BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA OTENTIK DAN
D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Notaris
Pasal 1 P.J.N tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas dan
pekerjaan notaris. Dikatakan demikian, oleh karena selain untuk membuat
akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan
mensyahkan surat-surat/akta-akta yang dibuat dibawah tangan. Notaris juga
memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada
pihak-pihak yang bersangkutan. Juga sebagaimana telah dikemukakan diatas,
menurut kenyataannya tugas notaris bersamaan dengan perkembangan waktu
telah pula berkembang sebagaimana itu sekarang ini. Tegasnya notaris
sebagaimana menurut undang-undang dan notaris menurut yang sebenarnya dan
tugas yang harus dijalankannya, yang diletakan kepadanya oleh undang-undang,
sangat berbeda sekali dengan tugas yang dibebankan kepadanya oleh masyarakat
didalam praktek, sehingga sulit untuk memberikan definisi yang lengkap
mengenai tugas dan pekerjaan notaris.17
a. Wewenang Notaris Bersifat Umum
Pertama sekali didalam pasal 1 PJN ditentukan, bahwa notaris berwenang
untuk membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan
17
dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Dari bunyi pasal tersebut,
bahwa wewenang notaris adalah “regel” (bersifat umum), sedangkan wewenang dari pejabat lain adalah “pengecualian”. Wewenang dari pejabat lainnya itu untuk membuat akta sedemikian hanya ada, apabila oleh undang-undang dinyatakan
secara tegas, bahwa selain dari notaris, mereka juga turut berwenang membuatnya
atau untuk pembuatan suatu akta tertentu mereka oleh undang-undang dinyatakan
sebagai satu-satunya yang berwenang untuk itu.18
Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan
notaris, yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan
umum notaris, dengan batasan sepanjang:
1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketatapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.
3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Menurut pasal 15 ayat (1) bahwa wewenang notaris adalah membuat akta,
bukan membuat surat, seperti surat kuasa membebankan hak tanggungan
(SKMHT) atau membuat surat lain, seperti surat keterangan waris (SKW). Ada
beberapa akta otentik yang merupakan wewenang notaris dan juga menjadi
wewenang pejabat atau instansi lain,yaitu:
18
42
1. Akta pengakuan anak di luar kawin (pasal 281 BW)
2. Akta berita acara kelalaian pejabat penyimpan hipotik (pasal 1227 BW)
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyansi (pasal
1405 dan 1406 BW).
4. Akta protes wesel dan cek (pasal 143 dan 218)
5. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) – (pasal 15 ayat (1) undang-undang nomor 4 tahun 1996).
Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut
dalam pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2
(dua) kesimpulan, yaitu:
1. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak
ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.
2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
yang lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta
tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak
benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan
hukum yang berlaku. 19
Kewenangan notaris, menurut pasal 15 UUJN adalah membuat akta
otentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
19
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 78-79.
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang. Notaris memiliki wewenang pula untuk:
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
7. Membuat akta risalah lelang.
Melalui pengertian notaris tersebut terlihat bahwa wewenang notaris
adalah membuat akta otentik.20
b. Kewajiban Notaris
20
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Press, 2009), h. 15-16.
44
Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan atau dapat diartikan
juga sebagai suatu keharusan.21 Sehingga kewajiban notaris adalah sesuatu yang
harus dilaksanakan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya, karena sudah
menjadi suatu keharusan yang diwajibkan oleh undang-undang (UUJN).
Kewajiban notaris melupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh notaris
yang jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan
dikenakan sanksi terhadap notaris. Kewajiban tersebut diatur pada bab III pasal
16 dari UUJN, yaitu sebagai berikut.22
1. Dalam menjalan jabatannya, notaris berkewajiban:
a. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari protocol notaris;
c. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan
minuta akta;
d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1123.
22
e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala
keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih
dari saatu buku, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. Membuat daftar dari akta proses terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga;
h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;
i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar
nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5
(lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap
akhir bulan;
k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambing negara Republik
Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan
46
l. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan notaris
m. Menerima magang calon notaris.
2. Menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hruf b tidak
berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali.
3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta
a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pension
b. Penawaran pembayaran tunai;
c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa;
e. Keterangan kepemilikan; atau
f. Akta lainnya berdasrkan peraturan perundang-undangan.
4. Akta original sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1
(satu) rangkap.
5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya
dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k
ditetapkan dengan peraturan menteri.
7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak wajib
dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena
8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk
pembuatan akta wasiat.23