• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK DAN

C. Bentuk dan jenis Pemalsuan Akta Otentik

Pada setiap tindak kejahatan terdapat banyak cara untuk melakukannya.

Termasuk dalam kejahatan pemalsuan dokumen dan tanda tangan, pelakunya

melakukan berbagai cara dalam melaksanakan tindak kejahatannya. Dalam

kriminologi, setiap tindak kejahatan, walaupun memiliki tingkat variasi yang

tinggi, namun akan selalu ada pola dan teknik yang akan muncul jika

kejahatannya terus berulang. Setiap tindakan kejahatan, lambat laun akan

memunculkan pola pengulangan yang bisa dipelajari sebagai pencegahan. Pola

6

36

dan teknik kejahatan yang selalu muncul berulang-ulang, juga umum dikenal

sebagai modus operandi.7

Dalam tindak kejahatan pemalsuan dokumen, ada berbagai macam modus

pemalsuan, tergantung dari jenis dokumen dan juga tujuan si pelaku. Namun

umumnya dalam jenis apapun modus pemalsuan dokumen, pelakunya sudah

merencanakan dulu tindak kejahatannya. Dengan kata lain, pemalsuan dokumen

bukanlah kejahatan insidentil seperti street crimes. Pemalsuan dokumen adalah

kejahatan terencana. Secara niat dan perbuatan, pelakunya sudah merencanakan

terlebih dahulu skema tindak kejahatannya.8

Kebenaran pada suatu atau akta otentik sendiri terdiri atas 4 macam,

yaitu:9

1. Surat atau akta yang menimbulkan suatu hak

2. Surat atau akta yang menerbitkan suatu perikatan

3. Surat atau akta yang menimbulkan pembebasan utang

4. Surat atau akta yang dibuat untuk membuktikan suatu hal/keadaan tertentu.

Dalam hal surat atau akta ini perbuatan yang dilarang terhadap 4 macam

surat tersebut adalah perbuatan membuat surat palsu (valschelijk opmakeen) atau tindakan perbuatan memalsu (vervalsen). Perbuatan membuat surat palsu adalah suatu perbuatan atau tindakan membuat sebuah surat yang sebelumnya tidak

7

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 84.

8

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, h. 92.

9

I. G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, (Bekasi: Kesaint Blanc, 2004), h. 26.

ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat yang dihasilkan

dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu.10

Sementara perbuatan memalsu adalah segala wujud perbuatan apapun

yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan cara menghapus,

mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga berbeda dengan surat

semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsu.11 Dua unsur perbuatan dan 4

unsur objek surat atau akta tersebut merupakan sesuatu yang bersifat alternative,

dimana dalam mendalilkannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada pasal

263 KUHP harus dibuktikan salah satu wujud perbuatannya dan salah satu objek

suratnya. Dimana, dalam proses pembuktiannya melalui dan dengan

menggunakan hukum pembuktian sebagaimana telah diatur pada pasal 183 jo 184

KUHAP. Perbuatan membuat surat, adalah melakukan suatu perbuatan dengan

cara apapun mengenai suatu surat atau akta misalnya akta kelahiran, sehingga

menghasilkan sebuah akta kelahiran.

Hal-hal yang harus dibuktikan mengenai perbuatan membuat ini antara

lain, adalah wujud apa termasuk bagaimana caranya dari perbuatan membuat

(misalnya menggunakan mesin cetak/ketik dan sebagainya), dan siapa yang

melakukan wujud tersebut, berikut kapan waktunya (tempusnya) dan dimana

lokasi atau terjadinya peristiwa tersebut (lokusnya).12 Dalam hal ini, semuanya

10

Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, h. 29.

11

Widjaya, Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek, h. 38.

12

38

harus jelas, artinya dapat dibuktikan tanpa keraguan sama sekali. Tidak cukup

adanya fakta kedapatan peada seseorang, atau digunakan sebagai bukti oleh

seseorang mengenai akta tersebut.

Dalam hukum pembuktian tidak mengenal dan tidak tunduk pada

anggapan, melainkan harus dibuktikan setidak-tidaknya memenuhi syarat

minimal pembuktian. Hukum pembuktian dibuat untuk menjamin kepastian

hukum dan keadilan bagi setiap orang di negara ini, dan untuk menghindari

kesewenang-wenangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan atau vonis pada

suatu perkara yang ditanganinnya.13 Pada pasal 183 KUHAP tentang syarat

minimal pembuktian, menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk

menjatuhkan pidana, ialah syarat subjektif yang juga harus dilandasi syarat

objektif. Harus ada suatu keyakinan hakim yang dibentuk berdasarkan minimal

dua alat bukti yang sah. Dasar keyakinan hakim yang dibentuk atas dasar

(objektif) minimal 2 alat bukti yang sah tersebut adalah hakim yakin tindak

pidana telah terjadi, hakim yakin terdakwa tersebut yang telah melakukannya dan

hakim yakin terdakwa telah bersalah dalam melakukan tindak pidana tanpa

adanya hal-hal yang bisa memaafkan atau menghapuskan pidana.

Oleh karena itu tidak cukup untuk membentuk keyakinan dari sekedar

fakta bahwa, misalnya sebuah akta kelahiran yang diduga palsu kedapatan pada

seseorang, atau fakta ada orang lain yang menyerahkannya kepada orang lain

untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Fakta yang seperti ini hanya sekedar

13

dapat dipakai sebagai bahan untuk membuat alat bukti petunjuk saja dan tidak

membuktikan sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 263

KUHP. Terlebih lagi, untuk terbitnya sebuah akta kelahiran selalu melalui

prosedur baku yang tidak mungkin dibuat oleh satu orang saja.14

Ada 2 syarat adanya surat asli dan tidak dipalsu dalam pasal 263 (1) atau

(2), ialah:15

1. Perkiraan adanya orang yang terpedaya terhadap surat itu, dan

2. Surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain. Arti dapat merugikan

menurut ayat (1) maupun ayat (2) pasal 263. Istilah “dapat” adalah perkiraan yang dapat dipikirkan oleh orang yang normal.

Ada perbedaan perihal “dapat merugikan” menurut ayat (1) dan menurut ayat (2). Perbedaannya, ialah surat palsu atau dipalsu menurut ayat (1) belum

digunakan, sementara ayat (2) surat sudah digunakan. Oleh karena menurut ayat

(2) surat sudah digunakan, maka hal kerugian menurut ayat (2) harus jelas dan

pasti perihal pihak mana yang dirugikan dan kerugian berupa apa yang akan di

derita oleh orang/pihak tertentu tersebut. Ada 2 pihak yang dapat menderita

kerugian, ialah: (1) pihak/orang yang namanya disebutkan di dalam surat palsu

tersebut, atau (2) pihak/orang siapa surat itu pada kenyataannya digunakan.16

Namun harus jelas bahwa perkiraan kerugian ini adalah akibat langsung dari

14

Widjaya, Merancang Suatu Kontrak.,h. 51.

15

Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, h.52.

16

40

penggunaannya. Artinya tanpa menggunakan surat palsu/dipalsu, kerugian itu

tidak mungkin terjadi.

Dokumen terkait