kontrak yang mengikat kedua belah pihak. Operator reasuransi syariah tidak dapat menolak risiko dan operator asuransi

37

syariah harus memberikan semua risiko yang dikelolanya yang berada dalam cakupan perjanjian.

Kedua pihak yang terikat kontrak, operator asuransi syariah dan operator reasuransi syariah, telah menyepakati hak dan kewajiban masing-masing di bawah treaty tersebut dan kedua belah pihak itu secara otomatis terikat untuk transaksi bisnis yang akan dilakukan oleh operator takaful, kedua pihak tidak boleh memilih yang berada di luar perjanjian tersebut. Untuk treaty, berlaku otomatis secara langsung ketika risiko sudah diaksep dalam skema asuransi syariah oleh operator.

Treaty diperuntukkan bagi suatu portofolio atau kumpulan risiko-risiko untuk jangka waktu tertentu yang disepakati. Treaty proportional merupakan kontrak yang bersifat terus-menerus (continuing contract) dengan ketentuan adanya peninjauan atas ketentuan dan syarat-syarat setahun sekali.

Proportional treaty yaitu sebuah tipe takaful yang mengikatkan dua pihak atau lebih pihak, yaitu operator takaful dan operator retakaful. Dimana operator takaful wajib mensesikan setiap risikonya ke dalam pool retakaful dengan ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang risiko tersebut tidak dikecualikan oleh treaty atau ketentuan polis risiko tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan treaty. Demikian pula retakaful tidak memilki pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut. Dan bila terjadi hal klaim, pembagian kerugiannya dibagi secara proportional antara operator takaful dengan operator retakaful.

Berdasarkan gambar 3.2 tipe proportional treaty dibagi menjadi 2 yaitu quota share dan surplus :

a. Quota Share

Quota share merupakan metode treaty proportional yang paling sederhana. Dengan quota share, operator takaful dan operator retakaful membuat kesepakatan jangka panjang untuk membagi setiap risiko yang dimiliki oleh pool takaful kepada pool retakaful dimana proporsi atau pesentase pembagiannya tetap atau sama untuk setiap risiko. Risiko sebesar atau sekecil apapun akan dibagi dengan pesentase yang sama sampai batas maksimal yang telah disepakati. Batas maksimal besarnya risiko yang dapat ditampung oleh retakaful quota share ini disebut sebagai limit treaty (treaty limit).

Selain persentase pembagian risiko, pada perjanjian quota share operator takaful dan operator retakaful juga menyepakati ketentuan-ketentuan lain yang secara detail mengatur realisasi bisnis antara kedua pihak. Ketentuan-ketentuan itu antara lain meliputi beberapa ujrah untuk operator takaful, ujrah untuk operator retakaful, risiko apa saja yang tidak boleh disesikan (pengecualian), pelaporan realisasi bisnis (statement of account), mekanisme pembagian surplus underwriting (bila ada) dan sebagainya.

Misalkan operator takaful A mengelola pool takaful A, kali ini untuk kelas bisnis takaful kebakaran dengan retensi sebesar Rp 200.000.000. Setiap risiko yang nilai risikonya diatas nilai retensi ditempatkan secara retakaful fakultatif

proportional. Sepanjang tahun lalu operator A ternyata mendapat banyak properti yang nilai risikonya di atas Rp 200.000.000 hingga Rp 700.000.000. Akibatnya operator A kewalahan menangani proses retakaful fakultatif. Selain menyebabkan pembengkakan biaya operasional, terjadi pula beberapa keterlambatan pelayanan kepada nasabah yang berdampak negatif bagi citra perusahaan yang dibangun dengan susah payah.

Kenyataan tersebut telah cukup untuk menjadi alasan bagi manajemen Operator Takaful A untuk mencoba menggunakan metode lain yang lebih efisien namun tetap efektif dalam melakukan retakaful. Setelah mempelajari statistik dan profil portofolio beberapa tahun terakhir, manajemen Operator Takaful A sampai pada keputusan bahwa program yang paling ideal bagi mereka adalah memiliki treaty quota share dengan treaty limit hingga Rp 800.000.000 dimana mereka akan menahan 20% maksimum Rp 200.000.000 sebagai retensi dan memberikan 80% risiko kepada pool-pool retakaful. Format ini yang dirasa ideal bagi operator takaful A, dimana semua portofolio mereka dapat diserap oleh treaty, biaya operasional ditekan dan pelayanan kepada para peserta atau calon peserta menjadi lebih cepat dan pasti. Volume pertanggungan dan pendapatan kontribusi diperkirakan akan meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya dimana belum ada kepastian treaty otomatis.

Berbekal proposal itu, manajemen operator takaful A menemui operator retakaful B yang dipilih sebagai Leading Retakaful Operator. Operator retakaful B selanjutnya akan mempelajari proposal tersebut dan bukan tidak mungkin

mereka berbeda pendapat dengan operator takaful A. Setelah melalui diskusi antara kedua perusahaan, tercapailah kesepakatan untuk menggunakan Treaty Quota Share 60% dengan 100% Treaty Limit Rp 500.000.000.

Ini artinya pembagian untuk setiap risiko adalah 40% ditahan oleh Pool Takaful A (retensi) dan 60% akan diberikan kepada pool-pool retakaful. Adapun maksimum besarnya risiko yang dapat ditampung secara otomatis adaah sebesar Rp 500.000.000. Bila ada risiko yang ternyata nilainya melebihi batas maksimum Rp 500.000.000, maka kelebihannya akan ditempatkan dengan cara lain, misalnya dengan retakaful fakultatif. Aturan ini diterapkan pada setiap risiko. Pembagian risiko dengan treaty quota share ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.

Gambar 3.6

Alokasi risiko dengan Treaty Quota Share untuk portofolio Asuransi kebakaran Pool Takaful A38

100% Treaty Limit: Rp 500 juta

38

Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus, h. 1-4

RETENSI 40% maksimum Rp 200 juta Pool Takaful A QUOTA SHARE 60% maksimum Rp 300 juta Pool Retakaful B

Misalkan pada suatu hari seorang agen berhasil mendapatkan lima nasabah baru dengan nilai risiko masing-masing sebagai berikut:

Properti 1 Rp 500.000.000 Properti 2 Rp 200.000.000

Properti 3 Rp 300.000.000 Properti 4 Rp 50.000.000 Properti 5 Rp 800.000.000

Alokasi risiko untuk setiap properti akan terlihat sebagai berikut:

Gambar 3.7

Alokasi Risiko dengan Treaty Quota Share untuk beberapa risiko Dengan Harga Pertanggungan yang berbeda39

39

Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus, ibid., h. 5

Alokasi Risiko dengan Treaty Quota Share

200 80 120 20 200 300 120 180 30 300 300 0 200 400 600 800 1000 Properti 1 Properti 2 Properti 3 Properti 4 Properti 5

Dapat dilihat dari gambar diatas bahwa untuk properti 1 sampai 4, alokasinya tetap, retensi 40% dan quota share 60%. Perbedaan terdapat pada properti ke 5 dimana harga pertanggungan melebihi limit 100% quota share sehingga ada sisa sebesar Rp 300.000.000. Misalkan semua sisa risiko ditempatkan secara fakultatif, maka alokasi risikonya menjadi Retensi Rp200.000.000 (25%), quota share Rp 300.000.000 (37.5%) dan fakultatif Rp300.000.000 (37.5%). Akan tetapi kalau kita abaikan dulu sisa sebesar Rp300.000.000, dapat dilihat bahwa perbandingan antara retensi dan quota share tidak berubah yaitu 40% dan 60%.

Katakanlah pada properti 3 terjadi kerugian sebesar Rp 200 juta, maka pembagian tanggung jawab atas klaim antara operator takaful dan operator retakaful adalah

Gambar 3.8

Alokasi Kerugian Sebesar Rp 200.000.000 untuk Treaty Quota Share 60% Antara Pool Takaful A dan Pool Retakaful B

Harga Pertanggungan: Rp 300 juta

b. Surplus

Sama dengan quota share, surplus termasuk metode treaty proportional dimana risiko, kontribusi tabarru‟ dan klaim dibagi secara proportional antara retensi pool takaful dan pool retakaful. Perbedaan paling mendasar adalah bahwa dengan treaty surplus, operator takaful mendapatkan yang tidak dinikmati dengan quota share, yaitu keleluasaan menetapkan retensi.

Alokasi risiko dalam treaty surplus didasarkan pada penetapan besarnya retensi pool takaful oleh operator takaful dan kemudian bagian retakaful dinyatakan sebagai kelipatan dari retensi tersebut. Retensi dalam surplus dikenal sebagai a line atau satu line dan bagian pool retakaful juga dinyatakan dalam line, bisa 1 line, 2 lines, 10 lines dan seterusnya.

RETENSI = 40% x Rp 200 juta =Rp 80 Juta Pool Takaful A QUOTA SHARE = 60% x Rp 200 juta = Rp 120 Juta Operator Retakaful B

Misalkan sebuah Pool Takaful Z memiliki retensi untuk takaful kebakaran sebesar Rp 200.000.000 untuk setiap risiko. Pengalaman beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa harga pertanggungan tertinggi yang pernah diterima adalah Rp 1.100.000.000, tetapi hanya 2% risiko yang memiliki harga pertanggungan diatas Rp 1.000.000.000. Treaty Surplus dengan kapasitas otomatis sebesar Rp1.000.000.000 dianggap sudah mencukupi dan sisa risiko di atas itu akan ditempatkan secara fakultatif. Treaty Surplus Pool Takaful Z dapat digambarkan seperti di bawah ini

Gambar 3.9

Alokasi Risiko dengan Treaty Surplus untuk portofolio asuransi kebakaran Pool Takaful Z dengan retensi maksimum Rp 200.000.000

dan limit treaty Rp 800.000.00040

40

Delil Khairat, Makalah Quota Share and Surplus.

RETENSI

Maksimum Rp 200 juta

Pool Takaful Z

SURPLUS

4 Lines Maksimum Rp 800 juta

Pool Retakaful X

100% Treaty Limit: Rp 800 juta

4. Non-Proportional Treaty

Dalam tipe retakaful non-proprtional treaty merupakan kontrak yang mengikatkan diri antara operator takaful dengan operator retakaful. Dimana operator takaful wajib mensesikan setiap risikonya ke dalam pool retakaful dengan ketentuan-ketentuan serta syarat-syarat yang telah disepakati sepanjang risiko tersebut tidak dikecualikan oleh treaty atau ketentuan polis risiko tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan treaty. Demikian pula retakaful tidak memiliki pilihan kecuali diwajibkan menerima sesi risiko tersebut.

Yang membedakan dengan proportional treaty adalah dalam hal terjadi kerugian, dalam proportional treaty dibagi secara proportional sedangkan pada non proportional pembagiannya dibagi secara non proportional sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pool takaful hanya menahan kerugian sampai batas tertentu dan sisanya di atas jumlah itu akan ditanggung oleh pool retakaful. Dengan kata lain, pada retakaful non proportional, pool retakaful bertanggung jawab untuk bagian kerugian di atas jumlah tertentu.

a. Manfaat Serta Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pihak penanggung pertama membeli atau memerlukan proteksi berdasarkan kontrak reasuransi non proportional tidak lain adalah untuk memperbesar atau meningkatkan daya tampung sendiri atas setiap beban risiko yang ditanggungnya, baik yang bersifat risiko khusus dari tiap-tiap objek atau

kepentingan-kepentingan yang berdiri sendiri atau terpisah maupun terhadap risiko-risiko yang terletak dalam satu komplek / wilayah yang lazimnya dikategorikan sebagai satu risiko serta risiko-risiko lain yang dapat terjadi secara beruntun dan / atau merupakan satu rangkaian peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian akumulatif dan masih dikategorikan sebagai satu kejadian.

Dari sisi pihak penanggung ulang, tujuan memberikan proteksi kontrak reasuransi non proportional kepada penanggung pertama adalah memberikan suatu perlindungan keuangan perusahaan dalam rangka mengubah ketidapastian demi kelangsungan kehidupan usaha pihak penanggung pertama. Dengan proteksi semacam ini pihak penanggung pertama paling tidak telah berusaha memperkecil terjadinya beban besar yang harus ditanggung, bahkan mereka akan dapat terhindar dari ancaman kebangkrutan.

Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa penggunaan metode reasuransi dengan jenis atau tipe kontrak reasuransi non proportional dapat memberikan manfaat bagi penanggung pertama antara lain mengatasi keterbatasn kapasitas daya tampung sendiri (OR), penempatan reasuransi dengan biaya yang ekonomis, premi yang diahan penanggung pertama menjadi lebih besar, memperoleh proteksi yang baik, dapat memperkecil risiko, dan memperoleh perlindungan untuk menjaga kestabilan atau kelestarian usaha.

b. Jenis-jenis atau Tipe Kontrak Reasuransi Non Proportional

Menurut teori maupun praktek, dalam kategori kontrak reasuransi non proportional terdapat tiga jenis atau tipe kontrak reasuransi sebagaimana tersebut dibawah ini.

1) Excess of loss

Jika ditinjau dari definisi kontrak reasuransi non proportional sebagaimana disebut di muka, jaminan jumlah kerugian yang menjadi beban penanggung ulang setelah underlying net retention maupun underlying net retention itu sendiri selalu dinyatakan dalam sejumlah uang tertentu, misalnya Rp250.000.000 in excess of Rp 100.000.000.

Dengan contoh tersebut, dalam hal terjadi suatu kerugian sebesar Rp350.000.000, maka yang menjadi tanggung jawab penanggung ulang adalah sebesar Rp 250.000.000. Apabila terjadi suatu kerugian yang menjadi beban penanggung semula hanya sebesar lebih kecil atau sama dengan Rp 100.000.000, penanggung ulang bebas dari tuntutan ganti kerugian. Sebaliknya, apabila jumlah kerugian yang harus ditanggung penanggung semua melebihi dari jumlah Rp350.000.000, katakanlah Rp 400.000.000, pihak penanggung harus menanggungnya sendiri sebesar Rp 100.000.000 (U.N.R) ditambah Rp50.000.000

atau Rp 150.000.000 karena batas tanggung jawab tertinggi pihak penanggung ulang untuk setiap kali kejadian atau peristiwa hanyalah sebesar Rp250.000.000.41

Sistem excess of loss treaty lazimnya diterapkan dalam menghadapi ”Catastrophic risk” atau ”Accumulation of risk” yaitu kemungkinan terjadinya suatu klaim dalam jumlah yang sangat besar dalam satu perisitiwa (in one event), misalnya:

a) Pertanggungan kecelakaan pribadi terhadap penumpang pesawat terbang.

b) Tertimbunnya muatan barang secara terus menerus dalam gudang pelabuhan (asuransi pengangkutan laut dengan klausa 15 hari)

c) Kendaraan bermotor pribadi yang di pool dalam suatu tempat tertentu (resiko kebakaran).

d) Risiko bencana alam (gempa bumi, letusan gunung berapi) Underlying Retention (U/R)

Berbeda dengan ”Own retention” dalam quota share atau surplus treaty, yang mana erat hubungannya dengan ”kemampuan” ceding company, maka jumlah ”underlying retention” pada hakikatnya tidak ada kaitannya dengan kemampuan termaksud di atas.

41

Dalam dokumen Oleh: EDVAN NIM : (Halaman 75-106)

Dokumen terkait