• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Macam-Macam Bentuk dan Jenis Sastra Jawa

pada keberterimaan masyarakat Jawa pada karya-karya sastra yang bukan istana-sentris, tetapi yang berisi realita kehidupan sehari-hari.16

Sejak awal abad ke-20, bentuk-bentuk sastra yang dikenal sebagai sastra Jawa modern seperti roman Jawa modern, novel Jawa modern, dan cerita pendek Jawa (cerkak), merupakan bukti keberterimaan masyarakat Jawa pada pengaruh unsur-unsur dari Barat itu. Hingga saat ini pergulatan budaya yang dikenal dengan istilah globalisasi sedikit banyak terekam dalam berbagai hasil karya sastra Jawa.17

tidak hanya digunakan dalam Kakawin saja, Parwa juga menggunakan Bahasa Kawi.19 Kakawin sendiri berarti syair. Pada jaman kuno ini, orang yang membuat kakawin dinamai kauya.20

Sastra Jawa Kuna hidup pada abad IX- XVII, atau pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yaitu sejak Mataram Hindu sampai Majapahit. Beberapa karya besar zaman Jawa Kuna antara lain:

 Ramayana karya Yogiswara,

 Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa,

 Hariwangsa karya Mpu Panuluh,

 Bharatayuddha karya Mpu Sedah dan Panuluh,

 Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh,

 Krsnayana karya Mpu Panuluh,

 Smaradahana karya Mpu Dharmaja,

 Arjunawijaya karya Mpu Tantular,

 Sutasoma karya Mpu Tantular,

 Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca,

 Lubdaka/Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung21

19 http://fajarfitrianto.hol.es/?p=804, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 10.38 WIB

20 Purwadi, Sejarah Sastra Jawa Klasik, h. 8

21Zoetmulder, Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, (Jakarta: Jambatan, 1985), h. 453

Karena sastra Jawa kuno dipengaruhi oleh sastra India, maka ada beberapa ciri yang bisa terlihat dalam sastra jawa kuno ini, antara lain:

pertama, karya pada masa ini menggunakan bahasa Sansekerta. Kedua, dalam karya sastra jawa kuno tercermin ajaran agama Hindu dan Budha. Ketiga, pola cerita bersumber dari cerita-cerita India.22

b) Sastra Jawa Tengahan

Bahasa Jawa Tengahan digunakan sekitar abad XVI, atau pada masa akhir Majapahit sampai dengan masuknya Islam ke Jawa. Karya Sastra Jawa Tengahan sebagian besar dalam bentuk Kidung (Puisi). Berbeda dengan Kakawin yang menggunakan metrum India, Kidung menggunakan metrum Jawa.23 Beberapa karya Kidung antara lain: Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Kidung Sorandaka, Kidung Sunda, Wangbang Wideya, Sri Tanjung.24 Kidung sendiri mempunyai ciri-ciri yaitu jumlah bait tetap dan jumlah suku kata tiap satu baris tetap.25

c) Sastra Jawa Baru

22 http://ninkwidya.blogspot.com/2010/03/karya-sastra-jawa-kuno.html?m=1, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 12.09 WIB

23 http://fajarfitrianto.hol.es/?p=804, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 10.48 WIB

24Zoetmulder, Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, h. 531

25 Purwadi, Sejarah Sastra Jawa Klasik, h. 9

Penggunaan Bahasa Jawa Baru dimulai sejak masuknya Islam ke Jawa, dan semakin berkembang saat Kerajaan Demak berkuasa.

Berbeda dengan Sastra Jawa Kuna dan Sastra Jawa Tengahan yang tidak menyisakan sastra lisan, Sastra Jawa Baru masih meninggalkan sastra dalam bentuk lisan. Sastra Lisan kebanyakan berkembang dalam tradisi masyarakat lokal bersama folklor setempat. Sastra Lisan ini sering juga disebut sebagai Cerita Rakyat. Contoh, babad Diponegoro, Bendhe Ki Becak, artikel-artikel Ki Hajar Dewantara dan lain-lain26

Sastra Jawa Baru yang tertulis juga disebut Sastra Kapujanggan. Disebut demikian karena sastra ini kebanyakan ditulis oleh para pujangga kerajaan. Selama abad XVIII dan XIX dikenal tiga belas nama tokoh pujangga besar, termasuk di antaranya dua raja Surakarta: PB II dan IV, seorang pangeran, dan dua adipati dari Semarang.27

d) Sastra Jawa Modern

Kemunculan Sastra Jawa Modern bersamaan dengan munculnya penerbit dan surat khabar, seperti Penerbit Balai Pustaka (1917), Surat Khabar Bromartani (1885), Surat Khabar

26 http://fajarfitrianto.hol.es/?p=804, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 11.00 WIB

27 Margana, Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial, h. 133

Retnodumilah (1895), Surat Khabar Budi Utomo (1920) dan lain-lain.

Pada periode ini banyak karya berupa kisah perjalanan, misalnya Cariyos Kekesahan Saking Tanah Jawi Dhateng Nagari Welandi tulisan RMA Suryasuparta. Terdapat juga karya terjemahan dari sastra dunia, seperti Dongeng Sewu Setunggal Dalu.

Sastra Jawa Modern periode 1920 – 1945 sepenuhnya didukung oleh penerbit Balai Pustaka, yaitu adanya majalah Semangat panjebar. Novel pertama diterbitkan tahun 1920 berjudul Serat Riyanto tulisan RM Sulardi. Sejak tahun 1935 crita sambung mulai berkembang, diawali oleh cerita bersambung karya Sri Susinah dengan judul “Sandhal Jinjit Ing Sekaten Sala” (PS No. 44 Tahun III, 2 Nov 1935). Disusul kemudian dengan perkembangan crita cekak yang dimulai oleh terbitnya karya Sambo yang berjudul “Netepi Kuwajiban” (PS No. 45 Tahun III, 9 Nov 1935).

Geguritan muncul agak belakangan, yakni berjudul

“Dayaning Sastra” karya R. Intoyo dalam majalah Kejawen No, 26 tanggal 1 April 1941.28

Bisa dikatakan bahwa sastra Jawa Modern muncul karena pengaruh penjajahan Belanda dan semakin terasa di pulau Jawa sejak abad ke-19 M.

28 http://aloysiusindratmo.blogspot.com/.2010/02/dunia-sastra-jawa.html?=1, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 11.58 WIB

Para cendekiawan Belanda memberi saran para pujangga Jawa untuk menulis cerita yang tidak berdasarkan mitologi, cerita wayang dan sebagainya. Oleh karena itu, muncullah karya sastra yang berbeda yakni esai, roman, novel, dan sebagainya.

Sejak saat itu Sastra Jawa Modern terus berkembang hingga saat ini dengan didukung oleh ratusan pengarang yang masih setia.29

2. Berdasarkan Kategori Isi30

Karya Sastra Jawa dapat dibagi berdasarkan kategori isi menjadi:

a) Sejarah

Teks Sejarah mencakup segala macam babad yang menceritakan peristiwa historis dan legendaris, sejak penciptaan dunia sampai dengan Perang Dunia.

b) Silsilah

Banyak di antara teks sejarah juga mengandung penjabaran silsilah para raja Jawa.

Dalam bagian ini, hanya naskah yang secara eksplisit terfokus pada silsilah yang termasuk.

29 Poer adhie Prawoto, Kritik Esai Kesusastraan Jawa Modern, (Bandung: Angkasa, 1991), h. 46

30 Poer adhie Prawoto, Kritik Esai Kesusastraan Jawa Modern, (Bandung: Angkasa, 1991), h. 62. Lihat juga http://aloysiusindratmo.blogspot.com/.2010/02/dunia-sastra-jawa.html?=1, diakses pada tanggal 11 juli 2018 pukul 15.16 WIB

c) Hukum

Teks berisi uraian tentang hukum, peraturan dan adat-istiadat di keraton Jawa.

d) Bab Wayang

Teks yang termasuk dalam kategori “wayang”

ini kebanyakan dikarang dalam bentuk prosa dan berisi pakem (ringkas atau lengkap) untuk lakon-lakon wayang purwa, madya, golek, gedhog, wong. Kategori ini juga mencakup tentang ruwat, pedalangan, dan pembuatan wayang.

e) Sastra Wayang

Kebanyakan teks ini merupakan saduran langsung dari pakem wayang, digarap dalam bentuk tembang macapat.31

f) Sastra

Kategori ini yang paling luas di antara kategori yang dipakai, dan paling sulit untuk didefinisikan.

Secara kasar, semua cerita yang digubah dalam bentuk prosa maupun puisi, yang menceritakan peristiwa yang tidak dianggap sebagai peristiwa historis, inilah yang tergolong disini.

g) Piwulang

Sastra Piwulang merupakan karya sastra yang mengandung ajaran tentang pandangan hidup, falsafah, pegangan hidup dan ajaran moral bagi masyarakat.32

31 Purwadi, Pengkajian Sastra Jawa, h. 5-8

32 Purwadi, Pengkajian Sastra Jawa, h. 195

h) Islam

Teks tentang fiqih, sarat dan hukum Islam, maupun teks turunan teks kitab suci Al-Qur’an.

Kebanyakan teks ini ditulis dengan huruf Arab atau Pegon, dan berisi kutipan panjang dalam bahasa Arab.

i) Primbon

Segala macam teks mengenai kumujuran serta kemalangan berdasarkan ilmu-ilmu tradisional, termasuk buku petangan, pawukon, impen, dan sebagainya. Pada dasarnya primbon merupakan catatan tentang berbgai petung suatu kegiatan atau ritual yang telah dibukukan rapi oleh para pujangga, sehingga catatan itu maih bisa dipelajari sampai sekarang.33

j) Musik

Notasi gendhing Jawa dari Surakarta dan Yogyakarta, dan catatan-catatan lain tentang dunia gamelan.

k) Tari-tarian

Teks tentang seni tari Jawa dan kelengkapannya, termasuk tari wireng, tayub, bondhan, kridharini, srimpi dan bedhaya.

33 Hartono, “Petung dalam Primbon Jawa” , dalam Jurnal Litera, Volume. 15, No. 2, Oktober 2016, h. 256-257

Dokumen terkait