• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Data dan Pembahasan

2. Bentuk Interaksi Antar Penjual Jasa Becak Cinta

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia dan antara orang dengan kelompok- kelompok masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan

59

kelompok, di mana komunikasi terjadi di antara kedua belah pihak (Yulianti, 2003:91).

Alun-alun kidul Surakarta merupakan salah satu tempat wisata malam yang terkenal di Surakarta karena wisata kuliner malamnya. Selain terkenal karena wisata kulinernya, alun-alun kidul juga terkenal sebagai salah satu wisata malam yang terdapat banyak wahana permainannya, karena tidak semua tempat wisata malam di Surakarta dijadikan sebagai tempat wisata wahana permainan. Selain sebagai tempat wisata kuliner di alun-alun kidul Surakarta juga terdapat sarana rekreasi becak cinta dan disana juga banyak terdapat penjual jasa wahana permainan. Selain itu saat berada di alun-alun kidul Surakarta kita bisa memilih langsung dari banyaknya penjual jasa becak cinta, becak cintanya pun beragam bentuk, karena setiap penjual jasa becak cinta mempunyai kemampuan dalam memodifikasi becak cintanya supaya lebih menarik.

Penjual jasa menjajakan becak cinta di alkid tidak semata- mata hanya menyewakan becak cinta tersebut kepada pengguna becak cinta, namun dengan menggunakan kreatifitas para pemilik becak cinta meningkatkan omset pendapatannya. Salah satu cara pemilik becak cinta meningkatkan minat penggunanya yakni dengan memperbaharui bentuk dari becak cinta itu sendiri. Dengan perbedaan yang menonjol bila dibandingkan dengan becak cinta

60

lain maka dipercaya mampu menarik perhatian pengguna jasa wahana permainan di alun-alun kidul ini. Hasil kreatifitas yang dilakukan oleh pemilik becak cinta bermacam-macam, mulai dari berbentuk hewan-hewan atau tokoh-tokoh kartun sampai bentuk yang paling baru adalah kerangka mobil. Sangat dapat dilihat ketertarikan anak-anak pengunjung alun-alun kidul dengan adanya becak cinta yang memiliki bentuk unik-unik tersebut. Melalui cara ini diharapkan mampu menarik pelanggan lebih banyak seperti yang dikemukakan bapak Yu “Untuk memajukan mata pencaharian saya ini, saya tidak mau kalah dengan pemilik becak cinta lain mbak, dengan membuat model-model baru terhadap becak cinta

yang saya miliki” (Yu, hasil wawancara 14 Desember 2013). Tetapi tidak semua pemilik menggunakan cara yang sama untuk meningkatkan pendapatannya, seperti yang diungkapkan ibu Ri “Untuk memajukan usaha saya ini, saya akan menabung untuk membeli becak cinta lagi mbak, semakin banyak becak cinta yang dimiliki maka akan semakin meningkat pula penghasilannya

mbak” (Ri, hasil wawancara 14 Desember 2013). Menurut pengamatan peneliti, pernyataan yang dikemukakan ibu Ri ini didasari oleh sebab bahwa beliau barulah memiliki satu buah becak cinta yang dioperasikan di alun-alun kidul Surakarta.

Jumlah penjual jasa yang terdapat di alun-alun kidul lumayan banyak, untuk penjual jasa becak sendiri kurang lebih

61

sekitar Sembilan penjual jasa yang terdaftar pada tahun 2013 ini. Hubungan antar penjual jasa becak cinta satu dengan lain mayoritas baik-baik saja. Interaksi yang terjalin disana selayaknya penjual jasa yang bersaing sewajarnya untuk mendapatkan pelanggan. Kontak sosial dan komunikasi yang terjadi merupakan komunikasi yang wajar dan hanya tegur sapa seperlunya. Penjual jasa yang berda di alun-alun kidul Surakarta tidak semuanya merupakan penjual jasa becak cinta saja tetapi banyak juga yang merupakan penjual jasa lain yang menjual jasa mereka disana. Penjual jasa lain yang berada di alun-alun kidul Surakarta antara lain adalah penjual jasa istana balon, odong-odong, pemancingan, helikopter, motor tril, mobil-mobilan, otopet dan mandi bola. Interaksi yang terjadi antara penjual jasa becak cinta dengan penjual jasa lain adalah baik saja, seperti yang dikemukakan oleh mas Wah berikut ini “Interaksi antar penjual jasa becak cinta dengan penjual jasa lain disini baik-baik saja mbak” (Wah, hasil wawancara 9 November 2013)

Banyaknya penjual jasa yang berada di alun-alun kidul Surakarta menimbulkan komunikasi salah satu hasil dari komunikasi tersebut adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan bagian dari suatu proses sosial yang terjadi diantara penjual jasa yang berada di alun-alun kidul Surakarta. Suatu interaksi tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi syarat, yaitu

62

adanya kontak sosial dan adanya komunikasi (Soerjono Soekanto, 2010: 58). Secara umum penjual jasa yang berada di alun-alun kidul Surakarta sudah memenuhi syarat tersebut, dimana disana sering diadakan kegiatan-kegiatan dimana tujuannya untuk menjaga hubungan baik antara para penjual jasa. Setiap orang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, kepentingan dan juga hasrat ke individualnya (Soleman L. Taneko, 1994: 110).

Berdasarkan pengamatan peneliti selama berada dilapangan ada beberapa bentuk interaksi sosial yang secara spesifik digolongkan ke dalam bentuk asosiatif atau dapat diartikan sebagai proses interaksi yang mengarah kepada hal-hal positif. Sebagaimana dijelaskan bentuk-bentuk yang menunjukkan adanya interaksi sosial antara penjual jasa yang berada di alun-alun kidul kota Surakarta sebagai berikut:

a. Kerjasama

Kerjasama adalah wujud dari interaksi yang berjalan dengan baik dan efektif. Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerjasama (Soleman L. Taneko, 1994: 116). Kerjasama disini dapat memungkinkan hubungan yang lebih baik karena ada kegiatan-

63

kegiatan yang sifatnya menyatukan secara bersamaan. Kerjasama sebagai salah satu bentuk interaksi sosial yang umum dilakukan masyarakat. Kerjasama yang terjalin antara para penjual jasa becak cinta yang berada di alun-alun kidul Surakarta berjalan dengan baik, hal ini disampaikan oleh mbak Ni “disini para penjual jasanya kompak-kompak mbak, kalau ada salah satu penjual jasa yang butuh bantuan pasti yang lain dengan senang

hati membantu mbak” (Ni, hasil wawancara 27 Desember 2013). Bentuk kerjasama yang dilakukan penjual jasa yang berada di alun-alun kidul Surakarta salah satunya adalah dalam bidang pekerjaan. Pekerjaan sebagai penjual jasa becak cinta membutuhkan tenaga yang kuat, disamping tenaga juga membutuhkan keahlian khusus agar dengan mudah menarik pelanggan yang banyak. Seperti yang dikatakan oleh pak Pu

“disini persaingan secara sehat mbak, biasa para pemilik lebih menggunakan metode memodifikasi becak cinta supaya lebih bagus dan lain dari pada milik pemilik becak cinta lain. Keahlian untuk menarik pelanggan juga diperlukan untuk menambah perolehan pendapatan.

Terdapat dua hal yang mampu menjadi modal untuk digunakan para penjual jasa becak cinta guna menarik pelanggan. Hal pertama yakni keahlian khusus yang dimiliki oleh penjual jasa becak cinta itu sendiri. Keahlian khusus yang dimiliki

64

penjual jasa becak cinta yang dimaksud adalah cara para penjual jasa becak cinta untuk menarik pelanggan supaya menaiki becak cinta yang mereka jajakan jasanya. Banyak cara yang dapat dilakukan penjual jasa salah satunya adalah dengan berteriak- teriak supaya menarik perhatian pengunjung. Melalui cara ini pengunjung dapat memiliki rasa penasaran terhadap apa yang membuat seorang penjual jasa berteriak. Mungkin pula akan terbersit pemikiran bahwa seberapa asyik menggunakan wahana permainan ini.

Hal kedua yang biasanya dijadikan modal oleh pemilik atau penjual jasa becak cinta adalah pembaharuan wahana permainan yang sewajarnya dilakukan guna meningkatkan kualitas pelayanan penjual jasa becak cinta. Semakin nyaman becak cinta yang digunakan maka akan menghasilkan kesan yang bagus bagi para pengguna becak cinta. Sebaliknya jika terjadi hal atau ketidaknyamanan pada becak cinta yang digunakan maka akan membekas buruk terhadap pengguna becak cinta, bahkan kemungkinan dapat menjadikan pengguna kapok untuk tidak menaiki becak cinta tersebut. Hal buruk tersebut memang tidak bersifat parah namun hanya hal-hal kecil seperti pedal untuk mengayuh yang berat, pedal yang rusak dan juga tempat duduk pengguna yang kurang nyaman. Kekapokan para pengguna bukanlah kapok dalam artian pengguna tidak menginginkan

65

untuk menggunakan becak cinta namun kapok disini adalah tentang ketidakpercayaan pengguna terhadap jasa becak cinta itu sendiri.

Modifikasi becak cinta juga sangat berguna bagi para pemilik becak cinta untuk meningkatkan daya tarik terhadap pengguna becak cinta. Semakin menraik dan unik bentuk becak cinta aka nada penghargaan tertentu dari para pengunjung. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan petikan hasil wawancara peneliti dengan Dik berikut ini:

“Untuk interaksi atau hubungan antara penjual jasa satu dengan lain baik-baik saja mbak, disini semua bersaing secara sehat mbak, misalnya saja persaingan hanya ada pada model atau bentuk becak cinta itu sendiri mbak, yang terbaru kemarin becak cinta dimodifikasi menyerupai bentuk mobil-mobilan mbak. Jadi disini saingannya lebih pada model yang dimiliki oleh para pemilik becak cinta itu sendiri” (Dik, hasil wawancara 9 November 2013).

Bentuk kerjasama lainnya yang dilakukan oleh para penjual jasa becak cinta adalah kerjasama menggotong barang-barang yang akan dipakai untuk menjajakan jasanya. Hal ini biasanya dilakukan oleh penjual jasa dalam satu pemilik. Menggotong barang atau mengangkut barang dari rumah menuju tempat kerjaan merupakan rutinitas sehari-hari para penjual jasa becak cinta. Bukan hanya dari rumah pemilik becak cinta namun mereka juga mengangkut barang-barang dari tempat penitipan barang. Siang hari ketika sudah waktunya mengangkut barang para penjual jasa becak cinta menuju rumah pemilik becak cinta

66

membantu pemilik untuk bersiap-siap berangkat menuju alun- alun. Sesampai di alun-alun mereka saling bekerjasama mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan untuk bekerja. Mulai dari membersihkan becak cinta sampai pengecekan kelayakan pakai becak cinta. Pernyataan-pernyataan tersebut diatas sesuai dengan hasil wawancara dengan mbak Dik selaku penjual jasa permainan selain becak cinta berikut ini:

“Kalau kerjasama secara langsung tidak ada mbak, kalau saya sama adik saya yang punya becak cinta itu, kadang bantu angkut- angkut barang, bersama dengan para pegawainya juga, sebelum buka, begitu saja, itu karena kenal saja mbak, kalau tidak kenal ya ngapain kerjasama” (Dik, hasil wawancara 9 November 2013).

Kebiasaan-kebiasaan tersebut tetap dilakukan sampai sekarang oleh para penjual jasa becak cinta yang berada di alun- alun kidul Surakarta untuk menjaga hubungan baik antara sesama penjual jasa yang berada disana. Selain itu juga untuk menjaga hubungan kekeluargaan diantara penjual jasa becak cinta walaupun kerjasama tersebut terjadi pada saat-saat tertentu karena sifatnya yang situasional.

b. Akomodasi

Akomodasi merupakan istilah yang menunjukan adanya suatu keseimbangan yang terjadi dalam proses interaksi sosial. Keseimbangan tersebut tidak hanya tercermin dalam tingkah laku masyarakatnya, tetapi juga dengan nilai dan norma yang ada di

67

dalam masyarakat tersebut. Akomodasi yang terjadi sebagai salah satu wujud dari interaksi sosial masyarakat dilingkungan alun-alun kidul menunjuk kepada suatu keadaan dimana adanya suatu keseimbangan (equilibrium). Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan (Soerjono Soekanto, 2007: 68). Tahap untuk mencapai proses akomodasi yaitu dengan adanya adaptasi yang baik yang terjalin antar penjual jasa becak cinta di alun-alun kidul Surakarta.

Akomodasi dipandang sebagai suatu proses yang menunjukan pada usaha-usaha manusia untuk meredam pertentangan demi mencapai keadaan yang stabil dan seimbang dalam interaksi sehari-hari. Dalam persoalan ini bentuk akomodasi yang tergambar dari suatu interaksi antar penjual jasa becak cinta lebih menunjukan pada suatu proses dimana individu dari masing-masing pihak saling menyesuaikan diri satu sama lainnya.

Akomodasi sebagai suatu proses dimana orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Hal tersebut juga terjadi antara penjual jasa becak cinta di alun-alun kidul Surakarta, seperti yang diungkapkan oleh De “disini dulu waktu saya

68

pertama kali mencoba wahana becak cinta ini, pernah mendengar dua penjual jasa becak cinta yang saling berkata keras, saya mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, usut punya usut ternyata mereka baru saja salah paham, ada yang mengatakan sewaktu menempati lokasi ‘ngetem’ ada yang mencoba mensabotase luas wilayah, jadi salah satu dari mereka ada yang mengambil wilayah bagian yang lebih banyak” (De, hasil wawancara 23 November 2013).

Melalui pernyataan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan tidak hanya dimunculkan karena faktor kesenajaan namun juga faktor ketidaksenajaan. Menurut wawancara yang dilakukan oleh peneliti masalah yang terjadi tersebut dengan seiring berjalannya waktu mulai mengalami perbaikan. Seiring berjalannya waktu permasalahan yang terjadi nulai berangsur membaik. Dahulu yang sempat mengalami masalah hingga saling berkata kasar akhirnya selesai dengan baik. Hal ini dapat membuktikan adanya akomodasi yang terjadi antar penjual jasa becak cinta yang secara mereka sadari dengan sendirinya maka akan menjadikan konflik diantara mereka akan menjadi memudar, dan akan menghilang.

Masalah lain yang sering terjadi antar para penjual jasa yaitu adalah saling berebut pelanggan yang kadang dapat sampai berlebihan. Berlebihan disini dalam arti bahwa ada beberapa

69

penjual jasa yang sedikit memaksa dalam menawarkan jasa becak cintanya. Hal tersebut dapat menimbulkan sedikit rasa yang kurang baik bagi para penjual jasa becak cinta lain. Seperti yang dikatakan oleh San berikut ini:

“Menurut pengamatan saya selama saya disini, pernah ada pemilik becak cinta yang ‘ngetem’nya bersebelahan, lalu ada pelanggan yang datang, penjual jasa yang satu mencoba menarik perhatian pelanggan dengan menawarkan becak cintanya, mungkin pelanggan tersebut lebih tertarik dengan becak cinta yang lain lalu penjual jasa yang lain mencoba mendekati pelanggan tersebut . kedua penjual jasa becak cinta tersebut saling memaksakan tawarannya. Jadi satu pelanggan tersebut ditawari oleh dua penjual jasa becak cinta, karena pelanggan itu berhak memilih jadi ya pelanggan memilih salah satu, penjual jasa becak cinta yang tidak dipilih merasa kesal dan mengeluh sendiri. Namun hal seperti itu wajar disini mbak dan lama-lama mereka akan merasa baik kembali” (San, hasil wawancara 27 Desember 2013).

Dari hasil wawancara salah satu sumber di atas bisa di lihat bahwa bentuk lain akomodasi yang terjadi di alun-alun kidul kota Surakarta adalah toleransi, yaitu penyelesaian konflik tanpa persetujuan formal. Terkadang toleransi timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena ada watak perorangan atau kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindari perselisihan (Soerjono Soekanto, 2007: 68). Selain itu bibit konflik juga tidak sampai muncul dan dibiarkan saja lambat laun akan hilang dengan sendirinya.

Proses interaksi yang terjalin di dalam masyarakat tentunya dapat berbentuk asosiatif dan juga berbentuk diasosiatif. Bentuk yang disasosiatif antara lain persaingan, kontravensi dan

70

pertentangan atau konflik. Proses tersebut terjadi karena hubungan masyarakat yang terjalin sangat dinamis, berbagai kemungkinan dapat terjadi muali dari hal-hal yang positif sampai pada hal-hal yang negatif. Berikut ini akan dijelaskan beberapa bentuk diasosiatif yang terjadi antara para penjual jasa yang berada di alun-alun kidul Surakarta.

a. Persaingan

Menurut Gillin dan Gillin, persaingan dapat diartikan sebagai proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang- bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan (Soerjono Soekanto, 2010: 83).

Wujud persaingan yang nyata dilihat dari proses interaksi antar para penjual jasa becak cinta yang berada di alun-alun Surakarta yaitu persaingan dalam mencari pelanggan dan persaingan dalam memodifikasi becak cinta. Seperti yang

dikemukakan oleh ibu Rita “Persaingan yang terjadi antara

penjual jasa becak cinta biasanya bersaing mendpatkan pelanggan banyak, tetapi persaingan yang terjadi adalah

71

2013). Juga dalam hukum alam, yang kuat yang akan hidup yang lemah akan lenyap karena tidak mampu menghadapi perjuangan hidup (Nasution, MA, 2009:137). Seperti juga yang terjadi dengan penjual jasa becak cinta yang berada di alun-alun kidul Surakarta, mereka bersaing mendapatkan pelanggan yang banyak.

Selain itu persaingan lain yang terjadi disana adalah persaingan dalam membuat menariknya becak cinta yang dimiliki. Seperti hasil wawancara dengan San pada 27 Desember

2013 berikut ini, “persaingan yang terjadi antar penjual jasa becak cinta salah satunya adalah bersaing model becak cinta yang bagus dan menarik, karena model yang bagus dan menarik bisa digunakan untuk membuat pelanggan tertarik untuk

mendekati dan kemudian memilih” (San, hasil wawancara 27

Desember 2013).

Pernyataan diatas diperkuat oleh pernyataan dari informan yang bernama Ni berikut ini:

“Sepengetahuan saya mungkin persaingannya lebih kepada mencari pelanggan, namun saya sebagai pemakai juga akan lebih tertarik jika becak cinta yang dimiliki pemilik mempunyai bentuk yang unik. Kami sebagai pemakai pasti lebih senang memakai becak cinta yang update bentuknya. Seperti sekarang ada bentuk baru, yakni bentuk menyerupai mobil” (Ni, hasil wawancara 27 Desember 2013)

Dilihat dari pernyataan diatas bisa dilihat bahwa persaingan yang terjadi diantara penjual jasa becak cinta yang berada di

72

alun-alun kidul Surakarta mengarah ke persaingan yang positif, tidak ada kecurangan di dalam persaingan tersebut. Persaingan disana juga dijadikan sebagai motivasi para penjual jasa becak cinta untuk melakukan kecurangan agar mendapat hasil yang lebih daripada penjual jasa becak cinta lainnya.

b. Kontravensi

Kontravensi berasal dari kata Latin, yakni conta dan venire, yang berarti menghalangi atau menantang. Dalam kata ini mengandung makna usaha untuk menghalangi puhak lain mencapai tujuan. Hal utama dalam proses sosial ini adalah menggagalkan tercapainya tujuan pihak lain (Syahrial, 2013:35).

Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Kontravensi merupakan suatu bentuk proses diasosiatif yang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi pernah terjadi antar penjual jasa becak cinta, walaupun hal tersebut terjadi secara tersembunyi, artinya hal tersebut hanya dirasakan oleh satu pihak saja. Perasaan tidak suka penjual jasa becak cinta sering

73

dirasakan ketika ada teman mereka sendiri mendapatkan pelanggan lebih banyak dari pada dirinya sendiri, seperti yang dikatakan oleh ibu Ri “rasa cemburu pasti ada mbak, misalnya kalau ada teman mendapatkan pelanggan banyak, tetapi hal itu tersebut lantas tidak menjadi masalah mbak, hal itu lalu menjadi motivasi saja biar kita lebih semangat mencari pelanggannya” (Ri, hasil wawancara 14 Desember 2013)

Rasa tidak suka memang selalu muncul jika seseorang merasa kalah bersaing dengan orang lain. Namun rasa kecewa atau tidak suka tersebut tidak langsung disampaikan dengan orang yang tidak disukainya, melainkan hanya disimpan sendiri atau diceritakan dengan orang lain yang lebih dekat. Mereka menyadari perasaan tidak suka tersebut jika diperbesar hanya akan menjadikan masalah menjadi lebih besar.

Rasa kurang menyukai antar penjual jasa becak cinta, terjadi ketika mereka mencari pelanggan saja. Para penjual jasa becak cinta maupun penjual jasa lain disini sangat mempunyai perasaan saling menghargai satu sama lain. Perilaku tersebut terjadi karena beberapa hal yang diantaranya adalah telah adanya peraturan ataupun tata cara untuk bisa menjalankan usaha di alun-alun kidul Surakarta ini. Peraturan maupun tata cara sudah lama diatur oleh pihak pemerintah yang mengelola alun-alun kidul Surakarta. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari

74

bapak Yu yang merupakan salah satu pemilik becak cinta di alun-alun kidul Surakarta, berikut ini:

“Memang kemungkinan persaingan itu ada, namun disini sudah ada yang mengatur semua mbak, misalnya saja tentang masalah pajak yang harus dibayar oleh penjual jasa atau pedagang disini. Semua disini berjalan sesuai peraturan yang diadakan oleh pemerintah kota dari dulu, dari awal dibukanya wisata malam di alun-alun kidul Surakarta ini. Kita para penjual jasa hanya bias mengikuti peraturan yang ada. Disini kita sama-sama mencari nafkah alangkah baiknya jika kita saling bekerjasama” (Yu, hasil wawancara 14 Desember 2013).

Kontravensi yang terjadi diantara penjual jasa becak cinta di alun-alun kidul Surakarta jarang menimbulkan masalah besar bagi penjual jasa becak cinta lain. Mereka sangat menyadari bahwa mereka hidup bersama-sama dan mencari rejeki bersama, sehingga dapat dibilang kontravensi yang mereka alami bersifat sementara karena mereka beranggapan tidak baik jika muncul rasa tidak suka dengan penjual jasa lain hanya karena masalah

Dokumen terkait