• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimensi Sastra dalam Tafsir Al- Ubairiz fÎ Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz Karya K.H. Ahmad Mustofa Bisri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Dimensi Sastra dalam Tafsir Al- Ubairiz fÎ Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz Karya K.H. Ahmad Mustofa Bisri"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

TAFSÎRI GHARÂIBIL QUR’ÂNIL AZÎZ KARYA KH.

AHMAD MUSTOFA BISRI

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Yukhanit NIM. 14210622

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1439 H/2018 M

(2)

TAFSÎRI GHARÂIBIL QUR’ÂNIL AZÎZ KARYA KH.

AHMAD MUSTOFA BISRI

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Yukhanit NIM. 14210622

Pembimbing:

Dr. H. M. Ulinnuha Lc., MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

1439 H/2018 M

(3)
(4)

i

Skripsi dengan judul “DIMENSI SASTRA DALAM TAFSIR AL- UBAIRIZ FÎ TAFSÎRI GHARÂIBIL QUR’ÂNIL AZÎZ KARYA K.H.

AHMAD MUSTOFA BISRI” yang disusun oleh Yukhanit Nomor Induk Mahasiswa: 14210622 telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan ke sidang munaqasyah.

Jakarta, 12 Juli 2018 M 28 Syawwal 1439 H

Pembimbing,

Dr. H. M. Ulinnuha, Lc., MA.

(5)

ii

Skripsi dengan judul “DIMENSI SASTRA DALAM TAFSIR AL- UBAIRIZ FÎ TAFSÎRI GHARÂIBIL QUR’ÂNIL AZÎZ KARYA K.H.

AHMAD MUSTOFA BISRI” oleh Yukhanit dengan Nomor Induk Mahasiswa 14210622 telah diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2018. Skripsi telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

Jakarta, 21 Oktober 2018

Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

Dra. Hj. Maria Ulfa, MA

Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Dra. Hj. Maria Ulfa, MA Dra. Ruqoyyah Tamami

Penguji I Penguji II

Ali Mursyid, MA Ahmad Hawasi, MA

Pembimbing

Dr. H. M. Ulinnuha, Lc., MA.

(6)

iii

PERNYATAAN PENULIS Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Yukhanit

NIM : 14210622

Tempat/ Tanggal Lahir : Rembang/ 08 Juni 1993

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Dimensi Sastra dalam Tafsir Al- Ubairiz fÎ Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz Karya K.H. Ahmad Mustofa Bisri” adalah benar-benar karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 12 Juli 2018 M 28 Syawwal 1439 H

Yukhanit

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Sebuah persembahan bagi kedua orang tuaku atas tetesan keringat dan rintihan do’a yang menjadi semangat dalam harapanku. Karena dari merekalah semua harapan itu berawal. Untuk keluargaku, Guru-guruku dan

para pecinta Al-Qur’an.

(8)

v MOTTO

يرخ مك نم مّلعت نأرقلا همّلعو

"

ءاس كيبج كىكيبج ومءاوأ

هيبكا اي وكيا غكغوو

وهانيس نأرق

نل

غكغوو غلاوم

جىغا نأرق

"

(Sebaik-baik kalian adalah orang yang mau belajar Al-Qur’an dan mau mengamalkannya)

(9)

vi

Alhamdulillah syukron ‘alâ nawâlih, wassholâtu wassalâmu ‘alâ sayyidinâ Muhammadin wa âlih...

Segala puji bagi yang maha suci, syukur kepada Allah atas karunianya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw.dan keluarganya. Skripsi ini tidak akan rampung tanpa campur tangan oarang-orang terkasih. Oleh karena itu ucapan terimakasih kami sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua, yang telah merelakan segala hal demi anaknya;

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta;

3. Ibu Dra. Hj. Maria Ulfah, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, yang selalu mengabdikan diri untuk Fakultas Ushuluddin dan Dakwah dalam mencetak generasi Al-Qur`an yang berwawasan keilmuwan;

4. Bapak Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc., MA. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir (IAT) Institut Ilmu Al- Qur`an (IIQ) Jakarta sekaligus dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan, saran serta pengertian kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

5. Bapak Dr. KH. Ahmad Fathoni, Lc., MA, dan Ibu Hj. Ade Halimah selaku instruktur tahfidz yang selalu berkenan kita repotkan, yang selalu bersedia menghadapi ketidaksempurnaan dalam hafalan kita. Dan segenap instruktur tahfidz lainnya, terimakasih telah menjadi jalan bagi kami dalam menghafal Al-

(10)

vii

6. KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) atas izinnya yang diberikana kepada penulis untuk mengkaji kitab tafsir beliau dalam skripsi ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, yang telah mengabdikan ilmunya demi kebaikan seluruh mahasiswanya;

8. Ibu Suci dan Ibu Qoqoy selaku staf Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, yang rela menjadi tempat bertanya mahasiswa, dan membantu melewati setiap proses yang dilalui mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Dakwah;

9. Kedua kakak kandungku Mbak Ella dan Kak Mun, yang selalu bersedia menjadi tempat berbagi. Terimakasih telah menemani dan merangkul dalam persaudaraan ini;

10. Perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UNNES Semarang dan perpusda Rembang yang telah menyumbangkan sarana prasarana dalam menyusun skripsi ini;

11. Pesantren Takhasus IIQ Jakarta dan Kampus IIQ Jakarta, yang berkenan menjadi ladang ilmu dan tempat berbagi selama 4 tahun ini;

12. Sahabat seperguruan Ushuluddin A & B yang telah menjadi partner terbaik dalam suka duka selama 4 tahun, terimakasih telah mengukir cerita indah bersama;

13. Sembilan teman seperjuangan bimbingan skripsi bersama Bpk.

Muhammad Ulinnuha, Lc., MA. Terimakasih kalian telah menemani suka duka perjuangan ini dengan tulus;

(11)

viii

15. Seluruh pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu segala kritik dan saran yang membangun akan menyempurnakan penulisan skripsi ini. Dan akhir kata, kepada Allah aku tengadahkan tanganku agar diberikan kemanfaatan atas tulisan ini untuk diriku dan orang-orang yang sepadan denganku dari kaum awam. Semoga Allah menjadikan ilmuku ikhlas karena-Nya. Dan sesungguhnya Dia-lah yang maha pemurah, pengasih, dan penyayang.

Jakarta, 12 Juli 2018 M 28 Syawwal 1439 H

Yukhanit

(12)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN PENULIS...iii

PERSEMBAHAN...iii

MOTTO...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...viii

PEDOMAN TRANSLITERASI...xi

ABTRAKSI...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... ...1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Pembatasan danPerumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... .13

E. Manfaat Penelitian ... .13

F. Tinjauan Pustaka ... ...14

G. Metodologi Penelitian ... 20

(13)

x

A. Pengertian Sastra ... 25

B. Karya Sastra ... 26

C. Sejarah Perkembangan Sastra Jawa...28

D. Macam-Macam Bentuk dan Jenis Sastra Jawa ... 32

E. Tulisan Pegon... 40

1. Sejarah Munculnya Pegon ... 40

2. Bentuk Tulisan Pegon ... 41

3. Macam-Macam Tulisan Pegon...43

F. Tingkatan Tutur Kata dalam Bahasa Jawa... 45

BAB III PROFIL MUFASSIR DAN TAFSIR A. Profil Mufassir ... 51

1. Riwayat Hidup KH. A. Mustofa Bisri ... 51

2. Dunia Sastra KH. A. Mustofa Bisri ... 57

3. Karya-Karya KH. A. Mustofa Bisri ... 63

B. Profil Tafsir ... 66

1. Latar Belakang Penulisan...67

2. Metode, Bentuk, Corak dan Sistematika...69

BAB IV ANALISA DIMENSI SASTRA JAWA TERHADAP TAFSIR AL-UBAIRIZ TAFSÎRI GHARÂIBIL QUR’ÂNIL AZÎZ KARYAKH. A. MUSTOFA BISRI A. Tafsir al-Ubairiz dalam Ragam Sastra Jawa ... ...81

B. Tafsir al-Ubairiz dalam Ragam Tulisan Pegon...87

C. Tafsir al-Ubairiz dalam Tingkat Tutur Kata Bahasa Jawa...92

(14)

xi

A. Kesimpulan ... .101 B. Saran....………...103 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xii

Transliterasi Arab-Latin mengikuti pedoman yang diberlakukan dalam petunjuk praktis penulisan skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

A. Konsonan No Huruf

Arab Huruf Latin No Huruf

Arab Huruf Latin

1

ا

A 14

ص

Sh

2

ب

B 15

ض

Dh

3

ت

T 16

ط

Th

4

ث

Ts 17

ظ

Zh

5

ج

J 18

ع

6

ح

H 19

غ

Gh

7

خ

Kh 20

ف

F

8

د

D 21

ق

Q

9

ذ

Dz 22

ك

K

10

ر

R 23

ل

L

11

ز

Z 24

م

M

12

س

S 25

ن

N

13

ش

Sy 26

و

W

(16)

xiii

28 ء ‘

29 ي Y

B. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap Fathah : a آ : ȃ ْ ي َ... : ai

Kasrah : i ي : ȋ ْ و َ... : au

Dhammah : u و: ȗ

C. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam

(لا)

qamariyah

Kata sandang yang diikuti alif lam (لا) qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

ْ ةرقبلا

: al-

Baqarah.

b. Kata sandang yang diikuti alif lam

(لا)

syamsiyah

Kata sandang yang diikuti alif lam

(لا)

syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

لجرلا

: ar-rajul

c. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah (Tasydȋd)dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ّ), sedangkan untuk alih aksaran ini dilambangkan dengan

(17)

xiv

berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oelh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

ْااللهابِْاَّنَمَأ

: Ȃmanna billȃhi d. Ta’ Marbȗthah (ة)

Ta’ Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”. Contoh:

ْاةَدائ فَ لْا

: al-Af'idah

Sedangkan ta’ Marbȗthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-washal) dengan kata benda (isim) maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh:

ٌْةَباصَنٌَْةَلاماَع

: ‘Ȃmilatun Nȃshibah e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic), atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun nama diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:

‘Alȋ Hasan al-‘Ȃridh. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an dan nama-nama surah menggunakan huruf kapital. Contoh: Al- Qur`an, Al-Baqarah, dan seterusnya.

(18)

xv

Dewasa ini banyak muncul kitab-kitab tafsir yang berbahasa selain bahasa Arab. Selain itu banyaknya Mufassir dari berbagai macam latar belakang. Salah satunya munculnya Kitab Al-Ubairiz Fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz. Kitab ini adalah salah satu karya sastrawan Indonesia yaitu KH. Ahmad Mustafa Bisri. Tafsir ini ditulis dengan dua bahasa yakni bahasa Jawa dengan tulisan pegon dan bahasa Indonesia dengan tulisan latin. Keberadaan tafsir ini lengkap 30 juz dan hanya menafsirkan kata-kata yang dianggap gharib.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dimensi sastra yang terkandung dalam tafsir karya Gus Mus. Sastra yang dimaksud disini adalah Sastra Jawa dan dimensi sastra yang dianalisa adalah dari segi bahasa dan tulisannya. Tentu sebelumnya akan dilakukan kategorisasi dalam Sastra Jawa. Dalam analisa dimensi sastra dari segi bahasa, penelitian ini memfokuskan pemetaan terhadap tingkatan tutur kata dalam berbahasa Jawa yaitu apakah masuk dalam ragam ngoko, madya, atau krama. Selanjutnya dalam analisa dimensi sastra dari segi tulisan penelitian ini melakukan pemetaan terhadap model tulisan pegon yang dipakai dalam tafsir Al-Ubairiz Fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz.

Penelitian ini termasuk penelitian library research atau kepustakaan yang menggunakan metode analisa data deskriptif-analisis.

Maka sumber utama dalam penelitian ini adalah kitab tafsir Al-Ubairiz Fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz, dan sumber sekundernya adalah buku-buku yang membahas tentang Sastra Jawa, tulisan pegon maupun tingkat tutur kata dalam bahasa Jawa.

Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, dilihat berdasarkan isinya masuk dalam jenis sastra Piwulang dan Islam. Kedua, dilihat dari dimensi sastra sisi tulisan pegon yang digunakan tafsir al-Ubairiz secara umum mengikuti model penulisan KH. Bisri Mustofa dalam tafsirnya al- Ibriz. Ketiga, dilihat dari tingkatan tutur kata penggunaan bahasa Jawa, terekam dalam tafsirnya menggunakan tingkat ngoko dan krama.

(19)

1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang di dalamnya mengandung nilai-nilai sastra yang sangat tinggi. Inilah salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an yang tak tertandingi. Karena pada hakikatnya turunnya Al- Qur’an adalah untuk menandingi kehebatan sastra yang pada saat itu menjadi kebanggaan bangsa Arab.

Al-Qur’an merupakan kumpulan teks yang menuntut pemahaman dan penafsiran yang mendalam. Tanpa adanya penafsiran, Al-Qur’an tetap menjadi teks yang tidak bisa bicara. Oleh karena itu, upaya penafsiran terhadap Al-Qur’an dari zaman Rasulullah sampai sekarang masih terus berproses dan berkembang sesuai tuntutan zaman. Hal ini merupakan usaha manusia untuk memahami pesan-pesan Ilahi. Namun demikian, sebaik apapun manusia dalam usaha menafsirkan Al-Qur’an, ia hanya bisa sampai pada derajat pemahaman yang bersifat relatif. Oleh karena itu, berbagai corak tafsir terus bermunculan diantaranya adalah corak sastra.1

Sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa Barat (Eropa) seperti literature (bahasa Inggris), littérature (bahasa Prancis), literatur (bahasa Jerman), dan literatuur (bahasa Belanda). Semuanya berasal dari kata litteratura (bahasa Latin) yang sebenarnya tercipta dari terjemahan kata grammatika (bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing- masing berasal dari kata “littera” dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah belles-

1 Istianah, “Stilistika Al-Qur’an: Pendekatan Sastra Dalam Menginterpretasikan al- Qur’an”, dalam Jurnal Hermeunetik, Vol. 8, No. 2, Desember 2014, h. 372.

(20)

lettres untuk menyebut sastra yang bernilai estetik. Istilah belles-lettres tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan, sedangkan dalam bahasa Belanda terdapat istilah bellettrie untuk merujuk makna belles-lettres.2

Dalam bahasa Indonesia, kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaiku dari akar kata sas dalam kata kerja trurunan yang berarti

“mengarahkan”, “memberi petunjuk”, “intruksi”. Akhiran tra biasanya menunjukkan “alat” atau “sarana”. Oleh karena itu, sastra dapat berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.3

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sastra adalah tulisan atau bahasa yang dipakai di kitab-kitab religius. Masih di KBBI, Sastra didefinisikan sebagai karya tulis yang bila dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, nilai artistik, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Sastra dalam bahasa Arab disebut sebagai al-Adab yang mempunyai arti kehalusan budi, dan adab sopan santun. Kemudian dalam perkembangan berikutnya berarti peninggalan perkataan bentuk puisi dan prosa. Oleh karena itu karya sastra adalah pengungkapan pengalaman seorang sastrawan dengan kata-kata yang inspiratif.4

Sumardjo dan Saini menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman, ide, perasaan, semangat,

2 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1984), h. 21-23

3 Partin Sardjono Pradotokusumo, Pengkajian Sastra, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 7

4 Istianah, “Stilistika al-Qur’an: Pendekatan Sastra Dalam Menginterpretasikan Al- Qur’an”, dalam Jurnal Hermeunetik, Vol. 8, No. 2, Desember 2014, h. 373-374

(21)

kepercayaan, ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa.5 Hal ini dikuatkan oleh pendapat Saryono6 bahwa sastra juga mempunyai kemampuan untuk merekam semua pengalaman yang empiris-natural maupun pengalaman yang non empiris-super natural, dengan kata lain sastra mampu menjadi saksi dan pengomentar kehidupan manusia.7 Berbagai daerah di Nusantara, Sastra menempati tempat yang cukup berpengaruh dalam dunia kesusastraan. Di jawa misalnya, banyak sekali sastra yang mempunyai daya tarik tersendiri dan memiliki pengaruh yang baik dalam dunia kesusastraan yang akhirnya dikenal dengan istilah Sastra Jawa.

Sastra Jawa merupakan sebagian kecil dari hasil budaya Jawa dan Karya Sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai media. Maka yang dimaksud dengan Sastra Jawa adalah karya seni yang menggunakan Bahasa Jawa sebagai media.8Bahasa Jawa sendiri memiliki sejarah yang sangat panjang, yakni sejak zaman kuna hingga saat ini.

Sejalan dengan itu maka Sastra Jawa juga dapat dipilah-pilah sesuai dengan perkembangan historis Bahasa Jawa. 9 Selain itu, karena sastra berbicara tentang manusia dan kemanusiaan, maka sastra juga memuat seluruh aspek hidup manusia. Oleh karena itu terdapat berbagai kategori/jenis sastra. Maka Sastra Jawa juga dapat digolongkan berdasarkan jenisnya. Setidaknya ada dua jenis Sastra Jawa yaitu Sastra Jawa berdasarkan bahasa dan Sastra Jawa berdasarkan kategori isi.

5 Jakob Sumardjo dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1988), h. 3

6 Pakar Sastra Indonesia, lihat Djoko Saryono, Arung Diri Kitab Puisi, (Surabaya:

UPT Taman Budaya Jawa Timur, 2013), h. 245-246

7 Natiqotul Muniroh, “Analisis Strukturalisme Genetik dalam Novel Moi Nojoud, 10 ans, divorcée karya Nojoud Ali dan Delphine Minoui: Sebuah Sosiologi Sastra”, Skripsi, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012), h. 10-13.Tidak diterbitkan (t.d)

8 Purwadi, Pengkajian Sastra Jawa, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009), h. 1-2

9 Afendi Hidayat dan Suwardi, Diktat Sejarah Sastra Jawa, (Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni UNY, 2005), h. 10

(22)

Pada dasarnya para pakar dan pemerhati Sastra Jawa, menuliskan sejarah Sastra Jawa dengan menekankan periodisasi, yakni pembagian waktu berdasarkan periode-periode atau tahapan-tahapan atau babakan waktu-waktu tertentu. Pada umumnya tiap-tiap periode mencerminkan ciri-ciri tertentu secara khusus yang melekat pada hasil-hasil karya sastra di dalamnya, yang tidak didapatkan pada periode yang lainnya. Ciri-ciri khusus tersebut pada karya sastra tampak antara lain pada segi isinya, bahasanya, dan bentuk gubahannya.10

Sebagai contoh, pakar sastra Theodore G. Th. Pigeaud dalam bukunya Literature of Java membagi sastra Jawa menjadi empat periode, yakni periode pra-Islam, periode Jawa-Bali, periode Pesisir Jawa Utara dan periode Periode Renaisance sastra klasik di Surakarta dan Yogyakarta. Berbeda dengan Theodore, Suripan Sadi Hutomo seorang pengarang sastra Jawa sekaligus kritikus sastra telah menyusun pembabakan sastra Jawa periode mutakhir menjadi tiga periode, yakni Periode 1920-1945, Periode 1945-1966, Periode 1966-Sekarang.

Dalam pendahuluan buku Bunga Rampai Sastra Jawa Mutakhir disebutkan bahwa Sastra Jawa mutakhir terbagi menjadi dua, yakni Sastra Jawa tradisional dan Sastra Jawa modern. Yang termasuk Sastra Jawa tradisional, antara lain sastra yang berisi ajaran moral, babad dan sastra lakon. Yang termasuk Sastra Jawa modern, antara lain kisah perjalanan, roman atau novel sejarah, novel atau novelet, cerita bersambung, cerita pendek, sandiwara, puisi bebas atau geguritan. Sastra Jawa modern oleh Ras dibagi menjadi dua periode, yakni masa kebangkitan dan masa setelah kemerdekaan. Masa kebangkitan dimulai dari adanya kegiatan di Instituut voorde Javaansche Taal di Surakarta tahun 1832-1843 yang terutama dihasilkan oleh CF, Winter. Karya-karya

10 Afendi Hidayat dan Suwardi, Diktat Sejarah Sastra Jawa, h. 11

(23)

lain yang muncul kemudian, antara lain ditulis oleh pengarang-pengarang seperti Candranagara, Suryawijaya, Padmasusastra, hingga ke karya- karya para pengarang yang masuk dalam penerbit Balai Pustaka. Untuk periode sastra Jawa modern setelah kemerdekaan, Ras mengikuti periodisasi Suripan Sadi Hutomo, yakni periode 1945-1966 yang dikuasai oleh generasi penulis tua yang mulai muncul sebelum 1945.

Selanjutnya periode atau angkatan perintis yang mulai muncul setelah 1945, dan terakhir angkatan penerus yang mulai tampil setelah tahun 1966. Periode selanjutnya adalah periode 1966-sekarang.11

Periode yang digubah oleh para pakar di atas menunjukkan bahwa perjalanan sejarah sastra Jawa juga mencatat sebagian budaya Jawa secara luas. Budaya Jawa yang pada sejarahnya telah melalui perjalanan dengan mendapat pengaruh budaya-budaya besar dari luar, juga tercermin dalam sastra Jawa. Karena budaya manusia dikomunikasikan antar manusia melalui bahasa, maka bahasa Jawa dalam sejarahnya telah mendapat pengaruh dari bahasa bangsa-bangsa yang lain, yakni bahasa Sansekerta, bahasa Arab, dan bahasa dari bangsa-bangsa di Eropa.

Bahasa Jawa, dalam sejarahnya tercatat melalui bahasa yang dikenal sebagai bahasa Jawa kuna, bahasa Jawa Pertengahan, dan bahasa Jawa Baru hingga saat ini. Perkembangan bahasa Jawa dari periode ke periode berikutnya itu selalu meninggalkan warisan warisan sastra dengan ciri- cirinya masing-masing.12 Dengan demikian, dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar dalam menyusun periode dalam sastra jawa, bisa ditarik kesimpulan bahwa Sastra Jawa berdasarkan bahasanya dapat dibedakan menjadi empat bagian yaitu Sastra Jawa Kuna, Sastra Jawa Tengahan, Sastra Jawa Baru, dan Sastra Jawa Modern.

11 Afendi Hidayat dan Suwardi, Diktat Sejarah Sastra Jawa, h. 13-17

12 Afendi Hidayat dan Suwardi, Diktat Sejarah Sastra Jawa, h. 10-11

(24)

Apa yang dikemukakan di atas bahwa perkembangan bahasa Jawa telah mendapat pengaruh dari bahasa bangsa-bangsa lain tidak terkecuali bahasa Arab. Pengaruh bahasa Arab terhadap perkembangan bahasa Jawa tentu tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan Islam di Nusantara khususnya di tanah Jawa. Kemudian, sejarah perkembangan Islam di Indonesiapun tidak bisa dilepaskan dari tulisan. Terlebih tulisan Arab Pegon yang merupakan sarana untuk mentransfer ilmu agama dengan perantara dunia tulis-menulis. Hal ini tidak menafikan adanya transfer ilmu dengan cara mendengarkan materi yang telah disampaikan oleh seorang ulama atau kiai yang mengajak kepada agama Allah dengan melalui lisan, entah dengan cara dakwah keliling atau dengan cara menyelenggarakan pengajian agama di surau-surau atau pesantren- pesantren.

Dengan adanya tulisan Arab Pegon di kala itu, ilmu akan lebih terjaga dari perubahan dan penyimpangan. Pegon berasal dari kata Jawa

‘pego’ artinya ora lumrah anggone ngucapake‘tidak lazim mela- falkannya.’ Hal ini adalah karena secara fisik, wujud tulisan Pegon adalah tulisan Arab,tetapi bunyinya mengikuti sistem tulisan Jawa, hanacaraka.13Huruf-huruf pegon ini bisa dikatakan sebagai sebuah aksara yang nyeleneh karena susunan atau tatanannya yang sedikit berbeda dengan bahasa aslinya (Arab bukan, Jawa juga bukan). Tentu dengan adanya tulisan Arab Pegon tidak lain adalah untuk memudahkan masyarakat pada waktu itu yang kurang menguasai bahasa al-Qur’an yaitu bahasa Arab.

13 Titik Pudjiastuti, “Tulisan Pegon: Wujud Identitas Islam Jawa”, dalam Jurnal Suhuf, Vol. 2, No. 2, 2009, h. 3. Diakses dari

https://jurnalsuhuf.kemenag.go.id/index.php/suhuf/article/download/92/87. Pada tanggal 5 Juli 2018, jam 20.45 WIB.

(25)

Selain dengan tulisan, bahasa Jawa sebagai medium dari Sastra Jawa juga berkembang melalui lisan. Karena komunikasi antar manusia tidak bisa sempurna tanpa lisan. Maka bahasa Jawa, dalam penggunaannya juga menjadi topik yang selalu menarik untuk dikaji.

Ada tingkatan pokok yang menjadi landasan untuk menerapkan ketepatan pemakaian bahasa tersebut.

Tingkatan itu adalah bahasa Jawa ngoko, madya dan krama.14 Ngoko merupakan tingkat kesopanan berbahasa rendah yang biasa digunakan oleh raja terhadap rakyat biasa atau priyayi kepada wong cilik (orang kecil), maupun orang tua kepada anak yang lebih muda.

Tingkatan yang lebih tinggi dari ngoko adalah madya, yakni menyatakan kesopanan berbahasa tingkat menengah. Tingkatan madya biasanya digunakan oleh orang yang memiliki kedudukan atau usia yang setara.

Tingkat selanjutnya adalah krama,yaitu menyatakan tingkat kesopanan berbahasa paling tinggi. Kesopanan berbahasa tingkat tinggi ini biasanya digunakan oleh rakyat biasa kepada sang raja maupun pejabat-pejabat kerajaan atau oleh anak muda terhadap orang yang lebih tua dan sebagai bahasa pengungkapan sikap hormat.15

Tingkatan-tingkatan dalam berbahasa tersebut menunjukkan etika yang diperlihatkan oleh orang Jawa kepada lawan bicaranya yang mana oleh kebanyakan orang etika seperti ini disebut dengan unggah-ungguh atau toto kromo dalam berbahasa.

14 Sri Handayani, “Unggah-ungguh dalam Etika Jawa”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 37 Tidak diterbitkan (t.d). Diakses dari http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitsream/123456789/7489/1/SRI%20HANDAYA NI-FUH.pdf. Pada tanggal 5 Juli 2018, Jam 23. 15 WIB

15 Frans Magnis Suseno dan S. Reksosusilo, Etika Jawa dalam Tantangan Sebuah Bunga Rampai (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 63

(26)

Dari berbagai uraian di atas mengenai sastra, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan karya sastra adalah hasil cipta manusia yang mengacu pada nilai-nilai kebaikan yang ditulis maupun tidak. Sastra memberikan wawasan yang umum tentang masalah manusiawi, sosial, maupun intelektual. Sastra disampaikan dengan caranya yang khas serta mengandung makna yang indah. Oleh karena itu, maka adanya sastra Jawa adalah bagian kecil dari sastra yang ada. Jika sastra Jawa adalah sebagian kecil dari hasil budaya Jawa, maka bahasa Jawa adalah bagian dari sastra Jawa tersebut. Karena hasil budaya Jawa bisa dikomunikasikan antar manusia jika ada bahasa, oleh karena itu muncullah bahasa Jawa yang kemudian muncul etika dalam penggunaan bahasa tersebut.

Berbicara mengenai hasil cipta manusia, maka dalam dunia keilmuwan Islam ada yang disebut dengan karya tafsir. Tafsir menurut bahasa berarti menjelaskan dan menyingkap makna. Jadi yang dimaksud tafsir adalah menyingkap makna yang tersembunyi dari lafadz ayat Al- Qur’an yang sulit dipahami.16

Tafsir Al-Qur’an adalah upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam perspektif ilmu-ilmu sastra, upaya untuk menafsirkan Al-Qur’an adalah bentuk hasil cipta penafsir terhadap ayat- ayat Al-Qur’an. Di sisi lain, saat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, mufassir pastilah dipengaruhi oleh teks-teks lain yang pernah menjadi sumber bacaannya. Proses dipengaruhinya mufassir oleh teks bacaan lain saat menafsirkan Al-Qur’an ini dalam konteks ilmu-ilmu sastra disebut intertekstualitas. Dengan demikian, ada hubungan yang sangat erat antara tafsir Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu sastra.

16 Anshari, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 172

(27)

Keberadaan kitab-kitab tafsir melengkapi ribuan manuskrip Islami lainnya yang tersebar di seluruh Nusantara. Tafsir- tafsir yang ada di Nusantara ini beragam bahasanya, ada yang menggunakan bahasa Arab dan ada pula yang menggunakan bahasa lokal yakni Sunda, Jawa, Melayu dan lain sebagainya. Di Perpustakaan Nasional Indonesia saja, dari 276 koleksi naskah berbahasa Arab, 21 diantaranya merupakan naskah tafsir Al-Qur’an. Naskah-naskah tafsir itu juga ada yang terkait dengan seluruh isi Al-Qur’an dan ada juga bersifat parsial, yaitu hanya membahas sebagian dari Al-Qur’an. Tafsir tersebut dapat per juz, per surah, atau per ayat.17

Di tanah air Indonesia, setidaknya pada abad 20 para Intelektual Muslim Indonesia memperlihatkan geliat yang menarik dalam tradisi tafsir. Hal ini dapat dilihat tidak saja dalam konteks kuantitas literatur tetapi juga kualitas yaitu dengan munculnya beragam tujuan, bentuk dan prinsip metodologi bahkan bahasa yang digunakan. Hal demikian berkembang hingga dewasa ini.

Tradisi tafsir di Indonesia telah bergerak cukup lama dengan keragaman corak bahasa maupun bentuk tulisan yang dipakai. Banyak orang pribumi menyusun tafsir dengan berbagai jenis bahasa yang digunakan. Misalnya Tarjuman Mustafid karya Abd Rauf Singkel (Bahasa Melayu), Al-Ibriz li Ma’rifah at-Tafsir Al-Qur’anil Aziz karya KH. Bisri Mustofa dan Al-Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

17 Otong Sulaiman, “Estetika Resepsi Dan Intertekstualitas: Perspektif Ilmu Sastra Terhadap Tafsir Al-Qur’an”, dalam Jurnal Tanzil, Volume I, No. 1, Oktober 2015, h. 12-17. Diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=392066&val=8600&title=Estetika%20 Resepsi%20Dan%Intertekstualita%20:2%20Perspektif%20Ilmu%20Sastra%20Terhadap%2 0Tafsir%20Al-Qur%C3%A2%E2%82%AC%E2%84%A2an. Pada tanggal 9 Juli 2018 pukul 14.00 WIB

(28)

Pemilihan bahasa maupun tulisan dalam penafsiran tentu bukan tanpa alasan. Bisa diasumsi bahwa pemilihan bahasa dan bentuk tulisan tertentu tidak lain untuk memberi kemudahan bagi para pembaca yang mengkonsumsi.18

Apa yang dipaparkan di atas, KH. Ahmad Mustofa Bisri19 memberikan sumbangsih dalam dunia penafsiran melalui sebuah karya sastranya yang berupa kitab tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz yang menggunakan dua bahasa dalam penafsirannya.

Selain itu juga ditampilkan menggunakan bentuk tulisan yang berbeda.

Dengan adanya tafsir ini sangat membantu bagi masyarakat yang kurang mengerti bahasa Arab, karena tafsir ini ditulis menggunakan bahasa Indonesia dengan tulisan latin dan bahasa Jawa dengan tulisan Arab pegon.20

Kitab tafsir ini selesai ditulis pada tahun 1999 M di Rembang bertepatan dengan tanggal 2 Jumadil Akhir 1420 H. Keberadaan kitab ini lengkap 30 Juz dengan jumlah halaman 346. Sesuai dengan namanya,

18 Anitsatul Qari’ah, “Al-Iklil Fi Ma’ani at-Tanzil di Tengah Perkembangan Tafsir Nusantara”, Tesis, (Jakarta: IIQ Jakarta, 2011), h. 4-7. Tidak diterbitkan (t.d)

19 Ahmad Mustofa Bisri adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin leteh Rembang. Ia adalah putra dari KH. Bisri Mustofa yang fenomenal dengan karya tafsirnya Al-Ibriz. Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab dipanggil Gus Mus lahir di Rembang 10 Agustus 1944. Termasuk alumnus dan penerima beasiswa dari Universitas Al Azhar Kairo (1964-1970). Ia pernah aktif dalam dunia politik, ini terlihat ketika Gus Mus menjadi anggota DPRD jawa Tengah dan sempat pula menduduki kursi MPR RI. Selain dikenal sebagai tokoh Agama, Gus Mus juga dikenal sebagai seniman dan penyair. Banyak karya- karya yang telah beliau hasilkan diantaranya adalah puisi dan lukisan. Lihat Gus Mus, Saleh Ritual Saleh Sosial, (Yogyakarta: Diva Press, 2016), h. 201

20 Aksara pegon adalah tulisan dengan aksara Arab namun berbahasa yang digunakan secara meluas di Nusantara, khususnya di Jawa dan Sunda –sering disebut dengan istilah huruf Jawi dan pegon-. Model aksara ini terus berusaha menjadi dominan dalam tradisi naskah-naskah keislaman, khususnya naskah tafsir yang bekembang di masyarakat Jawa dan Sunda, begitu juga melayu di masa klasik. Lihat Ervan Nurwatab, Tafsir Al-Qur’an Tempo doeloe, (Jakarta: Ushul Press, 2009), Cet I, h. 148.

(29)

tafsir ini hanya mengungkap makna dari ayat Al-Qur’an yang oleh mufassir dianggap gharîb (janggal) atau perlu untuk diberi penjelasan.21 Dalam konteks ini, kiranya kajian dimensi sastra dari bentuk bahasa dan tulisan terhadap tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri khususnya Sastra Jawa layak dan menarik untuk dikaji dan dijadikan objek penelitian, karena beberapa alasan antara lain; pertama, menggunakan bahasa Jawa dalam bentuk tulisan pegon dalam tafsirannya. Kedua, tidak menafsirkan keseluruhan makna ayat melainkan hanya memberi penafsiran pada kata- kata yang gharîb. Ketiga, melihat latar belakang keilmuwan mufassir yang ahli dalam bidang sastra, maka penulis tertarik untuk mengkaji tafsir karya KH. Ahmad Mustofa Bisri ini melalui dimensi sastranya, dimana dalam hal ini dimensi sastra yang digunakan adalah dari segi bahasa dan tulisannya. Selain ketiga alasan diatas, alasan keempat adalah tafsir ini belum pernah ada yang mengkaji, maka perlu kiranya melakukan analisa terhadap metodologinya. Sehingga dengan skripsi ini berharap dapat mengangkat informasi yang terpendam dan menambah literatur khazanah dalam dunia keilmuwan khususnya ilmu keislaman pada bidang tafsir. Berdasarkan uraian di atas maka skripsi ini berjudul Dimensi Sastra dalam Tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz Karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

21 A. Mustofa Bisri, Al-Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz, (Surabaya: Penertbit Pustaka Progresif, 2000), dalam muqaddimah, h. II

(30)

B. Permasalahan 1. Identifikasi

Dari judul yang dipaparkan oleh penulis dapat ditemukan beberapa masalah yang dirasa perlu untuk dibahas. Di antara masalah yang patut diidentifikasi adalah sebagai berikut:

Pertama, dari segi bahasa maupun bentuk tulisan yang digunakan oleh KH. Ahmad Mustofa Bisri dalam menulis kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz

Kedua, latar belakang sosio historis kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz

Ketiga, dari segi teknis penulisan dan metode penafsiran kitab Al- Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz.

Keempat, dimensi sastra khususnya sastra jawa yang terkandung dalam kitab tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz.

2. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum dalam identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan masalah. Dalam mengurai skripsi ini, penulis memfokuskan penelitiannya terhadap dimensi sastra yang terdapat pada kitab tafsir Al- Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz. Sastra yang dimaksud disini adalah Sastra Jawa dan dimensi sastra yang dianalisa adalah dari segi bahasa dan tulisannya.

Setelah mengurai Sastra Jawa pada objek kajian kemudian peneliti akan melakukan pemetaan terhadap bahasa yang digunakan mufassir dalam tafsirannya yaitu penggunaan bahasa Jawa dimana yang menjadi titik fokus dalam pemetaan bahasanya adalah terkait tentang tingkatannya atau hierarki yang digunakan muallif dalam menafsirkan.

(31)

Kemudian setelah itu, akan dilakukan analisa terhadap tulisan yang digunakan dalam tafsir Gus Mus ini yaitu bentuk tulisan pegon.

Di samping itu penulis juga membahas seputar biografi hidup KH.

Ahmad Mustofa Bisri, karya-karyanya dan profil kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz.

3. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah pada point sebelumnya dapat dirumuskan menjadi pertanyaan, yaitu bagaimana dimensi sastra yang terkandung dalam kitab Al-Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dinyatakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalisis data dalam rangka mengetahui dimensi sastra pada kitab tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dimensi sastra khususnya dari segi bentuk tulisan dan bahasa pada kitab tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan serta memperkaya khazanah intelektual islam, khususnya dalam bidang ilmu tafsir dan studi keislaman secara umum.

2. Manfaat Secara Pragmatis Kegunaan lain penelitian ini untuk memberikan informasi seputar kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

(32)

3. Untuk melengkapi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IIQ Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, penulis menemukan beberapa literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, antara lain:

1. Skripsi Lu’lu’ul Masruroh, “Makna Pesan Dakwah Dalam Puisi Karya KH. Ahmad Mustofa Bisri” Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013. Dalam skripsi ini secara garis besar membahas bagaimana makna pesan dakwah yang disampaikan KH. Ahmad Mustofa Bisri melalui puisi-puisinya yang menggunakan gaya bahasa tutur sehari-hari yang sarat akan makna, menggunakan gaya bahasa sinisme, dan metafora. 22

Adapun relevansinya skripsi ini dengan penelitian penulis adalah objek kajian yang diteliti adalah karya dari tokoh yang sama yakni KH. Ahmad Mustofa Bisri. Dalam kajian skripsi ini objek kajiannya fokus pada karya KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berupa puisi, sedangkan objek kajian pada penelitian penulis nanti akan fokus pada karya KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berupa kitab tafsir.

Kontribusi skripsi ini pada penelitian penulis yaitu sedikit banyak memberikan sumbangsih dalam mengurai biografi dan latar belakang kehidupan Muallif kitab tafsir Al-Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz.

22 Lu’lu’ul Masruroh, “Makna Pesan Dakwah Dalam Puisi Karya KH. Ahmad Mustofa Bisri”, Skripsi, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel , 2013) , h. 96. Tidak diterbitkan (t.d). Diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/10512/1/cover.pdf. pada tanggal 5 Juli, Pukul 22. 15 WIB.

(33)

2. Jurnal “Kepenyairan A. Mustofa Bisri Berangkat dari Ajaran Al- Qur’an dan al-Hadis”, oleh Abdul Wachid dimuat dalam jurnal INSANIA Vol 13, 2008. Pada jurnal ini disebutkan biografi KH.

Mustofa Bisri dan bagaimana seorang Gus Mus menyampaikan ajaran Al-Qur’an dan al-Hadis melalui puisi-puisinya. Dengan bahasa yang sederhana beliau mampu menyampaikan pemahaman yang mudah diterima masyarakat.

Secara garis besar jurnal tersebut menyampaikan Tema puisi yang ditulis A. Mustofa Bisri (Gus Mus) sangatlah beragam, dari tema yang “melangit” sampai tema yang “membumi”, dari tema keruhanian hingga kejasmanian, dari tema sosial ke individual, dari tema yang berkaitan dengan jagad mikrokosmos sampai kepada jagad .makrokosmos. Namun demikian, semua tema itu ujungnya dapat disimpulkan kepada dua hal, yakni mengurai hubungan antarmanusia (hablum minan naas) sekaligus hubungan dengan Tuhan (hablum minnallah).

Di samping tema perpuisian A. Mustofa Bisri mengurai hubungan antara manusia dan manusia dengan Tuhan, maka kesemestaan dalam puisi A. Mustofa Bisri melibatkan pemaknaan terhadap alam demi mengukuhkan eksisistensi hubungan antara manusia dan manusia dengan Tuhan tersebut. “Trinitas” hubungan itu dirasukkan ke dalam beragam peristiwa yangmenjadi pengalaman puisi, yang mengandung nilai estetik sekaligus nilai etik. Prinsip bahwa kekhasan (idiocencracy) bahasa puisi itu penting untuk menandai kepenyairan seseorang, pada konteks perpuisian A.

Mustofa Bisri harus dimaknakan bukan sekadar sebagai gejala bahasa puisi yang melepas diri dari makna puisi (pengalaman religius yang dinyatakandan sekaligus ditampilkan di dalam puisi). Contoh

(34)

mudahnya, puisi Kahlil Gibran bila diterjemahkan ke dalam bahasa apapun, maka tetaplah mengandung kualitas puisi yang khas Gibran, demikian halnya dengan puisi karya penyair Indonesia yang disebutkan di depan, termasuk puisi A. Mustofa Bisri. Tentu saja, ukuran masing-masing perpuisian seorang penyair menjadi tidak proporsional tatkala saling ditabrakkan, misalnya mengukur perpuisian Taufiq Ismail atau perpuisian A. Mustofa Bisri, dengan memakai ukuran perpuisian Goenawan Mohamad atau Sapardi Djoko Damono. 23

Sama seperti skripsi di atas, relevansi dari jurnal ini adalah sama-sama mengkaji karya dari seorang tokoh sastra yaitu KH.

Ahmad Mustofa Bisri. Namun berbeda dengan jurnal ini, karya yang dikaji adalah kitab tafsir bukan puisi. Kontribusi jurnal ini untuk penelitian penulis yaitu untuk mengurai biografi mufassir serta digunakan dalam menganalisa bagaimana bahasa yang digunakan seorang Gus Mus dalam menyampaikan dakwahnya melalui sebuah karya-karyanya.

3. Jurnal “Tulisan Pegon: Wujud Identitas Islam Jawa”, oleh Titik Pudjiastuti dimuat dalam Jurnal Suhuf, Vol. 2, No. 2, 2009. Pada jurnal ini dijelaskan bahwa setidaknya ada tiga hal yang perlu dikemukakan untuk memahami wujud identitas Islam Jawa dengan adanya tulisan Pegon. Pertama, tulisan Pegon diadopsi dari Jawi.

Berdasarkan bentuk huruf, sifat dan fungsinya kedua tulisan ini, Jawi dan Pegon,tergolong ke dalam tipe tulisan Nasta'liq yang berasal dari Parsi. Kedua, perkembangan tulisan Pegon semula hanya

23 Abdul Wachid, “Kepenyairan A. Mustofa Bisri Berangkat dari Ajaran Al-Qur’an dan al-Hadis”, dalam Jurnal Insania, Vol 13, 2008, h. 9-14. Diakses dari http://ejournal.iainpurwokwrto.ac.id/index.php/insania/article/download/290/255 pada tanggal 10 Juli 2018, Jam 09.23 WIB.

(35)

dimaksudkan untuk penyebaran agama Islam telah difungsikan untuk menulis berbagai tujuan dalam kehidupan masyarakat Jawa, baik formal maupun informal. Ketiga, penetrasi Islam ke Jawa telah melahirkan suatu peradaban baru dalam kebudayaan Jawa. Wujudnya berupa tulisan Arab tetapi berlafal Jawa, tulisan Pegon telah berperan tidak saja sebagai sarana terciptanya suatu khazanah baru dalam dunia sastra Jawa, tetapi yang lebih penting lagi secara tidak langsung telah menjadi wujud dari identitas masyarakat Islam-Jawa.24 Relevansi jurnal ini terhadap penelitian penulis adalah sama- sama objek kajiannya adalah sastra Jawa, yang berupa bahasa Jawa dalam bentuk tulisan yaitu tulisan pegon. Bedanya adalah jurnal ini mengemukakan bahwa adanya tulisan pegon menjadi wujud identitas Islam Jawa. Sedangkan yang akan dilakukan penulis dalam penelitiannya nanti adalah menyampaikan bagaimana posisi tulisan pegon dalam sastra Jawa. Maka dalam penelitian yang akan dilakukan penulis, jurnal ini digunakan untuk membantu menguraikan hal-hal yang terkait dengan tulisan pegon. Dari sejarahnya sampai perkembangannnya.

4. Skripsi Yusuf Novantoro, “Karya Sastra Kontemporer Gus Mus Tahun 1980-2010 M”, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016. Dalam uraian skripsi ini secara garis besar dijelaskan bahwa Karya seni kontemporer Gus Mus pada tahun 1980-2010 terdapat tiga periode. Pertama, periode 1980-1990. Pada masa-masa awal Gus Mus banyak menulis dalam bentuk puisi dengan tema kritik sosial. Kedua, periode 1991-2000, merupakan tahun-tahun paling produktif bagi Gus Mus dalam menulis karya sastra kontemporer dalam bentuk puisi dengan bentuk puisi bebas

24 Titik Pudjiastuti, “Tulisan Pegon: Wujud Identitas Islam Jawa”, h. 10

(36)

dan cenderung bertemakan alam dan politik. Ketiga, periode 2001- 2010, Gus Mus mulai menulis karya sastra dalam bentuk cerpen.

Pada periode ini, Gus Mus banyak mengangkat tema religius dan sufistik. Ciri umum karya sastra kontemporer Gus Mus ada dua, pertama, berisi tentang kritik sosial. Kritik sosial yang terdapat dalam karya sastra kontemporer Gus Mus di antaranya adalah kritik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, kritik terhadap pemahaman-pemahaman agama, dan kritik terhadap ketidakadilan.

Kedua, banyak memuat dimensi sufistik dan spiritual.25

Relevansi skripsi ini terhadap penelitian penulis adalah sama dalam sisi kajian tokohnya yaitu KH. Ahmad Mustofa Bisri dan sama-sama mengkaji karya sastra yang dihasilkan oleh Gus Mus.

Namun dalam pembahasan skripsi Yusuf, tidak mencantumkan karya sastra KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berupa kitab tafsir.

Skripsi ini akan berkontribusi dalam penelitian penulis dalam sisi kajian tokohnya, selain itu skripsi ini pula akan memberikan sumbangsih kepada penulis dalam melakukan analisa terhadap karya KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berupa kitab tafsir Al Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz. Yaitu pada bagian karakteristik dan bahasa yang biasa digunakan KH. Ahmad Mustofa Bisri dalam menyampaikan dakwahnya melalui karya sastranya.

5. Skripsi Sri Handayani, “Unggah-Ungguh dalam Etika Jawa”, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa etika berbahasa dalam Jawa ada berbagai tingkatan dan masing-masing

25 Yusuf Novantoro, “Karya Sastra Kontemporer Gus Mus Tahun 1980-2010 M”, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016), h. 64-65 Tidak diterbitkan (t.d). Diakses dari http://digi;ib.uin-suka.ac.id/22047/1/10120036_BAB-I_IV-atau- V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf, pada tanggal 10 Juli 2018, Jam 09.30 WIB.

(37)

tingkatan mempunyai tujuan yang berbeda. Penggunaan ngoko- krama dalam masyarakat mempunyai fungsi sebagai berikut: 1.

Sebagai norma pergaulan masyarakat, 2. Sebagai tata unggah- ungguh yang berarti unggah-ungguhing basa berarti tataran ngoko- krama, dan unggah-ungguh berarti tata sopan santun, 3. Tataran berfungsi sebagai alat untuk menyatakan rasa hormat dan keakraban, 4. Tataran bahasa Jawa juga berfungsi sebagai pengatur jarak sosial (sosial Distance).26

Relevansi skripsi ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah sama-sama membahas mengenai unggah-ungguh atau etika. Namun penelitian yang akan dilakukan penulis hanya berfokus pada unggah-ungguh dalam berbahasa, sedangakan skripsi ini menganalisis etika orang Jawa dalam segala aspek. Kontribusi skripsi ini terhadap penelitian penulis yaitu untuk mengurai pembahasan yang berkaitan dengan unggah-ungguh serta tingkatan-tingkatan dalam etika berbahasa Jawa.

Dari sebagian penelitian yang penulis temukan, kajian terhadap tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz masih langka. Bahkan yang mengkaji mengenai dimensi sastra khususnya sastra Jawa pada tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz belum ada. Sehingga penulis menganggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai dimensi sastra dalam tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

26 Sri Handayani, “Unggah-ungguh dalam Etika Jawa”, h. 78-79

(38)

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai macam literatur yang relevan dan menelaah dengan pokok masalah yang dibahas. Dalam hal ini objek utama dalam penelitian ini adalah kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian ini terbagi dua, yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer yang dimaksud adalah kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri Rembang yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Progressif Surabaya pada tahun 2000.

Sementara itu sebagai rujukan sekunder adalah buku-buku lain yang membicarakan tentang sastra Jawa dan yang berhubungan dengan Sastra Jawa. Disamping itu pula juga menggunakan buku- buku yang membahas tentang tulisan pegon maupun bahasa Jawa.

Selain itu juga menggunakan buku yang berjudul Gus Mus, Satu Rumah Seribu Pintu karya Labibah Zain dan Althiful Khuluq dan juga buku Ngetan Ngulon Ketemu Gus Mus. Buku ini digunakan untuk merujuk sebagian biografi KH. Ahmad Mustofa Bisri yang mana dalam kajian ini beliaulah Mufassir dari kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz.

3. Teknik Pengumpulan Data

Mengenai pengumpulan data, penulis mengunakan metode dokumentasi kepustakaan yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan-bacaan yang ada kaitannya dengan pembahasan penulis.

(39)

Sebagaimana tersebut di atas bahwa objek permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah dimensi sastra dalam kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri.

Oleh karena itu, penelitian ini bersifat kualitatif berupa penelitian kepustakaan dengan cara mendokumentasikan data-data primer dan sekunder maupun pelengkap.

4. Metode Analisis Data

Metode yang akan digunakan untuk menganalis data adalah metode deskriptif-analitis. Yaitu meneliti, menganalisa yang kemudian mengklarifikasi.27 Penulis mencoba menganalisa dan membahas secara sistematis dimensi sastra yang terkandung dalam kitab Al-Ubairiz Fi Tafsiri Gharaibil Qur’anil Aziz, kemudian menelaah dan mengolah. Dari hasil pemaparan kemudian menunjukkan informasi baru dari hasil temuan.

Untuk menganalisis penelitian, penulis akan menggunakan Content Analysist atau analisis isi. Yaitu suatu pendekatan dan metode dalam penelitian kualitatif yang menjadikan teks sebagai objek kajian yang dianalisis.28 Dalam hal ini penulis akan menganalisa penafsiran Al-Qur’an yang ada dalam kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz secara keseluruhan.

Adapun pedekatan yang digunakan penulis untuk menganalis data adalah pendekatan Historis. Pendekatan ini menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks wacana.

27Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 139

28Ibrahim, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), cet 1, h.117

(40)

Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selembaran mahasiswa menentang soeharto. Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan, bagaimana kondisi sosial politik dan suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu malakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.29

G. Teknik dan Sistematika Penulisan

Teknik dan sistematika ini merujuk kepada buku pedoman penulisan skripsi Institut Ilmu Al-Qur`an. Pembahasan penelitian ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari bagian yang tak terpisahkan dan saling terkait.

Bab I merupakan pengantar atau pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjuan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab ini dijadikan dasar pijakan untuk pembahasan selanjutnya.

Bab II membahas mengenai Sastra Jawa. Mulai dari pengertian, sejarah perkembangan dan jenis Sastra Jawa serta dimensi sastranya yang berupa tulisan huruf Pegon dan penggunaan bahasa Jawa. Pembahasan dalam bab ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai perkembangan tafsir khususnya di Indonesia yang akan dibahas pada bab III.

29Erianto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, h.11

(41)

Bab III akan diuraikan mengenai Biografi singkat mufassir sekaligus sastrawan KH. Ahmad Mustofa Bisri. Kemudian akan dijelaskan perjalanan intelektualnya, perlu juga dikemukakan karya- karya ilmiyahnya. Setelah itu akan dijelaskan profil ataupun metodologi dari karya sastra KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berupa kitab tafsir Al- Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz. Pembahasan pada bab ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai dimensi sastra yang terkandung dalam tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz yang akan dibahas di bab IV.

Bab IV Merupakan kajian pokok dalam penelitian yaitu analisis dimensi sastra dalam kitab Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz karya KH. Ahmad Mustofa Bisri. Dalam bab ini akan diuraikan analisis secara umum dimensi sastra yaitu Sastra Jawa yang terkandung dalam kitab tafsir Al-Ubairiz fî Tafsîri Gharâibil Qur’ânil Azîz. Yang menjadi pokok pembahasan dalam bab ini adalah menguraikan dan memetakan tentang jenis sastra apa yang yang terdapat dalam onjek kajian penulis.

Kemudian akan dilanjutkan analisis terhadap tulisan pegon yang terdapat pada kitab al-Ubairiz. Setelah itu akan melakukan pemetaan terhadap tingkatan dalam bahasa Jawa yang digunakan Mufassir dalam menafsirkan. Kemudian akan disertakan contoh-contoh yang terkait dengan pembahasan.

BAB V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Dalam bab ini ditarik beberapa kesimpulan dan hasil pembahasan guna menjelaskan dan menjawab berbagai permasalahan yang ada.

(42)

25

DISKURSUS SASTRA JAWA A. Pengertian Sastra

Kesusastraan berasal dari kata dasar sastra. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang artinya mengajar dan “tra”

yang artinya alat. Oleh karena itu sastra dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar. Seperti buku, pena, tulisan dan lain sebagainya.1

Menurut teori Rene Wellek dan Werren dalam bukunya Teori Kesusastraan disebutkan bahwa yang dimaksud Sastra adalah suatu kegiatan yang kreatif atau sebuah karya seni.2 Sedangkan menurut Purwadi dalam bukunya yang berjudul Pengkajian Sastra Jawa menyebutkan bahwa yang dinamakan Sastra adalah kegiatan sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.3 Selain itu, menurut Sumardjo dalam bukunya Apresiasi Kesusatraan menyebutkan bahwa sastra adalah seni yang berhubungan dengan penciptaan dan ungkapan pribadi. Sastra juga merupakan salah satu hasil karya manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Semua hasil kerja manusia untuk memenuhi kebutuhannya itu disebut kebudayaan.4

1 Purwadi, Sejarah Sastra Jawa Klasik, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2009) h. 1

2 Rene Wellek dan Austin Werren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), h. 3

3 Purwadi, Pengkajian Sastra Jawa, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2009) h. 1

4 Jakob Sumardjo dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1988), h. 2

(43)

Adapun kesusastraan mempunyai makna yaitu alat untuk mengajarkan ilmu dan buah karya yang disusun dengan bahasa yang baik.5 Pengertian kesusastraan pertama-tama tergantung dari konvensi sosio budaya yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sehingga memberikan definisi sastra yang universal. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud sastra adalah suatu hasil budaya yang mempunyai nilai kebaikan.

B. Karya Sastra

Obyek yang disebut kesusastraan adalah obyek yang dinamikanya ditentukan oleh syarat-syarat dan norma-norma kemasyarakatan yang berbeda-beda. Ada beberapa konsep tentang pengertian karya sastra.

Pertama, karya sastra adalah karya seni Imajinatif yang unsur estetisnya dominan, bermedium bahasa. Kedua, karya sastra adalah suatu organisme antara unsur-unsurnya erat terjalin, ada koherensi dan keseluruhan yang organis. Ketiga, karya sastra yaitu karya bahasa yang bisa dinilai menurut patokan-patokan yang secara umum dapat disebutkan sebagai bentuk estetika dan makna. Keempat, karya sastra adalah bangunan bahasa yang mendasarkan konvensi tertentu, mengungkapkan rekaan manusia yang menandai alternatif terhadap kenyataan dan menghimbau ke imajinasi untuk penghayatan. Karya sastra merupakan pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, dialami orang tentang kehidupan, direnungkan, dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung lagi kuat.6

Karya sastra memiliki beberapa ciri, antara lain:

5 Purwadi, Sejarah Sastra Jawa Klasik, h. 2

6 Purwadi, Pengkajian Sastra Jawa, h. 2-3

(44)

1. Sastra memberikan hiburan. Karya sastra yang baik selalu menyenangkan untuk dibaca. Hiburan yang diberikan karya sastra ialah hiburan spiritual.

2. Sastra menunjukkan kebenaran hidup manusia. Sastra dihargai karena berguna bagi hidup manusia. Sastra mengungkapkan berbagai pengalaman manusia agar manusia lain dapat memetik pelajaran baik dari padanya agar manusia menjadi lebih mengerti manusia lain.

3. Sastra itu melampaui batas bangsa dan zaman. Misalnya, kitab sastra Mahabarata dan Ramayana yang menceritakan kejadian beberapa ratus tahun sebelum masehi tetapi cerita tersebut masih tetap digemari orang dalam abad keduapuluh ini. Hal ini menunjukkan bahwasannya satra tersebuat melampaui batas zamannya. Ia digemari manusia sepanjang abad karena ia menceritakan pengalaman manusia yang akan terjadi berulang- ulang. Persoalan terjadinya perang, kehilangan suami yang gugur dalam perang, kebaktian kepada guru, adanya manusia serakah yang merebut milik kita, semua itu akan terus dialami manusia.

Jadi, karya ssastra yang baik adalah karya yang mempersoalkan hakekat permasalahan manusia. Meskipun Mahabarata ditulis orang Hindu dan tentang agama Hindu tetapi berhasil membicarakan hal-hal yang menjadi masalah orang-orang diluar agama itu sehingga abadi.7

Karena sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya, maka sastra Jawa adalah hasil budaya manusia yang mempunyai nilai kebaikan dan menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, Sastra juga dapat diartikan sebagai karangan bahasa mengenai masalah sosial

7 Jakob Sumardjo dan Saini KM, Apresiasi Kesusastraan, h. 14-15

(45)

budaya yang oleh bentuknya mendapat penilaian positif dari masyarakat, sehingga dipelihara.

C. Sejarah Perkembangan Sastra Jawa

Berkaitan dengan Sastra Jawa maka secara praktis mengarah pada suatu bentuk aktifitas tulis menulis dari para sastrawan atau Pujangga Jawa dalam mengungkapkan nilai-nilai dan pandangan hidup dalam lingkup Jawa. Pujangga adalah predikat yang diberikan kepada seseorang yang telah menciptakan suatu karya sastra.8

Perjalanan sastra Jawa yang berlangsung sangat panjang telah banyak diwarnai oleh pengaruh-pengaruh budaya asing yang datang ke tanah Jawa. Budaya Jawa semula diwarnai oleh budaya animisme dan dinamisme. Dari budaya ini setidak-tidaknya masih tampak jejaknya pada berbagai bentuk sastra lisan. Bentuk doa-doa yang disampaikan dalam rangka penyampaian sesaji kepada sing mbaureksa, yakni makhluk supernatural penguasa pada tempat- tempat tertentu, kayu besar, batu keramat, goa-goa, dsb., merupakan hasil budaya animisme dan dinamisme. Dari satu sisi doa-doa itu bisa dianggap bernilai estetis sebagai karya sastra. Demikian halnya dengan mantera-mantera yang hingga saat ini masih sering diajarkan oleh guru atau dukun-dukun yang mengajarkan ilmu (ngelmu) yang sesungguhnya bersifat prelogic. Sebagian mantera itu memiliki nilai keindahan yang juga dapat dikategorikan sebagai hasil Sastra.9

Pada awal abad Masehi Agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa. Agama Hindu dan Budha ini menawarkan sejumlah kebudayaan yang akhirnya diterima oleh masyarakat Jawa. Berbagai cerita yang semula dianggap sebagai cerita suci oleh masyarakat

8 Afendi Hidayat dan Suwardi, Diktat Sejarah Sastra Jawa, h. 20

9 Margana, Pujangga Jawa dan Bayang-Bayang Kolonial, h. 28

Referensi

Dokumen terkait

Akhir sekali menerang secara deskriptif pula ialah menghuraikan proses, struktur dan proseduar. Contohnya, guru menerangkan kepada pelajar bahawa kita  boleh bersuci

Walaupun hasil kajian menunjukkan kriteria pembayaran tidak memberikan kolerasi yang signifikan terhadap komitmen organisasi tetapi faktor penyeliaan dan jaminan pekerjaan

Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa teori kognitif menurut Piaget sangat menekankan pada hasil akhir dari proses pembelajaran yang telah berlangsung, kaitanya

Penerapan teori humanistik dalam pembelajaran dapat dimodifikasi secara lentur oleh guru, hal ini lebih memberikan ruang kreatifitas yang tidak terbatas pada

Halaman Daftar Lambang atau Singkatan (bila ada). Halaman ini digunakan untuk memuat dan menjelaskan nama lambang dan singkatan yang ada.. Abstrak adalah ringkasan skripsi.

Hasil dari penelitian ini kepuasan pada pimpinan tidak berpengaruh pada kinerja tenaga penjual, sehingga dapat disimpulkan meskipun kinerja tenaga penjual meningkat

Studi jenis dan distribusi ular di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan mengecek keberadaan spesimen di museum dan juga studi literaturi hasil penelitian seperti

Dalam bab II akan menjelaskan khazana tafsir al-Qur’an sastra di Indonesia dan relevansinya dengan semiotika Dalam bab ini juga, peneliti akan menguraikan konsep tafsri