• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta."

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2 PAROKI MARIA ASSUMPTA GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Adapun yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini oleh karena keprihatinan penulis akan situasi kehidupan keluarga yang ada di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping pada saat ini. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana keluarga memahami akan pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman bagi anggota keluarga, selain itu juga bagaimana setiap keluarga dapat mengusahakan suatu bentuk pembinaan iman dalam keluarga, sehingga pada akhirnya dapat terbentuk sebuah keluarga yang harmonis, baik dan saling pengertian dan saling mendukung dalam menjalani kesehariannya. Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis melaksanakan penelitian di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping, dengan cara menyebarkan kuesioner di 58 keluarga dan wawancara dengan 8 responden (orang tua, bapak/ibu), sehingga diperoleh data dari hasil penelitian tersebut.

Doa keluarga adalah doa yang dipersembahkan bersama, suami bersama istri, bapak-ibu bersama anak-anak sebagai keseluruhan anugerah dari Allah. Melalui hidup doa itulah orang tua dan anak dapat meningkatkan kekuatan dan kesatuan rohani keluarga serta dapat ikut ambil bagian dalam kekuatan Allah sendiri yang hadir dan berkarya ditengah-tengah keluarga. Kehidupan doa bersama keluarga akan terbina dengan baik apabila dari masing-masing anggota keluarga memiliki sikap untuk saling mendukung, memotivasi di dalam iman yang teguh kepada Tuhan, selain itu juga menyadari dengan kesungguhan hati untuk selalu terlibat dalam setiap kegiatan doa bersama yang dijalankan di dalam keluarga tanpa paksaan. Dengan demikian terciptanya kehidupan doa bersama dalam keluarga yang terbina dengan baik, inilah yang memberi kekuatan dalam mengembangkan dan menumbuhkan benih-benih iman dalam keluarga itu.

(2)

viii ABSTRACT

The title of this small thesis is "THE EFFECT OF PRAYER IN THE FAMILY AS AN SMALL OF FAMILY’S FAITH FORMATION IN THE SAINT STEPHEN MEJING 2 DISTRICT, ASSUMPTION PARISH GAMPING SLEMAN SPECIAL PROVINCE OF YOGYAKARTA". The focus of the writing is the concern of the writer to the situation of family life in the environment of St. Stephen Mejing 2 Gamping at this time. The key issue in this writing is the extent in of family understanding of the effect of prayer faith formation for the family members. It is also discussion on how every family can afford a form of faith formation in the family, which in turn can form a harmonious family, good and mutual understanding and mutual support in her daily live. To examine these issues, the writer conducts a research in the St. Stephen Mejing 2 Gamping, by distributing questionnaires in 58 families and interviews with eight respondents ( parents, father / mother ), to obtain the data from the study.

Family prayer is a prayer offered together, husband and wife, father and mother with the children as a grace of God. Through this prayer life, parents and children can improve the strength and spiritual unity of the family and can take part in the power of God himself who is present and active in the midst of the family. Prayer life with the family will be nurtured well when each of member of the family supports each other, motivates in a firm faith in God, also realizes with sincerity to always engage in any activity common prayer which runs in the family without coercion. Thus, the creation of the prayer life held together in a family that nurtured well. It gives strength to develop and grow the seeds of faith in the family.

(3)

DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2

PAROKI MARIA ASSUMPTA GAMPING SLEMAN

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Markus Fatubun

NIM : 101124046

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada :  Tuhan Yesus dan Bunda Maria

 Bapa_ Tet (Emilius Fatubun) dan Nene_ Mam (Dominika Fatubun)

 Kedua orang tuaku Mama Oli dan Bapa Ka.

 Keluarga besarku ; Ma Mey, Bapa Ampi, Ka Emil, Mam Bong, Nona Tamara, Nona Cinta, Ma Linda, Bapa Kristin, Ma Lin, Om Roni, Kaka Beni, Ayah Veky, Ka Anis, Ka Dion, Ade Yuli, dan keluarga Fatubun-Irijanan.

 Para keluarga Katolik di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping

 Kekasih tercinta Niken Nurcahyati Albertha

(7)

v

MOTTO

“Jangan

pernah puas dengan apa yang ada saat ini,

Karena hari esok akan lebih baik dari pada hari

ini”

Harta yang paling berharga dan mutiara yang paling indah

Adalah keluarga

(8)
(9)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGARUH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2 PAROKI MARIA ASSUMPTA GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Adapun yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini oleh karena keprihatinan penulis akan situasi kehidupan keluarga yang ada di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping pada saat ini. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana keluarga memahami akan pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman bagi anggota keluarga, selain itu juga bagaimana setiap keluarga dapat mengusahakan suatu bentuk pembinaan iman dalam keluarga, sehingga pada akhirnya dapat terbentuk sebuah keluarga yang harmonis, baik dan saling pengertian dan saling mendukung dalam menjalani kesehariannya. Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis melaksanakan penelitian di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping, dengan cara menyebarkan kuesioner di 58 keluarga dan wawancara dengan 8 responden (orang tua, bapak/ibu), sehingga diperoleh data dari hasil penelitian tersebut.

Doa keluarga adalah doa yang dipersembahkan bersama, suami bersama istri, bapak-ibu bersama anak-anak sebagai keseluruhan anugerah dari Allah. Melalui hidup doa itulah orang tua dan anak dapat meningkatkan kekuatan dan kesatuan rohani keluarga serta dapat ikut ambil bagian dalam kekuatan Allah sendiri yang hadir dan berkarya ditengah-tengah keluarga. Kehidupan doa bersama keluarga akan terbina dengan baik apabila dari masing-masing anggota keluarga memiliki sikap untuk saling mendukung, memotivasi di dalam iman yang teguh kepada Tuhan, selain itu juga menyadari dengan kesungguhan hati untuk selalu terlibat dalam setiap kegiatan doa bersama yang dijalankan di dalam keluarga tanpa paksaan. Dengan demikian terciptanya kehidupan doa bersama dalam keluarga yang terbina dengan baik, inilah yang memberi kekuatan dalam mengembangkan dan menumbuhkan benih-benih iman dalam keluarga itu.

(10)

viii ABSTRACT

The title of this small thesis is "THE EFFECT OF PRAYER IN THE FAMILY AS AN SMALL OF FAMILY’S FAITH FORMATION IN THE SAINT STEPHEN MEJING 2 DISTRICT, ASSUMPTION PARISH GAMPING SLEMAN SPECIAL PROVINCE OF YOGYAKARTA". The focus of the writing is the concern of the writer to the situation of family life in the environment of St. Stephen Mejing 2 Gamping at this time. The key issue in this writing is the extent in of family understanding of the effect of prayer faith formation for the family members. It is also discussion on how every family can afford a form of faith formation in the family, which in turn can form a harmonious family, good and mutual understanding and mutual support in her daily live. To examine these issues, the writer conducts a research in the St. Stephen Mejing 2 Gamping, by distributing questionnaires in 58 families and interviews with eight respondents ( parents, father / mother ), to obtain the data from the study.

Family prayer is a prayer offered together, husband and wife, father and mother with the children as a grace of God. Through this prayer life, parents and children can improve the strength and spiritual unity of the family and can take part in the power of God himself who is present and active in the midst of the family. Prayer life with the family will be nurtured well when each of member of the family supports each other, motivates in a firm faith in God, also realizes with sincerity to always engage in any activity common prayer which runs in the family without coercion. Thus, the creation of the prayer life held together in a family that nurtured well. It gives strength to develop and grow the seeds of faith in the family.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Meskipun dalam proses penulis merasakan dan menemui banyak kesulitan, hambatan tetapi semuanya dapat dilalui dengan sikap sabar, tenang dan selalu bersyukur untuk semua itu.

Skripsi berjudul “PENGARUH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2 PAROKI MARIA ASSUMPTA GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”. Penulis mencoba mengetengahkan tentang permasalahan yang berkaitan dengan doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga, sehingga dengan demikian setiap anggota keluarga dapat menyadari bahwa kebersamaan juga merupakan kebutuhan yang mesti dialami setiap orang.

(12)

x

1. Drs. F.X. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed., selaku kaprodi yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyususun skripsi ini.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ., selaku dosen pembimbing utama dan sebagai dosen pembimbing akademik, yang dengan sabar telah meluangkan waktu, tanaga dan pikiran dalam membimbing penulis dari awal penyususunan sampai dengan pertanggungjawaban skripsi ini.

3. P. Banyu Dewa H.S.,S.Ag. M.Si selaku dosen penguji kedua yang dengan sabar telah membimbing dan menuntun penulis selama penyususunan sampai pada pertanggungjawaban skripsi ini.

4. Drs. L. Bambang Hendarto Y, M.Hum., selaku dosen penguji ketiga yang telah merelakan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing dan mengoreksi sampai pada pertanggungjawaban penulisan ini.

5. Bapak Mikhael Sugeng selaku ketua lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan katekese keluarga di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping.

6. Para keluarga Katolik di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Gamping yang bersedia menerima penulis untuk melakukan penelitian, wawancara, serta katekese keluarga dengan hati yang terbuka mengungkapkan pengalaman hidupnya yang kongkrit sehingga dapat membantu penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. DOA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBINAAN IMAN KELUARGA ... 9

A. Doa Dalam Keluarga Katolik ... 9

1. Pengertian Doa ... 9

2. Doa dalam Keluarga ... 14

(15)

xiii

4. Bentuk Doa dalam Keluarga ... 19

a. Doa Permohonan ... 20

b. Doa Penyesalan (Tobat) ... 23

c. Doa Syukur ... 24

d. Doa Lisan ... 25

5. Dampak Doa dalam Keluarga ... 26

B. Keluarga Katolik ... 27

1. Keluarga Pada Umumnya... 27

2. Keluarga Katolik ... 29

3. Permasalahan Keluarga Katolik ... 30

C. Pembinaan Iman Keluarga ... 31

1. Pengertian Pembinaan ... 31

2. Pengertian Iman... 32

3. Pembinaan Iman Keluarga ... 34

4. Aspek-Aspek Iman ... 36

D. Pengaruh Doa dalam Keluarga ... 39

1. Pengaruh Doa dan Iman Keluarga ... 39

2. Pengaruh Doa dalam Hidup Sehari-hari... 40

3. Pengaruh Doa dalam Penyelesaian Masalah ... 40

BAB III. PENELITIAN PENGARUH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2 GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... 43

A. Gambaran Umum Paroki Maria Assumpta Gamping dan Lingkungan Santo Stefenus Mejing 2 ... 43

1. Sejarah Singkat Paroki Maria Assumpta Gamping ... 43

a. Umat Pertama ... 43

(16)

xiv

c. Perkembangan Umat Zaman Jepang dan Revolusi Fisik ... 45

d. Zaman Persiapan Menuju Paroki ... 50

e. Zaman Berdirinya Paroki ... 52

2. Letak dan Batas-Batas Geografis Paroki Maria Assumpta Gamping ... 55

3. Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 ... 56

a. Letak dan Batas-Batas Geografis Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 ... 56

b. Sejarah Singkat Terbentuknya Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 ... 56

c. Kegiatan Umat di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 ... 58

d. Situasi Ekonomi dan Kemasyarakatan Umat di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 ... 59

B. Metodologi Penelitian ... 60

1. Latar Belakang Penelitian ... 60

2. Tujuan Penelitian... 61

3. Pembatasan Permasalahan... 61

4. Rumusan Permasalahan... 62

5. Jenis Penelitian ... 62

6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 63

7. Responden Penelitian ... 63

8. Instrumen Penelitian ... 64

9. Variabel Penelitian ... 65

C. Laporan Hasil Penelitian... 66

1. Realita Orang Tua di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Dalam Kehidupan Sehari-hari dengan Doa dalam Keluarga ... 67

2. Pelaksanaan Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 70

3. Laporan Hasil Penelitian dengan Wawancara ... 72

D. Pembahasan Hasil Penelitian Wawancara dan Kuisoner... 75

(17)

xv

2. Pelaksanaan Pembinaan Iman dalam Keluarga ... 77

3. Pembahasan Hasil Wawancara ... 78

E. Kesimpulan ... 83

F. Reflesi Kateketis ... 86

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2 GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ... 89

A. Pokok-Pokok Katekese ... 90

1. Pengertian Katekese ... 90

2. Isi Katekese ... 92

3. Tujuan Katekese ... 93

4. Model Katekese ... 94

B. Program Katekese ... 98

1. Pengertian Program ... 98

2. Pemikiran Dasar Program Katekese ... 99

3. Usulan Tema Katekese ... 102

4. Penjabaran Program ... 104

5. Contoh Persiapan Katekese I : Model Pengalaman Hidup ... 107

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 121

1. Bagi Imam ... 121

2. Bagi Keluarga-Keluarga Katolik ... 122

3. Bagi Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

(18)

xvi

Lampiran 2 : Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Penelitian ... (2) Lampiran 3: Surat Kepada Para Orang Tua Katolik di Lingkungan

(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan dari Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Kitab Suci Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (Konferensi Wali Gereja, 1993).

B.Singkatan Dokumen Gereja

CT :Catechesi Tradendae, Ajaran Apostolik Bapa Paus Yohanes

Paulus II kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

DV : Dei Verbum (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi), 18 November 1965

FC : Familiaris Consortio, Ajaran Apostolik Bapa Paus Yohanes

Paulus II tentang Keluarga Kristiani dalam dunia modern, 22 November 1981

GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja Dewasa

ini), 7 Desember 1983

KGK : Katekismus Gereja Katolik

C.Singkatan Lain

Art :Artikel

HP : Handphone

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

KTP : Kartu Tanda Penduduk

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

KK : Kepala Keluarga

SCP : Shared Christian Praxis

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuntutan zaman yang semakin kompleks ternyata banyak berpengaruh terhadap peranan orang tua dalam keluarganya. Peranan orang tua semakin memudar dan terkikis sebagai akibat dari kesibukan bekerja ataupun karena kurangnya pengetahuan, khususnya dalam hal ini terkait dengan pembinaan iman keluarga. Akhirnya banyak orang melalaikan peran yang seharusnya sangat penting bagi perkembangan kehidupan rohani keluarganya. Hakikat dirinya sebagai suami-isteri yang telah diangkat ke dalam sakramen pun dikesampingkan.

Berdasarkan pengalaman selama penulis berada di lingkungan Santo Stefanus, situasi yang demikian ternyata terjadi juga dialami oleh para orang tua Katolik di lingkungan Santo Stefanus. Pengetahuan, kesibukan bekerja dan dinamika hidup bermasyarakat banyak menuntut para orang tua Katolik di lingkungan Santo Stefanus untuk lebih banyak menggunakan waktu di luar rumah. Akibatnya perhatian terhadap keluarga dan pembinaan iman keluarga menjadi kurang. Yang penting bagi mereka ialah bekerja dan terus berkarya agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, berdoa bisa dilaksanakan kapan saja.

(21)

dalam hidup menggereja, maupun dalam perkembangan iman mereka sendiri dilingkungan. Realita yang terjadi di lingkungan Santo Stefanus menurut penulis kalau hal tersebut dibiarkan maka tentu akan berpengaruh pada perkembangan rohani keluarga.

Keadaan tersebut harus ditangani dengan langkah-langkah tertentu yang sekiranya dapat membantu kehidupan iman keluarga di lingkungan Santo Stefanus untuk dapat menjadi baik demi memuliakan nama Allah. Peranaan orang tua dalam membangun kehidupan keluarga sangat berpengaruh dan penting untuk menghidupkan keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk pengembangan imannya. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan kedudukan orang tua sebagai tempat berlabuh dan berlindung bagi anak-anak dan seluruh anggota keluarga itu sendiri. Kecuali, tidak ada pendidik lain yang mempunyai cinta kasih lebih kalau bukan cinta dari orang tua.

(22)

akan tumbuh dan berkembang menghayati imannya apabila ada suatu pembiasaan dalam hidup kesehariannya.

Banyak keluarga mengalami kesulitan dalam hal berdoa, hal itu timbul karena seringkali memulai doa dengan sikap atau cara yang tidak sungguh-sungguh mau berdoa. Hal ini dapat terjadi karena sering kali saat doa orang masih memikirkan hal-hal yang lain, orang sulit untuk mengkondisikan hal yang sifatnya jasmani dan rohani. Ini dapat terjadi kalau tidak ada perbedaan yang cukup jelas antara doa dan kerja/karya. Kita cenderung untuk makin terlibat dalam aktivitas yang sedang kita kerjakan, kita selalu sibuk atau menyibukan diri dengan hal-hal apa saja yang kita lakukan agar menghindar dari kebutuhan rohani kita, yakni berdoa. Manusia mempunyai dua kebutuhan yang mendasar, kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani selalu berhubungan dengan hal-hal duniawi, sedangkan yang rohani lebih menyangkut hidup doa atau ibadah. Namun, pada zaman sekarang kebutuhan rohani, doa, refleksi atau sejenisnya tidak lagi dianggap sebagai kebutuhan yang sangat penting dan mendesak. Hal ini banyak terjadi dalam hidup keluarga saat ini.

(23)

dan berkembang menghayati iman akan Yesus. Dengan demikian keluarga itu merupakan sentral atau pusat bagi setiap anggota keluarga dalam usaha membangun hidup beriman baik itu secara pribadi maupun bersama.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis bermaksud

untuk memaparkan tulisan ini dengan judul “PENGARUH DOA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2

PAROKI MARIA ASSUMPTA GAMPING SLEMAN DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA”.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan pembatasan permasalahan di atas masalah penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan doa dalam keluarga ?

2. Apa yang dimaksud dengan pembinaan iman anggota keluarga ?

(24)

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini adalah:

1. Mendeskripsikan mengenai doa dalam keluarga.

2. Mendeskripsikan mengenai pembinaan iman anggota keluarga.

3. Mengetahui seberapa besar pengaruh doa dalam keluarga terhadap pembinaan iman anggota keluarga di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan “Pengaruh Doa dalam Keluarga sebagai Upaya

untuk Pembinaan Iman Anggota Keluarga di Lingkungan Santo Stefanus

Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping” adalah:

1. Supaya keluarga yang berada di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 dapat mengetahui dan mengerti maksud dari doa dalam keluarga.

2. Supaya keluarga yang berada di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 dapat mengetahui dan mengerti maksud dari pembinaan iman anggota keluarga. 3. Supaya keluarga yang berada di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 dapat

mengetahui seberapa besar pengaruh doa dalam keluarga terhadap pembinaan iman anggota keluarga.

(25)

5. Supaya penulis memiliki pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam penulisan ilmiah, khususnya dalam pembinaan iman keluarga di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping. 6. Diharapkan juga penulisan ini dapat menjadi bahan referensi untuk lebih

meningkatkan kualitas pembinaan iman keluarga kristiani di manapun.

E. METODE PENULISAN

(26)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini mengambil judul “Pengaruh Doa dalam Keluarga sebagai Upaya Pembinaan Iman Anggota Keluarga di lingkungan Santo Stefanus

Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping”. Judul tersebut akan diuraikan menjadi lima bab sebagai berikut :

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II berisikan kajian pustaka dan hipotesis yang meliputi uraian tentang materi dari berbagai sumber pustaka tentang doa dalam keluarga Katolik yang meliputi pengertian doa, doa dalam keluarga, tujuan doa dalam keluarga, bentuk dan dampak doa dalam keluarga. Selain itu juga dideskripsikan mengenai pengertian keluarga Katolik yang meliputi Pengertian keluarga pada umumnya, keluarga Katolik dan permasalahan keluarga. Selanjutnya deskripsi mengenai pembinaan iman keluarga yang meliputi pengertian pembinaan, pengertian iman, dan aspek-aspek iman. Kemudian pada bagian akhir akan dideskripsikan mengenai pengaruh doa dalam keluarga yang meliputi doa dan iman keluarga, doa dalam hidup sehari-hari dan doa dalam penyelesaian masalah.

(27)

dan waktu penelitian, responden penelitian, intstrumen penelitian, variabel penelitian. Pada bagian akhir bab ini akan dibahas mengenai laporan hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian, dan kesimpulan penelitian serta refleksi kateketis.

Bab IV berisi usulan program tentang katekese keluarga yang meliputi pokok-pokok katekese dan program katekese keluarga. Usulan program katekese keluarga dimaksudkan untuk meningkatkan hidup doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga melalui katekese keluarga.

(28)

9

BAB II

DOA DALAM KELUARGA KATOLIK

DAN

PEMBINAAN IMAN KELUARGA

Keluarga Kristiani di daerah Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping merupakan bagian dari Gereja lokal. Agar hidup beriman mereka semakin mendalam perlulah kiranya ada suatu pembinaan iman. Dalam bab ini secara khusus penulis akan menguraikan tentang; Doa dalam keluarga, keluarga Katolik, dan permasalahan keluarga Katolik. Pembinaan iman dalam keluarga Katolik juga menjadi perhatian penulis untuk melihat sejauh mana perkembangan iman keluarga di lingkungan Santo Stefanus Mejing 2. Kemudian pada bagian akhir bab ini penulis menguraikan tentang pengaruh doa dalam hidup sehari-hari keluarga Katolik.

A. Doa dalam Keluarga Katolik

1. Pengertian Doa

Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa pengertian tentang doa menurut pendapat para ahli.

(29)

Pengertian doa menurut St. Darmawidjaja, Pr (1972: 5) adalah “komunikasi iman dan penyerahan diri sepenuhnya kepada penyelengaraan

Tuhan”. Komunikasi iman merupakan isi tetapi juga cara, isi komunikasi iman

adalah pribadi Yesus Kristus sendiri. Dialah yang menentukan doa kita, yang dihidupi dan dihayati oleh para pewarta yang pertama, yakni para rasul. Iman kita merupakan hasil dari komunikasi iman para rasul dan semua yang hidup dalam iman rasuli. Komunikasi iman itu dapat dilakukan dalam berbagai macam cara sederhana misalnya; dengan ibadat bersama, dapat mengenangkan sejarah keselamatan manusia. Dan dalam komunikasi manusia itu kita membuka hati kepada Tuhan, menjadi sadar akan kehadiran-Nya dalam diri kita dan dalam kehidupan kita serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada kebaikan-Nya, karena kita yakin bahwa Dia sebagai Bapa yang maha baik akan memberikan kepada kita segala sesuatu yang kita butuhkan.

Menurut J. Sunarka S.J (1985: 1) doa adalah “perjumpaan kasih antara seorang pribadi dan Allah”. Perjumpaan itu dapat terjadi dalam berbagai bentuk misalnya: dalam suatu hubungan antara dua pribadi yang sungguh mendalam mereka dapat mengahayati perjumpaan satu dengan yang lain dengan berbagai macam cara. Contohnya bercakap bersama, duduk bersama, atau tidak dalam keadaan bersanding, karena mereka berdua selalu dalam kesatuan pribadi yang sungguh mendalam.

(30)

dalam perjumpaan saya dengan-Nya dalam cinta dan doa, entah kehadiran-Nya itu saya rasakan/sadari atau tidak. Dalam iman roh kudus mewujudkan kehadiran-Nya dan kekuasaan-Nya, sehingga kita mampu mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan. Jadi hendaklah kita selalu meyakini bahwa dalam iman Tuhan selalu hadir, bersifat transenden dan bersikap penuh cinta terhadap diri kita, bahkan juga kalau kita sedang mengalami kekeringan dan kehambaran.

Pengertian doa juga diungkapkan oleh Thomas H.Green, SJ (1988: 28) dalam bukunya Bimbingan Doa Hati Terbuka Bagi Allah mendeskripsikan bahwa dalam pengertian doa terdapat tiga unsur berikut :

a. Tuhan itu jauh di luar pengalaman kita, maka apa yang dibuat dan dikatakan manusia dalam doa tergantung pada apa yang dikatakan oleh Tuhan lebih dulu. Jadi dalam doa ada perjumpaan antara Allah dan manusia. Dan karena Allah itu Tuhan maka hanya Dialah yang dapat memperkarsai perjumpaan kita dengan Dia.

b. Doa mengandaikan usaha dari pihak kita, artinya apa yang kita buat dan kita katakan merupakan sebagian doa dalam kebutuhannya, meskipun Tuhanlah yang selalu melangkah maju dan mendahului untuk mencapai kita.

(31)

Menurut J.G.S.S Thomson (1988: 28) doa merupakan kebaktian yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Orang Kristen berbakti kepada Allah jika ia memuja, mengakui dan memuji dan mengajukan permohonan kepada-Nya dalam doa. Doa sebagai perbuatan tertinggi yang dapat dilakukan oleh roh manusia, dapat juga dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada prakasa ilahi. Seseorang berdoa karena Allah telah menyentuh rohnya.

Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 2559), “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik”. Dari mana kita berbicara, kalau kita berdoa? Dari ketinggian kesombongan dan kehendak kita ke bawah atau “dari jurang” (Mzm 130:1) hati

yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan (Luk 18: 14). Kerendahan hati adalah dasar doa, karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rm 8:26). Supaya mendapat anugerah

doa, kita harus bersikap rendah hati: Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis atau hamba.

(32)

penting, baik itu dari anak-anak hingga orang tua dan kakek nenek tak terkecuali wajib berdoa. Namun berdoa macam mana yang harus dilakukan dalam keluarga? Itulah yang menjadi pokok persoalan.

Jadi bisa dipahami bahwa “Doa” merupakan ungkapan isi hati manusia

yang disampaikan kepada Allah dengan caranya sendiri. Seperti yang diketahui bahwa Allah itu Maha tau, Ia tau isi hati setiap manusia. Meskipun begitu manusia harus berdoa, menyampaikan isi hatinya kepada Allah karena Allah ingin mendengar sendiri secara langsung apa yang mau disampaikan oleh umat-Nya. Seperti seorang anak yang memohon kepada orang tuanya, untuk memberikan atau dibelikan sesuatu maka orang tua akan berusaha untuk memenuhinya.

(33)

2. Doa dalam Keluarga

Pada nasihat apostolik bulan November 1981, yang bertajuk Familiaris Consortio di mana Paus Yohanes Paulus II menuliskan bahwa keluarga merupakan miniatur Gereja atau Ecclesia Domestica atau Gereja Rumah Tangga. Sebagai Gereja keluarga merupakan tempat kudus, tempat kehadiran Allah ditengah-tengah umat-Nya. Dengan demikian tempat yang kudus itu perlu dijaga dan dirawat dengan baik agar Ia tetap tinggal didalamnya. Cara praktis yang dapat dilakukan yakni mendekatkan diri dengan-Nya atau berkomunikasi dengan-Nya melalui doa bersama dalam keluarga. “Doa dalam keluarga merupakan tugas perutusan yang dapat diemban oleh suami-isteri sebagai konsekuensi logis dari tugas imamat Yesus Kristus. Secara praktis, doa dalam keluarga adalah doa yang dipersembahkan bersama oleh semua anggota keluarga” (Widyamartaya 1994: 105). Persatuan dalam doa merupakan konsekuensi dan tuntuan dari makna sakramen babtis dan sakramen perkawinan untuk mewujudkan tanggung jawab dan tugas perutusan sebagai anak-anak Allah. Selain itu doa dalam keluarga merupakan usaha untuk mempersatukan setiap anggota keluarga, keluarga dengan Gereja dan masyarakat. Melalui doa dalam keluarga juga dapat secara nyata memenuhi janji Yesus Kristus untuk hadir ditengah-tengah keluarga.

(34)

konsekuensi dan persyaratan persekutuan yang dikurniakan melaui sakramen baptis dan pernikahan.

Peschke (2003: 157) menyatakan bahwa keluarga-keluarga dipanggil untuk mempertahankan dan memajukan kebiasaan doa bersama. Kebiasaan doa bersama pada pagi hari dan malam hari bersama dengan anak-anak, dan doa bersama pada saat makan, sangat patut dipuji. Sebuah keluarga yang tidak lagi berdoa bersama akan perlahan-lahan mengalami pemiskinan dalam semangat Kristen dan akan menjadi semakin sekular.

Menurut Heuken (2005: 126), doa bersama seluruh keluarga niscaya memberi kekuatan untuk mengamalkan janji yang diberikan satu sama lain pada hari perkawinan.

Sedangkan menurut Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, mengikuti teladan orangtua dan berkat doa keluarga, anak-anak, bahkan semua yang hidup di lingkungan keluarga, akan lebih mudah menemukan jalan perikemanusiaan, keselamatan dan kesucian. Suami, istri yang mengemban martabat serta tugas kebapaan dan keibuan, akan melaksanakan dengan tekun kewajiban memberi pendidikan terutama di bidang keagamaan,yang memang pertama-tama termasuk tugasmereka.

(35)

dalam kehidupan keluarga kristiani. Keluarga yang selalu membiasakan diri berdoa bersama berarti mau membuka diri untuk megadakan dialog dengan Tuhan, melalui Yesus Kristus. Dengan kata lain, doa dalam keluarga bukan merupakan pelarian yang hanya akan dilaksanakan apabila diperlukan saja, tetapi sungguh merupakan motivasi yang dalam diri setiap anggota keluarga untuk memberikan kekuatan bagi yang lainnya untuk ikut serta melanjutkan misi gereja demi terciptanya dan terbinanya manusia-manusia beriman kristiani sejati.

Melalui doa bersama dalam keluarga, maka tugas dan tanggung jawab keluarga sebagai Gereja Rumah Tangga akan dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini sesuai dengan apa yang di tegaskan Paus Yohanes Paulus II dalam Amanat Apostoliknya Familiaris Consortio (1981: art 59) yang berbunyi: “Martabat serta tanggung jawab keluarga kristen selaku Gereja rumah tangga,

hanyalah terwujud berkat bantuan Allah yang tidak pernah berhenti, yang pasti akan diberikan bila itu dimohon dengan rendah hati dan penuh kepercayaan dalam doa”.

3. Tujuan Berdoa dalam Keluarga

(36)

istimewa untuk setiap orang. Doa adalah pembuka pintu tahta Sang Jiwa” (Hadiwardoyo, 1994: 11).

Doa bukanlah untuk memaksa Sang Jiwa melakukan hal-hal yang kita minta. Tetapi semata-mata untuk datang kepadaNya dengan penuh percaya hingga apa yang kita perlukan akan diberikan kepada kita. Doa pada dasarnya berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan sebagai ungkapan kehidupan iman, pengharapan dan kasih (Iman Katolik KWI, 1996:194). Allah akan menjawab doa hambaNya yang penuh percaya, namun tidak selalu dalam cara yang kita ingini. Dia paling mengetahui apa keperluan harian kita, di mana keperluan rohani kita lebih penting dari keperluan material. “Dalam hidup keluarga perlu menghargai betapa istimewanya datang ke dalam hadirat Allah yang Mahakuasa dalam doa”. Kita tahu kita perlu berdoa karena dengan doa, kita mengakui kebergantungan pada satu sumber di luar diri kita - satu kuasa yang lebih tinggi.

(37)

Lebih dari itu relasi yang baik dengan Tuhan akan menolong kita untuk mengetahui kehendak-Nya (Marsudi, 2007: 21).

Dengan demikian tujuan hidup keluarga dapat tercapai atau dengan kata lain, kerajaan Allah nyata dalam hidup keluarga karena ada kebahagiaan lahir batin bagi seluruh anggota keluarga. Seperti yang diungkapkan Widyarta (1974: 21), bahwa Kebahagiaan lahiriah yang dimaksud antara lain, keluarga dapat memenuhi kebutuhan jasmani untuk bisa tumbuh dan berkembang secara layak dan pantas. Kebahagiaan batiniah yaitu, bila keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sifatnya rohani. Kedua kebutuhan itu erat, terikat menjadi satu, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

Dengan melihat fakta kehidupan keluarga sehari-hari, baik yang disadari atau pun tidak, dalam keluarga Katolik tidak hanya menekankan pencapian tujuan yang bersifat duniawi saja, tetapi juga ingin mencapai tujuan yang bersifat rohani.

Tujuan berkumpul dalam keluarga (berdoa bersama) untuk saling mendoakan, suami mendoakan isteri dan anak-anak, isteri juga mendoakan suami dan anak-anak dan anak-anak juga mendoakan orang tua. Sehingga dengan begitu dapat terwujud hidup rohani keluarga dimana Kabar Gembira penebusan Allah bagi seluruh anggota keluarga, mendapat bentuk yang nyata dalam kehidupan keluarga (Heuken, 1979: 18).

(38)

4. Bentuk Doa dalam Keluarga

Ada banyak cara untuk berdoa. Dalam keluarga pun bisa memilih bentuk doa seperti apa yang dapat dilakukan sesuai dengan situasi yang dialami dalam keluarga tersebut. Doa bersama dapat dilakukan setiap saat dalam keluarga, baik itu dalam suasana syukur, kegembiraan, maupun saat-saat sebelum dan sesudah makan, saat ada kesusahan, saat ada kedukaan, atau juga pada saat salah satu anggota keluarga berulang tahun dan situasi lainnya (Pai, 2003: 17).

Ernest Mariyanto (2005: 5-8) Dalam bukunya Doa dari Alkitab mengatakan salah satu bentuk doa yang paling tradisional dalam Gereja Katolik yakni berdoa biblis. Itu artinya kita berdoa dengan menggunakan Kitab Suci, membaca Kitab Suci. “Berdoa berdasarkan Kitab Suci ada manfaatnya. Kitab suci adalah wahyu Tuhan. Isi wahyu itu adalah Allah menyatakan diri dan rencana keselamatanNya kepada manusia”. Wahyu Tuhan itu ada yang berbentuk doa; doa demikian dapat kita namakan doa biblis. Karena itu mengenal doa-doa biblis akan membantu kita untuk mengenal Tuhan yang mewahyukan diriNya dalam Kitab Suci serta karya keselamatanNya kepada kita. Di samping itu kita percaya bahwa Kitab Suci adalah hasil karya Roh Kudus. Karena doa-doa biblis itu adalah bagian dari Kitab Suci, maka harus kita katakan bahwa doa-doa biblis itu adalah juga hasil karya Roh Kudus. Dengan demikian, “berdoa berdasarkan kitab suci, berarti mengakui karya Roh dalam teks Kitab Suci dan berdoa bersama dengan Dia. Bukankah Roh Kudus itu adalah daya ilahi yang memampukan kita untuk menyapa “Abba” / Bapa kepada Allah? Kita

(39)

Gereja juga mengambil doa-doa tertentu dari kitab suci dan menjadikannya sebagai doanya seperti Luk 1:46-55 yang biasa dipakai dalam Ibadat Sore (Magnificat) atau Luk 1:68-79 yang biasanya dipakai dalam ibadat pagi (Kidung Zakaria dan kidung-kidung yang lain) (Mariyanto, 2005: 107).

Hidup doa perlu dibangun secara terus-menerus, dalam keluarga hidup doa mampu membawa gerak perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Kehidupan keluarga akan dijiwai oleh doa, tentu saja berdampak pada sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki Allah. “Dengan demikian hidupnya menjadi bagian dari doannya, dan doa menjadi kekuatan dalam hidupnya sehingga mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama dengan orang lain, maupun dalam karya atau pekerjaan yang dilakukannya” (Darminta, 2006: 27-28).

Jadi benar Kitab Suci bukan buku doa murni dalam arti di dalamnya tidak hanya ada sabda Allah yang berbentuk doa (berisi doa seperti doa bapa kami dalam Matius atau Lukas) tetapi ada juga berbagai hal lainnya. Sehingga Kitab Suci dapat membantu kita untuk berdoa dengan baik. Selain itu, ada beberapa bentuk doa yang bisa dilakukan dalam keluarga Katolik, misalnya :

a. Doa Permohonan

(40)

akhir dalam abjad Yunani) dalam diri manusia. Ia adalah awal, dasar dan asal segalanya yang ada pada manusia sekaligus juga tujuan akhir segalanya, yang menarik segalanya kepadaNya. Karena itu dalam liturgi “upacara cahaya / lilin paskah” pada malam paskah, Gereja mengakui

Kristus sebagai alfa dan omega. Kuasa Allah ini adalah kuasa yang merangkul, mempersatukan, menguatkan serta menarik kepadaNya, untuk menjalin hubungan pribadi dengan umat manusia.

(41)

umat manusia sebagai undangan bagi kita). Dan kita manusia menjawabi undangan itu berupa doa permohonan dan doa-doa lainnya.

Doa permohonan yang efektif tidak dapat memanipulasi Tuhan Allah sehingga mau atau tidak, Tuhan pasti mengabulkan doa kita atau doa itu berhasil secara otomatis. Doa permohonan yang efektif akan selalu menolak magic / kekuatan gaib. Karena orang yang mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan selalu menampakkan mutu hubungan pribadi itu dalam taat kepada kehendak Allah, percaya kepadaNya dan kesediaan guna melaksanakan kehendak Allah itu. Sehingga tidak ada hasil otomatis yang terjadi karena penggunaan kata-kata yang khusus, serta sikap-sikap dan tata gerak khusus. Kekuatan doa itu terletak dalam hubungan pribadi antara kita dengan Tuhan yang menyata dalam doa itu (Darminta, 1997: 46-48).

(42)

dalam doa permohonan keluarga. Di sini sebenarnya peranan iman dalam doa. Tanpa mengimani karya Allah yang terjadi dalam keluarga, orang tidak tergerak untuk berdoa atau berpikir bahwa doa itu hanya buang-buang waktu saja. Sehingga mutu doa keluarga sangat ditentukan oleh pengalaman keluarga akan karya Allah yang terjadi di tengah keluarga. Semakin keluarga menyadari karya Allah di dalamnya, keluarga semakin tergerak untuk berdoa dengan hikmat (Darminta, 1997: 48-49).

b. Doa Penyesalan (Tobat)

Ernest Mariyanto (2005: 53) mengungkapkan bahwa sebenarnya ada kaitan antara doa penyesalan/tobat dan permohonan. Dalam doa ini, kita mengakui keadaan kita yang kita lihat (alami) berdasarkan pengalaman kita akan hakekat Allah. Kita mengakui ketidak-layakan kita karena berdosa. Dosa telah mengundang hukuman dari Allah. Tetapi bagi orang yang percaya, hukuman itu merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkan kita, sebaliknya mengundang atau menyadarkan kita akan keadaan kita, membangkitkan rasa tobat untuk berbalik kepada Allah (Luk 15:11-32) (Pai, 2003:67).

(43)

c. Doa Syukur

Doa syukur merupakan jawaban yang paling khusus dan penting terhadap Allah yang berkarya: dalam ciptaan (dunia sekitar dan kita), dalam sejarah, dalam pengalaman pribadi setiap orang, dan dalam pengalaman bersama: kejadian-kejadian khusus. Contoh Luk 1:46-55. Dalam hal doa yang berbentuk puji syukur, perlu kita sebutkan bahwa yang paling agung adalah doa syukur agung dalam perayaan Ekaristi. Sepintas lalu disampaikan bahwa doa ini adalah doa syukur dan pujian penuh kegembiraan kepada Bapa dan juga doa permohonan kepadaNya, yang diucapkan atas roti dan anggur. Syukur dan pujian kepada Allah Bapa, atas karya kebaikanNya yang ajaib; di antara karya-karya ajaib itu yang pertama dan terpenting adalah penebusan kita dalam Kristus, Tuhan kita; bagian doa ini namanya prefasi (Mariyanto, 2005: 77, 86-88).

(44)

Kita dapat belajar dari doa resmi Gereja yang disebut prefasi itu. Kita memuji dan memuliakan Tuhan, karena karya-karyaNya yang ajaib bagi dan dalam hidup keluarga. Tapi persoalannya adalah apakah ada karya ajaib yang Tuhan laksanakan dalam keluarga ? Apakah kita sadar akan karya-karya itu? Kesadaran ini akan menentukan mutu hubungan pribadi keluarga kita dengan Tuhan serta mutu doa kita kepadaNya. Kita mudah bersyukur kepadaNya jika kita menyadari karyaNya yang konkrit bagi keluarga. Dan orang katakan mutu doa keluarga akan sangat menentukan mutu liturgi paroki. Jika keluarga sungguh menghayati doa dalam keluarga, maka keluarga yang sama juga dapat menjadikan liturgi sebagai suatu kesempatan puji syukur kepada Tuhan (Darminta, 1997: 51-52).

d. Doa Lisan

Seperti yang terlihat dalam buku “Katekismus Gereja Katolik” ada tiga bentuk pokok doa yaitu: doa lisan, doa renung dan doa batin. Salah satu bentuk doa yang penulis kutip ini adalah doa secara lisan. Bentuk doa lisan ini juga dapat dilakukan dalam keluarga. Seperti yang diungkapkan (Darminta, 1981: 92) semua doa yang diucapkan atau dibaca dari teks yang sudah ada. Dalam hal ini dapat dengan mudah dilaksanakan baik secara pribadi maupun bersama.

(45)

sehingga doa lisan tidak hanya membaca rumusan kata namun sungguh menjadi doa batin. Dalam hal ini, yang terpenting adalah kehadiran dan kesungguhan hati kita berbicara kepada Tuhan dalam doa (KGK, 2704).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa doa lisan merupakan doa yang diucapkan atau diungkapkan secara langsung atau menggunakan teks yang sudah ada. Doa lisan diungkapkan dengan rumusan yang sudah ada, atau yang sudah terpikirkan dalam benak sebelum diucapkan. Yang terpenting adalah bukan banyaknya kata-kata yang diucapkan melainkan kehadiran dan kesungguhan hati untuk bertemu dengan Tuhan melalui doa tersebut.

5. Dampak Doa dalam Keluarga

Doa bersama dalam keluarga dapat menjadi saat untuk berkumpulnya seluruh anggota keluarga. Melalui doa bersama juga seluruh anggota keluarga dapat mengungkapkan imannya, dan bersyukur kepada Allah atas anugerah yang diterima dalam hidupnya. Dengan doa bersama, seluruh anggota keluarga dapat saling “merasakan sesuatu keakraban dan merasa sebagai suatu kesatuan saudara dalam seiman dalam Kristus”. Akhirnya mereka terdorong untuk semakin meningkatkan kehidupan imannya yang terwujud di dalam keluarga (Pai, 2003: 215).

(46)

merupakan sesatu yang wajar, mengingat dalam doa orang berbicara-menyampaikan segala keluh kesahnya kepada Allah”. Beban hidup dan permasalahan yang dialami begitu banyak dalam kehidupan (keluarga) namun untuk orang beriman berdoa merupakan cara untuk sejenak menghentikan segala aktivitas untuk berkomunikasi dengan Allah. Dengan berdoa orang akan menjalin relasi/hubungan yang dekat dengan Allah, dan bisa merasakan kehadiran Allah melalui sesama ataupun orang-orang terdekat yang ada di sekitarnya (Pai, 2003 : 24).

Dengan demikian, seperti yang telah difirmankan-Nya “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” ( Mat 7:7) dengan berdoa dan meminta kepada -Nya dengan penuh keyakinan maka kita akan mendapatkan apa yang kita harapkan meskipun dalam bentuk yang lain. Tuhan selalu mempunyai cara sendiri untuk menunjukkan kasih-Nya kepada kita. Jadi dengan iman serta keyakinan yang mendalam kepada-Nya kata akan dipuaskan oleh-Nya, dan akhirnya kita akan memperoleh ketentraman, suka cita, dan damai dalam hidup.

B. Keluarga Katolik

1. Keluarga pada Umumnya

(47)

Salvicion dan Celis (1998) (dalam Arianto Sam, 2008:1) mengungkapkan bahwa: Di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Wignyasumarta (2014: 25) mengungkapkan bahwa Keluarga merupakan unit kesatuan yang terkecil, yang juga menentukan baik buruknya kehidupannya. Mereka hidup saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sam, 2008:1).

(48)

2. Keluarga Katolik

Secara khusus keluarga Katolik itu terbentuk karena adanya perjanjian nikah secara sah di hadapan seorang imam. Perkawinan dalam Katolik merupakan perjanjian bebas antara seorang pria dan seorang wanita yang bertujuan membangun kebersamaan seluruh hidup. Maka janji perkawinan harus ditampakkan dalam penghayatan hidup sehari-hari. Sebagai konsekuensi, keluarga kristiani perlu secara terus menerus menghayati ciri perkawinan kristiani yang mengimani Kristus. Keluarga Katolik adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus (Piet Go, 1999: 69).

Keluarga merupakan suatu unit dasar kehidupan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Dasar kehidupan keluarga Katolik harus dibangun pada suatu relasi yang akrab atas dasar saling membutuhkan dan saling melengkapi dalam semangat cinta kasih (Harun,1998: 23).

(49)

Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga Katolik adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat dalam hidup. Inilah yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti Kristiani. Atau kalau yang dikenal dalam Kitab Suci keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni keluarga Adam (Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa. Inilah keluarga pertama yang dibentuk oleh Allah. Selain keluarga kecil atau keluarga inti, ada juga yang disebut keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka berasal dari hubungan keluarga (kekerabatan) ayah maupun keluarga (kekerabatan) ibu.

3. Pemasalahan Keluarga Katolik

Situasi lingkungan keluarga dewasa ini menampilkan segi-segi yang positif dan negatif: “segi-segi yang positif merupakan tanda karya penyelamatan Kristus yang bekerja dalam dunia. Sedangkan segi-segi negatif merupakan tanda penolakan manusia terhadap cinta kasih Allah” (Widyamartaya 1994: 20)

(50)

permasalahan keluarga-keluarga pada umumnya. Tentu saja dengan perkembangan zaman yang begitu pesat membuat keluarga harus dapat menyikapinya dengan benar akan hal-hal yang dialami.

Banyak keluarga saat ini menghadapi kesulitan dengan waktu untuk dapat berkumpul bersama. Masing-masing anggota mempunyai kesibukan dan acara masing-masing. Rumah menjadi tempat singgah sementara. “Kebersamaan menjadi salah satu ciri utama keluarga yang harus dipupuk dengan komunikasi dan waktu bersama”. Hal-hal ini menjadi peluang dan kesempatan untuk membangun solidaritas dan sosialitas diantara anggota keluarga (Bala Pitu Duan, 2003: 76).

Dengan demikian untuk membangun kebersamaan dalam hidup keluarga, setiap anggota keluarga perlu menyadari bahwa pribadinya merupakan bagian dari anggota keluarga yang lain. Memiliki rasa yang sama, untuk membentuk persekutuan dan saling berbagi satu sama lain merupakan hal pokok beradanya sebuah keluarga. Dengan begitu, akan dapat mengurangi problem yang akan timbul dalam keluarga.

C. Pembinaan Iman Keluarga

1. Pengertian Pembinaan

(51)

a. Kata pembinaan menurut etimologi berasal dari kata “bana” yang berarti membangun sedangkan kata binaan berarti pembangunan, apabila iman diartikan sebagai pandangan dan sikap hidup, maka pembinaan iman berarti membina manusia seutuhnya (Syahruddinalga, 2011: 1).

b. Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sabar, berencana, teratur dan terarah serta bertanggungjawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala aspek-aspeknya (Mardi Prasetyo, 2000 : 98). c. Menurut Urwick (dalam Ombar Pakpahan) Pembinaan adalah suatu

proses, perbuatan, cara, pembaharuan, penyempurnaan, usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sesuai dengan yang diinginkan untuk mencapai tujuan (2013:1).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah seuatu pembaharuan dari proses yang telah dilaksanakan dengan cara-cara tertentu, baik itu dalam kegiatan maupun dalam kaitannya dengan mengembangkan aspek kepribadian manusia menuju kepada yang lebih baik dan sempurna, sehingga dapat berdaya guna. Setelah kita mengetahui pengertian pembinaan dari beberapa pendapat di atas, maka pada bagian berikut ini kita akan melihat pengertian iman.

2. Pengertian Iman

(52)

iman merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah secara cuma-cuma. Dalam buku “Iman Katolik” menuliskan bahwa iman adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan sukarela.

Menurut Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, MSF (2002: 47) Iman dalam bahasa Yunani disebut “pistis”, dalam bahasa Latin disebut “Fides” dan bahasa Inggris disebut “Faith” biasanya diartikan sebagai keyakinan dan penerimaan wahyu Allah. Dalam bahasa Indonesia “beriman” lebih dimaksudkan dalam hubungan dengan Allah; sedangkan “percaya” kerap kali dipakai dalam hubungan antar manusia. Namun dalam bahasa Inggris kata believe bisa dipakai untuk hubungan dengan Allah, tetapi juga dapat dimaksudkan dengan manusia. Dalam konteks teologi kata “iman” dan “percaya” dimaksudkan untuk menunjukkan hubungan manusia dengan Allah, terutama dalam menerima wahyu-Nya.

Katekismus Gereja Katolik KWI (166-169,181) mengungkapkan bahwa iman merupakan tindakan pribadi karena ia adalah jawaban bebas manusia kepada Allah yang menyatakan diri-Nya. Tetapi dalam masa yang sama kegerejaan yang mengungkapkan dirinya sendiri di dalam pewartaan, “kami percaya”. Sebenarnya Gerejalah yang percaya; dan dengan demikian oleh rahmat Roh Kudus mendahului, membentuk dan menyuburkan iman setiap umat kristiani. Oleh sebab inilah Gereja adalah Ibu dan Guru.

(53)

mngerjakan keselamatan dengan menyampaikan yang telah diperoleh dari Allah secara cuma-cuma itu kepada kepada sesamanya secara cuma-cuma (Kis 2: 47). Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan “sukarela”. Iman juga dapat diartikan sebagi suatu kepercayaan. Untuk mencapai taraf iman orang harus terlebih dahulu percaya. Orang dapat percaya akan sesuatu hanya jika ia mengetahuinya, oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mengetahui apa yang kita imani.

Dengan demikian dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan iman merupakan suatu usaha atau tindakan yang dilakukan manusia untuk dapat semakin dekat dengan Allah, dengan cara menyerahkan diri secara total dan percaya akan penyelenggaraan-Nya. Pentingnya pembinaan iman dalam diri seseorang karena dengan iman yang merupakan tindakan penyerahan diri secara total kepada Allah membuat manusia menyadari bahwa ia lemah dan membutuhkan kasih dan karunia dari Allah. Dengan beriman dapat mengantarkan kita pada suatu keselamatan karena iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan (Roma 10:9), dan jalan menuju pengharapan yang pasti (Ibr 11:1). Sampai saat kebangkitan kita, kita dijaga oleh kuasa Allah melalui iman (I Ptr 1:5).

3. Pembinaan Iman Keluarga

(54)

kasih Allah melalui ibu dan bapak. Dalam “Pedoman Pastoral Keluarga” KWI (2010: 10), Keluarga adalah kasih yang membuahkan kebaikan bagi semua anggotanya. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi setiap insan untuk belajar memahami dan menghayati arti dan tujuan kehidupan di dunia ini, dengan kata lain keluarga menjadi tempat utama di mana pembentukan awal kemanusiaan dan iman.

Kebersamaan dalam keluarga akan memberikan kesempatan tersendiri bagi keluarga untuk memperkaya diri dalam iman. Iman keluarga tidak hanya tumbuh oleh peristiwa-peristiwa yang dialami oleh keluarga sendiri, melainkan juga ada pengaruh dari luar. Dalam kebersamaan itu, setiap anggota keluarga belajar bagaimana menghayati iman. Peranan orang tua sehubungan dengan ini sangat penting. Kedewasaan, terutama bagi anak-anak tergantung mutlak dari kesetiaan orang tua. Orang tua mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membimbing anak-anaknya mengenal Allah dan ajaran-ajaran-Nya. Tugas ini penting dan harus dilaksanakan terus menerus, sehingga kelak anak-anak sungguh menjadi manusia yang utuh dan sempurna (Bala Pitu Duan, 2003: 102).

Salah satu bentuk kebersamaan dalam keluarga yang tidak pernah boleh dilupakan adalah berdoa bersama. Doa merupakan unsur pokok dalam kehidupan kristiani. “Alangkah baiknya jikalau keluarga selalu berkumpul dan

(55)

sebab itu doa dalam keluarga merupakan suatu elemen yang tidak boleh hilang”

(Bala Pitu Duan, 2003: 66).

Hidup keluarga tidak selamanya menyenangkan, atau tidak selamanya damai sejahtera dan tidak selalu bahagia. Kebahagiaan dan kemalangan, harapan dan kecemasan selalu menyertai keluarga dalam setiap langkah perjalanan hidupnya. Oleh karena keadaan itulah, maka hendaknya keluarga bersedia membuka hati untuk menerima uluran kasih Allah. Harapan keluarga akan uluran kasih Allah dalam doa merupakan tanda bahwa keluarga menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Doa sungguh merupakan pendorong bagi keluarga untuk melaksanakan tugas dan tangung jawab sebagai sel dari masyarakat (Widyamartaya, 1994 : 105).

4. Aspek-Aspek Iman

(56)

iman di sini ialah umat kristiani yang dituntut secara terus menerus meningkatkan pengetahuan imannya, sehingga seiring dengan perkembangan pengetahuan imannya itu dirinya dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang beriman tahu lebih mendalam akan Allah justru dalam penyerahan iman. Tidak mungkin mengenal seseorang tanpa mengetahui apa-apa mengenai dirinya. Orang tidak akan menyerahkan diri kepada Allah, kalau ia tidak mengetahui siapakah Allah itu. Supaya dapat beriman dengan sungguh-sungguh, manusia harus mengetahui kepada siapa ia menyerahkan dirinya (Lumen Gentium, art 14).

Penyerahan diri manusia seutuhnya kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman (Rm 16:26; Rm 1: 5, 2Kor 10:5-6) demikian manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan diri dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (DV 5). Manusia mengakui dirinya sebagai hamba tak berguna di hadapan Allah (Luk 17:10). Iman merupakan penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa melainkan dengan “sukarela”. Sikap ini merupakan pokok iman, Sifat iman bebas merdeka (Sutrisnaatmaka, 2002: 48-51).

(57)

kayu salib untuk menyelamatkan hidup kita dari segala yang jahat dan menebus dosa manusia. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa tanpa pengetahuan mustahil terdapat iman sejati. “Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci” (Luk 24:45). “Jadi, iman timbul dari pendengaran,

dan pendengaran akan firman Kristus” (Rm 10:17). Kita harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk menyadari bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang memerlukan penebusan, bahwa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri dan hanya Kristus yang dapat menebus kita dari dosa dan dari murka Allah, dan bahwa Kristus mati dan bangkit bagi kita (Konferensi Wali Gereja Indonesia,1996: 130-131).

(58)

D. Pengaruh Doa dalam Keluarga

1. Pengaruh Doa dan Iman Keluarga

Salah satu ciri khas dari hidup sebagai orang beriman adalah berdoa. Jika seseorang mengatakan bahwa dirinya adalah orang beriman tetapi dalam kenyataan hidupnya tidak pernah berdoa, maka orang tersebut diragukan kebenaran imannya. Dalam kenyataannya sungguh memprihatinkan, karena orang yang mengatakan dirinya sebagai orang beriman ternyata mengalami kesulitan dan kekeringan dalam berdoa, bahkan seringkali mengucapkan kata-kata doa tetapi hatinya tidak berdoa. “Bangsa ini memuliakan Aku dengan

bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku” (Mat,15:8), (Marsudi, 2007: 168).

(59)

2. Pengaruh Doa dalam Hidup Sehari-hari

Hidup ini bagaikan roda yang berputar, kadang diatas namun juga kadang harus berada dibawah. Demikian ungkapan yang mungkin dapat melukiskan dinamika kehidupan keluarga saat ini. Dalam hidup tidak selamanya baik-baik saja, namun juga kegagalan selalu saja ada. “Dalam hidup keluarga juga tentu tidak lepas dari rasa marah, benci, kecewa, yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang dapat membuat hubungan dalam keluarga tidak harmonis” (Piet

Go, 1994: 42).

Dalam hidup sehari-hari, sikap keyakinan dan kepercayaan akan kuasa-Nya, maka kita akan selalu dekat dengan Dia. Untuk mengenal dan dekat dangan pribadi-Nya tentu tidak lain hanya dengan memberi banyak waktu untuk-Nya. Karena Dia tau apa yang kita inginkan, maka dari itu kita perlu untuk latihan-latihan rohani untuk mengatur emosi kita. Emosi yang negatif harus diubah menjadi positif karena dengan begitu akan tampak dalam perilaku dan interaksi kita dengan sesama-orang lain (Piet Go, 1994: 35).

Berdoa juga akan membuat kita menjadi tenang dalam berpikir dan bersikap serta menjalani hari-hari/ aktivitas kita, dengan begitu segala rencana dan kegiatan yang akan dilaksanakan dapat terlaksana. Segala sesuatu akan menjadi sia-sia jikalah itu bukan menurut kehendak-Nya (Marsudi, 2007: 56).

3. Pengaruh Doa dalam Penyelesaian Masalah

(60)

efektif adalah doa. tiga musuh tersebut adalah (3D); dosa, daging dan dunia. Kita harus dapat melawan kita hal tersebut dalam hidup, karena dengan demikian kita akan sadar untuk mengurangi konflik dalam hidup kita.

Manusia bisa hidup tanpa doa, tetapi manusia bukannya seonggok daging yang bernyawa. Manusia adalah makhluk yang dinamis yang memiliki unsur rohani. Sekalipun sementara waktu orang berani mengatakan “Doa atau tidak

berdoa sama saja”, Alkitab telah menegaskan bahwa doa adalah sarana

komunikasi antara manusia dengan Allah. Dengan berdoa orang akan sejenak berhenti dari aktivitasnya dan waktu itulah yang akan digunakan untuk berefleksi akan masalah yang dialaminya. Perlu disadari bahwa hidup adalah peperangan rohani. Tidak ada alternatif lain. Kita harus banyak berdoa. orang yang tidak berdoa atau kurang berdoa adalah orang yang kalah. Setiap orang dalam hidup tidak lepas dari masalah; baik itu menyangkut segi jasmani maupun rohaninya. Maka pesan santo Yakobus ini dirasa penting untuk dilaksanakan; “Karena itu tundaklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis maka ia akan lari dari padamu ! berdoalah (Yak 4: 7), ( Marsudi, 2007: 44).

(61)

keputusasaan (Mazmur,88: 2,3, 88: 6,7 ). Semua kondisi ini bisa menyebabkan kita kita berjalan dalam kegelapan dan kita memerlukan penerangan Roh Kudus. Hanya doa yang bisa menjadi sarana untuk memohon penerangan rohani. Tidak semua kondisi akan langsung berubah karena doa, tetapi orang yang berdoa diberi penerangan rohani secara langsung untuk menghadapi berbagai kondisi (Hadisubrata, 1990: 27).

(62)

43

BAB III

PENELITIAN PENGARUH DOA DALAM KELUARGA

SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN ANGGOTA KELUARGA

KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO STEFANUS MEJING 2

GAMPING SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

A. Gambaran Umum Paroki Maria Assumpta Gamping dan Lingkungan

Santo Stefanus Mejing 2

1. Sejarah Singkat Paroki Maria Assumpta Gamping

(Uraian mengenai Paroki Maria Assumpta Gamping, penulis menggunakan sumber dari buku pedoman pelaksanaan Dewan Paroki 2008, dan informasi dari sekretariat Paroki Gamping).

a. Umat Pertama

Pertumbuhan umat paroki Gamping sangat erat hubungannya dengan Kramaredja, cucu dari Raden Panewu Djajaanggada, abdi dalaem Kasultanan Ngayojakarta Hadiningrat yang bekerja sebagai penjuang gamping. Kramaredja mempunyai kedekatan dengan Romo Frans van Lith SJ (seorang pastor Belanda berjiwa Jawa) karena sering ke Muntilan, pada saat itu juga di Muntilan sedang dibangun gedung Kolese Xaverius.

(63)

Dari situlah ia kemudian mendalami agama Katolik dan dibaptis sekitar tahun 1981.

Setelah dibaptis, Bendot Djajautama membimbing adik-adiknya yaitu Sarwana Brataanggada supaya belajar di Normaal school di Muntilan, dan dibaptis di Muntilan pada tahun 1919. Juga mengarahkan adik perempuannya untuk belajar baca tulis dan bekerja di pabrik cerutu Negresco (sekarang Tarumartani). Dengan cara itulah adik-adiknya dan orangtuanya menjadi Katolik. Kramaredja sendiri dibaptis dengan nama baptis Bartolomeus pada tanggal 10 Nopember 1920 oleh Rm. H.Van Driessche,SJ. beliaulah yang tercatat sebagai umat pertama di Gamping.

b. Tumbuhnya Biji Sesawi

Demikianlah umat pertama di Gamping, berkat biji sesawi yang tumbuh dalam keluarga Kramaredja, iman kristiani tumbuh pula pada keluarga lain dan menyebar ke desap-desa sekitar Gamping, seperti Banyuraden, Onggobayan, Mejing, Pasekan, dan Gancahan.

(64)

antara lain ke gereja Kidulloji, Kumetiran dan Kotabaru, dan Pugeran untuk mengikuti misa.

c. Perkembangan Umat saat Zaman Jepang dan Revolusi Fisik

Tanggal 8 Maret 1942 Jepang menguasai seluruh pelosok Nusantara. Masa pendudukan Jepang ini merupakan masa-masa sulit bagi perkembangan umat. Hal itu disebabkan gereja Katolik dilarang untuk memberikan pendidikan dan pengajaran Katolik. Banyak imam, biarawan maupun awam ditangkap dan dipenjarakan.

Pada tahun 1943, umat paroki Gamping berjumlah sekitar 150 orang. Rama F. Straeter SJ mungkin telah menyadari adanya malapetaka yang akan terjadi, kemudian meminta Jacobus Mertadikrama dari Gamping Lor agar mengamankan altar dan peralatan misa dari sekolah ke rumah.

(65)

berkembang. Stasi Gamping dibagi menjadi wilayah Gamping, Gancahan, Nyamplung, dan Mejing.

Perkembangan umat di Gamping sangat subur, sehingga umat mendesak pastor Paroki Kumetiran untuk mempersiapkan beridirinya gereja di Gamping. Berhubung status Gamping belum tegas, apakah menjadi bagian dari paroki Kotabaru atau paroki Kumetiran, maka Rama Alexander Sandiwan Brata, Pr pada tahun 1954 menulis surat ke Vikariat Apostolik Semarang. Surat tadi berisi tentang penegasan status bahwa Gamping memilih menjadi bagian dari paroki Kumetiran dari pada paroki Kotabaru, melihat dari keeratan hubungan Gamping – Kumetiran dan kebiasaan umat Gamping beribadat ke gereja Kumentiran. Kepanitiaan persiapan Paroki Gamping tersebut terdiri atas: Bapak Petrus Honosudjatmo, Bonifacius Tjaraka, Hardjasuprapta, Subardi, Suhardi dengan pelindung Rm. Alexander Sandiwan Brata, Pr.

Seraya mengurus pendirian gereja - pastoran - sekolah, Panitia Persiapan Pendirian Gereja berupaya mencari tanah yang cocok untuk lokasi gereja - pastoran. Setelah beberapa waktu bekerja, Panitia memberi laporan berupa pilihan lokasi kepada Rm. Alexander Sandiwan Brata, Pr.

Kemudian para panitia dan Romo paroki merencanakan dan mencari alternatif pilihan untuk lokasi gereja yang diantaranya :

(66)

- Dan tanah dengan bangunan kosong milik Rd. Wedana Pradjanarmada, Wedana Wates Kulon Progo.

Setelah melewati berbagai pertimbangan, maka pilihan jatuh kepada tanah Rd. Wedana Pradjanarmada. Negosiasi tanah sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama, mulai dari tahun 1953 dan akhirya berkat kegigihan Panitia pada tahun 1957 tanah tersebut bisa dibeli dengan Rp. 725,-/ m2. Berhubung tanah yang dibeli Panitia kurang memadai luasnya untuk kompleks gereja dan pastoran, maka Petrus Honosudjatmo meminta Petrus Wakijahadisunardja untuk merelakan tanah miliknya. Dengan cara itu terjadilah lahan gereja seperti saat ini, yaitu tanah seluas 3.050 m2, berbentuk segitiga siku-siku, dengan jalan raya depan gereja pada sisi miringnya.

Mgr. Albertus Soegijapranata SJ yang dikenal memiliki wawasan jauh ke depan, dalam kesempatan menerimakan sakramen krisma di Gamping kepada 50 orang umat Gamping pada tanggal 14 September 1956 berkata, “Para sedulur, aja padha cilik ing ati. Sapa ngerti yen ing tembe buri bakal

ana greja mundhuk-mundhuk teka ana ing Gamping kene” (Saudara sekalian, jangan kecil hati, siapa tahu besok akan ada gereja tiba-tiba muncul di Gamping sini).

(67)

Setelah tanah diperoleh, Panitia kemudian mengurus pengesahan hak kepemilikan atas tanah yang dilakukan dengan membuat Yayasan berbadan Hukum PENGURUS GEREJA DAN PAPA MISKIN ROOMS KATOLIK DI WILAYAH GEREJA SANTA MARIA DIANGKAT KE SURGA DENGAN MULIA DI GAMPIN

Gambar

Tabel. Pemahaman tentang Doa dalam Keluarga
Tabel. Pemahaman tentang Pembinaan Iman dalam Keluarga
tabel antara lain :

Referensi

Dokumen terkait

Perobahan itu menurutnya adalah hasil dari meminjam alat-alat elaborasi (teori sosial) yang dimiliki oleh ilmuan di luar Islam. Dari sini muncullah

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan dalam penyusun skripsi yang berjudul “ Pengetahuan, Sikap, dan Awareness Mahasiswa

leterlek , merasa paling benar dengan pemahamannya sendiri atau kelompok merupakan agenda masalah. Demikian pula mudah menghakimi keliru atau bid’ah terhadap suatu

Hasil penelitian uji T menunjukkan bahwa responden untuk variabel human relation diperoleh t hitung (2,645) > t tabel (1,976), variabel beban kerja diperoleh t hitung (-

Sedangkan menurut Apriadji (2002), sampah atau dalam bahasa inggrisnya waste , adalah zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang

yang dilakukan anatara Februari 2003 dan September 2003 (sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Komnas HAM tentang Pembentukan Tim Ad Hoc Penyelidikan Kerusuhan Mei 1998 pada

Izin kerja seharusnya tidak diperlakukan sebagai sebuah pernyataan bahwa semua bahaya (hazard) dan risiko sudah selesai tereleminasi dari area kerja. Penyelenggara izin tidak

Bahan-bahan yang digunakan yaitu kista Artemia yang diperoleh dari produksi tambak di desa Surodadi Jepara, air tawar sebagai pelarut dalam pembuatan pakan silase