BAB II. DOA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBINAAN
A. Doa Dalam Keluarga Katolik
4. Bentuk Doa dalam Keluarga
Ada banyak cara untuk berdoa. Dalam keluarga pun bisa memilih bentuk doa seperti apa yang dapat dilakukan sesuai dengan situasi yang dialami dalam keluarga tersebut. Doa bersama dapat dilakukan setiap saat dalam keluarga, baik itu dalam suasana syukur, kegembiraan, maupun saat-saat sebelum dan sesudah makan, saat ada kesusahan, saat ada kedukaan, atau juga pada saat salah satu anggota keluarga berulang tahun dan situasi lainnya (Pai, 2003: 17).
Ernest Mariyanto (2005: 5-8) Dalam bukunya Doa dari Alkitab mengatakan salah satu bentuk doa yang paling tradisional dalam Gereja Katolik yakni berdoa biblis. Itu artinya kita berdoa dengan menggunakan Kitab Suci, membaca Kitab Suci. “Berdoa berdasarkan Kitab Suci ada manfaatnya. Kitab suci adalah wahyu Tuhan. Isi wahyu itu adalah Allah menyatakan diri dan rencana keselamatanNya kepada manusia”. Wahyu Tuhan itu ada yang berbentuk doa; doa demikian dapat kita namakan doa biblis. Karena itu mengenal doa-doa biblis akan membantu kita untuk mengenal Tuhan yang mewahyukan diriNya dalam Kitab Suci serta karya keselamatanNya kepada kita. Di samping itu kita percaya bahwa Kitab Suci adalah hasil karya Roh Kudus. Karena doa-doa biblis itu adalah bagian dari Kitab Suci, maka harus kita katakan bahwa doa-doa biblis itu adalah juga hasil karya Roh Kudus. Dengan demikian, “berdoa berdasarkan kitab suci, berarti mengakui karya Roh dalam teks Kitab Suci dan berdoa bersama dengan Dia. Bukankah Roh Kudus itu adalah daya ilahi yang memampukan kita untuk menyapa “Abba” / Bapa kepada Allah? Kita mampu berdoa karena dimampukan oleh Roh Kudus”.
Gereja juga mengambil doa-doa tertentu dari kitab suci dan menjadikannya sebagai doanya seperti Luk 1:46-55 yang biasa dipakai dalam Ibadat Sore (Magnificat) atau Luk 1:68-79 yang biasanya dipakai dalam ibadat pagi (Kidung Zakaria dan kidung-kidung yang lain) (Mariyanto, 2005: 107).
Hidup doa perlu dibangun secara terus-menerus, dalam keluarga hidup doa mampu membawa gerak perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Kehidupan keluarga akan dijiwai oleh doa, tentu saja berdampak pada sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki Allah. “Dengan demikian hidupnya menjadi bagian dari doannya, dan doa menjadi kekuatan dalam hidupnya sehingga mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama dengan orang lain, maupun dalam karya atau pekerjaan yang dilakukannya” (Darminta, 2006: 27-28).
Jadi benar Kitab Suci bukan buku doa murni dalam arti di dalamnya tidak hanya ada sabda Allah yang berbentuk doa (berisi doa seperti doa bapa kami dalam Matius atau Lukas) tetapi ada juga berbagai hal lainnya. Sehingga Kitab Suci dapat membantu kita untuk berdoa dengan baik. Selain itu, ada beberapa bentuk doa yang bisa dilakukan dalam keluarga Katolik, misalnya :
a. Doa Permohonan
Dalam bukunya Doa dari Alkitab Ernest Mariyanto (2005: 153) memberi contoh; Neh 1: 4-15 ada dasar teologisnya : Allah hadir dan berkarya dalam kehidupan manusia. Ia hadir sebagai kekuatan yang hadir bukan di luar manusia melainkan sebagai Alfa dan Omega (huruf awal dan
akhir dalam abjad Yunani) dalam diri manusia. Ia adalah awal, dasar dan asal segalanya yang ada pada manusia sekaligus juga tujuan akhir segalanya, yang menarik segalanya kepadaNya. Karena itu dalam liturgi “upacara cahaya / lilin paskah” pada malam paskah, Gereja mengakui Kristus sebagai alfa dan omega. Kuasa Allah ini adalah kuasa yang merangkul, mempersatukan, menguatkan serta menarik kepadaNya, untuk menjalin hubungan pribadi dengan umat manusia.
Ada hubungan pribadi antar dua insan, yang diungkapkan dan diterima/dimengerti oleh kedua belah pihak. Ungkapannya boleh bermacam ragam, kata-kata, senyum, beri hadiah dan lainya. Antara kita dan Tuhan Allah juga demikian. Ada hubungan pribadi antara kita dengan Tuhan. Dalam buku Iman Katolik, KWI (1996: 197) dikatakan bahwa “puji syukur kita kepada Tuhan Allah menyatakan pengakuan kita dan pengalaman kita terhadap kasih Allah kepada kita. Kasih Allah yang begitu konkrit kepada kita dapat mengundang kita untuk menjalin hubungan pribadi dengan Dia. Doa permohonan dapat menghantar orang kepada hubungan pribadi dengan Allah dan dengan sesama”. Karena pada dasarnya kita berdoa (memohon) berdasarkan pengalaman hidup kita di masa lampau atau sekarang. Pengalaman bahwa Allah berkarya dalam hidup dan mengabulkan doa kita. Pengalaman ini dapat mendorong kita guna menjalin hubungan akrab dengan Tuhan.Penyelenggaraan ilahi yang bersifat dialogal (mengundang jawaban dari kita umat manusia). Allah terlebih dahulu mengasihi kita (Ia mengambil inisiatip untuk mengasihi
umat manusia sebagai undangan bagi kita). Dan kita manusia menjawabi undangan itu berupa doa permohonan dan doa-doa lainnya.
Doa permohonan yang efektif tidak dapat memanipulasi Tuhan Allah sehingga mau atau tidak, Tuhan pasti mengabulkan doa kita atau doa itu berhasil secara otomatis. Doa permohonan yang efektif akan selalu menolak magic / kekuatan gaib. Karena orang yang mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan selalu menampakkan mutu hubungan pribadi itu dalam taat kepada kehendak Allah, percaya kepadaNya dan kesediaan guna melaksanakan kehendak Allah itu. Sehingga tidak ada hasil otomatis yang terjadi karena penggunaan kata-kata yang khusus, serta sikap-sikap dan tata gerak khusus. Kekuatan doa itu terletak dalam hubungan pribadi antara kita dengan Tuhan yang menyata dalam doa itu (Darminta, 1997: 46-48).
Lalu doa permohonan resmi Gerejawi, biasanya didasarkan pada pengalaman Gereja di masa lampau. Karena itu doa-doa resmi Gereja biasanya terdiri dari sapaan, isi dan penutup. Pada bagian isi, biasanya Gereja kemukakan pengalaman dulu sepintas lalu, baharu menyusul permohonannya. Salah satu contohnya demikian: “Allah, Bapa yang kekal, Engkau telah berkenan memberi kami teladan hidup keluarga kudus (kenangan masa lampau). Bantulah rumah tangga kami untuk meniru kebajikan hidup mereka dalam ikatan cinta. Jelas bahwa pengalaman hidup entah keluarga ataupun pribadi sangat penting dalam kehidupan doa, juga
dalam doa permohonan keluarga. Di sini sebenarnya peranan iman dalam doa. Tanpa mengimani karya Allah yang terjadi dalam keluarga, orang tidak tergerak untuk berdoa atau berpikir bahwa doa itu hanya buang-buang waktu saja. Sehingga mutu doa keluarga sangat ditentukan oleh pengalaman keluarga akan karya Allah yang terjadi di tengah keluarga. Semakin keluarga menyadari karya Allah di dalamnya, keluarga semakin tergerak untuk berdoa dengan hikmat (Darminta, 1997: 48-49).
b. Doa Penyesalan (Tobat)
Ernest Mariyanto (2005: 53) mengungkapkan bahwa sebenarnya ada kaitan antara doa penyesalan/tobat dan permohonan. Dalam doa ini, kita mengakui keadaan kita yang kita lihat (alami) berdasarkan pengalaman kita akan hakekat Allah. Kita mengakui ketidak-layakan kita karena berdosa. Dosa telah mengundang hukuman dari Allah. Tetapi bagi orang yang percaya, hukuman itu merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkan kita, sebaliknya mengundang atau menyadarkan kita akan keadaan kita, membangkitkan rasa tobat untuk berbalik kepada Allah (Luk 15:11-32) (Pai, 2003:67).
Dengan demikian doa bentuk ini hanya dapat terjadi jika ada kesadaran akan keadaan hidup. Jika kita menyadari keadaan hidup sebagai yang kurang berkenan akan yang mahakuasa, maka kita akan tergerak memohon ampun. Tetapi jika rasa aman-aman saja, maka kita juga akan dingin-dingin saja ketika berada di hadirat Allah.
c. Doa Syukur
Doa syukur merupakan jawaban yang paling khusus dan penting terhadap Allah yang berkarya: dalam ciptaan (dunia sekitar dan kita), dalam sejarah, dalam pengalaman pribadi setiap orang, dan dalam pengalaman bersama: kejadian-kejadian khusus. Contoh Luk 1:46-55. Dalam hal doa yang berbentuk puji syukur, perlu kita sebutkan bahwa yang paling agung adalah doa syukur agung dalam perayaan Ekaristi. Sepintas lalu disampaikan bahwa doa ini adalah doa syukur dan pujian penuh kegembiraan kepada Bapa dan juga doa permohonan kepadaNya, yang diucapkan atas roti dan anggur. Syukur dan pujian kepada Allah Bapa, atas karya kebaikanNya yang ajaib; di antara karya-karya ajaib itu yang pertama dan terpenting adalah penebusan kita dalam Kristus, Tuhan kita; bagian doa ini namanya prefasi (Mariyanto, 2005: 77, 86-88).
Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa prefasi itu berarti pemakluman dengan lantang karya-karya ajaib Allah, sebagai dasar dan sebab Gereja untuk bersyukur dan memuji Tuhan. Puji dan syukur itu sama sekali tidak menambah kemuliaan Tuhan (kemuliaan Tuhan itu tetap ada, tidak bertambah atau berkurang), tetapi kita umat kristiani harus melaksanakannya karena di dalamnya terletak keselamatan kita. Artinya keselamatan kita terletak dalam puji dan syukur kepada Tuhan baik dalam doa maupun dalam tindakan-tindakan nyata (Darminta, 1997: 51).
Kita dapat belajar dari doa resmi Gereja yang disebut prefasi itu. Kita memuji dan memuliakan Tuhan, karena karya-karyaNya yang ajaib bagi dan dalam hidup keluarga. Tapi persoalannya adalah apakah ada karya ajaib yang Tuhan laksanakan dalam keluarga ? Apakah kita sadar akan karya-karya itu? Kesadaran ini akan menentukan mutu hubungan pribadi keluarga kita dengan Tuhan serta mutu doa kita kepadaNya. Kita mudah bersyukur kepadaNya jika kita menyadari karyaNya yang konkrit bagi keluarga. Dan orang katakan mutu doa keluarga akan sangat menentukan mutu liturgi paroki. Jika keluarga sungguh menghayati doa dalam keluarga, maka keluarga yang sama juga dapat menjadikan liturgi sebagai suatu kesempatan puji syukur kepada Tuhan (Darminta, 1997: 51-52).
d. Doa Lisan
Seperti yang terlihat dalam buku “Katekismus Gereja Katolik” ada tiga bentuk pokok doa yaitu: doa lisan, doa renung dan doa batin. Salah satu bentuk doa yang penulis kutip ini adalah doa secara lisan. Bentuk doa lisan ini juga dapat dilakukan dalam keluarga. Seperti yang diungkapkan (Darminta, 1981: 92) semua doa yang diucapkan atau dibaca dari teks yang sudah ada. Dalam hal ini dapat dengan mudah dilaksanakan baik secara pribadi maupun bersama.
Doa lisan menjadi cara pertama doa batin karena melalui doa lisan kita menyadari apa yang kita doakan, dengan siapa kita berbicara,
sehingga doa lisan tidak hanya membaca rumusan kata namun sungguh menjadi doa batin. Dalam hal ini, yang terpenting adalah kehadiran dan kesungguhan hati kita berbicara kepada Tuhan dalam doa (KGK, 2704).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa doa lisan merupakan doa yang diucapkan atau diungkapkan secara langsung atau menggunakan teks yang sudah ada. Doa lisan diungkapkan dengan rumusan yang sudah ada, atau yang sudah terpikirkan dalam benak sebelum diucapkan. Yang terpenting adalah bukan banyaknya kata-kata yang diucapkan melainkan kehadiran dan kesungguhan hati untuk bertemu dengan Tuhan melalui doa tersebut.